Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE INFARK

DISUSUN OLEH :
Mohammad Al-Hafizh Amna
221FK01017

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA


2024
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Penyakit
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbul mendadak, progretif, berupa
defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombosit dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi
disepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak
disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.

2. Manifestasi klinik
- Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatan Kritis (1996: 258-260),
gejala yang muncul pada beberapa bagian yaitu:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: Kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alas an atau berpikir abstrak.
2) Deficit Motorik: Hemiparese, hemiplegia, distria (Kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Deficit aktivitas mental dan psikologi antara lain: Labilitas emosional,
kehilangan kontrok diri dan hambatan social, penurunan toleransi
terhadap stress, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacauan
mental dan keputuasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Priental
1) Dominan:
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
Sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya repon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagia tubuh)
b. Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-
pola bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan Kelengkapan kata yang diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
-Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide
dalam tulisan)

2) Non Dominan
- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-
objak dengan tepat)
- Agnosia (ketidak mampuan untuk mengidentifikasi lingkungan
melalui indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau
tempat
- Disorientasi kanan kiri
c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia (penglihatan ganda), buta.
d. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.
- Penurunan Kesadaran

3. Etiologi
- Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah.
Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

- Faktor resiko terjadiya stroke

Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236):

1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok
4. Patofisiologi (Pohon masalah)

5. Klasifikasi
1. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu,
biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau saat aktif. Namun
bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi
iskemi yang menyebabkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
b. Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan hilang
dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai beberapa jam
(24 jam)
c. Stroke Involution atau Progresif
d. Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun akut.
Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses progresif beberapa jam
sampai beberapa hari.
e. Stroke Complete
f. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen,
maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan
dapat didahului dengan TIA yang berulang.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
a. Laboratorium :
- Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic
(AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
- Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah
mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya
radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium
(3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)
- Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
- Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,
dkk, 2005:1122).
- Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar
(Prince, dkk, 2005:1122).
- Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi
seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa
serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
- Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Prince, dkk, 2005:1123).
- CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin,
2008:140).
- MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar /
luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
- Penatalaksanaan medis :
 Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin,
2008:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV
dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak
pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem
kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
c. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
d. Osmoterapi antara lain:
e. Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu
15-30 menit, 4-6 kali/hari.
f. Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
g. Posisi kepala head up (15-30⁰)
h. Menghindari mengejan pada BAB
i. Hindari batuk
j. Meminimalkan lingkungan yang panas
 Kompliksi
Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)
a. Dalam hal imobilisasi:
Infeksi pernafasan (Pneumoni), nyeri tekan pada decubitus,
Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
Nyeri pada punggung, Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
Epilepsy, Sakit kepala
d. Hipoksia serebral
e. Herniasi otak
f. Kontraktur

7. Penatalaksanaan Medik dan implikasi keperawatan


Penatalaksanaan stroke biasanya dimulai dengan penanganan akut dalam kondisi
emergensi dan dilanjutkan dengan rehabilitasi pasien jangka panjang. Selain itu,
pemilihan jenis terapi juga dilihat dari waktu masuk layanan kesehatan dan onset
dari stroke. Stroke memiliki jendela terapi 3-6 jam.
Beberapa hal yang harus dilakukan pada kasus stroke akut adalah:
 Lakukan intubasi bila pasien tidak sadar atau Glasgow Coma Scale di bawah
8. Pastikan jalan napas pasien aman jika intubasi tidak dapat dilakukan
 Jika pasien mengalami hipoksia (saturasi oksigen di bawah 94%),
berikan oksigen. Mulai dari pemberian 2 liter per menit menggunakan nasal
kanuldan tingkatkan hingga 4 liter per menit sesuai kondisi pasien
 Dapat dilakukan elevasi kepala 30 derajat, tetapi penelitian
terbaru mempertanyakan posisi kepala mana yang lebih baik, apakah elevasi
kepala atau tidak.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkjian Keperawatan
Pengkajian keperawatan stroke data yang dikumpulkan akan bergantung pada
letak, keparahan dan durasi patologi
2. Pengkajian
a. Identitas Diri

Pengkajian biodata diri lebih di fokuskan pada Umur, karena usia di atas 55
tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan stroke. Jenis kelamin: laki-
laki lebih tinggi 30% di banding wanita. Ras: kulit hitam lebih tinggi angka
kejadiannya.

b. Keluhan Utama

Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan kesadaran


atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila
masih sadar.

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan aktifitas tiba-


tiba terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala hebat, penurunan kesadaran
sampai koma.

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIAs,
Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh
darah otak menjadi menurun.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami
stroke.

f. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu


klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari
bantuan sebagaian sampai total. Meliputi:
 Mandi
 Makan/minum
 Bab / bak
 Berpakaian
 Berhias
 Aktifitas mobilisasi
g. Pemeriksaan Fisik
- Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret
dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien.
Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan sistem respirasi.
- Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi,
denyut jantung irreguler, adanya murmur
- Sistem neurologi
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
2) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/
perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada
apakah bleeding atau infark
3) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman
b) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak
sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV dan VI: apabila akibat stroke mengakibatkan
paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.
d) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
e) Saraf XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indera pengecapan normal.
- Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine
- Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual.
- Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid.
- Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu
makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami
inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah
pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada
saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
- Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese
ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
3. Diagnosa Keperawatan
 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral
 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.
 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
 Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.
 Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
 Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,
perseptual kognitif.

4. Intervensi Keperawatan dan Rasional
 Diagnosa keperawatan pertama: Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
1) Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
2) Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil
tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
3) Intervensi;
a) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma
glascow Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
kesadaran.
b) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah. Rasional:
autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.
c) Pertahankan keadaan tirah baring. Rasional: aktivitas/ stimulasi
yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).
d) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam
posisi anatomis (netral). Rasional: menurunkan tekanan arteri
dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/
perfusi serebral.
e) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
 Diagnosa keperawatan kedua: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan.
1) Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
2) Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
3) Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas Rasional:
mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan
informasi bagi pemulihan
b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) Rasional:
menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.
c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas Rasional: meminimalkan atrofi otot,
meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit. Rasional:
dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan
resistif, dan ambulasi pasien. Rasional program khusus dapat
dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/
menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi,
dan kekuatan.
 Diagnosa keperawatan ketiga: Kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler.
1) Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan
tepat, terjadi kesalah pahaman bahasa antara klien, perawat dan
keluarga
3) Intervensi;
a) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi Rasional:
Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator
dari derajat gangguan serebral
b) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana Rasional:
melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
c) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda
tersebut Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan motoric
d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional: bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan
isi pesan yang dimaksud
e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.
 Diagnosa keperawatan keempat: Perubahan sensori persepsi berhubungan
dengan stress psikologis.
1) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
2) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi
perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.
3) Intervensi;
a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin,
tajam/ tumpul, rasa persendian. Rasional: penurunan kesadaran
terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh
buruk terhadap keseimbangan.
b) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap
pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien
suatu benda untuk menyentuh dan meraba. Rasional: membantu
melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi
dan interprestasi stimulasi.
d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh tertentu. Rasional: penggunaan
stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam
mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan
kalimat yang pendek. Rasional: pasien mungkin mengalami
keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.
 Diagnosa keperawatan kelima: Kurang perawatan diri berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan
personal hygiene secara minimal
3) Intervensi;
a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan
keluarga membantu dalam perawatan diri
b) Bantu klien dalam personal hygiene. Rasional: Klien terlihat
bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian
klien setiap hari Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien
tetap terlihat rapi
d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene Rasional:
ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi
 Diagnosa keperawatan keenam: Gangguan harga diri berhubungan
dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan
pada diri sendiri dalam situasi.
3) Intervensi;
a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya. Rasional: penentuan faktor-faktor secara
individu membantu dalam mengembankan perencanaan asuhan/
pilihan intervensi.
b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang
baik. Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan
kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan
minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi. Rasional:
mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan
memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan
selanjutnya.
d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada
melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri. Rasional:
membangun kembali rasa kemandirian dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai
kebutuhan. Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap
perubahan peran yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi
orang yang produktif.
 Diagnosa keperawatan ketujuh: resiko tinggi kerusakan menelan
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/ perseptual.
1) Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
2) Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan
yang diinginkan.
3) Intervensi;
a) Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara
individual. Rasional: intervensi nutrisi/ pilihan rute makan
ditentukan oleh faktor-faktor ini.
b) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik,
psikososial, perseptual kognitif.
c) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
d) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional: meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang
meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
e) Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui
selang. Rasional : memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/6153728/laporan_pendahuluan_stroke_infark

https://id.scribd.com/document/516176956/LP-DAN-ASUHAN-KEPERAWATAN-CVA-
INFARK

Anda mungkin juga menyukai