OLEH
SI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JEMBRANA
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
CVA INFARK
I. Tinjauan Teori
A. Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin,
2008:234).
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik
untuk menjelaskan infark serebrum. Istilah yang lebih lama dan masih sering
digunakan adalah cerebrovascular accident (CVA). (Price, 2006).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke
otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-
arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne,
2002: 2131).
B. Klasifikasi
CVA Infark/Stroke Non Haemorrhagi/Iskemik dapat dibagi menjadi :
1. Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas.
Merupakan gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari
berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu. Penyebab
TIA adalah serpihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada dinding
pembuluh darah bisa lepas ,mengikuti aliran darah dan menyumbat
pembuluh darah kecil yang menuju otak, sehingga untuk sementara
waktu menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan terjadinya
TIA. Resiko TIA meningkat pada tekanan darah tinggi, aterosklerosis,
penyakit jantung (terutama pada kelainan katub dan irama jantung),
diabetes dan polisitemia (kelebihan sel darah merah). Gejalanya
tergantung pada bagian otak mana yang kekurangan aliran darah. Jika
mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka gejala yang paling
sering ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan
rasa dan kelemahan. Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri
vertebralis, biasanya terjadi pusing, penglihatan ganda, dan kelemahan
menyeluruh.
2. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi
Defisit (RIND). Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung
lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu
kurang dari tiga minggu).
3. Evolutional atau Progressing Stroke. Gejala gangguan neurologis yang
progresif dalam waktu enam jam atau lebih.
4. Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke ). Gejala
gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode waktu
18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.
C. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan
karena adanya:
a) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan
elastisitas dinding pembuluh darah
b) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah cerebral
c) Arteritis: radang pada arteri.
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
a) Penyakit jantung reumatik
b) Infark miokardium
c) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
3. Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :
a) Hipertensi.
b) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium),
penyakit jantung kongestif.
c) Kolesterol tinggi
d) Obesitas
e) Peningkatan hematokrit
f) Diabetes Melitus
g) Merokok
D. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996: 258-260),
yaitu:
1. Lobus Frontal
a) Deficit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b) Deficit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-
otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c) Deficit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas
emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan
toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah,
kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
a) Dominan :
1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon
terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas
dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh).
2) Defisit bahasa/komunikasi
Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi
pola-pola bicara yang dapat dipahami)
Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang
diucapkan)
Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat)
Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan)
Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-
ide dalam tulisan).
b) Non Dominan
1) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat
dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)
Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan
obyak-obyak dengan tepat)
Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi
lingkungan melalui indra)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek
atau tempat
Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal : defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
E. Patofisiologi
Gangguan pasokan darah aliran otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi seperti arteri karotis interna dan
system vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak
selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut.
Alasannya adalah mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah
tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai
proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti
pada atrosklerosis atau trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau
peradangan,berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya
syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atauy
embolus infeksi yang berasal dari jantubg atau pembuluh ekstrakranium, atau
rupture vascular di dalm jaringan otak atau ruang subarakhnoid.
Hampir 90% emboli yang berasal dari jantung berakhir di otak, hal ini
disebabkan karena: Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga emboli
yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis
komunis kiri dan arteri brakhiosefalik. Jaringan otak sangat sensitif terhadap
obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat
menimbulkan gangguan neurologis yang berat, emboli dengan ukuran yang sama
bila masuk ke jaringan lain dapat tidak memberikan gejala sama sekali.
Emboli intra kranial terutama berada di hemister serebri, hal ini
disebabkan oleh karena jumlah darah yang melalui arteri karotis (300ml/menit)
jauh lebih banyak daripada yang melalui arteri vertebralis (100ml/menit), selain
itu juga disebabkan oleh karena aliran yang berkelok kelok dari arteri subklavia
untuk dapat mencapai sistem vertebralis. Emboli mempunyai predileksi pada
bifurkasio arteri terutama pada cabang a.cerebri media, bagian distal arteri
basilaris dan arteri cerebri posterior. Kebanyakan emboli terdapat di arteri cerebri
media, bahkan emboli ulang pun memilih arteri ini juga, hal ini disebabkan karena
arteri cerebri media merupakan percabangan langsung dari arteri karotis interna,
dan arteri cerebri media akan menerima 80% darah yang masuk ke arteri karotis
interna. Medula spinalis jarang terserang emboli, tetapi emboli dari abdomen
danaorta dapat menimbulkan sumbatan aliran darah ke medulla spinalis dan
menimbulkan gejala defisit neurologis. Berbeda dengan emboli pada
atherosklerosis, emboli dari jantung terdiri dari gumpalan darah (klot) yang lepas
daya ikatnya dari dinding pembuluh darah atau jantung, emboli ini dapat pecah
dan pindah ke pembuluh darah yang lebih distal sehingga bila dilakukan
pemeriksaan angiografi setelah 48 jam emboli biasanya sudah tidak tampak.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wilson, (2006). Pemeriksaan penunjang neurovascular
diutamakan yang non infasif. Pemeriksaan yang berikut ini dianjurkan pada pasien
infark serebri bila alat tersedia dan biaya terjangkau.
1. Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung.
Pada bayak pasien ekokardiografi transtorakal sudah memadai.
Ekokardiografi transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail
terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta serta lebih sensitive untuk
mendeteksi thrombus mural atau vegetasi katup.
2. Ultrasonografi Doppler karotis dipewrlukan untuk menyingkirkan
satenosis karotis yang simtomatis serta lebih dari 70%, yang
merupakan indikasi ntuk enarterektomi karotis.
Pemeriksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen
(Muttaqin, 2008: 249-252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA
infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl,
Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur
kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang
tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan
apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar
(Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,)
(Prince, dkk ,2005:1122)
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa
stroke (Prince,dkk ,2005:1122).
5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar
(Prince, dkk ,2005:1122).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Prince, dkk ,2005:1123).
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan
besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
G. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin,
2008:14):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem
kardiovaskuler.
d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35
mmHg
2) Osmoterapi antara lain :
a) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali
dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
b) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3) Posisi kepala head up (15-30⁰)
4) Menghindari mengejan pada BAB
5) Hindari batuk
6) Meminimalkan lingkungan yang panas
II. Tinjauan Kasus
A. Pengkajian
Terdiri dari DS (data subjektif) dan DO (data objektif). Data subjektif
merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengkajian terhadap pasien atau
keluarga pasien (apa yang dikatakan pasien atau keluarga pasien), sedangkan data
objektif adalah data yang diperoleh dari pemeriksaan.
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga
dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat
mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus,
atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan
peran terjadi karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit
berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta
gangguan citra diri.
g. Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi
bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
h. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan
kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk
batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik
sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem
respirasi.
2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
3) Sistem neurologi
a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma.
Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di
otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis
stroke yang ada apakah bleeding atau infark
c) Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak
sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada
klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan
paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi. Indera pengecapan normal
4) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan
pemenuhan kebutuhan seksual.
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu
makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin
mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa
keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan
seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan
menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau
hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi
fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan Ciri-ciri
otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien dengan CVA Infark
adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan neuromuskular
penurunan atau hilangnya refleks muntah
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nerfus hipoglosus
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hemiparesis/hemiplegia,
penurunan mobilitas.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot
facial/oral
7. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan
8. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengn
penurunan aliran darah ke otak (aterosklerosis, embolisme)
C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keprawatan 3 x 24 jam
diharapkan pasien mengalami nyeri akut teratasi
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan )
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor
presipitasi
R/dengan menentukan pengkajian nyeri secara
komprehensif maka dapat mengetahui perkembangan
nyeri dan ada atau tidaknya komplikasi
b. Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi
R/dengan tekhnik distraksi dan relaksasi pasien mampu
mengontrol nyeri secara non farmakologi
c. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
R/Mengetahui perkembangan nyeri melalui rekasi non
verbal
d. Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik
R/Menurunkan rasa nyeri dan mepercepat penyembuhan
2. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nerfus vagus
atau hilangnya muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keprawatan 3 x 24 jam
Diharapakan gangguan menelan teratasi
Kriteria Hasil :
a. Dapat mempertahankan makanan dalam mulut
b. Kemampuan menelan adekuat
c. Dapat mentoleransi ingesti makanan tanpa tersedak atau
aspirasi
d. Menunjukan kemampuan mengosongkan rongga mulut
dari makanan
Intervensi :
a. Pantau reflex batuk, reflex muntah, dan kemampuan
menelan
R/untuk mengetahui reflek batuk, reflek muntah dan
kemampuan menelan pasien
b. Berikan makanan dalam jumlah kecil
R/Untuk menghindari terjadinya obstruksi jalan makanan
ke saluran pencernaan
c. Tinggikan kepala 30-45 menit saat makan maupun
setelah makan
R/untuk melancarkan makanan dalam saluran
pencernaan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nerfus hipoglosus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam
kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan
tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada malnutrisi
e. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan
dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. TN
DENGAN CVA (CEREBRAL VASKULAR ACCIDENT) INFARK
DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT UMUM NEGARA
TANGGAL 1 – 4 MARET 2018
I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. TN
Umur : 52 Tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan : S1 Hukum
Pekerjaan : Pengacara
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Mendoyo Dauh Tukad
Tanggal Masuk : 1 Marert 2018
Tanggal Pengkajian : 1 Marert 2018
No. Register : 102020
Diagnosa Medis : Talasemia
2) Pernah dirawat
Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat di Rumah
Sakit manapun.
3) Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat dan
debu.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan makan 3 x sehari
dengan porsi cukup dengan menu tempe, tahu, ikan
minum ± ( 1200 ml), keluarga pasien mengatakan
BB pasien sebelum sakit 72 kg.
Saat sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien makan 3 x/hari
dengan porsi habis dari porsi yang diberikan,
minum 6 gelas /hari ± (1200 ml), BB pasien saat
sakit 72 kg.
c. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien BAB teratur, 1
x sehari disetiap pagi hari dengan feses lembek,
tidak disertai darah
Saat sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien BAB teratur,
1x sehari dengan konsistensi feses lembek, warna
kecoklatan dan tidak disertai darah.
2) BAK
Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien BAK teratur 4 x
sehari, urine berwarna jernih kekuningan, tidak
disertai darah dan nanah
Saat sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien BAK 4 x
sehari, urine berwarna jernih kekuningan, tidak
disertai darah dan pus
h. Pola Peran-Hubungan
Keluarga pasien mengatakan pasien tinggal serumah dengan orang tunnya,
Istri, dan anak-anaknya, dapat berhubungan dengan baik dengan setiap
anggota keluarga.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Sebelum sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki 2
orang anak
Saat sakit : Keluarga pasien mengtakan istri pasien selalu
merawat dan menemani pasien di rumah sakit.
j. Pola Toleransi Stress-Koping
Keluarga pasien mengatakan semelumnya sempat khawatir dengan kondisi
pasien, namun setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit, keluarga
pasien merasa tidak terlalu khawatir lagi.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pola nilai kepercayaan baik, pasien tidak dapat melakukan
persembahyangan dikarenakan sebagian tubuhnya mengalami lumpuh.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : Sedang
Tingkat kesadaran : Somnolen
GCS : verbal : 2 Psikomotor : 1 Mata : 4
c. Keadaan fisik
1. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normocephalic, warna rambut hitam,
ketombe tidak ada, wajah asimetris
Palpasi : Tidak nyeri kepala , benjolan tidak ada
2. Mata
Inspeksi : Posisi sejajar, konjungtiva tidak anemis, tidak ada
ikterik pada sklera, ada reflek pupil terhadap cahaya
Palpasi : Nyeri pada mata tidak ada, tidak ada benjolan
3. Telinga
Inspeksi : Liang telinga ada serumen, aurikula tidak ada lesi,
tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Nyeri telinga tidak ada, benjolan tidak ada
4. Hidung dan Sinus
Inspeksi : Tidak ada kemerahan, tidak ada pembengkakan, tidak
ada luka.
Palpasi : Nyeri hidug tidak ada, benjolan tidak ada
6. Leher
Inspeksi : Tdak ada jaringan parut, tidak ada massa, tidak ada
kemerahan, tidak ada luka.
Palpasi : Nyeri tidak ada, benjolan tidak ada, denyut karotis
teraba
7. Toraks (Paru)
Inspeksi : Bentuk dada normochest, warna kulit sama dengan
warna kulit lain, tidak ada luka, tidak ada sianosis
Palpasi : Nyeri tidak ada, benjolan tidak ada, tidak ada fraktur
iga, taktil fremitus seimbang.
Perkusi : Pada perkusi paru suara yang dihasilkan sonor
Auskultasi : Frekuensi dada 20 x/menit, bunyi nafas vesikuler,
tidak ada suara nafas tambahan.
8. Toraks (Jantung)
Inspeksi : Ada thrill, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, batas jantung kiri
ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2
sternal kanan dan ics 5 axila anterior kanan,
Perkusi : Pada perkusi jantung suara yang dihasilkan redup
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada suara tambahan,
murmur tidak ada.
9. Payudara dan Aksila
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada
kemerahan, tidak ada luka, tidak ada perubahan warna
kulit.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.
10. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, warna kulit sama dengan warna kulit
lain
Auskultasi : Bising usus 10 x/menit, terdengar gelombang
peristaltik.
Perkus : Pada perkusi abdomen suara yang dihasilkan timpani,
pada hati suara yang dihasilkan pekak.
Palpasi : Tidak ada nyeri
11. Genetalia
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada ruam, tidak ada perdarahan,
tidak ada kutil, tidak ada wasir.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.
12. Integumen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, edema tidak ada, tidak
terdapat sianosis pada ujung jari tangan, tidak ada luka,
turgor kulit elastis.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan.
13. Ekstermitas
1). Atas
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada dislokasi, rentang gerak
pasien terganggu, pasien tampak mengalami lumpuh
sebagian bagian kiri, tangan bagian kiri tidak dapat
digerakkan tidak ada pembengkakan.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, tidak ada
peradangan, capillary refill 3 detik
2). Bawah
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada dislokasi, rentang gerak
pasien terganggu, pasien tampak mengalami lumpuh
sebagian bagian kiri, kaki bagian kiri tidak dapat
digerakkan, tidak ada pembengkakan, tidak ada
fraktur.
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, tidak ada
peradangan, tidak ada edema.
(kanan) (kiri)
Kekuatan Otot : 555 000
555 000
14. Neurologis
Status mental dan emosi
Masalah yang pernah di alami pasien yaitu dirumah terkadang pasien
marah dan menjadi keras kepala, bersikap kasar kepada orang lain
ketika pasien merasa tidak nyaman dan merasa terganggu, namun
masalah tersebut sudah dapat teratasi secara perlahan dengan merubah
sikap dan perilaku ke arah yang lebih baik, istri dan anak-anak pasien
sangat membantu dalam hal ini.
Pemeriksaan refleks
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
a. Hematologi
Hb : 14,3 g/dl
Leukosit : 4900 / mm
LED : 140
Trombosit : 504.000 / mm
Hematokrit : 49%
b. Kimia Klinik
Total kolesterol : 236 mg/dl
HDL kolesterol : 175 mg/dl
LDL kolesterol : 77 mg/dl
Tirigle sirida : 106 mg/dl
Asam urat : 14 mg/dl
Natrium : 42 mg/dl
Ureum darah : 109 mg/dl
Kreatinin : 2,8 mg/d
2. Pemeriksaan radiologi
a. Ro Thorak
Dalam batas normal.
b. CT Scan
c. Tidak dilakukan pemeriksaan.
3. Hasil konsultasi
DO :
1. KU : Sedang
2. Kesadaran : Somnolen
GCS : E : 4 V : 2 M : 1
3. TTV : TD: 170/100 mmHg, Nadi :
112 x/menit, R : 20x/menit, Suhu :
36,5oC
4. Pemeriksaan laboratorium tanggal 1
maret 2018 di dapatkan hasil
Kolesterol : 236 mg/dl
DS : Hemiparesis Hambatan
1. Keluarga pasien mengatakan tidak mobilitas fisik
bisa menggerakkan tubuh bagian kiri,
tangan dan kaki kirinya susah
digerakkan
2. Keluarga pasien mengatakan semua
aktivitas / kebutuhan pasien dibantu
oleh keluarganya
DO :
1. Pasien tampak lemah
2. Semua aktivitas / kebutuhan pasien
tampak dibantu oleh keluarganya
3. Rentang gerak pasien terganggu
4. KU : Sedang
5. 555 000
555 000
6. Pasien tampak hanya bia mengangkat
bahu bagian kanan
7. Pasien tampak hanya bisa merasakan
sentuhan pada tubuh bagian kanan
saja
8. Lasque ( + / - ) , Kernig ( + / - )
DO :
1. Pasien tampak mengeluarkan suara
tanpa arti
2. GCS : ( V : 2 ) Suara tanpa arti
( mengerang )
3. Otot wajah pasien tampak tertarik ke
bagian sisi kanan
4. Wajah pasien tampak asimetris
II. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN /MASALAH KOLABORATIF
BERDASARKAN PRIORITAS
10.30 Wita II Memberikan makan sedikit tapi S : Pasien mengatakan tidak nafsu
sering makan
O : Pasien tampak makan hanya 2
sendok makan dari porsi yang
diberikan
14.00 Wita III Membantu pasien melakukan S : Pasien mengatakan hanya mampu
aktivitas yang sesuai dengan untuk berpindah yaitu miring
kondisi pasien kanan/miring kiri, dan berjalan
masih memerlukan bantuan alat atau
orang lain.
O : Pasien tampak dapat merubah posisi
dengan mandiri.
14. 15 Wita III Membantu pasien untuk S : Pasien mengatakan ingin latihan
aktivitas/latihan fisik secara dengan dibantu keluarganya
teratur O : Pasien tampak dibantu keluarganya
14.30 Wita II Memberikan makan sedikit tapi S : Pasien mengatakan tidak nafsu
sering makan
O : Pasien tampak makan hanya 3
sendok makan dari porsi yang
diberikan, minum ± 300 ml
18.00 Wita III Membantu pasien untuk S : Pasien mengatakan lebih nyaman
mendapatkan posisi senyaman dengan posisi setengah duduk
mungkin O : Pasien tampak nyaman dengan
posisi semi fowler
09.20 Wita II Memberikan makan sedikit tapi S : Pasien mengatakan ingin makan
sering O : Pasien tampak makan hanya 4
sendok makan dari porsi yang
diberikan, minum 300 ml
09.30 Wita III Membantu pasien melakukan S : Pasien mengatakan mampu untuk
aktivitas yang sesuai dengan berpindah, berpakaian dengan
kondisi pasien mandiri
O : Pasien tampak dapat berpindah,
berpakaian secara mandiri.
09.40 Wita III Membantu pasien untuk S : Pasien mengatakan ingin latihan
aktivitas/latihan fisik secara dengan dibantu keluarganya
teratur O : Pasien tampak dibantu keluarganya
10.00 Wita III Memberikan makan sedikit tapi S : Pasien mengatakan ingin makan
sering sedikit
O : Pasien tampak makan hanya 4
sendok makan dari porsi yang
diberikan, minum ± 320 ml
14.20 Wita II Memberikan makan sedikit tapi S : Pasien mengatakan tidak nafsu
sering makan
O : Pasien tampak makan hanya 3
sendok makan dari porsi yang
diberikan, minum ± 300 ml
08.30 WITA II Memberikan makan sedikit tapi S : Pasien mengatakan tidak ingin
sering makan
O : Pasien tampak makan hanya 5
sendok, minum 330 ml
09.30 WITA III Membantu pasien melakukan S : Pasien mengatakan mampu untuk
aktivitas yang sesuai dengan berpindah, berpakaian, toileting
kondisi pasien dengan mandiri
O : Pasien tampak dapat berpindah,
berpakaian, toileting secara mandiri,
tidak tampak kelemahan.
12.00 WITA II Memberikan makan sedikit tapi S : Pasien mengatakan tidak nafsu
sering makan
O : Pasien tampak makan hanya 5
sendok dari porsi yang diberikan,
minum ± 320 ml
18.00 WITA III Membantu pasien untuk S : Pasien mengatakan lebih nyaman
mendapatkan posisi senyaman dengan posisi setengah duduk
mungkin O : Pasien tampak nyaman dengan
posisi semi fowler
09.00 WITA II Memberikan makan sedikit tapi S : Pasien mengatakan tidak ingin
sering makan
O : Pasien tampak makan hanya 5
sendok, minum 330 ml
Hari/Tgl No
No Evaluasi Ttd
Jam Dx
1 Selasa 20 I S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih pucat.
Juni 2017, O : Tampak sianosis pada ujung jari, Konjungtiva anemis,
Pukul 10.00
Wajah pasien tampak tidak pucat, Ht : 25 %, trombosit :
Wita
192.000 mm3 RBC : 35.000.000 mm3
A : Tujuan tidak tercapai, masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi no:
1. Monitor TTV pasien
2. Kaji tanda–tanda sianosis.
3. Kolaborasikan dalam pemberian obat asam folat 1 x 5mg
4. Kolaborasi dalam pemberian transfuse darah 2 x 200 ml.
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium RBC,
trombosit dan Ht.