Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN, ASUHAN KEPERAWATAN

DAN RESUME KEPERAWATAN


DI RUANG CVCU RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh:
CHAROLIN VINY POTINDINGO
2019611029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG ALO (ACUTE LUNG OEDEM)


PADA PASIEN Tn.A

DIRUANG CVCU

RSSA MALANG

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING LAHAN

(ANI SUTRININGSIH , S.Kep.,Ns.,M.Kep) ( )


LAPORAN PENDAHULUAN ALO
(ACUTE LUNG OEDEM)

A. DEFINISI
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya penumpukan cairan
secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi
dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2007).
ALO juga dapat diartikan sebagai penumpukan cairan (serous/serosanguineous) oleh
karena adanya aliran cairan atau darah ke ruang interstisial paru yang selanjutnya ke alveoli
paru, bronkus, bronkiolus, atau interstisial space melebihi cairan balik/kembali ke arah
jantung atau melalui limfatik (Tamashefski, 2000).

B. ETIOLOGI
a.   Ketidakseimbangan Starling Forces:
1)  Peningkatan tekanan kapiler paru:
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai
melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia.
Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang
merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini
antara lain:
      Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral).
      Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
      Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
2)  Penurunan tekanan onkotik plasma
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. Tetapi hipoalbuminemia saja tidak
menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan
tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru.
3)  Peningkatan tekanan negatif intersisial:
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural, contoh
yang sering menjadi etiologi adalah:
1.    Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2.    Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan
dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
4)  Peningkatan tekanan onkotik intersisial
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
b.   Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan
alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan
edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan Starling Force.
1)    Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
2)    Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
3)    Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
4)    Aspirasi asam lambung.
5)    Pneumonitis radiasi akut.
6)    Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
7)    Disseminated Intravascular Coagulation.
8)    Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
9)    Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
10) Pankreatitis Perdarahan Akut.
c.   Insufisiensi Limfatik:
1)  Post Lung Transplant.
2)  Lymphangitic Carcinomatosis.
3)  Fibrosing Lymphangitis (silicosis)

d.   Tak diketahui/tak jelas


1)  High Altitude Pulmonary Edema.
2)  Neurogenic Pulmonary Edema.
3)  Narcotic overdose.
4)  Pulmonary emboli
5)  Eclampsia
6)  Post cardioversion
7)  Post Anesthesia
8)  Post Cardiopulmonary Bypass
e.    Kardiogenik
1)    Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit
lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan
menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti
biasa.
2)    Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli
diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada
miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan
seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi
lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung
memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang
akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
3)    Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur
aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup
dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub
menuju paru-paru.
4)    Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot
ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema
Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung  Kiri Akut. Tetapi dengan
adanya faktor presipitasi, dapat  terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Cronic
a. Cardiogenic
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ
jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus
atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung
kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam
sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung),
serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada
akumulasi lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-
paru. Pada gilirannya, hal ini menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong
keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

b.   Non-Cardiogenic Pulmonary Edema


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
- Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
-       Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma,
luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada
paru-paru.
-       Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin
perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
-       High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat
ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
-       Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang
parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,
menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
-       Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
-       Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada
aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
-       Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru),
luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury
(TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto
toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar
dideteksi dini. Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan
dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan di
atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada
permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah
penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas. Sering kali keadaan ini
berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada
stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga
tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena
terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley
B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil
saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan
tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati. Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya
akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria
koronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah
dengan pemberian indomethacin sebelumnya.

E. PATOFISIOLOGI
a.    Penigkatan tekanan hidrostatik (tekanan yang mendorong cairan keluar sel) pada kapiler
paru terjadi jika kerja pemompaan ventrikel kiri tidak adekuat. Penyebabnya adalah
penurunan kekuatan miokardium atau keadaan yang menuntut peningkatan kerja miokardium
(gagal jantung), stenosis katup mitral atau regurgitasi. Akibatnya, peningkatan atrium kiri
akan dihantarkan ke belakang pembuluh darah paru.
b.   Gangguan drainase limfatik mempermudah pembentukan edema paru. Biasanya,
kelebihan cairan filtrasi akan dibuang melalui system limfatik. Jika gagal jantung kanan
bersamaan dengan gagal jantung kiri, tekanan vena sistemik akan meningkat, begitu pula
tekanan pada tempat drainase pembuluh limfatik ke dalam vena sehingga menghambat
drainase limfatik.
c.   Tekanan onkotik di kapiler berkurang pada hipoproteinemia, sehingga mendukung
terjadinya edema paru (tidak ada cukup perotein untuk mendorong cairan ke dalam sel).
d.   Pada edema paru interstisial, ruang interstisial di antara kapiler dan alveolus meningkat.
Akibatnya terjadi gangguan difusi yang terutama mengganggu pengambilan O2. Sehingga
pada aktifitas fisik dimana kebutuhan O2 meningkat, konsentrasi O2 dalam darah akan turun
(hipoksemia, sianosis). Tekanan yang terus meningkat dan kerusakan dinding alveolus
menyebabkan filtrasi ke dalam ruang alveolus. Alveolus yang terisi dengan cairan tidak lagi
terlibat dalam proses pertukaran gas, cairan memasuki jalan nafas sehingga meningkatkan
resistensi jalan nafas.
e.   Edema paru memaksa pasien untuk bernafas dalam posisi tegak (ortopneu). Pada posisi
duduk atau berdiri setelah berbaring, aliran balik vena dari bagian tubuh terbawah akan turun
(semakin turun bila dalam posisi tegak) sehingga tekanan atrium kanan dan curah jantung
kanan menurun. Aliran darah ke paru akan berkurang sehingga menyebabkan penurunan
teknan hidrostatik di kapiler paru dan dalam waktu yang bersamaan, aliran vena pulmonalis
dari bagian tubuh di atas paru akan meningkat. Selain itu, penurunan tekanan vena sentralis
membantu drainase limfatik dari paru. Akibatnya, bendungan paru, serta edema alveolus dan
interstisial akan berkurang.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.   EKG
-       Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri, atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung.
-       Gambaran iskemik, infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
-       Edema paru non iskemik: gelombang T negative yang lebar dengan QT memanjang.
b.   Laboratorium
-       Analisis gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah, kemudian hiperkapnia.
-       Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
-       Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, enzim jantung (CK-CKMB, Troponin
T) diperiksa.
c.   Foto Toraks
Hilus melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema
interstisial atau alveolar.
1.    Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2.    Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3.    Kranialisasi vaskuler
4.    Hilus suram (batas tidak jelas)
5.    Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)
d. Ecocardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi),
segmental wall motion abnormality (PJK), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel dan
atrium kiri.
G. PENATALAKSANAAN
a.   Posisi setengah duduk
b.   Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk 
pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg
dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat  dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator/bipep.
c.   Infuse emergensi
d.   Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
e.   Nitrogliserin sublingual atau iv.
f.    Peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah > 95 mmHg bisa diberikan iv mulai
dosis 3-5 μg/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan, dapat diberikan nitroprusid.
g.   Nitroprusid iv dimulai dosis 0,1 μg/kgBB/menit bila tidak member respons dengan nitrat,
dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90
mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi ke organ-organ vital.
h.   Morfin sulfat: 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg.
i.    Diuretic : Furosemid 40-80 mg iv bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam
atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam.
j.    Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hiperfusi)  Dopamin 2-5 μg/kgBB/menit atau
Dobutamin 2-10μg/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan
sesuai respons klinis atau keduanya.
k.   Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien innfark miokardial.
l.    Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis, atau tidak berhasil
dengan terapi oksigen.
m. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
n.   Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti regurgitasi, VSD, dan rupture
dinding ventrikel atau korda tendinae
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a.   Identitas    : Nama, usia, tempat tanggal lahir, no rm
b.   Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
c.   Riwayat Masuk : Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau
batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat
terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik
tanda klinik mungkin menyertai klien
d.   Riwayat Penyakit Dahulu : Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti
sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit
ginjal mungkin ditemui pada klien
e.   Pemeriksaan fisik
-       Sistem Pulmonal
Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru,
-       Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif          :Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
-       Sistem Neurosensori
Subyektif         : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif          : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
-       Sistem Musculoskeletal
Subyektif         : lemah, cepat lelah
Obyektif          : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan
otot aksesoris pernafasan
-       Sistem genitourinaria
Subyektif         :-
Obyektif          : produksi urine menurun/normal,
-       Sistem digestif
Subyektif         : mual, kadang muntah
Obyektif          : konsistensi feses normal/diare
-       Studi Laboratorik 
Hb  : menurun/normal
Analisa Gas Darah   : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon
darah meningkat/normal
-       Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan prelod
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas ditandai dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Tirai baring
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
SDKI SLKI SIKI

Pola napas tidak efektif b.d Pola napas Manajemen jalan napas
1) Depresi pusat pernapasan Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, Tindakan
2) Hambatan upaya napas diharapkan pola napas kembali efektif 1. Observasi
(mis. Nyeri saat bernapas, Kriterial hasil - Monitor pola napas (frekuensi,
kelemahan otot Keterangan Menurun
Cukup
sedang
Cukup
Meningkat
kedalaman, usaha napas)
pernapasan) menurun meningkat - Monitor bunyi napas tambahan (mis.
3) Deformitas dinding dada Score 1 2 3 4 5 gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
4) Deformitas tulang dada Ventilasi semenit kering
5) Gangguan neuromuskular Kapasitas vital - Monitor sputum (jumlah, warna,
6) Gangguan neurologis (mis. Diameterthoraks anterior aroma))
elektroensefalogram prosterior 2. Terapeutik
[EEG] positif, cedera Tekanan ekspirasi - Pertahankan kepatenan jalan napas
kepala, gangguan kejang) Tekanan inspirasi dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
7) Imaturitas neurologis Keterangan Meningkat
Cukup
sedang
Cukup
Menurun thrust jika curiga trauma servikal)
8) Penurunan energi meningkat menurun - Posisikan semi-fowler atau fowler
9) Obesitas Score 1 2 3 4 5 - Berikan minum hangat
10) Posisi tubuh yang Dyspnea - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
menghambat ekspansi paru Penggunaan otot bantu - Lakukan penghisapan lendir kurang
11) Sindrom hipoventilasi nafas dari 15 detik
12) Kerusakan inervasi Pemanjanggan fase - Lakukan hiperoksigenasi sebelum
diafragma (kerusakan saraf ekspirasi penghisapan endotrakeal
C5 ke atas) Ortopnea - Keluarkan sumbatan benda padat
13) Cedera pada medula Pernapasan pursed-lip dengan forsep McGill
spinalis Pernapasan cuping hidung - Berikan oksigen, jika perlu
14) Efek agen farmakologis Cukup Cukup 3. Edukasi
Keterangan memburuk Sedang Membaik
15) Kecemasan memburuk membaik - Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari,
Score 1 2 3 4 5 jika tidak kontraindikasi
Frekuensi napas - Ajarkan teknikbatuk efektif
Kedalaman napas Kolaborasi
Ekskursi dada Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
SDKI SLKI SIKI
Nyeri Akut b.d Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
1. Agen pencedera fisiologis Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, Tindakan
(mis: inflamasi, iskemia, diharapkan nyeri akut teratasi 1. Observasi
neoplasma) Kriterial hasil - Identifikasi lokasi, karakteristik,
2. Agen pencedera kimiawi Keterangan Menurun
Cukup
sedang
Cukup
Meningkat
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(mis: terbakar, bahan menurun meningkat nyeri
kimia iritan) Score 1 2 3 4 5 - Identifikasi skala nyeri
3. Agen pencedera fisik (mis: Kemampuan - Identifikasi respon non verbal
abses, amputasi, terbakar, menuntaskan aktifitas - Identifikasi faktor yang
terpotong, mengangkat memperberat dan memperingan
berat, prosedur operasi, Keterangan Cukup Cukup nyeri
Meningkat sedang Menurun
meningkat menurun
trauma, latihan fisik 2. Terapuetik
Score 1 2 3 4 5
berlebihan) - Berikan teknik nonfarmakologis
Keluhan Nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri (mis:
Sikap proktektif TENS, hipnosis, akupresur, terapi
Gelisah musik, biofekbek, terapi pijat, aroma
Kesulitan tidur terapi, teknik imajinasi terbimbing,
Menarik diri kompres hangat/dingin, terapi
Berfokus pada diri bermain)
sendiri - Kontrol lingkungan yang
Diaforesis memperberat rasa nyeri (mis: suhu
Perasaan ruangan, pencahayaan, kebisingan)
depresi(tertekan) - Fisilitas istirahat dan tidur
Perasaan takut - Pertimbangkan jenis dan sumber
mengalami cedera nyeri dalam pemilihan
berulang strategimeredahkan nyeri
Anoreksia 3. Edukasi
Perinium terasa tertekan - Jelaskan penyebab, periode, dan
Uterus teraba membulat pemicu nyeri
Ketegangan otot - Ajarkan teknik nonfarmakologi
Pupil dilatasi untuk mengurangi rasa nyeri
Muntah Kolaborasi
Mual - Kolaborasi pemberian analgetik,
Keluhan Nyeri jika perlu
SDKI SLKI SIKI
Intoleransi Aktivitas b.d Toleransi aktivitas Terapi Aktivitas
1. Ketidakseimbangan antara Tujuan Stelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, Tindakan
suplai dan kebutuhan diharapkan intoleraksi terhadap aktivitas teratasi 1. Observasi
oksigen Kriterian hasil - Indentifikasi defisit tingkat aktivitas
2. Tirai baring - Indentifikasi kemampuan
3. Kelemahan Cukup Cukup berpartisipasi dalam aktivitas
Keterangan Menurun sedang Meningkat
menurun meningkat
4. Imobilitas tertentu
5. Gaya hidup monoton Score 1 2 3 4 5 - Indentifikasi sumber daya untuk
Frekuensi nadi aktivitas yang diinginkan
Yang ditandai denga : Saturasi oksigen - Indentifikasi strategi meningkatkan
Subjektif : Kemudahan dalam pasrtisipasi dalam aktivitas
Dispnea saat/setelah melakukan aktivitas Indentifikasi defisit tingkat aktivitas
aktivitas sehari-hari 2. Terapeutik
Merasa tidak nyamn Kecepatan berjalan - Fasilitasi fokus pada kemampuan,
setelah beraktivitas Jarak berjalan bukan defisit yang di alami
Merasa lemah - Sepakati komitmen untuk
Merasa lelah Kekuatan tubuh bagia meningkatkn frekuensi dan rentang
Lain-lain, sebutkan: atas aktivitas
Kekuatan tubuh - Fasilitasi memilih aktivitas dan
bagian bawah tetapkan tujuan aktivitas yang di
Toleransi dalam konsisten sesuai ke mampuan fisik,
menaiki tangga psikologis, dan sosial Koordinasikan
memilih aktivitas sesuai usia
3. Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisik
sehari-hari, jika perlu
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang di pilih
4. Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan terapis okupasi
dalam merencanakan memonitor
program aktivitas, jika sesuai
SDKI SLKI SIKI
Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan jalan napas Latihan batuk efektif
Efektif b/d Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, Tindakan
1. Spasme jalan napas diharapkan bersihan jalan napas kembali efektif 1. Observasi
2. Hipersekresi jalan napas Kriterial hasil - Identifikasi kemampuan batuk
3. Disfungsi neuromuskuler Keterangan Menurun
Cukup
sedang
Cukup
Meningkat
- Monitor adanya retensi sputum
4. Benda asing dalam jalan menurun meningkat - Monitor tanda dan gejala infeksi
napas Score 1 2 3 4 5 saluran napas
5. Adanya jalan napas buatan Batuk efektik - Monitor input dan output cairan
6. Sekresi yang tertahan Cukup Cukup (mis.jumlah dan karaktekristik
Keterangan Meningkat sedang Menurun
meningkat menurun
7. Hiperplasia dinding jalan 2. Terapeutik
Score 1 2 3 4 5
napas - Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
8. Proses infeksi Produksi sputum - Pasang perlak dan bengkok di
9. Respon alergi Mengi pangkuan pasien
10. Efek agen farmakologis Wheezing - Buang sekret pada tempat sputum
(mis: anastesi) Mekonium (pada 3. Edukasi
11. Merokok aktif neonatus) - Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
12. Merokok pasif Dyspnea efektif
13. Terpajan polutan Ortopnea - Anjurkan tariknapas dalam melalui
Sulit bicara hidung selama 4 detik,di tahan selama 2
Sianosis detik, kemudian keluarkan dari mulut
Gelisah dengan bibir mencucu (dibulatkan)
Cukup Cukup selama 8 detik
Keterangan memburuk Sedang Membaik
memburuk membaik
- Anjurkan mengulangi tarik napas
Score 1 2 3 4 5 dalam hingga 3 kali
Frekuensi napas - Anjurkan batuk dengan kuat langsung
Pola napas setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
- Kolaborasi mukolitik atau ekspekotoran
,jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ Publishing


Lewis, dkk. 1998. Medical Surgical Nursing. Copyright 2000 by Mosby

Potter & Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC, jakarta.

Price, S.A & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGC.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2013). Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2013 :
Badan Litbangkes, Depkes RI 2013.

Tarwoto.(2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan.Edisi 2.


Jakarta : CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai