1. Pengertian
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam
terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan
yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke
otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung
(arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131)
2. Etiologi
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan
karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran
darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara.Biasanya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
1
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
3. Faktor resiko terjadinya stroke
Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236):
1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel
kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung
kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok
4. Patofisiologi
1. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau saat
aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran pasien
umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi
hari. Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien
umumnya baik.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan
hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai
beberapa jam (24 jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
2
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun
akut. Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses progresif
beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen,
maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan
parbaikan dapat didahului dengan TIA yang berulang.
5. Manisfestasi klinis
1. Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996: 258-
260), yaitu:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-
otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas
emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial,
penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan
frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri,
isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1. Dominan :
Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh).
Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi
pola-pola bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang
diucapkan)
3
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide
dalam tulisan).
2) Non Dominan
a. Laboratorium :
b. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen
(Muttaqin, 2008: 249-252)
4
c. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA
infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju
endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel
darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu
radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium
(135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk
,2005:1122)
d. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
e. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa
stroke (Prince, dkk, 2005:1122).
f. Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar
(Prince, dkk, 2005:1122).
g. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
h. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Prince, dkk, 2005:1123).
i. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
j. MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan
besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
k. Penatalaksanaan medis :
l. Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin,
2008:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
5
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem
kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
c. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
d. Osmoterapi antara lain:
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu
15-30 menit, 4-6 kali/hari.
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
e. Posisi kepala head up (15-30⁰)
f.Menghindari mengejan pada BAB
g. Hindari batuk
h. Meminimalkan lingkungan yang panas
2. Kompliksi
6
7. Pathways
7
8. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a. BIODATA
Pengkajian biodata di fokuskan pada:
Umur: karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya
serangan stroke.Jenis kelamin: laki-laki lebih tinggi 30% di banding
wanita. Ras: kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.
b. KELUHAN UTAMA.
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan
kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala
hebat bila masih sadar.
c. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN.
Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk.Oleh
karena itu klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit.
d. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU.
Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah
TIAs, Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas
pembuluh darah otak menjadi menurun.
e. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG.
Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas
tiba-tiba terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala hebat, penurunan
kesadaran sampai koma.
f. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA.
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah
mengalami stroke.
g. PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI.
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka
perlu klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari dari bantuan sebagaian sampai total.Meliputi:
a. mandi
b. makan/minum
c. bab / bak
d. berpakaian
e. berhias
f. aktifitas mobilisasi
8
PEMERIKSAAN FISIK DAN OBSERVASI.
9
d. Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine
e. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan
pemenuhan kebutuhan seksual
f. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
gSistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan,
nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mungkin
mengalami inkontinensia alvi atau
terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan
stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan
seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu
kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h. Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau
hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi
fisik.
3. SOSIAL INTERAKSI.
Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan
dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan
kesembuhannya.
4. Pola Fungsi kesehatan
h. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
i. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
j. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
10
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. (Doengoes, 1998 dan
Doengoes, 2000: 290)
k. Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
l. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
m. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
n. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
o. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
p. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
q. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
r. Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
s. Pola tata nilai dan kepercayaan
11
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan radiologi
1. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema,
hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
2. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn
E. Doenges, 2000: 292)
3. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu
menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
4. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita
Stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes,
2000: 292)
b. Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
(Satyanegara, 1998). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli
dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang
mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau
intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
2. Pemeriksaan darah rutin
3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
12
4. Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
6. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang
bersifat permanen
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
4. Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan
perubaahan dalam konsep diri pasien
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan
kebutuhan tindakan/rehabilitasi
9. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi (Marilynn
E. Doenges, 2000: 293)
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995, doengoes,
2000: 295)
3. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E.
Doenges, 2000)
4. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan
kontrol/koordinasi otot, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan
perseptual, nyeri, depresi (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes,
2000: 301)
5. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
6. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
(Barbara Engram, 1998)
13
10. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan
oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan
respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa, intelektual
dan emosi.
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori
- Tidak ada tanda TIK meningkat
- Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
- Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua jam
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
bantal tipis)
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
1) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini
dan untuk penetapan tindakan yang tepat
4) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena
dan memperbaiki sirkulasi serebral
5) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
14
6) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan
untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya
7) Memperbaiki sel yang masih viabel
15
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.
Kriteria hasil:
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi
persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
Rencana tindakan
a. Tentukan kondisi patologis klien
b. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
c. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan
klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien
menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan
yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk
melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang
normal
e. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu
dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar
akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi
sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang
sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi
yang sakit.
f. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g. Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Rasional
1) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan,
sebagai penetapan rencana tindakan
2) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik
berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari
gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko
terjadinya trauma.
16
3) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi
dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan
bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
4) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya
trauma.
5) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan
mengintegrasikan sisi yang sakit.
6) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori
berlebih.
7) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari
persepsi dan integrasi stimulus.
17
3) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung
dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah
frustasi adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak
mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
4) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
5) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana
terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
18
3) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan
kontrol muskuler
4) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
5) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
6) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya
didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
7) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan
resiko terjadinya tersedak
8) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan
9) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut
6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Rencana tindakan
a. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin
b. Rubah posisi tiap 2 jam
c. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-
daerah yang menonjol
d. Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi
e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma,
panas terhadap kulit
Rasional
19
1) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
2) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
3) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
4) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
5) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
6) Mempertahankan keutuhan kulit
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi
FKUI /RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Diknakes, Jakarta.
Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI,
Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A
Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
20