Anda di halaman 1dari 25

Edema Paru

       

Edema paru adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gejala sulit bernapas akibat terjadinya
penumpukan cairan di dalam kantong paru-paru (alveoli). Kondisi ini dapat terjadi tiba-tiba
maupun berkembang dalam jangka waktu lama.

Dalam kondisi normal, udara akan masuk ke dalam paru-paru ketika bernapas. Namun, pada
kondisi edema paru, paru-paru justru terisi oleh cairan. Sehingga oksigen yang dihirup pun
tidak mampu masuk ke paru-paru dan aliran darah.

Gejala Edema Paru

Pada kasus edema paru kronis yang bersifat jangka panjang, pasien akan merasa lebih cepat
lelah yang ditandai dengan lebih sering merasa sesak dibanding dengan biasanya. Sesak
napas akan lebih terasa ketika penderita sedang melakukan aktivitas fisik dan berbaring.
Gejala edema paru kronis juga dapat disertai dengan dengan suara napas tersumbat yang khas
saat menghembuskan napas (mengi), terbangun pada malam hari saat tidur, peningkatan berat
badan yang cepat, bengkak pada kedua tungkai.

Jenis edema paru yang kedua adalah edema paru akut yang bersifat cepat. Pada kondisi ini,
gejala sesak napas menyerang secara tiba-tiba hingga menyebabkan penderitanya seakan-
akan merasa tercekik atau tenggelam. Mereka akan terlihat cemas atau ketakutan dengan
mulut megap-megap karena berusaha keras mendapatkan oksigen. Selain itu, penderita akan
mengalami palpitasi atau peningkatan detak jantung secara cepat dan tidak teratur disertai
batuk berdahak yang berbusa dan bercampur darah. Apabila edema paru akut ini terjadi
akibat penyakit jantung, maka gejala nyeri dada juga bisa turut dirasakan.

Asuhan Keperawatan Edema Paru Akut

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Edema paru akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi di dalam paru-paru,
biasanya diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak memompa secara adekuat. Edema paru
akut terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.

Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru disebut edema paru
akut. Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa dari penyakit jantung dan kebanyakan
kasus dari kondisi ini dihubungkan dengan kegagalan jantung. Edema paru akut dapat menjadi
kondisi kronik atau dapat berkembang dengan tiba-tiba dan dengan cepat menjadi ancaman hidup.
Tipe yang mengancam hidup dari edema paru terjadi ketika sejumlah besar cairan tiba-tiba
berpindah dari pembuluh darah paru ke dalam paru, dikarenakan masalah paru, serangan jantung,
trauma, atau bahan kimia toksik. Ini dapat juga menjadi tanda awal dari penyakit jantung koroner.

Angka kejadian penyakit ini adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun. Angka kematian
melebihi 40%. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan
yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Penderita yang bereaksi baik terhadap
pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang.

Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka kelompok akan
membahas mengenai edema paru akut dan asuhan keperawatan yang diberikan. Diharapkan
perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya
penurunan angka insiden edema paru akut melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
B.     Tujuan

1.    Tujuan umum

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien ALO dengan baik.

2.    Tujuan khusus

a.       Untuk mengetahui definisi penyakit oedema paru akut.

b.      Mengetahui etiologi ALO.

c.       Mengetahui tanda gejala ALO.

d.      Mengetahui patofisiologi ALO.

e.       Mengetahui pemeriksaan penunjang dan komplikasi dari ALO.

C.    Rumusan Masalah

a.       Apa definisi dari ALO?

b.      Apa etiologi dari ALO ?

c.       Manifestasi  klinis dari ALO?

d.      Bagaimana patofisiologi dari ALO?

e.       Apa  komplikasi, serta pemeriksaan penunjang dari ALO?

f.       Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan edema paru akut?


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian

Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan
hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis.

Edema Paru Akut (Kardiak)  menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di
interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi
keluaran ventrikel kiri.

Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut dimana cairan mengalami
kebocoran  melalui dinding kapiler, menembus keluar dan menimbulkan  dipsnea yang sangat berat.

Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini
terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas.

B.     Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-kardiogenik.

a.       Cardiogenic pulmonary edema

b.      Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung.
Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung
tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.

c.       Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
Ø  Acute respiratory distress syndrome (ARDS).

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

Ø  Kondisi  yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka
paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada
paru-paru.

Ø  Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan
penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema.
Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk
mengeluarkan kelebihan cairan tubuh

Ø  High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke
ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.

Ø  Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah,
atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,
menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

Ø   Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion


pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

Ø  Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada
aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary
edema.

Ø  Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin
termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka
paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury
(TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

C.    Etiologi

Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :


1)      Ketidak-seimbangan Starling Forces :

Ø  Peningkatan tekanan kapiler paru :

·    Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).

·    Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.

·    Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

·    Penurunan tekanan onkotik plasma.

·     Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing  enteropaday,penyakit


dermatologi atau penyakit nutrisi.

Ø  Peningkatan tekanan negatif intersisial :

·    Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

·    Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan
peningkatan end-expiratory volume  (asma).

·    Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

2)      Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult RespiratoryDistress Syndrome)

·    Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

·    Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO2, dsb).

·    Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).

·    Aspirasi asam lambung.

·    Pneumonitis radiasi akut.

·    Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

·    G  Disseminated Intravascular Coagulation.

·    Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

·    Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

·    Pankreatitis Perdarahan Akut.

3)       Insufisiensi Limfatik :

·    Post Lung Transplant.

·    Lymphangitic Carcinomatosis.
·     Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

4)      Penyebab tersering oedema paru adalah:

·    Penyakit jantung (artero sklerotik).

·    Hipertensi

·    Kelainan katup

·    Mopati

D.    Patofisiologi

Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-
persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas
dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru”
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh
banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic
pulmonary edema.

E.     Manifestasi Klinis

a.       Terjadi awitan kesulitan nafas mendadak dan perasaan tercekik.

b.      Tangan menjadi dingin dan basah

c.       Kuku biru (sianosis)

d.      Warna kulit menjadi abu-abu

e.       Nadi lemah dan cepat

f.       Vena leher menegang

g.      Mulai batuk dengan mengeluarkan sputum yang banyak

h.      Klien konfusi serta stupor

i.        Napas berbunyi dan basah

j.        Mengerluarkan cairan berbusa ke bronkus dan trakhea

k.      edema alveolar
l.         Pertukaran gas sangat terganggu

m.    Terjadi hipoksemia dan hipokapnia.

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:

Stadium 1.

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran
gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin
hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang
tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2.

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur,
demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal). Adanya penumpukan
cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah
basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering
terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3.

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia
dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital
dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia.

F.     Pemeriksaan Penunjang

a.       Pemeriksaan Fisik

Sianosis sentral, sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih,  ronchi basah nyaring di
basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan
ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale, takikardia
dengan S3 gallop, murmur bila ada kelainan katup.

b.      Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
c.        Laboratorium

ü  Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.

ü  Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.

ü   Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-
MB, Troponin T), angiografi koroner.

d.      Ekokardiografi

e.       Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP).

f.       Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz).

G.    Penatalaksanaan

a.           Posisi ½ duduk.

b.            Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.

c.           Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan
intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.

d.          Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

e.            Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit.
Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3
– 5 ug/kgBB.

f.             Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis
0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai
didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien
yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi
yang adekuat ke organ-organ vital.

g.            Morfin sulfat 3 – 5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).

h.           Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam
atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
i.              Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau
Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

j.              Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

k.           Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.

l.              Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel / corda tendinae.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.   Pengkajian

1.    Identitas

2.    Riwayat Penyakit :

a.       Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang


Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai
dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba
pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien

b.      Riwayat penyakit dahulu

Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru,
jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.

3.    Pemeriksaan Fisik.

a.       TTV

b.      Pemeriksaan B1-B6

4.    Pola Aktivitas sehari-hari :

a.       Nutrisi dan metabolisme

b.      Cairan dan metabolik

c.       Pola eliminasi

d.      Aktivitas dan latihan

e.       Pola istirahar tidur

B.  Diagnosa Keperawatan

a)      Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).

b)      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan


cairan ke dalam area intertitial/alveoli).

c)        Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukkan cairan dalam paru.

d)     Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk
bernafas).

e)        Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan.

C.   Intervensi
Dx 1 :  Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan).

Tujuan  : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual


Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal jantung.

Intervensi:

a)      Catatan suara jantung.

R/l : S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa.

c.       Monitor TTV

R/ : pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan badan/body
jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa terjadi hipotensi berat.

d.      Kolaborasi  dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.


R/: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk menanggulangi efek
hypoxia/iskemia.

e.       Kolaborasi pemberian diuretic.

R/ : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put yang relative
normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretics akan mengurangi
reabsorbsi dari sodium dan air.

Dx II : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus


(perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli).

Tujuan      : Pertukaran gas efektif.

Kriteria Hasil        : menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada  jaringan di
tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi             :

a)      Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels.


R/: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang membutuhkan
penanganan lebih lanjut.

b)      Atur posisi fowler dan bed rest.


R/ :  merangsang pengembangan paru secara maksimal.

c)      Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri


R/ : hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d)     Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi.
R/: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia jaringan.

e)      Kolaborasi  pemberian obat .

v  Diuretic
R/ : Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas

v   Bronkodilator
R/ : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.

Dx III       :   Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru


sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.

Tujuan      : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.


Kriteria hasil         :  Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.

Intervensi :

a)      Identifikasi faktor  penyebab.
R/ : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang tepat.

b)      Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
R/ : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh
mana perubahan kondisi pasien.

c)      Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60 – 90 derajat.
R/ : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

d)     Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
R/ : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.

e)      Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
R/l : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis
akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.

Dx IV       : Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan


(ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan                  : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.

Kriteria hasil         : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi
16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Intervensi :

a)       Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien.Biasanya dengan semi fowlerdan jelaskan mengenai
penyakit dan diagnosanya.

R/ : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam
perawatan.

b)       Ajarkan teknik relaksasi

 R/ : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan.

c)        Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

R/ : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun
kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.

d)         Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

R/ : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan
yang mengganggu dapat diketahui.

e)      Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

R/ : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi
stress.

Dx V        :   Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan.

Tujuan                  :  Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteri hasil  : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat,
personel hygiene pasien cukup.

Intervensi             :

f)       Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan
tanda-tanda vital.

R/ : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.


g)       Bantu Px memenuhi kebutuhannya.

R/: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.

h)      Awasi Px saat melakukan aktivitas.

R/ : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.

i)        Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

R/ : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.

j)        Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

R/ : Istirahat perlu untuk menurunkan  kebutuhan metabolisme’.

Dunia Keperawatan
Senin, 09 Mei 2016

Askep Edema Paru

Askep Edema Paru

BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 


Edema paru didefinisikan sebagai terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang patologis
didalam paru. Kelainan ini dapat disebabkan oleh dua keadaan yaitu tekanan hidrostatik
atau peningkatan permeabilitas kapiler paru. Pemahaman mengenai mekanisme ini
membutuhkan tinjauan kembali mengenai pembentukan dan reabsorpsi cairan paru serta
struktur ultra paru.(Soeparman.1990)

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan edema paru atau ALO ?
2. Bagaimana etiologi dari edema paru atau ALO ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari edema paru atau ALO?
4. Bagaimana patofisiologis terjadinya edema paru atau ALO?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari edema paru atau ALO?
6. Apakah ada komplikasi pada edema paru atau ALO ?
7. Bagaimana dengan asuhan keperawatan pada edema paru atau ALO?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan adanya makalah edema paru atau ALO ini, yaitu :
1. Sebagai bahan pengetahuan tentang pengertian edema paru atau ALO.
2. Untuk memgetahui Etiologi dari edema paru atau ALO.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis terjadinya edema paru atau ALO.
4. Untuk mengetahui jalannya patologis dari edema paru atau ALO.
5. Untuk dapat mengerti bagaimana penatalaksanaan dari edema paru atau ALO.
6. Untuk dapat mengetahui bentuk komplikasi dari edema paru atau ALO.
7. Untuk dapat mengerti bagaimana bentuk asuhan keperawatan pada edema paru atau
ALO.

BAB 2
PEMBAHASAN
DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN EDEMA PARU

2.1 Definisi
a) Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan didalam paru-paru baik dalam spasium
interstitial atau dalam alveoli. (Diane C. Baughman,Joann C Hackley.2000)
b) Edema paru merupakan penyebab utama timbulnya gagal pernafasan. Edema pulmo
awalnya akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru-paru dan jantung. (Charlene J
Reeves, dkk. 2001)
c) Edema Paru merupakan suatu keaadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler
dalam paru.(Muttaqin, Arif,2008)
Akumulasi cairan yang luas diinterstitium paru dapat terjadi karena ada gangguan
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam kapiler paru dan jaringan
sekitarnya. Tekanan hidrostatik menggerakkan cairan dari pembuluh darah ke interstitium,
sedangkan tekanan onkotik yang ditentukan oleh konsentrasi protein didalam darah,
menggerakkan cairan kedalam pembuluh darah. Tekanan yang seimbang dipertahankan
oleh tekanan hidrostatik intrakapiler antara 8-12 mmHg dan tekanan onkotik protein plasma
sebesar 25 mmHg.
Edema paru terjadi ketika hidrostatik kapiler paru meningkat melebihi tekanan onkotik,
terjadi peningkatan aliran cairan dan koloid dari pembuluh darah ke ruang interstitial dan
alveoli. Cairan yang terbentuk pada proses filtrasi dari kapiler ke ruang interstitial akan di
drainase oleh sistim limfatik. Pada peningkatan tekanan atrium yg kronik, terjadi hipertropi
sistem limfatik, yang melindungi paru dari edema,sehingga pada gagal jantung kronik,
edema paru baru terjadi bila tekanan kapiler paru > 25 mmHg karena adanya peningkatan
kapasitas sistem limfatik. Pada gagal jantung akut, edema paru dapat terjadi pada tekanan
kapiler lebih rendah, sekitar 18 mmHg.

Perbedaan Edema Paru Kardiogenik dan Edema Paru Non Kardiogenik


A. Edema Paru Kardiogenik
Adanya gangguan sirkulasi pada jantung akan menyebabkan peningkatan tekana vena
pulmonalis, tekanan hidrostatik meningkat melebihi tekanan onkotik, terjadi rembesan cairan
ke jaringan interstitial dan pada kasus yang lebih berat terjadi edema alveolar. Pada tahap
lanjut dapat terjadi pembentukan pleural effusion yang akan lebih mengganggu fungsi
respirasi. Tanda awal edema paru adalah Dipsnoe d’effort dan ortopnoe. Pada rontgen foto
thorax menunjukkan penebalan peribronkhial, apikalisasi corakan pembuluh darah, dan
garis kirley B. Lines. Pada edema paru yang lebih buruk, alveoli terisi cairan. Gambaran
rontgen foto thorax menunjukkan infiltrat diffuse pada alveola. Ditemukan rhonchi dan
wheezing yang disebabkan oleh paningkatan edema jalan nafas kronik.
B. Edema Paru Non Kardiogenik
Pada edema paru non kardiogenik tekanan hidrostatik normal, peningkatan cairan paru
terjadi karena kerusakan lapisan kapiler paru dengan kebocoran protein dan makromolekul
kedalam jaringan. Cairan berpindah dari pembuluh darah ke jaringan paru sekitarnya.
Proses ini dikaitkan dengan disfungsi lapisan surfaktan pada alveoli dan kecenderungan
kolapsnya alveoli pada volume paru yang rendah. Klinis bisa ditemukan dispnoe ringan
sampai dengan gagal nafas. Auskultasi paru relatif normal meskipun rontgen foto thorax
menunjukkan infiltrat alveolar difus.

2.2 Etiologi 
Penyebab ALO (Acute Lung Odem)dibagi menjadi 2,yaitu sebagai berikut : 
 Etiologi Edema Paru Kardiogenik : 
1. Gagal jantung 
2. Hipertensi 
3. Kardiomiopati 
4. Gagal ginjal 
 Etiologi Edema Paru Non Kardoigenik : 
1. Trauma thorax 
2. Contusio paru 
3. Aspirasi 
4. Emboli paru 
5. Sepsis 
6. Keadaan tenggelam 

2.3 Manifestasi Klinis


1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan
biasanya didahului
dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
2. Awitan sesak nafas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan nafas), tangan
menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu.
3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi 
4. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid. 
5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi mendekati
panic, pasien mulai bingung, kemudian stupor. 
6. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah
dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri). 
7. Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium :
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada
stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga
tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena
terbukanya saluran nafas yang tertutup saat inspirasi.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur,
demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran
nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia
dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Analisis gas darah 
2 Foto rontgen thoraks 
3 Pulse oksimetri 
4 Elektrokardiografi 

2.5 Patofisiologi 
2.6 Penatalaksanaan 
Sasaran penatalaksanaan medical adalah untuk mengurangi volume total yang bersirkulasi
dan untuk memperbaiki pertukaran pernafasan. 
A. Oksigenasi: 
1. Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan dipsnea. 
2. Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu, jika tanda-tanda hipoksia
menatap. 
3. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jikaterjadi gagal napas. 
4. Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) 
5. Gas darah arteri (GDA). 

B. Farmakoterapi : 
1. Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea, merupakan kontra
indikasi pada cedera faskuler serebral, penyakit pulmonal kronis, atau syok kardiogenik.
Siapkan selalu nalokson hidroklorida (narcan) untuk depresi pernafasan luas. 
2. Diuretik : furosemid (lasix) IV untuk membuat evek diuretik cepat. 
3. Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung, di berikan dengan kewaspadaan
tinggi pada pasien dengan MI akut. 
4. Aminivilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis sesuai berat
badan 

C. Perawatan sportif : 
1. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik bila kaki terjuntai di
samping tempat tidur, untuk membantu arus balik vena ke jantung. 
2. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang konkrit 
3. Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur 
4. Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang di lakukan
untuk mengatasi kondisi dan apa makna respon terhadap pengobatan 

2.7 Komplikasi 
Komplikasi yang mungkin terjadi pada edema paru,meliputi : 
1. Gagal nafas 
2. Asidosis respiratorik 
3. Henti jantung 

2.8 Pencegahan 
1. Kenali tahap dini kapan tanda2 dan gejala2 yang ditunjukkan merupakan tanda dan
gejala kongesti pulmonal yaitu auskultasi bidang paru paru pasien dengan penyakit jantung 
2. Hilangkan stress emosional dan terlalu letih untuk mengurangi kelebihan beban ventrikel
kanan. 
3. Berikan morfin untuk mengurangi ansietas, dipsneu dan preload. 
4. Lakukan tindakan mencegah gagal jantung kongestif dan penyuluhan pasien. 
5. Nasihatkan untuk tidur dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan 25cm. 
6. Tindakan bedah untuk menghilangkan atau meminimalkan defek valvular yang
membatasi aliran darah ke dalam dan keluar ventrikel kanan 

BAB 3 
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 
DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN EDEMA PARU 

3.1 PENGKAJIAN 
A. Data Subjektif 
a. Identitas Klien 
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik. 

b. Keluhan utama 
Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas 

c. Riwayat penyakit sekarang 


Adanya sesak nafas dan kelemahan,sianosis 

d. Riwayat penyakit dahulu 


pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh merasakan nyeri
dada hebat dan pasien pernah mengalami hipertensi, Penyakit paru, jantung serta kelainan
organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien 

e. Riwayat penyakit keluarga 


Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, hepatitis,dan hipertensi 

B. Pola Fungsional Gordon 


a. Pola persepsi kesehatan 
b. Pola Nutrisi 
c. Pola Eliminasi 
d. Pola Aktivitas- latihan 
e. Pola Istirhat-Tidur 
f. Pola Kognitif perseptual 
g. Pola Konsep diri 
h. Pola Peran Hubungan 
i. Pola seksualitas-produksi 
j. Pola Koping-toleransi stress 
k. Pola nilai kepercayaan 

PEMERIKSAAN FISIK 
A.Data Objektif 
a. Keadaan umum : k/u lemah 
b. Kesadaran : Composmentis 
c. TB : - 
d. BB : - 
e. TTV : 
TD : >120/80 mmHg 
N : >80x/mnt 
RR : > 20x/mnt 
S : >37,5oC 

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE 


1. Kepala 
Inspeksi : Warna rambut, kebersihan rambur,rontok/tidak, bentukwajah. 
Palpasi : ada benjolan atau tidak 
2. Mata 
Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi mata 
3. Hidung 
Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung 
4. Telinga 
Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia 
Palpasi :Teksturpina, helix kenyal. 
5. Mulut 
Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir. 
6. Leher 
Inspeksi : Simetris atau tidak 
Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar. 
7. Paru 
Inspeksi : Bentuk dada asimetris 
Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri tidak sama 
Perkusi : pekak 
Auskultasi : terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat
wheezing.
Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau teknan darah
bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot
bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan
terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan
tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk
yang berwarna kemerahan serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar
ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan
jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem
perifer, akral dingin dengan sianosis . Dan pada edem paru non kardiogenik didapatkan
Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan
auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada.
8. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat 
Palpasi : PMI teraba 
Perkusi : Pekak 
Auskultasi : Terdengar Murmur 
9. Abdomen 
Inspeksi : simetris 
Auskultasi : Hitung bising usus 
Palpasi : tidak ada nyeri tekan 
Perkusi : Timpani 
10. Ekstremitas 
Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari 
11. Integumen 
Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku 
Palpasi : Akral dingin 

PEMERIKSAAN PENUNJANG 
1. Pemeriksaan Laboratorium 
Pemeriksaan laboratorim yang diperlukan untuk mengkaji etiologi edema paru.
Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah rutin, fungsi
ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas darah.
2. Radiologi 
Pada foto thorax untuk menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar,
pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya
garis kerley A, B dan C akibat edema. Gambar foto thorax dapat dipakai untuk
membedakan edem paru kardiogenik dan edem paru non krdiogenik. Walaupun
tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara
radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga
dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru, seperti rotasi, inspirasi,
ventilator, posisi pasien.
3. Elektrokardiogram (EKG) 
Pemeriksaan EKG biasa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemik
atau infark miokard akut dengan edema paru.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi protein dan
cairan dalam interstitial/area alveolar 
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
secret 
c. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan intubasi endotrakeal 
d. Gangguan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi paru skunder
terhadap penumpukan cairan dalam alveoli 
e. Menurunnya Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak
seimbangan suplai nutrisi dan kebutuhan oksigen 

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa  Tujuan  Intervensi Rasional

Dx: Gangguan Ventilasi dan


pertukaran gas oksigenasi adekuat 1. BHSP pada pasien atau
1. Dengan BHSP dapat
berhubungan setelah dilakukan keluarga pasien
memperoleh pemberian
dengan pemasangan 2. Observasi TTV tindakan
akumulasi endotrakeal 3. Berikan oksigen yang 2. peningkatan RR dan
protein dan dilembabkan dengan Takikardia merupakan
cairan dalam kriteria hasil: humidifier indikasi adanya penurunan
interstitial/ 4. Berkolaborasi dengan fungsi paru
area alveolar  sesak napas dokter dalam pemberian
berkurang, tidak 3. sehingga jalan napas
terapi buatan meniadakan
sianosis
5. Motivasi pasien untuk mekanisme pertahanan
nafas dalam dan panjang tubuh untuk pelembapan
dan penghangatan
4. pengobatan yang
diberikan berdasar indikasi
sangat membantu dalam
proses terapi
5. nafas dalam dapat
membantu membebaskan
jalan napas
Dx:
ketidakefektifa
1. BHSP pada pasien
n bersihan
dan keluarga pasien
jalan nafas 1. Dengan BHSP
2. Lakukan fisioterapi dapat mempermudah
berhubungan
Bersihan jalan napas efektif napas dan penghisapan pemberian tindakan
dengan
setelah dilakukan fisioterapi sekret secara kontinu
penumpukan 2. Sehingga dengan
napas dan penghisapan 3. Berikan oksigenasi
sekret fisioterapi napas akan
sekret sebelum dilakukan melepaskan sekret dari
penghisapan sekret dinding alveoli sehingga
Kriteria Hasil 4. Kaji dan catat memudahkan untuk
karakteristik sputum dialkukan penghisapan
 Hilangnya dispnea 5. Berkolaborasi 3. Sehingga
 Bunyi napas dengan dokter dalam menambah cadangan
bersih/tidak ada ronkhi pemberian terapi seperti oksigen sehingga pada
 Mengeluarkan Morfin, furosemid, saat dilakukan
sekret tanpa kesulitan aminofilin. penghisapan sekret klien
tidak mengalami
kekurangan oksigen
karena dengan menghisap
sekret oksigen juga ikut
terhisap
4. Untuk
mengidentifikasi sputum
5. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat membantu
dalam proses terapi
keperawatan

3.4 IMPLEMENTASI
Merupakan tindakan yang dilaksanakan untuk mengatasi keluhan pasien
berdasarkan intervensi yang telah dibuat. 

3.5 EVALUASI
S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri 
O : Data yang diambil dari hasil observasi 
A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi 
P : Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien 

BAB 3
PENUTUP

Edema paru biasa dibagi menjadi kardiogenik dan non kardiogenik. Edema paru non
kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler paru-paru
ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan selain kelainan pada
jantung. Kelainan tersebut bisa diakibatkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan tekanan onkotik (osmotik) antara kapiler paru dan alveoli, dan terjadinya
peningkatan permeabilitas kapiler paru yang bisa disebabkan berbagai macam penyakit.
Sedangkan pada kardiogenik atau edem paru hidrostatik atau edem
hemodinamikkarenainfark miokars, hipertensi, penyakit jantung katup, eksaserbasi gagal
jantung sistolik/ diastolik dan lainnya. Pengobatan edema paru ditujukan kepada penyakit
primer yang menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai pengobatan suportif
terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat (dengan pemberian oksigen dengan
teknik-teknik ventilator) dan optimalisasi hemodinamik (retriksi cairan, penggunaan diuretik
dan obat vasodilator 

Anda mungkin juga menyukai