Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edema paru-paru merupakan penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-
paru. Jika edema timbul akut dan luas, sering disusul kematian dalam waktu
singkat.Edema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid seperti
pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang rusak dapat
diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti pada
pneumonia, atau karena gangguan lokal proses oksigenasi.
Penyebab yang tersering dari edema paru-paru adalah kegagalan ventrikel
kiri akibat penyakit jantung arteriosklerotik atau stenosis mitralis.3 Edema paru-
paru yang disebabkan kelainan pada jantung ini disebut juga edema paru
kardiogenik, sedangkan edema paru yang disebabkan selain kelainan jantung
disebut edema paru non kardiogenik.
1.2 Rumusan Masalah
1. pengertian edema paru akut adalah ?
2. etiologic edema paru akut adalah ?
3. klasifikasi dari edema paru akut ?
4. patofisiologi dari edema paru akut ?
5. manifestasi klinik dari edema paru akut ?
6. diagnose penunjang dari edema paru akut ?
7. penatalaksanaan dari edema paru akut ?
8. konsep asuhan keperawatan pada pasien edema akut ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian edema paru akut.
2. Untuk mengathui etiologic edema paru akut.
3. Untuk mengetaui klasifikasi dari edema paru akut.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari edema paru akut.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari edema paru akut.
6. Untuk mengetahui diagnose penunjang dari edema paru akut.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari edema paru akut.
8. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien edema akut.
BAB II
TINJAUAN KASUS
2.1 . PENGERTIAN
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk
menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala
sel-sel darah).
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di
paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada
paru-paru ditempati oleh kantongkantong udara yang sangat kecil yang disebut
alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya,
dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk
dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis
yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari
alveoli kecuali dindingdindig ini kehilangan integritasnya.
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat
peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran
cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru,
melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di
paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru
banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah
jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena alasan
lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan obat-obatan,
dan olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi.
2.2. ETIOLOGI
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler paru :
- Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
- Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
- Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b) Penurunan tekanan onkotik plasma.
- Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein
losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
- Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
- Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
Akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
- Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distres
Syndrome)
a) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2,dsb).
c) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha
naphthyl thiourea).
d) Aspirasi asam lambung.
e) Pneumonitis radiasi akut.
f) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g) Disseminated Intravascular Coagulation.
h) Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
i) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j) Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik :
a) Post Lung Transplant.
b) Lymphangitic Carcinomatosis.
c) Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
a) High Altitude Pulmonary Edema.
b) Neurogenic Pulmonary Edema.
c) Narcotic overdose.
d) Pulmonary embolism.
e) Eclampsia
f) Post Cardioversion.
g) Post Anesthesia.
h) Post Cardiopulmonary Bypass.
2.3 . KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik
dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya
sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan
oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi,
dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik
» Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan
pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung
memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-
penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau
klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari
jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini
dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah
didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
» Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh
hal berikut:
î Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari
respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang
bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
î kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok
kokain, atau radiasi pada paruparu.
î Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat
pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
î High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan
yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
î Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-
seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
î Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru
mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru
(pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini
dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh
(unilateral pulmonary edema).
î Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang
kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang
mungkin menyebabkan pulmonary edema.
î Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary
edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah
berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau
transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau
eclampsia pada wanita-wanita hamil.
2.4 PATOFISIOLOGI
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas
(oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan
pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air
dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia
dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema,
atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic
pulmonary edema.
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang
secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada
kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk
mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan
aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea),
kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada
pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-
paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang
abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang
terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli
selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas
saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas
yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan
kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di
daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran
limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan
spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya
menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia
dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan
dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang
dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan
bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide
phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru,
tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya
pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru
sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup
yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
2.6 DIAGNOSA PENUNJANG
» Pemeriksaan Fisik
- Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus
berbuih.
- Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang
akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
- Takikardia dengan S3 gallop.
- Murmur bila ada kelainan katup.
» Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi
ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
» Laboratorium
- Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
- Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
- Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,
enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (Xray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-
tulang dari vertebral column, dengan bidangbidang paru yang menunjukan
sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh
struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih
banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya.
Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan
opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi
yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili
pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin
memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin
mendasarinya.
» Gambaran Radiologi yang ditemukan :
- Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
- Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
- Kranialisasi vaskuler
- Hilus suram (batas tidak jelas)
- Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)
» Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup,
hipertrofi ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit
Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
» Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang
mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type
natriuretic peptide (BNP) atau Nterminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein
(hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari
kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per
liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi
menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang
dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
» Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis
(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan
dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam
kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan
secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut
pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih
tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge
pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic
cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi
data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).
2.7 PENATALAKSANAAN
- Posisi ½ duduk.
- Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
- Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
- Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
- Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg
tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
- Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis
dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik
85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
- Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
- Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi
urine 1 ml/kgBB/jam.
- Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
- Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
- Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
- Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
2.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
î Identitas :
î Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
î Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-
batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun
dan dapat terjadi dengan tibatiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar
dengan masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
î Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien.
î Pemeriksaan fisik
1. Sistem Integumen
Subyektif :-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
2. . Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan
meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan
4. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
5. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
6. Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
7. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
î Studi Laboratorik :
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
Diagnosa yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan
pemasangan alat bantu nafas
2. 2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler
pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder
terhadap pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual
sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang
endotrakeal.
Rencana tindakan intervensi

No Diagnosa Tujuan & intervensi Rasional


. KH
1 Ketidakefektifa Pola nafas 1. Berikan HE 1.informasi yang
n pola nafas kembali pasien adekuat dapat
berhubungan efektif tentang membawa pasien
dengan setelah penyakitny lebih kooperatif
keadaan tubuh dilakukan a dalam memberikan
yang lemah tindakan terapi
keperawata 2. Jalan nafas
n selama 3 2. Atur posisi semi yang longgar dan
× 24 jam, fowler tidak ada
dengan sumbatan proses
kriteria hasil: respirasi dapat
- Tidak berjalan dengan
terjadi 3. Observasi tanda lancar.
hipoksia dan gejala 3. Sianosis
atau sianosis merupakan salah
hipoksemia satu tanda
- Tidak manifestasi
sesak - RR 4. Berikan terapi ketidakadekuatan
normal oksigenasi suply O2 pada
(1620 × / jaringan tubuh
menit) - perifer .
Tidak 4. Pemberian
terdapat oksigen secara
kontraksi 5. Observasi adequat dapat
otot bantu tanda-tanda vital mensuplai dan
nafas - memberikan
Tidak cadangan oksigen,
terdapat sehingga
sianosis mencegah
terjadinya
6. Observasi hipoksia.
timbulnya gagal 5. Dyspneu,
nafas. sianosis
merupakan tanda
terjadinya
gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan
capilary refill time
yang
memanjang/lama.
6.
Ketidakmampuan
tubuh dalam
proses respirasi
diperlukan
intervensi yang
kritis dengan
menggunakan alat
bantu pernafasan
(mekanical
ventilation).
7. Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi keperawatan
2. Gangguan Fungsi 1. Berikan HE 1. Informasi yang
pertukaran Gas pertukaran pada pasien adekuat dapat
berhubungan gas dapat tentang membawa pasien
dengan maksimal penyakitnya lebih kooperatif
distensi kapiler setelah dalam memberikan
pulmonar dilakukan terapi 2. Jalan
tindakan 2. Atur posisi nafas yang longgar
keperawata pasien semi fowler dan tidak ada
n selama 3 sumbatan proses
× 24 jam respirasi dapat
dengan 3. Bantu pasien berjalan dengan
kriteria hasil: untuk melakukan lancer
- Tidak reposisi secara 3. Posisi yang
terjadi sering 4. Berikan berbeda
sianosis - terapi oksigenasi menurunkan resiko
Tidak sesak perlukaan akibat
- RR imobilisasi 4.
normal Pemberian
(1620 × / oksigen secara
menit) 5. Observasi adequat dapat
- BGA tanda-tanda vital mensuplai dan
normal: memberikan
partial cadangan oksigen,
pressure of sehinggamencega
oxygen h terjadinya
(PaO2): 6. Kolaborasi hipoksia 5.
75100 mm dengan tim medis Dyspneu, sianosis
Hg dalam merupakan tanda
partial memberikan terjadinya
pressure of pengobatan gangguan nafas
carbon disertai dengan
dioxide kerja jantung yang
(PaCO2): menurun timbul
3545 mm takikardia dan
Hg capilary refill time
yang
oxygen memanjang/lama.
content 6. Pengobatan
(O2CT): yang diberikan
1523% berdasar indikasi
oxygen sangat membantu
saturation dalam proses
(SaO2): terapi keperawatan
94100%

bicarbonate
(HCO3):
2226
mEq/liter
pH: 7.35-
7.45
Resiko tinggi Infeksi tidak 1. Berikan HE 1. Informasi yang
infeksi terjadi pada pasien adekuat dapat
berhubungan setelah tentang kondisi membawa pasien
dengan area dilakukan yang dialaminya lebih kooperatif
invasi tindakan dalam memberikan
mikroorganism keperawata 2. Observasi terapi 2.
e sekunder n selama 3 tanda-tanda vital. Meningkatnya
terhadap × 24 jam, suhu tubuh dpat
pemasangan dengan dijadikan sebagai
selang kriteria hasil: 3. Observasi indicator terjadinya
endotrakeal - Pasien daerah infeksi 3.
mampu pemasangan Kebersihan area
mengurangi selang pemasangan
kontak endotrakheal selang menjadi
dengan area factor resiko
pemasanga 4. Lakukan tehnik masuknya
n selang perawatan secara mikroorganisme
endotrakeal aseptik 4. Meminimalkan
- Suhu organisme yang
normal kontak dengan
(36,5oC) 5. Kolaborasi pasien dapat
dengan tim medis menurunkan resiko
dalam terjadinya infeksi
memberikan 5. Pengobatan
pengobatan yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi keperawatan

4. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan
NCP.
5. Evaluasi:
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria
hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan,
atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Studi Kasus


Pasien Tn. DP, 69 th, datang kerumah sakit dengan keluhan sesak nafas
2 hari smrs. Sesak dirasakan semakin memperberat sehingga pasien tidak dapat
tidur terlentang dan terbangun malam hari karena sesak. Saat datang, pasien terlihat
pucat, nafas cepat disertai batuk terus menerus dengan sputum encer warna merah
muda.
Pada pengkaijian riwayat, pasien seebelumnya pernah dirawat dengan
NSTEMI. Pasien juga ada riwayat hipertensi, dyslipidemia dan merokok 1
bungkus/hari. Hasil pemeriksaan auskultasi, didapatkan ronkhi ( + ) pada ½ basal
paru.Pemeriksaan TD : 140/90 mmHg, N : 90x/menit, RR :28x/menit, saturasi
oksigen 92%. Hasil rontgen thorax menunjukan gambaran edema paru.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
a. Saat masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh sesak nafas 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
semakin memperberat sehingga psien tidak dapat tidur terlentang dan terbangun
malam hari karena sesak.
b. Saat pengkajian
Pasien terlihat pucat, nafas cepat disertai batuk terus menerus dengan sputum encer
warna merah muda. Hasil pemeriksaan auskultasi didapatkan ronkhi (+) pada ½
basal paru. Pemeriksaan TD 140/90 mmHg, nadi 90x/menit, RR 28x/menit, saturasi
oksigen 92%, hasil rontgen thoraks menunjukan gambaran odema paru.

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien sebelumnya pernah dirawat dengan N-STEMI. Pasien juga ada riwayat
hipertensi, dyslipidemia dan merokok satu bungkus/hari.

3. Data fokus
Data Subjektif Data Objektif
1. Klien mengatakan “sesak nafas 2 hari sebelum
1. Klien terlihat pucat
masuk Rumah Sakit” 2. Nafas cepat disertai batuk
2. Klien mengatakan “sesak dirasakan semakin 3. Ronkhi (+) pada 1/2 basal paru
memperberat sehingga pasien tidak dapat tidur
4. TD: 140/90 mmHg
terlentang” Nadi: 90x per menit
3. Klien mengatakan “terbangun malam hari RR: 28x per menit
karena sesak” 5. Saturasi oksigen 92%
6. Rontgen thoraks (+) odema paru
7. Sputum encer berwarna merah muda

4. Analisa Data

No. Data Fokus Masalah Etiologi Para


1 DS 1 Ketidakefektifan Peningkatan
Klien mengatakan “sesak nafas 2 bersihan jalan produksi sputum
hari sebelum masuk Rumah Sakit” nafas dan
pembentukan
DO 1 edema
1. Nafas cepat disertai batuk
2. RR: 28x per menit
3. Ronkhi (+) pada ½ basal paru
4. Rontgen thoraks (+) odema paru
5. Sputum encer berwarna merah
muda

2 DS 2 Penurunan curah Penyempitan


Klien mengatakan “sesak dirasakan jantung pembuluh darah
semakin memperberat sehingga
pasien tidak dapat tidur terlentang”

DO 2
1. Klien terlihat pucat
2. N : 90 x/menit
3. TD: 140/90 mmHg

3 DS 3 Gangguan Perubahan
Klien mengatakan “terbangun pertukaran gas kapasitas
malam hari karena sesak” pembawa
oksigen darah
DO 3
1. Klien terlihat pucat
2. Saturasi oksigen: 92%
3. Nadi: 90x/menit
4. Nafas cepat disertai batuk
5. Sputum encer berwarna merah
muda

B. Diagnosa
No. Diagnosa Tanggal Tanggal teratasi Para
ditemukan
1 Penurunan curah jantung bd 5 april 2013 8 april 2013
penyempitan pembuluh darah dd n:
90x/menit, TD : 140/90 mmHg
2 Gangguan pertukaran gas bd 5 april 2013 8 april 2013
perubahan kapasitas pembawa
oksigen darah dd saturasi oksigen
92%
3 Ketidakefektifan jalan nafas bd 5 april 2013 8 april 2013
Peningkatan produksi sputum dan
pembentukan edema dd
RR:28x/menit, sputum encer
berwarna merah muda

C. Intervensi
No. No. Tujuan dan Intervensi Rasional Para
Dx Kriteria hasil
1 1 Tujuan : Mandiri : Mandiri :
Setelah dilakukan 1. Kaji TTV 1.
Mengetahui
asuhan 2. Catat edema
perkembangan pasien
keperawatan umum/tertentu 2.
Dapat mengindikasikan
selama 3x24jam 3. Amati warna kulit,
gagal jantung,
masalah kelembapan dan suhu
kerusakan ginjal (
penurunan curah 4. Lakukan tindakan
vaskular )
jantung dapat yang nyaman Adanya 3. pucat,
teratasi. mencerminkan
Kolaborasi : dekompensasi atau
KH : Kolaborasi dengan penurunan curah
1. TD : 120/80 dokter untuk jantung
mmHg pemberian obat sesuai
4. Mengurangi
2. N : 60 – 100 indikasi ketidaknyamanan dan
x/menit dapat menurunkan
ragsangan simpatis

Kolaborasi :
Menghambat aktivitas
simpatis dan menekan
pelepasan renin

2 2 Tujuan : Mandiri : Mandiri :


Setelah dilakukan 1. Kaji 1.
Berguna dalam
asuhan frekuensi,kedalaman
evaluasi derajat distres
keperawatan pernapasan pernapasan dan/atau
3x24jam masalah 2. Berikan posisi semi
kronisnya suatu
gangguan fowler pada pasien
penyakit
pertukaran gas
3. Observasi bunyi
2.
Pengiriman oksigen
dapat teratasi. napas dapat diperbaiki dengan
posisi semi fowler dan
KH : Kolaborasi : latihan nafas untuk
Saturasi oksigen Berikan terapi menurunkan kolaps
≥ 93% oksigen dengan benar jalan napas. Dispnea
dan kerja napas.
3. Untuk mengetahui
bunyi napas tambahan
yang abnormal

Kolaborasi :
Untuk mempertahankan
PaO2 diatas 60mmHg,
oksigen diberikan
dengan metode yang
diberikan pengiriman
tepat dalam toleransi
pasien

3 3 Tujuan : Mandiri : Mandiri :


Setelah dilakukan1. Kaji/pantau frekuensi1. Untuk mengetahui
asuhan pernapasan frekuensi nafas normal
keperawatan 2. Kaji pasien untuk atau tidak
3x24jam maslah posisi yang nyaman 2. Penurunan diafragma
ketidakefektifan 3. Anjurkan pasien memperluas daerah
jalan nafas dapat untuk batuk dan napas dada sehingga ekspansi
teratasi yang efektif paru bisa maksimal
4. Auskultasi suara
3. Untuk menekan daerah
KH : napas tiap 2-4 jam yang nyeri ketika batuk
RR :12-24x/menit atau napas dalam,
Sputum berwarna Kolaborasi : penekanan otot dada
putih encer Kolaborasi dengan serta abdomen
tim medis lain untuk membuat batuk lebih
pemberian o2dan efektif
obat-obatan serta foto
4. Dapat menentukan
thorax kelainan suara napas
pada bagian paru-paru

Kolaborasi :
Pemberian oksigen
dapat menurunkan
beban perapasan dan
mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia.
Dengan foto torax dapat
dimonitor kemajuan
dari berkurangnya
cairan dan kembalinya
daya kembang paru.

D. Implementasi
No. No. Implementasi Hasil Para
Dx
1 1 1. Mengkaji TTV 1. TD : 120/80 mmHg, N : 60-
2. Mencatat edema 100x/menit, RR :12-24x/menit
umum/tertentu 2. Ketidaknyamanan berkurang
3. Edema dapat terdeteksi
3. Mengamati warna kulit,
kelembapan dan suhu
4. Melakukan tindakan yang
nyaman

2 2 1. Mengkaji frekuensi,kedalaman
1. Perkembangan dada maksimal
pernapasan 2. Pasien merasa nyaman dan tidak
2. Memberikan posisi semi fowler sesak
pada pasien 3. Bunyi napas normal
3. Mengobservasi bunyi napas

3 3 1. Mengkaji/memantau frekuensi 1. Pasien dapat mengeluarkan sputum


pernapasan tanpa bantuan
2. Mengkaji pasien untuk posisi 2. Bunyi napas dapat terkontrol
yang nyaman
3. Mengajarkan pasien untuk
batuk dan napas yang efektif
4. Auskultasi suara napas tiap 2-
4 jam

E. Evaluasi
No. Tanggal Diagnosa Evaluasi paraf
1 8 april Penurunan curah jantung bd S : Klien mengatakan “sesak
2013 penyempitan pembuluh sudah tidak terasa dan dapat
darah dd n: 90x/menit, TD : tidur terlentang”
140/90 mmHg
O:
1. Klien terlihat segar
2. N : 60-100 x/menit
3. TD: 120/80 mmHg

A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

2 8 april Gangguan pertukaran gas bd S : Klien mengatakan “sudah


2013 perubahan kapasitas tidak pernah terbangun lagi
pembawa oksigen darah dd pada malam hari”
saturasi oksigen 92%
O:
1. Klien terlihat segar
2. Saturasi oksigen: ≥93%
3. Nadi: 60-100x/menit
4. RR: 12-24 x/menit
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

3 8 april Ketidakefektifan jalan nafas S : Klien mengatakan “sudah


2013 bd Peningkatan produksi tidak sesak nafas”
sputum dan pembentukan
edema dd RR:28x/menit, O:
sputum encer berwarna 1. Nafas normal dan tidak ada
merah muda batuk
2. RR: 12-24 x/menit
3. Suara nafas vesikuler
4. Rontgen thoraks (-) edema
paru
5. Sputum encer berwarna putih

A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
BAB V
PENUTUP

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat
peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran
cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi
aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-
paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak,
sehingga sulit untuk bernapas.
Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar
jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ).

B. Saran
1) Mahasiswa lebih memahami tentang apa itu edema paru akut, karena sangat
dibutuhkan untuk pemberian tindakan keperawatan.
2) Mahasiswa menerapkan proses keperawatan dalam melakukan tindakan
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Alpert, JS, Ewy GA , (2002). Pulmonary Edema. In : Manual of Cardiovascular
Diagnosis and Therapy. Unknown : Lippincott Williams & Wilkins
Manafners. (2011). Asuhan keperawatan edema paru.
Tersedia:http://manafners.wordpress.com/2011/05/15/asuhan-keperawatan-
edema-paru/. Jakarta 06 april 2013. 11.09 WIB (acces online)
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah:buku saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC
Baradero Mery. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular:seri asuhan keperawatan.
Jakarta: EGC
Ane. (2011). kumpulan informasi kesehatan, referrat kedokteran, dan artikel
kedokteran islam. Tersedia: http://dokmud.wordpress.com/2010/03/17/edema-
paru-non-kardiogenik/. jakarta 06 april 2013. 11.31 WIB (acces online)
http://id.wikipedia.org/wiki/Asfiksia. Jakarta 06 april 2013. 21.04 WIB (acces
online)
Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi ke-3). Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai