PENDAHULUAN
BAB II
TINJUAN TEORI
1. Konsep Medis
A. Definisi
B. Patofisiologi
Kf = koefisien filtrasi;
C. Klasifikasi
Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
Pemeriksaan Klinik :
Akral dingin Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronki basah Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema perihiler Ro : distribusi edema perifer
Enzim jantung mungkin Enzim jantung biasanya normal
meningkat Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg Intrapulmonary shunting : sangat
Intrapulmonary shunting : meningkat
meningkat ringan Cairan edema/serum protein > 0,7
Cairan edema/protein serum < 0,5
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces:
Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler
pulmonal meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid
plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia.
Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara
8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya
edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain:
a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan
fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri.
c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion
pulmonary edema).
2. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,
hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau
penyakit nutrisi.Tetapi hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan
edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru.
Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan
menyebabkan edema paru.
3. Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural, contoh yangs erring menjadi etiologi adalah:
a. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
b. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-
expiratory volume (asma).
4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun
klinik.
5. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult
Respiratory Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan
pembatas antara kapiler dan alveolar.Cukup banyak kondisi medis
maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru
akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan
Starling Force.
6. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
7. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
8. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha-naphthyl thiourea).
9. Aspirasi asam lambung.
10. Pneumonitis radiasi akut.
11. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
12. Disseminated Intravascular Coagulation.
13. Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
14. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
15. Pankreatitis Perdarahan Akut.
16. Insufisiensi Limfatik:
17. Post Lung Transplant.
18. Lymphangitic Carcinomatosis.
19. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
20. Tak diketahui/tak jelas
21. High Altitude Pulmonary Edema.
22. Neurogenic Pulmonary Edema.
23. Narcotic overdose.
24. Pulmonary embolism
25. Eclampsia
26. Post cardioversion
27. Post Anesthesia
28. Post Cardiopulmonary Bypass
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2016)
EPK EPNK
Anamnesis
Acute cardiac (+) Jarang
event
Penemuan Klinis
Perifer Dingin (low flow state) Hangat (high flow
meter)
S3 (+) Nadi kuat
gallop/kardiomeg Meningkat (-)
ali Basah Tak meningkat
JVP Kering
Ronki Tanda penyakit dasar
Laboratorium
EKG Iskemia/infark Biasanya normal
Foto toraks DIstribusi perihiler Distribusi perifer
ENzim kardiak Bisa meningkat Biasanya normal
PCWP < 18 mmHg
> 18 mmHg
Shunt intra Hebat
Sedikit
pulmoner > 0.7
< 0.5
Protein cairan
edema
F. Penatalaksanaan
1. Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume
dan kapasitas vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan
menurunkan aliran darah vena balik ke jantung.
2. Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan bersamaan dengan
pemasangan jalur IV dan monitor EKG (O, I, M). Nonrebreather
mask with reservoir O2 dapat menyalurkan 90-100% O2.
3. Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi
walaupun saturasi O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi
perifer. Oleh karena itu, dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis
gas darah untuk mengetahui ventilasi dan asam basa.
4. Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure)
dapat diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki
pertukaran gas.
a. Kantung nafas-sungkup muka menggantikan simple mask bila terjadi
hipoventilasi.
b. Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas
spontan dengan sungkup muka atau pipa endotrakea.
c. Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60
mmHg walau telah diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi
serebral, meningkatnya PCO2 dan asidosis secara progresif.
d. Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan
Dopamin 2-20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan
Dopamin dosis >20 mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine
0,5-30 mcg/menit IV, sedangkan Dopamine diturunkan sampai 10
mcg/kgBB/menit. Bila tanpa gejala syok berikan Dobutamine 2-20
mcg/kgBB/menit IV.
e. Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema
paru karena mengurangi preload, diberikan 2 tablet masing-masing
0,4 mg sublingual atau semprot, dapat diulang 5-10 menit bila TD
tetap >90-100 mmHg. Isosorbide semprot oral bisa diberikan tetapi
nitrogliserin pasta transkutan atau isosorbid oral kurang dianjurkan
karena vasokonstriksi perifer tidak memungkinkan penyerapan yang
optimal.
f. Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV 0,5-1,0
mg/kg. Efek bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi
venodilatasi sehingga aliran (preload). Efek kedua adalah diuresis
yang mencapai puncaknya setelah 30-60 menit. Efektifitas furosemide
tidak harus dicapai dengan diuresis berlebihan. Bila furosemide sudah
rutin diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20
menit belum didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis
awal dan dosis bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol dan bila
fungsi ginjal terganggu.
g. Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV
bila TD >100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada
edema paru namun dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek
venodilator meningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran darah
balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian
ventrikel kiri (preload), dan juga mempunyai efek vasodilator ringan
sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dari morfin sulfat
menurunkan aktifitas tulang-otot dan tenaga pernafasan. (Santoso
Karo et al, 2018)
2. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Umur:
b. Riwayat masuk:
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah
menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi
yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai
klien
c. Riwayat penyakit dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,
pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
d. Pemeriksaan fisik
1. Sistem Integumen
Subyektif: -
Obyektif: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
2. Sistem Pulmonal
3. Sistem Cardiovaskuler
4. Sistem Neurosensori
5. Sistem Musculoskeletal
6. Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
7. Sistem digestif
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
Daftar Pustaka
Harun S, Sally N. (2016). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi ke-5). Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2009; p. 1651-3.
Hall, Guyton. (2017). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC