Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN


STROKE INFARK EMBOLI

Oleh :
I Gusti Ngurah Kardisaputra
070116B027

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2017
BAB I
KONSEP PENYAKIT

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular
Disease (CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi
kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan
suplai darah ke bagian otak atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis
pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak
(Smeltzer. 2010).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit
neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak.
Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder
terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam
tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Wibowo,
Andry. 2014).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
bernhentinya suplai darah kebagian otak (Brunner & Sudarth,2002 dalam
Smeltzer, SC., Bare B.G. 2010), Menurut arif Mutaqin stroke adalah penyakit
(kelainan) fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya
gangguan peredaran darah otak yang timbul mendadak yang disebabkan
terjadonya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja
dan kapan saja.( Muttaqin, 2008)
Stroke infark adalah stroke yang disebabkan oleh berkurangnya aliran
darah ke salah satu bagian otak sehingga bagian otak tersebut mengalami
infark dan mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.
(Rismanto. 2009)
2. ETIOLOGI
Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008)
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan
karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah
otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
Faktor resiko terjadinya stroke

Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008):


1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium),
penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok
3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis stroke infark menurut Smeltzer, 2010 antara lain:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-
otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas
emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial,
penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan
frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri,
isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
a) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi
pola-pola bicara yang dapat dipahami)
b) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
c) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat)
d) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan)
e) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide
dalam tulisan).

2) Non Dominan
- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat
dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
a) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau
menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami
paralise)
b) Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
c) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan
objek-objak dengan tepat)
d) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi
lingkungan melalui indra)
e) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam
ruangan
f) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial
obyek atau tempat
g) Disorientasi kanan kiri
b. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
c. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
4. PATOFISIOLOGI STROKE INFARK
Menurut (Muttaqin, 2008 dan Japardi. 2008.). Stroke infark emboli
merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak,
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan yang
dapat menimbulkan emboli yaitu katup-katup jantung yang rusak akibat
penyakit jantung reumatik, infark miokardiam, fibrilasi, dan keadaan aritmia
menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah
membentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endocarditis oleh bakteri dan
nonbakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium (Muttaqin, 2008).
Emboli bisa didapat dari jantung, arteri ekstrakranial atau emboli
paradoksikal yang melalui rongga patent foramen ovale. Punca terdapatnya
emboli kardiogenik adalah thrombus valvular (mitral stenosis, endokarditis),
trombus mural (miokardium infark [MI], atrial fibrilation [AF], severe
congestive heart failure [CHF]) dan atrial myxoma. MI diasosiakan dengan
2-3% kejadian stroke embolik yang 85% terjadi dalam bulan pertama setelah
MI (Muttaqin, 2008). Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga
emboli yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke
arteri karotis komunis kiri dan arteri brakhiosefalik. Jaringan otak sangat
sensitif terhadap obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1
mm sudah dapat menimbulkan gangguan neurologis yang berat. Sejumlah
tipe material dapat dibawa melalui aliran darah dan berhenti di sirkulasi
serebral menjadi tromboembolus, yang dapat mencetuskan stroke iskemik.
Di antara material tersebut, emboli dari jantung merupakan penyebab
tersering.
Trombus intrakardial terbentuk bila terdapat kelainan pada katub atau
dinding rongga jantung, trombus ini terbentuk bila terjadi gangguan irama
jantung sehingga terjadi keadaan yang relatif statis pada atrium seperti pada
atrial fibrilasi dan sick sinus sindroma. Emboli dapat juga terbentuk dari
tumor intra kardial, dan pada keadaan yang jarang sekali dari pembuluh
darah vena (pada emboli paradoxical). Beberapa mekanisme pembentukan
emboli pada kelainan jantung di antaranya:
1) Secara mekanis
Misalnya pada atrial fibrilasi, perubahan fungsi mekanik dari atrium
yang timbul setelah gangguan irama mungkin berkorelasi dengan
timbulnya emboli. Endokardium mengoptimalkan jantung dengan
mengatur kontraksi dan relaksasi miokardium, yang hanya terjadi
pada endokardium utuh. Pada endokardium yang rusak, trombus dapat
menimbulkan respons inotropik pada miokardium yang bersangkutan
dan menimbulkan kontraksi tidak seragam, sehingga memicu
pelepasan trombus menjadi emboli.
2) Stagnasi aliran darah
Pada keadaan seperti fibrilasi atrium, kontraksi yang timbul tidak
adekuat untuk pengisian dan ejeksi ventrikel. Hal yang sama juga
terjadi pada kardiomiopati dilatasi, infark miokard, dan gagal jantung
kongestif. Stagnasi aliran darah di jantung menyebabkan keadaan
hiperkoagulasi yang kemudian mencetuskan pembentukan emboli.
3) Lain-lain
Reaksi inflamasi di jantung, misalnya akibat vegetasi endokarditis
infektif atau pemakaian katup prostetik, dapat mencetuskan
pembentukan trombus. Pemecahan trombus oleh enzim proteolitik
endokardial berisiko menimbulkan emboli. Pada keadaan lain, seperti
myxoma pada jantung dan emboli yang timbul, mungkin merupakan
pecahan fragmen tumor yang sebelumnya melekat pada dinding
atrium. Pada kasus foramen ovale persisten, emboli yang terbentuk
bersifat paradoks. Emboli yang berasal dari pembuluh darah vena
dapat masuk ke peredaran darah arteri melalui foramen ovale jika
dijumpai pintas kanan ke kiri (Muttaqin, 2008).
Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri media, bahkan emboli
ulang pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena arteri cerebri
media merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna, dan
arteri cerebri media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri karotis
interna. Medula spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli dari
abdomen danaorta dapat menimbulkan sumbatan aliran darah ke medulla
spinalis dan menimbulkan gejala defisit neurologis. (Price, A & Wilson, L.
2012)
PATOFISIOLOGI STROKE INFARK
Referensi : ( Price, A & Wilson, L. 2012, Muttaqin, 2008, Smeltzer, 2010, Rismanto. 2009, Japardi. 2008)

Pembuluh darah

Trombus/Embolus karena plak ateromatosa, fragmen,


lemak, udara, bekuan darah Hypertensi/aterosklerosis

PD lunak Mendesak arteriol


Oklusi

Herniasi/pecahnya tunika intima


Perfusi jaringan cerebral
PD pecah
Aneurisma
Iskemia
Perdarahan

Hypoxia
Oksipital Temporalis kiri Parietalis Frontal
Ssefalgia mata Nyeri telinga Nyeri homolateral, Hemiparese
Metabolisme Aktifitas elektrolit Nekrotik jaringan otak ipsilateral, homolateral, disfasia, defisit sensorik kontralateral,
anaerob terganggu (mikrositik neuron) hemianopia hemianopia, kontralateral, sefalgia bifrontal
kuadranopia hemipares ringan

Asam laktat Na & K pump gagal Infark

Na & K influk Gg.kesadaran, Gg. rasa nyaman (nyeri), Gg. Istirahat, intoleransi aktivitas,
kejang fokal, defisit perawatan diri (sindroma), Gg. Komunikasi/bicara,
hemiplegia, defek ketergantungan, Gg.persepsi sensori, Gg. Perfusi jaringan, Gg.
Retensi cairan medan penglihatan, Mobilitas fisik, Gg. Konsep diri, Gg. Menelan, integritas kulit,
afasia Gg. Nutrisi, resiko injury, dll

ODEMA
SEREBRAL
Perdarahan

Thalamus Pons Subtalamik Subthalamus & Putamen Medula oblongata Mesensefalon


Nyeri kepala diensefalon mesensefalon Hemiplegia Gg. Jantung Paralisis
Rigiditas deserebri Bola mata melirik dorsal Sefalgia Gg. Pernafasan okulomorius
Hemisfer dominan Hemiplegia ke bawah-dalam dg Pupil mengecil Muntah Refleks telan ipsilateral
Afasia kontralateral paralisis gerakan Reaksi terhadap Kedasaran Muntah Koma
anomia berat dg Paralisis fasia ke atas & posisi cahaya lambat Defek Hypersalivasi TIK
pemahaman & homolateral kedua bola mata hemisensorik Gg. Sistem
repetisi lumayan Defiasi mata melihat ujung Gg.Grk bola mata syaraf simpatis
hidung
Hemisfer non
dominan TIK
Koma mendadak Hemisfer Serebelum gg. perfusi jaringan
Anosognosia Gg. Okulomotor
Gg. sensori gg. Sirkulasi
penglihatan Gg. Keseimbangan bersihan jalan nafas
Kapsula interna
Mati Frontalis Nistagmus tidak efektif
Hemiparese Gg. motorik Muntah terus- resti aspirasi
hemiplegia Parietalis menerus gg. Eliminasi uri &
kontralateral
gg. rasa nyaman (nyeri) Gg. proses & Singultus alvi
gg. Istirahat/tidur integrasi informasi gg. Pola nafas tak
substansia alba sensorik
kejang efektif
hemianopia Temporalis TIK gg. Nutrisi kurang
resiko injury
Gg. pendengaran
gg. Perfusi jaringan dari kebutuhan
Oksipitalis rasa nyaman
kebutuhan oksigen
Gg. penglihatan &
gg. komunikasi integritas kulit kebersihan mulut, dll
sensori warna gg. perfusi cerebral, defisit volume cairan,
verbal, integritas mobilitas fisik pola nafas tak efektif, resiko perubahan
kulit, mobilitas perawatan diri suhu tubuh, resiko infeksi, resiko cedera,
fisik, perawatan intoleransi aktifitas resiko perubahan nutrisi kurang dari
diri, intoleransi gg. Sensori persepsi kebutuhan, bersihan jalan nafas tak efektif
aktivitas, konsep
diri, ketergan-
tungan, dll
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang menurut Batticaca, 2008 terdiri dari:

a. Pemeriksan fisik neurologis

1) Saraf Cranial

Pemeriksan saraf cranial meliputi:

a) Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)


Klien disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan apakah klien
mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk hasil yang
valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang berbeda.
Klien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya
cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi
dan bila tidak dapat mencium sama sekali disebut anosmi.
b) Pemeriksaan N. II : Optikus
Fungsi : Sensorik khusus melihat
Tujuan pemeriksaan :
a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus menggunakaan
snellen
b. Pemeriksan lapangan pandangan menggunakan metode
konfrontasi dari donder 1.
c. Memeriksa keadaan papil optic.
c) Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1) Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka
batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang
sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak
mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain,
atau bila Klien mendongakkan kepal ke belakang/ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata
secara kronik pula.
2) Gerakan bola mata.
Klien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau
ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekaligus
ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada
tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata
(pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling)
dan deviasi conjugate ke satu sisi.
d) Pemeriksaan N. IV Trokhlearis Fungsi : Somatomotorik
Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil.
Yang diperiksa adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2
mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran
pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5 mm), bentuk
pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor/sama,
aanisokor/tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila
tampak kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil).
Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan
funduskopi).
e) Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi : Somatomotorik, somatosensory.
a. Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, yitu
menutup mulut, menggerakkan rahang ke bahwa dan samping
dan membuka mulut.
b. Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi,
mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal dan
sebagian mukosa hidung.
c. Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas
rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus
maksilaris dan mukosa hidung.
d. Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas
rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan
lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.
Cara pemeriksaan fungsi motorik :
a. Klien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita
raba m. Masseter dan m. Temporalis, perhatikan besarnya,
tonus serta bentuknya.
b. Kemudian Klien disuruh membuka mulut dan perhatikan
apakah ada deviasi rahang bawah.
c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah
yang lumpuh
Cara pemeriksaan fungsi sensorik :
a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu
daerah yang dipersyarafi.
b. Periksa reflek kornea
f) Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini
menyebabkan lirik mata ke arah temporal. Untuk N. III, IV dan VI
fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan otot
mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Cara
pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
1. Memperhatikan celah matanya, apakah ada ptosis, eksoftalmus
dan strabismus/juling dan apakah ia cendrung memejamkan
matanya karena diplopia.
2. Untuk menilai m. Levator palpebra, Klien disuruh memejamkan
matanya, kemudia disuruh ia membuka matanya.
3. Waktu Klien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan
jalan memegang / menekan ringan pada kelopak mata.
4. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
5. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan
kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau
tidak rata tepinya.
g) Pemeriksaan N. VII FasialisFungsi : Somatomotorik, viseromotorik,
viserosensorik, pengecapan, somatosensorik.
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat Klien diam dan atas
perintah (tes kekuatan otot) saat Klien diam diperhatikan :
a. Asimetri wajah
b. Kelumpuhan nervus VII dapat menyebabkan penurunan
sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta
lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis
bilateral wajah masih tampak simetrik
c. Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang
tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya
d. Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
b. Tes kekuatan otot
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudian
pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan
kekuatan kanan dan kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)
4. Bersiul dan mencucu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5. Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan udara dari pipi
masing-masing.
6. Menarik sudut mulut ke bawah.
c. Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan
pada salah satu sisi lidah.
h) Pemeriksaan N. VIII Akustikus/vestibulokoklealis
Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber
Cara untuk menilai keseimbangan :
e. Tes romberg yang dipertajam :
- Klien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain,
tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain
- Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
- Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang
dipertajam selama 30 detik atau lebih
b. Tes melangkah di tempat
- Klien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup,
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan berjalan seperti biasa
- Suruh Klien untuk tetap di tempat
- Tes abnormal jika kedudukan Klien beranjak lebih dari 1 m
dari tempat semula atau badan berputar lebih 30
i) Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
Fungsi: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
pengecapan, somatosensorik
Cara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior
faring Klien. Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif),
negative bila tidak ada reflek muntah.
j) Pemeriksaan N. X Vagus
Fungsi: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
somatosensorik
N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi
motorik :
- Klien disuruh menyebutkan aaaaaa
- Perhatikan kualitas suara Klien, apakah suaranya normal,
berkurang, serak atau tidak sama sekali.
- Klien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
- Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan /
disfagia
- Klien disuruh membuka mulut
- Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum
mole, arkus faring dan uvula dalam keadaan istirahat dan
bagaimana pula waktu bergerak, misalnya waktu bernafas atau
bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang
sehat.
k) Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi : Somatomotorik (reaksi menerima rangsang).
Cara Pemeriksaan :
a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus
dilakukan dengan cara :
- Klien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan
oleh otot ini dan kita tahan gerakannya.
- Kita gerakkan bagian badan Klien dan disuruh ia
menahannya.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.
c. Lihat otot trapezius
- apakah ada atropi atau fasikulasi,
- apakah bahu lebih rendah,
- apakah skapula menonjol
- Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu Klien
- Suruh Klien mengangkat bahunya dan kita tahan.
- Dapat dinilai kekuatan ototnya.
l) Pemeriksaan N. XII Hipoglosus
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
a. Suruh Klien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam
keadaan istirahat dan bergerak
b. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
- besarnya lidah,
- kesamaan bagian kiri dan kanan
- adanya atrofi
- apakah lidah berkerut
d. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan

2) Nervus Hipglosus (motorik)


Cara pemeriksaan : Klien disuruh menjulurkan lidah dak menarik
lidah kembali, dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah
terkoordinasi dengan baik, parese/miring bila terdapat lesi pada
hipoglosus. selain pemeriksaan nervus cranialis diatas pemeriksaan
fisik lainya seperti dibawah ini :
a. Refleks Tendon / Periosteum
- Refleks Biceps (BPR)
ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps
brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon :
fleksi lengan pada sendi siku.

Gambar 10. Pemeriksaan Reflek Biceps


- Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps, posisi
lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi. Respon : ekstensi
lengan bawah pada sendi siku.

Gambar 10. Pemeriksaan Reflek Triceps


- Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan hammer.
Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.quadrises
femoris.

Gambar 11. Pemeriksaan Reflek Patela

- Refleks Achilles (APR): ketukan pada tendon achilles. Respon:


plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.gastroenemius.
Gambar 12. Pemeriksaan Reflek Achiles

i. Refleks Patologis
- Babinsky : penggoresan telapak longlegs bagian lateral dari posterior
ke anterior. Respon : ekstensi ibu jari longlegs dan pengembangan
jari longlegs lainnya.

Gambar 13. Pemeriksaan Reflek Babinski


- Chadock : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar
maleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respon : seperti
babinsky.
Gambar 14. Pemeriksaan Reflek Chaddok
- Rossolimo-Mendel : pengetukan ada telapak kaki dan pengetukan
dorsum pedis pada daerah os coboideum.

Gambar 15. Pemeriksaan Reflek Rosolimo-Mendel


- Hoffman : goresan pada kuku jari tengah Klien. Respon : ibu jari,
telunjuk dan jari lainnya fleksi.
b. Pemeriksaan laboratorium
a) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin, faal hati,
faal ginjal)
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
d) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
(Muttaqin. 2008)
c. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan yang dapat di lakukan dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya adalah sebagai berikut.
1) CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling
awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya
kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
2) MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi stroke
non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada
setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan
dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
Gambar 5. Gambaran MRI pada infark arteri
serebri
3) Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X
ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian
dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.
4) EEG
Bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark.

Gambar 6. Hasil pemeriksaan EEG

5) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
(Batticaca, 2008)
6. PENATALAKSANAAN

Beberapa penatalaksanaan medis/ fakrmakologis yang dapat diberikan


pada klien dengan stroke infark antara lain (Muttaqin, 2008):
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alterioma
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
thrombosis atau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler
Bila terjadi peningkatan TIK antara lain: hal yang dilakukan:
a. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
b. Osmoterapi antara lain :
1) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam
waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari
2) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c. Posisi kepala head up (15-30)
d. Menghindari mengejan pada BAB
e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas.
Sedangkan penatalaksanaan nonfarmakologis pada kondisi akut, dapat
dilakukan dengan menjaga kestabilan TTV dengan cara:
a. Pertahankan kepatenan saluran nafas
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
(Muttaqin, 2008).

7. KOMPLIKASI

Muttaqin (2008) mengatakan bahwa ada beberapa komplikasi infark


emboli:
a. Dalam hal imobilisasi
- Infeksi pernafasan (Pneumoni),
- Nyeri tekan pada dekubitus.
- Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
- Nyeri pada punggung,
- Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
- Epilepsy
- sakit kepala
- Hipoksia serebral
- Herniasi otak
- Kontraktur
Nurarif & Kusuma (2013) menyebutkan bahwa komplikasi lain
yang umumnya terjadi adalah sebagai berikut.
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri, defisit neurologis cenderung memberat, herniasi,
infark miokard, kematian.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari)
Pneumonia akibat imobilisasi lama, infark miokard, emboli paru,
stroke rekuren, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas.
c. Komplikasi jangka panjang (>14 hari)
Stroke rekuren, infark miokard, penyakit vaskuler perifer.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STROKE INFARK

I. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan
untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan
data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Djandon,
2012)
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,
spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan
gaya hidup klien. (Djandon, 2012)

a. Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. (Djandon, 2012)
b. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Djandon, 2012)
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain (Djandon,
2012) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau
bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran
masih baik.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Djandon, 2012)

Pengkajian Primer
Pengkajian primer menurut Batticaca, 2008 antara lain:
a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan

sekret akibat kelemahan reflek batuk

b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya


pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
d. Disability
Penurunan kesadaran merupakan salah satu tanda pertama pada pasien
stroke infark padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik).
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan
tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder menurut Batticaca, 2008 antara lain:
1. Pola-pola fungsi kesehatan

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan,
disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah
lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid,
spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum,
gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulian mengekspresikan diri
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku
yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

2. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan
nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan
nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun,
diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau
parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan,
kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya
rangsang sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahuli dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat
kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori,
pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll

3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi menurut Batticaca, 2008 antara lain:

a. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,


atau menyebar ke permukaan otak. edema, hematoma, iskemia dan infark
b. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik
c. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler. atau membantu menenukan penyebab stroke
yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur
d. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita
stroke. menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
berlawanan dari massa yang meluas
4. Pemeriksaan laboratorium

a. Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada


perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. Tekanan
normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan
yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya
perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
( Muttaqin, 2008)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret (00031)
2 Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen di otak (00204)
3 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurologis
ditandai dengan perubahan kedalaman napas, dispneu/ takipneu, dan
penggunaan otot pernapasan tambahan (00032)
4 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
ditandai dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi, pergerakan
lambat, dan keterbatasan melakukan keterampilan motorik halus dan
kasar (00085)
5 Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak ditandai dengan kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal,
sulit bicara, pelo, dan kesulitan menyusun kata (00051)
6 Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan dengan
hemiparese/hemiplegi akibat gangguan neuromuscular ditandai dengan
ketidakmampuan mengakses kamar mandi ketidakmampuan menjangkau
sumber air, dan ketidakmampuan membasuh tubuh
7 Risiko dekubitus berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai
dengan terjadinya kekakuan atau kesulitan bergerak satu atau lebih bagian
tubuh (00249)
8 Risiko cedera berhubungan dengan gangguan neuromuscular di tandai
dengan penurunan kekuatan dan ketahanan otot (00035)
9 Ganggaun menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranial (00103)
10 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
fusngsi menelan ditantai dengan anoreksia (00002)
11 Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
12 Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelemahan fisik (00093)
13 Ansietas berhubungan dengan informasi yang diterima tidak jelas dan
krisis situasi (00146).

NO Tujuan Rencana Keperawatan

1
Setelah diberikan asuhan ....x 24
jam diharapkan ketidak (NIC 2017, hal 500)
efektifitas bersihan jalan napas - Monitor tanda-tanda vital
dapat teratasi dengan kriteria monitor pola pernapasan
hasil: abnormal (NIC, hal. 273)
(NOC 2017, hal 599) - Penghisapan lendir pada jalan
- Status pernapasan: napas
kepatenan jalan napas : Masukan OPA untuk melakukan
Frekuensi pernapasan suction sesuai dengan kebutuhan
dipertahankanpada 1 (NIC, hal. 316)
deviasi berat dari - Pengaturan posisi
kisaran normal Posisikan klien keposisi semi
ditingkatkan ke 4 fwler (NIC, hal. 306)
deviasi ringan - Pemberian obat inhalasi
darikisaran normal Verifikasi resep obat sebelum
Suara napas tambahan memeberikan (NIC, hal. 253)
dipertahankanpada 1
deviasi berat dari
kisaran normal
ditingkatkan ke 4
deviasi ringan
darikisaran normal
(NOC 2017, hal 558)
1.
Setelah diberikan asuhan
2 keperawatan.....x 24 jam (NIC 2017, hal.569)
diharapkan resik perfusi jaringan
cerebral tidak efektif dapat Manajemen edema serebral
teratasi dengan kriteria hasil: - Monitor kekurangan
(NOC 2017, hal. 692) oksigen asam-basa yang
Perfusi jaringan serebral tidak seimbang yang
- Tekanan intra kranial memicu terjadinya
dipertahankan pada 2 distritmia (nic 2017,
deviasi cukup berat hal.165)
ditingkatkan ke 5 Monitor tekanan intra kranial
tidak ada deviasi dari - Berikan agen farmakologi
kisaran normal. untuk mempertahankan
- Tekanan darah TIK dalam jangkuan
sistolik dipertahankan tertentu (nic, 2017,
pada 2 deviasi cukup hal.239)
berat ditingkatkan ke Monitor tanda-tanda vital
5 tidak ada deviasi - Monitor tekanan darah,
dari kisaran normal. nadi, suhu, dan status
- Tekanan darah pernapasan dengan tepat
diastolik (nic 2017, hal.237)
dipertahankan pada 2 Manajemen pengobatan
deviasi cukup berat - Memberikan obat sesuai
ditingkatkan ke 5 dengan resep yang
tidak ada deviasi dari diberikan oleh dokter 9nic
kisaran normal. 2017, hal.199)
- Penurununan tingkat
kesadaran
dipertahankan padad
2 berat ditingkatkan
ke 5 tidak ada. (NOC
2017, hal. 451)
2.
3 NOC: Self-care assistance
Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan
keperawatan selamax24 jam klien dalam melakukan perawatan diri
mampu mencapai: 2) Ajarkan pentingnya perawatan diri
a. Selfcare defisit hygiene 3) Sediakan peralatan kebersihan diri di
b. Mobility: physical impaired samping tempat tidur Kolaborasi dengan
Kriteria hasil: ahli fisioterapi/okupasi
1) Mampu membersihkan tubuh
secara mandiri tanpa/ dengan alat
bantu
2) Mampu mempertahankan
kebersihan dan penampilan rapi
secara mandiri
4 Setelah diberikan asuhan (NIC 2017, hal.554)
keperawatan.....x 24 jam
diharapkan hambatan mobilisasi Peningkatan mekanisme tubuh
fisik dapat teratasi dengan kriteria - Bantu pasien melakukan
hasil: latihan fleksi untuk
(NOC 2017, hal. 641) memfasilitasi mobilisasi
Pergergerakan punggung sesuai indikasi
(nic 2017, hal 341)
- Gerakan otot Terapi latihan ambulasi
dipertahankan pada 2 - Bantu pasien untuk
banyak terganggu berpindah sesuai dengan
ditingkatkan ke 5 tidak kebutuhan (nic 2017, hal.
ada 438)
- Gerakan sendi Gerakan Terapi latihan pergerakan sendi
otot dipertahankan pada - Lakukan latihan ROM
2 banyak terganggu pasif dan aktif sesuai
ditingkatkan ke 5 tidak dengan indikasi (nic 2017,
ada hal.440)
- Koordinasi Gerakan otot Manajemen pengobatan
dipertahankan pada 2 - Memberikan obat sesuai
banyak terganggu dengan resep yang
ditingkatkan ke 5 tidak diberikan oleh dokter 9nic
ada (NIC 2017, hal. 425) 2017, hal.199)
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC
Japardi, I. 2008. Patogenesis Stroke Infark Kardioemboli. Medan: USU
Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United States
America
Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. Mosby: United States
America
Price, A & Wilson, L. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Rismanto. 2009. Gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke di instalasi
rawat jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.
FKM UNDIP. Semarang. http://www.fkm.undip.ac.id [diakses 28
November 2017]
Smeltzer, SC., Bare B.G. 2010. Medical Surgical Nursing Brunner& Suddarth.
Philadhelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Wibowo, Andry. 2014. Stroke Infark The Another Silent Killer.
http://www.medicalera.com/3/652?thread=652 [diakses tanggal 28
November 2017]
Djandon, Charles. 2012. Asuhan Keperawatan CVA Infark. Diakses di
askepmedia.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-cva-
infarstroke.html. [diakses tanggal 28 November 2017]
Muttaqin, Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai