OLEH :
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
karunia-Nya, sehingga tugas pembuatan makalah mata kuliah konsep dasar keperawatan
tentang “Peran Tenaga Keperawatan Dalan Evidence Based Nursing Practice Pada Asuhan
Keperawatan Kasus Gawat Darurat” dapat terselesaikan sesuai batas waktu yang telah
ditetapkan.
Pembuatan makalah ini disusun sebagai salah satu wujud tugas kami dalam
menempuh pembelajaran di semester ganjil ini. Didalam penyusunan makalah ini kami
mengucapkan banyak terimakasih atas dukungan moral maupun materi kepada pihak-pihak
yang terlibat terutama kepada :
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena dalam penyusunan kami
masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk bisa
memperbaiki kekurangan di makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Cover .........................................................................................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................................................................ii
Daftar Isi ..................................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan ....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan .........................................................................................................3
Bab II Pembahasan....................................................................................................................4
2.1. Pengertian EBP.............................................................................................................4
2.2. Model EBP ..................................................................................................................8
2.3. Komponen-Komponen Pendukung EBP.....................................................................10
2.4. Metode Konsep Analisis EBP.....................................................................................15
2.5. Perbedaan EBP dan Non-EBP.....................................................................................21
2.6. Tahapan-Tahapan Praktek Berbasis Bukti..................................................................25
2.7. Tahapan-Tahapan Penelitian Keperawatan Dalam EBP.............................................34
2.8. Program Peningkatan Kualitas Performa dalam EBP.................................................38
2.9. Faktor – Faktor Penghambat dalam Pengaplikasian EBP...........................................42
2.10.Pengimplementasian EBP di dalam Praktik Keperawatan.........................................44
2.11.ESI (Evidence Based Triage).....................................................................................46
2.12.Analisis Kasus............................................................................................................48
2.13.Pembahasan ...............................................................................................................54
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
penting yang ada sehingga saat melakukan praktik keperawatan akan meminimalisir
resiko yang mungkin saja terjadi. Praktik keperawatan tentunya dilakukan oleh seorang
perawat yang telah lulus bersekolah di perguruan tinggi yang telah mendapatkan ilmu –
perawat karena memegang peranan penting terhadap kesembuhan pasien. Perawat setiap
hari akan bertemu langsung dengan pasien sehingga ketika terjadi hal – hal yang aneh
atau masalah lainnya itu semua adalah tanggung jawab seorang perawat. Oleh karena itu,
perawat harus memberikan pelayanan yang bermutu, berkualitas, dan terbaik kepada
Kebanyakan perawat belum bisa melakukan hal itu dengan baik. Mereka
didasarkan bukti – bukti atau mengikuti budaya saja yang diketahuinya tanpa ada sumber
– sumber bukti yang kuat dalam membuktikan pelayanannya yang ia berikan. Hal ini
mungkin akan beresiko terhadap pasien. Intervensi yang tidak didasarkan pada
pengalaman atau bukti – bukti yang mendukung dan relevan dengan pasien akan
membahayakan jiwa pasien karena perawat sendiri kurang aspek pengetahuan serta
keterampilan dalam menyelesaikan kondisi klinis pasien. Oleh sebab itu, pengumpulan
sangat penting dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan berkualitas bagi seorang
pasien.
1
Keterkaitan antara masalah yang dilakukan oleh perawat dalam praktik
perawat akan memberikan keuntungan bagi pasien. Perawat harus menerapkan konsep
EBP di dalam praktik keperawatan karena EBP akan memberikan kefektivitasan dalam
menangani segala permasalahan yang ada berdasarkan bukti – bukti hasil riset penelitian
scientific dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal pemberian intervensi kepada
bijak. Perlunya pengaplikasian EBP diterapkan di semua profesi kesehatan baik dokter,
apoteker maupun ners. Dengan pengaplikasian EBP di dalam pelayanan kesehatan akan
2
1.2.8 Bagaimana program peningkatan kualitas performa dalam EBP ?
1.3. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.
2.1. Pengertian EBP
Arti kata evidence dalam Bahasa Indonesia adalah bukti. Bukti dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa. Arti
based dalam Bahasa Indonesia adalah dasar atau berdasarkan. Dalam Kamus Besar
bersendikan. Sedangkan practice dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti praktek atau
proses, dimana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna pelaksanaan
intervention, RCTs (the gold standard), integration of statistical findings, and critical
decision making about the findings based on the strength of the evidence, tools used in
the studies, and cost (Jennings, 2000; Jennings and Loan, 2001).
bertujuan untuk meningkatkan proses melalui pertanyaan yang manakah bukti penelitian
ilmiah yang berkualitas tinggi yang dapat diperoleh dan diterjemahkan ke dalam
Johnston, & Spring, 2015). Sackett et al di dalam Gerrish et al (2006), EBP adalah segala
tindakan yang berbasis bukti, baik dalam pengobatan, eksplisit dan bijaksana dalam
Menurut Carlon (2010) Evidence Based Practice merupakan suatu kerangka kerja
4
untuk memperbaiki pelayanan keperawatan kepada pasien. Majid et al (2011)
mengatakan bahwa EBP merupakan salah satu teknik yang cepat untuk perkembangan
masalah klinis secara efektif yang mungkin terjadi disaat pemberian pelayanan kesehatan
serta pemberian perawatan berdasarkan hasil – hasil penelitian yang tertera. Sedangkan
menurut Muhal (1998) EBP adalah penggabungan dari seorang perawat mengenai hasil
EBP pada masa ini sangat perlu dikembangkan dan diaplikasikan dalam
praktiknya untuk mendukung semua profesi dalam kesehatan baik dokter, perawat
ataupun farmasi untuk menuntun pengambilan keputusan atau tindakan yang harus
EBP telah menjadi isu menonjol dalam keperawatan kesehatan internasional, biaya
tepat dan keinginan perbaikan kualitas EBP. Untuk itu keperawatan menjadi terlibat
dalam gerakan untuk mendefinisikan EBP dalam setiap praktik keperawatan, yang jelas
adalah tanggung jawab perawat untuk melaksanakan EBP dalam tindakan keperawatan,
dan mengevaluasi, mengintegrasikan dan menggunakan bukti terbaik yang telah tersedia
Tujuan
5
Grinspun, Vinari & Bajnok dalam Hapsari (2011) menyatakan tujuan EBP
memberikan data pada perawat praktisi berdasarkan bukti ilmiah agar dapat memberikan
Keuntungan EBP :
keperawatan;
kesehatan;
6
Penyebab
timbulnya
masalah
Iowa Model
Trigger
Pengetahuan
kebijakan
penelitian
Pertimbangan
penerapan
dalam praktik
John Hopkins
Model
7
Tahapan model ini yaitu
penyusunan practice
questions (PICO), evidence,
translation yang sistematis
dalam praktik guna meningkatkan kualitas kesehatan dan keselamatan (patient safety)
dan dalam mengembangkan konsep, perawat dapat dibantu dengan berbagai model EBP
melalui pendekatan yang sistematis dan jelas, alokasi waktu dan sumber yang jelas,
sumber daya yang terlibat, serta mencegah implementasi yang tidak runut dan lengkap
dalam sebuah organisasi (Gawlinski & Rutledge, 2008). Setiap institusi dapat memilih
model yang sesuai dengan kondisi organisasi karena beberapa model memiliki
keunggulannya masing-masing.
Iowa Model (2001), Stetler Model (2001), ACE STAR Model (2004), John Hopkin’s
EBP Model (2007), Rosswurm dan Larrabee’s Model. Karakteristik model yang dapat
dijadikan landasan dalam menerapkan EBP yang sering digunakan yaitu IOWA Model
dimana model ini dalam EBP digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan,
digunakan dalam berbagai akademik dan setting klinis. Ciri khas dari model ini adalah
adanya konsep (triggers) dalam melaksanakan EBP. Triggers adalah informasi ataupun
masalah klinis yang berasal dari luar organisasi. Terdapat 3 kunci dalam membuat
dengan kebijakan institusi atau organisasi, penelitian yang cukup kuat, dan pertimbangan
8
mengenai kemungkinan diterapkannya perubahan ke dalam praktik sehingga dalam
model tidak semua jenis masalah dapat diangkat dan menjadi topik prioritas organisasi.
model ini, yaitu menyusun practice question yang menggunakan PICO approach,
menentukan evidence dengan penjelasan mengenai setiap level yang jelas dan
translation yang lebih sistematis dengan model lainnya serta memiliki lingkup yang
lebih luas.
Sedangkan untuk Stetler’s Model tidak berorientasi pada perubahan formal tetapi pada
perubahan oleh individu perawat. Model ini dilaksanakan dengan menyusun masalah
berdasarkan data internal yang disebut juga quality improvement dan operasional dan
data eksternal yang berasal dari research atau penelitian (Schneider & Whitehead, 2013).
Penelitian
Keperawatan
Pengalaman Pendidikan
Komponen
EBP
Pelatihan Pengetahuan
9
2.3. Komponen – Komponen Pendukung EBP
1 Penelitian Keperawatan
hambatan atau masalah yang timbul di dalam praktik keperawatan sehingga dengan
adanya penelitian ini hambatan atau masalah yang terjadi di dalam praktik
keperawatan dapat diatasi dengan mudah secara efektif dan efisien serta tidak
merugikan klien atau pasien. Hambatan dalam suatu penilitian seringkali dikaitkan
dengan masalah yang ditimbulkan dari adanya suatu faktor yang menyebabkan
dalam melakukan pengkajian suatu masalah yang telah dijadikan sebagai pokok
permasalahan. Selain itu, manajemen waktu, lokasi yang geografis, ukuran sampel,
sama lainnya dimana di dalam pelaksanaan EBP terdapat sebuah hasil dari riset
penilitian ilmiah yang dilakukan. Hal ini akan membuat pelaksanaan EBP semakin
menghasilkan suatu inovasi terbaru dan jaminan standar kualitas seorang perawat
Intervensi dari seorang perawat harus disertai komponen – komponen EBP sehingga
dalam proses pelayanan kesehatan dapat memuaskan klien dan menguntungkan klien.
analisa ilmiah yang berpengaruh terhadap EBP seorang perawat dalam memberikan
10
2 Pengalaman
dilakukan oleh seorang perawat di dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, perawat
akan bertugas sesuai dengan topoksinya masing – masing dalam memenuhi kebutuhan
seorang pasien atau klien. Pemenuhan kebutuhan seorang pasien atau klien yang
menjadi salah satu tugas pokok bagi seorang perawat dalam menjalankan tugasnya.
Hal tersebut dilakukan oleh setiap perawat berdasarkan tingkatan masalah – masalah
yang dialami oleh seorang pasien. Seperti yang kita ketahui bahwa pasien adalah
individu yang unik dan berbeda sehingga perawat harus mengerti akan hal ini.
sudah menjadi kebiasaan yang melekat dari seorang perawat sehingga terciptanya
dapat menunjukan kualitas EBP nya dalam memberikan suatu asuhan keperawatan
atau pelayanan yang lainnya kepada klien. Ketika seorang perawat diberikan sebuah
pertanyaan yang berkaitan dengan suatu masalah yang terjadi, perawat akan
yang pernah dia lakukan sesuai dengan kajian ilmiah. Jelas demikian bahwa penelitian
permasalahan yang ada. Pengalaman yang dimiliki oleh seorang perawat dapat
memberikan suatu keputusan yang jelas dan terarah. Selain itu, perawat yang
berpengalaman banyak dalam hal intervensi kepada klien atau pasien dapat
menindaklanjuti seorang pasien dengan diagnosis yang berbeda. Jadi, peran perawat
11
dimilikinya. Dengan demikian, pengalaman seorang perawat sangat diperlukan untuk
3 Pendidikan
seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatn berbasis bukti kepada klien
atau pasien. Seperti yang kita ketahui bahwa jenjang pendidikan yang diberlakukan di
Indonesia berbeda - beda yaitu vokasi dan sarjana. Setiap tingkatan jenjang memiliki
karakteristik atau penciri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tingkatan
vokasi lebih mengarah kepada hard skillnya dalam praktik kerja lapangan di institusi
kesehatan atau yang lainnya. Pendidikan ini mengarah pada aspek umum saja
sehingga ilmu – ilmu yang dimiliki hanya sebagian besar umum dan belum mendetail
mengarah pada soft skillnya atau ilmu – ilmunya yang telah dipelajarinya. Pendidikan
ini lebih membahas menyeluruh dan mendetail dimana ilmu yang diajarkan pada
luas dan dikhususkan pada bidang tertentu. Pendidikan seorang perawat sangat
pelayanan kesehatan. Perawat yang lulus dari perguruan tinggi memiliki ilmu yang
berbeda – beda dalam dirinya masing – masing sehingga dalam memberikan asuhan
keperawatan juga berbeda antara perawat satu dengan lainnya. Perawat yang
bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi akan semakin kompeten dalam melakukan
tugasnya sebagai seorang perawat. Menurut Eizenberg (2010) hal ini menunjukkan
12
Pendidikan juga diperlukan bagi seorang perawat dalam menunjukan
disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perawat maka semakin
tinggi pula tingkat pengetahuan yang dimilikinya sehingga dalam praktik keperawatan
memberikan perawatan yang bermutu kepada klien atau pasien. Selain itu, hal ini juga
kesehatan.
4 Pengetahuan
asuhan keperawatan atau pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengetahuan juga dapat
membuat perawat lebih berpikir kritis dalam memecahkan suatu masalah atau
hambatan – hambatan lain yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Berpikir kritis
juga termasuk salah satu komponen EBP dimana perawat akan berpikir secara
praktik keperawatan yang profesional di dalam tugas – tugasnya terhadap klien atau
13
pasien. Hal ini juga dijelaskan pada Undang – Undang RI No 20 pasal 35 ayat 1
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa kompetensi adalah kualifikasi
terhadap praktik berbasis bukti seorang perawat kepada kliennya dengan memberikan
pasien memiliki kesan terbaik dan percaya untuk ditindak lanjuti oleh perawat.
5 Pelatihan / Seminar
serta mengatasi segala kerumitan atau masalah yang didapat disaat praktik
keperawatan berlangsung. Selain itu, perawat akan memiliki banyak ilmu – ilmu
terbaru di dunia keperawatan yang diberikan oleh pemateri atau motivator lainnya.
Ilmu- ilmu tersebut tentunya berdasarkan ilmu – ilmu keperawatan yang terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan adanya hal ini, perawat
akan memberikan pelayanan yang terbaik dan bermutu bagi pasien serta dapat
demikian, pelatihan ini juga sangat diperlukan oleh perawat dalam mengembangkan
14
6 Keterampilan
bukti –bukti yang telah ada yang dapat digali dari riset hasil penelitian. Keterampilan
seorang perawat akan diuji dengan tindakannya kepada seorang pasien. Apakah ia
terampil dalam menggunakan fasilitas yang ada di institusi kesehatan. Perawat yang
terampil dalam hal menangani seorang pasien, mereka akan melakukan pendekatan –
pendekatan yang membuat dirinya merasa lebih percaya diri dan profesional dalam
kesehatan atau yang lainnya dapat dibuktikan dengan pengaplikasian atau penerapan
mengenai riset hasil penelitian tersebut. Pencarian atau penemuan mengenai hasil riset
penelitian yang relevan dengan kondisi klinis pasien, perawat dapat menggunakan
segala fasilitas yang ada serta mendukung untuk mencari artikel ilmiah, jurnal
ataupun sumber – sumber bukti ilmiah yang lainnya. Apabila mereka tidak dapat
memanfaatkan fasilitas yang ada maka mereka sama saja tidak menunjukkan soft
skillnya atau kompetensi dalam intervensi atau yang lainnya. Selain itu, menurut
berbentuk evaluasi hasil penelitian sehingga perawat klinisi dapat menentukan mana
Definisi EBP menurut analisis, EBP adalah pemecahan suatu masalah yang
melibatkan tenaga medis terutama pada perawat untuk mengajukan pertanyaan klinis
15
yang relevan guna mengakses bukti dari penelitian dan faktor kontekstual,
pengalaman praktisi pasien atau kelompok sasaran, dan menerapkan apa yang sudah
ada belajar dari bukti dalam membuat keputusan untuk meningkatkan praktik asuhan
pasien ”. Definisi ini terdiri dari lima komponen utama: pemecahan masalah; bukti;
yang tersedia (pasien dan praktisi) bukti, mempertimbangkan internal dan eksternal
pengaruh pada praktik, dan mendorong pemikiran kritis dalam aplikasi yang bijaksana
dari bukti tersebut untuk perawatan individu pasien, populasi pasien, atau sistem”.
berdasarkan yang terbaik bukti penelitian, bukti pengalaman dari praktik klinis dan
bukti kontekstual . Definisi ini lebih jauh mengakui kontributor kontekstual untuk
implementasi EBP. Melnyk et al., Memberikan definisi luas tentang EBP; Itu
hidup untuk pengambilan keputusan klinis yang melibatkan penggunaan hati nurani
dengan bukti terbaik yang tersedia, termasuk pencarian sistematis dan penilaian kritis
terhadap bukti yang paling relevan untuk dijawab, dengan keahlian klinis sendiri dan
nilai serta preferensi pasien dengan tujuan meningkatkan hasil untuk individu,
16
kelompok, komunitas dan sistem ”. Selain komponen utama yang diidentifikasi oleh
Newhouse et al., Definisi ini menambahkan tiga elemen penting, seperti: pendekatan
Konsep EBP dipilih untuk analisis EBP karena EBP adalah berprioritas pada
yang dapat mengarah pada peningkatan hasil klinis dan peningkatan kondisi pada
pasien agar lebih membaik. Contohnya metode konsep strategis yang dikembangakan
Definisi
Konsep
Analisis EBP
Konsep
Membangun Analisis EBP
Kasus Model (Walker dan
Metode Avant)
Konsep
Analisis
EBP
Atribut-
Tujuan
Atribut
Konsep
Pendefinisian
Analisis
EBP
17
3. Tujuan konsep analisis
menghasilkan apa yang bermanfaat bagi pasien, perawat dan bidan, dan sistem
berubah setiap hari yang mengharuskan aplikasi bukti penelitian dalam praktik yang
efektif. Denga demikian,Tujuan dari analisis konsep ini sendiri adalah untuk
memperjelas konsep EBP untuk mencapai yang lebih baik dalam pemahaman konsep
Atribut adalah komponen dan fitur utama yang membedakan dan memperjelas
arti dari satu konsep dari konsep serupa lainnya. Terdapat lima atribut yang
arus terbaik bukti penelitian; keahlian dan pengalaman praktisi; preferensi, nilai dan
pendukung EBP guna meningkatkan keamanan pasien, kualitas hidup serta hasil
rencana perawatan yang meminta komitmen dari praktisi dan hal itu yang terbaik
18
untuk kepentingan pasien dan keluarga. Selain itu, hal ini memfasilitasi kebutuhan
pimpinan yang bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Para
pimpinan memimpin sebuah tim harus berdasarkan pertanyaan klinis yang mungkin
diajukan. Pertanyaan klinis harus mengandung unsur – unsure PICO. Setelah itu,
literature yang digunakan sebagai bukti dalam pemberian asuhan keperawatan kepada
klien. Pendekatan yang berorientasi pada pasien bertujuan untuk memberikan holistic
penelitian yang berasal dari berbagai sumber dengan keahlian klinis seorang perawat
kinerja perawat sangat berhubungan dengan kualitas kondisi pasien. Perawat perlu
menguntungkan seorang pasien karena dapat memenuhi dalam segi holistic nya.
6. Anteseden
Anteseden adalah proses atau kejadian sebelum konsep terjadi. Dalam analisis
ini, anteseden itu terjadi sebelum EBP terjadi dan memungkinkan EBP berlangsung
19
ketersediaan bukti dan peralatan yang diperlukan (computer, internet Wi-Fi, alat
kepercayaan diri pada EBP untuk dapat mengakses, menafsirkan dan menggunakan
langkah selanjutnya secara efektif Proses EBP: mengajukan pertanyaan yang relevan;
7. Konsekuensi
pada bukti, perawat akan memilih opsi terbaik dari semua pilihan yang tertera dan
akan menghasilkan praktik keperawatan yang mungkin akan terjadi lebih lama tetapi
akan lebih efektif, hemt biaya serta memproduksi pasien yang dituju. Akan tetapi
pasti terdapat konsekuensi EBP tersebut seperti keselamatan pasien, efektivitas biaya,
8. Referensi empiris
konsep. Dalam hal ini, referensi empiris memperagakan bagaimana EBP dapat diukur
dalam praktik. EBP. Oleh karena itu diukur menggunakan tahap EBP dalam
mengimplementasikan rencana untuk diterapkan bukti dan hasil evaluasi. Ini bisa
20
EBP Non-EBP
Intervensi Intervensi
berdasarkan berdasarkan
paenelitian dan tradisi atau
riset budaya
Berbasis
Berbasis Bukti
Kebiasaan
Berdasarkan
literatur jurnal Berdasarkan
dan artikel mouth to mouth
penelitian
maupun kesehatan lingkungan, serta mereka juga sangat memperhatikan segala yang
pelayanan kesehatan yang dapat berhasil atau tidak. Hasilnya, praktik berbasis bukti atau
evidence based practice (EBP) Muncul sebagai jawaban dari pihak medis untuk
masyarakat (New house,et al.,2005). Perawat memegang peranan yang penting dalam
pelayanan rumah sakit, dimana perawat berada dengan pasien selama 24 jam. Perawat
tidak hanya berperan sebagai care giver namun juga sebagai client advocate, counsellor,
Kusnanto, 2003).
yang digabungkan untuk pada akhirnya menjadi suatu hal yang dapat digunakan dalam
21
praktik keperawatan. Selama ini kita sering menemui banyak intervensi atau praktik-
praktik dari tenaga medis yang hanya berpedoman pada “biasanya juga begitu” sebagai
contoh, sewaktu di pendidikan, cairan yang digunakan dalam perawatan luka adalah
Povidone-iodine 10%. Praktik ini dipakai “over and over”meskipun yang bersangkutan
menjelang pensiun bila diberi masukan, kadang-kadang jawaban yang ucapkan adalah
“biasanya juga begitu, pasien juga sembuh kok, kok repot... “ padahal menurut
penelitian baru air matang juga bisa di gunakan untuk perawatan luka (Evidence-Based
Nursing, 2008).EBP ternyata dapat memberikan suatu manfaat dalam kegunaannya. Hal
ini buktikan pula oleh penelitian (Belden, et al, 2012) tentang dampak evidence-based
diperkuat oleh penelitian dari (melnyk, et al, 2014) yang menyatakan bahwa penerapan
perawatan pasien. Selain itu juga, pembelajaran modul EBP atau EBN 1 pada
seorang perawat terhadap klien bukan hanya dengan berpedoman pada kebiasaan ata
"tradisi" Lama yang belum terbukti kebenarannya, tetapi berdasarkan kepada adanya
penelitian atau bukti terhadap kebenaran suatu tindakan atau pelayanan. Saat merawat
klien, sering kali perawat menemukan suatu kasus yang membutuhkan banyak
keputusan klinis yang penting. Pada masa seperti inilah diperlukan adanya bukti terbaik
bagi pelayanan yang terbaik. Selama ini. Pada perawat Non Evidence-Based practic
sebagian besar perawat hanya menggunakan ilmu atau yang diajarkan pada saat
22
menempuh pendidikan seperti kuliah Keperawatan, berdasar pada pengalaman yang ada,
serta prosedur yang terdapat di instansi tempat perawat tersebut praktik. Seringkali
pendekatan seperti ini bukan berdasar pada informasi terbaru. Yang dapat disimpulkan
Informasi terbaik adalah suatu bukti yang didapat lewat sebuah penelitian dengan
desain baik dan sistematis. Sumber informasi tersebut salah satunya adalah dari jurnal-
jurnal Ilmiah yang terpercaya, Sayangnya para perawat terkadang enggan untuk
meluaskan literaturnya, para perawat tidak memilik akses literatur untuk selalu
memperbarui pemahaman dan praktiknya Kepada klien berdasarkan pada suara fakta
terbaru yang terdapat pada penelitian. Para perawat biasanya hanya mengandalkan pada
pengalaman, kenyamanan klien, dan kebiasaan yang ada saat ini untuk menangani suatu
23
P : Population
Pertanyaan I : Intervention
Klinis
C : Comparison
O : Outcome
Tempat
Medline dan penyimpanan
Pengumpulan Cinahel data yang
Bukti Relavan komperhensif
Cocrane
Database Data gratis
Sistematik internet untuk
Tahapan – Refuse penyusunan
Tahapan bukti
Praktik EBP
National
Guideline Penyimpanan
Clearing data
house berpedoman
klinis
24
2.6 Tahapan – Tahapan Praktik Berbasis Bukti
EBP sebagai proses penelitian yang teratur ketika menentukan suatu keputusan
rasional sehingga bisa memberikan hasil parktik yang terbaik (Newhouse, et al., 2005).
Proses penelitian yang teratur dan bertahap akan memberikan kepastian dalam
menerima bukti terbaik sehingga bisa diterapkan ketika memberikan asuhan keperawatan
Penjelasan :
identifikasi jenis pertanyaan yang membutuhkan penjelasan dan yang tidak rasional.
Pikirkan problem yang berkaitan dengan waktu, biaya, atau yang tidak logis (Callister
et al., 2005). Ketika melakukan praktik klinis perawat dapat menggunakan pemicu
yang berfokus pada masalah dan pengetahuan untuk berpikir kritis mengenai masalah
keperawatan klinis operasional. Pemicu yang berfokus pada masalah adalah pemicu
yang pasti akan dihadapi perawat saat memberikan asuhan keperawatan. Contohnya,
saat merawat pasien yang tidak sadar, perawat akan berpikir, apa penyelesaian terbaik
yang dapat di terapkan untuk memberikan perawatan mulut klien? Contoh dari
insiden infeksi saluran kandung kemih pada unit keperawatan. Hal ini akan
25
memuculkan pertanyaan, “Bagaimana saya bisa meminimalisir kuantitas pasien yang
mengalami insiden di unit saya?” atau “Apakah cara terbaik yang bisa saya lakukan
Dari insiden yang dialami maka akan memunculkan pertanyaan yang bisa
perawat untuk menggali jawaban yang bersumber dari literatur sains yang mampu
pertanyaan yang baik dan kritis. Keempat unsur pertanyaan tersebut adalah
pertanyaan PICO (Melnyk dan Fineout-Overholt (2005) yang lebih jelasnya terdapat
26
Pertanyaan yang tidak dirumuskan dengan baik (seperti apakah solusi terbaik
untuk mengurangi insiden melindur? Apakah cara yang sesuai untuk mengukur
tekanan darah?) akan memunculkan sumber informasi yang tidak relevan sehingga
akan mengalami kendala dalam menemukan bukti. Format pertanyaan PICO akan
yang tidak berfokus pada intervensi, arti dari huruf I dapat terdiri dari “area minat”
ingatan (O) lulusan keperawatan (P) dengan pengalaman asisten sebelumnya (I)?
Bagaimana klien penderita fibrosis kistik (P) menilai kualitas hidupnya (O)?
dalam kondisi klinis. Jika perawat merumuskan pertanyaan dengan baik, bukti yang
tidak dimiliki perawat untuk parktik klinis menjadi lebih jelas. Contoh kesenjangan
pakai lebih valid dibandingkan dengan termometer oral elektronik untuk klien
Apakah terdapat perbedaan cedar pada trombosis vena dalam pada klien operasi
berat-molekul-rendah subkutan?
27
3) Terapi: Pertanyaan tentang pemberian terapi yang terbaik. Contoh: Apakah yang
paling efektif dalam meminimalisir konstipasi akibat pemberian opioid pada klienn
risiko penyakit. Contoh: Apakah pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) pada
5) Edukasi: Pertanyaan terkait pengajaran terbaik untuk rekan kerja, klien dan
anggota keluarga. Contoh: Apakah penggunaan alat bantu visual lebih efektif
6) Selalu kritis dan tidak egois dalam melakukan aktifitas klinis secara rutin dan
jangan merasa puas terhadap apa yang dilakukan. Selalu mengajukan pertanyaan
yang sesuai untuk bisa memberikan pelayanan yang baik kepada klien (Nggie,
2010).
Setalah mendapatkan hasil yang jelas dari pertanyaan sesuai PICO, maka perawat
bisa mencari sumber bukti dari pertanyaan tersebut. Perawat bisa mencari sumber dari
berbagai elemen misalnya kebijakan agensi dan manual prosedur, data peningkatan
kualitas, pedoman parktik klinis, atau data dasar yang sudah tersimpan dalam
komputer. Perawat bisa meminta bantuan kepada instansi fakultasnya dahulu untuk
Perawat juga bisa bisa mencari sumber informasi di petugas kepustakaan ilmiah
pertanyaan PICO ke dalam bahasa atau kata kunci yang dapat memunculkan hasil
yang terbaik. Ketika menuliskan kata kunci hasil yang yang diperoleh bisa jadi akan
28
membingungkan karena kosa kata yang ditampilkan memiliki arti yang berbeda.
dan Fineout-Overholt, 2005). Data ini tersedia secara gratis maupun berbayar.
Informasi yang disediakan bisa diakses melalui langganan institusi yang dibayar oleh
sekolah. Langganan tersebut disediakan oleh vendor. OVID merupakan salah satu
vendor yang familiar karena memiliki beberapa simpanan data dasar (Nggie, 2010).
Cochrane Database of Systematic Reviews adalah salah satu data dasar gratis yang
ada di internet yang memiliki sumber utama untuk menyusun bukti (bukti yang belum
ditinjau). Data dasar Cochrane merupakan artikel penuh dari peninjauan yang tersusun
secara sitematis dan protokol bagi tinjauan yang sedang dikerjakan. Kelompok
menyiapakan latar belakang, objektif, dan metode untuk tinjauan yang sedang
(NGC) merupakan simpanan data dasar yang disuport oleh AHRQ. NGC berisikan
pedoman klinis, ialah pernyataan yang di rangkai secara sistematis tentang strategi
perawatan untuk keadaan klinis spesifik yang melibatkan populasi klien spesifik juga.
Contoh pedoman klinis ialah asuhan keperawatan anak-anak dan remaja dengan
diabetes melitus tipe 1 dan pedoman praktik untuk perawatan orang dewasa dengan
3. Menilai Bukti
29
2015). Dalam melakukan penilaian bukti tersebut, evaluasi terlebih dahulu nilai
dengan orang yang ahli dalam bidangnya dan tentukan hasilnya yang paling sesuai
untuk diterapkan ketika praktik. Ketika sudah melakukan penilaian bukti, maka
perawat akan mampu menjawab pertanyaan, Apakah semu informasi yang telah
perawat peroleh menunjukkan bukti yang benar dan terpercaya? Bisakah perawat
Infomasi yang diperoleh dari sumber artikel memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
membahas tujuan penelitian atau pertanyaan klinis, topik atau pembahasan yang
kepentingan topik bagi pembacanya. Dan bisa terdapat bukti pendukung singkat
artikel tersebut ingin meneruskan atau tidak. Dan perawat bisa mengidentifikasi
apakah topik dari artikel yang dibaca sudah sesuai dengan pertanyaan PICO atau
hanya cukup berkaitan sehingga masih bisa memberikan informasi yang berguna
(Nggie, 2010).
Penulis bisa menyertakan latar belakang yang rinci terkait pembahasan topik
penelitiannya. Hal ini akan membuat sebuah argumen bagi penulis terhadap hasil
yang sudah diteliti. Jika artikel yang mengandung latar belakang tidak bisa
30
menjawab pertanyaan PICO dengan tepat, infomasi dari artikel yang telah dibaca
e. Narasi makalah, merupakan bagian inti dan berisi pembahasan dari topik yang
dibuat penulis. Dalam artikel klinis akan dibahas mengenai deskripsi populasi
klien, sifat penyakit klien, perubahan kesehatan, bagaimana klien terpengaruh, dan
terapi keperawatan ynag sesuai. Suatu artikel riset memiliki sub pembahasan yang
2. Metode atau desain: pada bagian ini menjelaskan penulis dalam menjawab
pertanyaan penelitian. Pada bagian ini, akan diketahui jenis penelitian apa yang
3. Hasil atau kesimpulan: setiap artikel klinis yang ditulis berisikan kesimpulan
dari topik yang sudah dibahas. Pada bagian artikel riset penulis akan
menjelaskan keterkaitan klinis dari topik yang sudah disajikan. Pada artikel riset
juga dijelaskan apakah hipotesis yang dibuat bisa diterima atau bahkan ditolak
4. Implikasi klinis: artikel riset akan mencakup bagian yang membahas apakah
dari artikel dan telah dinilai sesuai pertanyaan PICO, maka integrasikan hasil
31
temuan tersebut dari seluruh artikel yang telah dibaca guna menemukan status
sejauh mana artikel tersebut bisa menjawab pertanyaan perawat. Selain itu,
pertimbangkan pula apakah butki tersebut bisa diterapkan untuk satu klien saja
atau kelompok yang biasanya memiliki riwayat medis yang kompleks (Melnyk
4. Integrasikan Bukti
Setelah menumkan bukti yang dirasa sudah cukup kuat dan tepat ketika
bukti yang ditemukan sebagai langkah awal ketika melakukan intervensi pada
memandikan lansia yang cemas, maka perawat bisa menggunakan teknik yang
sudah didapatkan ketika memutuskan hasil bukti klinis dari artikel yang sudah
adalah evaluasi efek. Bagaimana cara kerja intervensi tersebut? Apakah efektif
praktik? Evaluasi yang diperoleh dapat berupa hasil yang sederhana misalnya
32
Penelitian Penelitian menghasilkan
Manajemen Hasil pengetahuan yang objektif
Penelitian Historis
Penelitian Korelasi
Penelitian
Eksploratoris
Penelitian Evaluasi
Penelitian
Deskriptif
Penelitian
Eksperimental
Penelitian
Kuantitatif
33
2.7 Tahapan – Tahapan Penelitian Keperawatan dalam EBP
Pengetahuan yang dihasilkan akan menjadi dasar ilmiah ketika praktik keperawatan dan
memutuskan efisiensi dari intervensi keperawatan (Metheny, el al., 1998, 1989, 1990,
(ICN) (1986) dan American Nurses Association (ANA). Dukungan yang ada merupakan
daya secara efisien dan efektif (Nggie, 2010). Terdapat 3 komponen dari penelitian
keluarga, atau komunitas) dan bukan pada yang memberikan pelyanan (perawat atau
dokter). Masalah pada penelitian hasil harus dapat diukur. Unsur-unsur hasil
mencakup hasil itu sendiri, cara pengamatan, karakteristik kritisnya, dan rentang
2. Metode Ilmiah
dijadikan acuan penelitian sehingga memiliki dapat terarah dan bisa mengahsilkan
34
Peneliti menggunakan metode ilmiah untuk memahami, menjelaskan,
(Nggie, 2010). Polit dan Beck (2004) menjelaskan ada beberapa karakterisitik
dan sitematik.
c. Peneliti mencoba mengendalikan faktor ekdternal yang tidak diteliti namun bisa
e. Ditujukan secara general untuk kelompok klien atas pengetahuan yang telah
sebagai berikut:
dengan fenomena. Contoh: penelitian pilot yang menguji program olahraga baru
kebijakan dapat terlaksana dengan baik. Contoh: penelitian yang mengukur hasil
35
promosi kepada orangtua dalam meningkatakan kemampuan dalam menaati
secara acak untuk menguji variabel tersebut. Contoh: suatu RCT membandingkan
1. Penelitian kuantitatif
Penlitian ini yang berdasarkan pengukuran dan kuantitatif yang rinci. Contohya
mengukur tingkat keparahan nyeri, tingkat pemulihan luka, dan suhu tubuh.
Penelitian kuantitatif berdasarkan data numerik, analisis statistik, dan kontorl untuk
antar-variabel dalam subjek penelitian (Polit dan Beck, 2004). Misalnya survei yang
dilakukan untuk mengukur persepsi perawat terkait kesediaan dokter untuk bekerja
berdasarkan program, parktik, prosedur atau kebijakan yang sedang dijalankan (Polit
dan Beck, 2004). Contohnya penelitian manajemen hasil. Penelitian evaluasi akan
36
menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan program. Jika terjadi
kegagalan maka akan diidentifikasi masalah dalam program tersebut serta alasan
2. Penelitian Kualitatif
wawancara atau tidak dalam bentuk nomerik. Penelitian kualitatif didasarkan analisis
Beck, 2004).
melibatkan pendeskripsian dan penafsiran dari tingkah laku kultural (Polit dan Beck,
2004). Contohnya, peneliti mengamati tingkah laku pada penderita Alzheimer yang
dihubungkan dengan antropologi, yang berfokus pada budaya suatu populasi (Nggie,
2010).
filsafat (Polit dan Beck, 2004). Penelitian ini berfokus pada pengalaman manusia
dan peneliti meminta untuk diceritakan kisahnya tentang fenomena yang diteliti
perempuan yang membantu penderita cedar otak traumatik yang berusia muda.
dan menganalisis data untuk membuat tori yang berdasarkan fenomena nyata (Polit
dan Beck, 2004). Contoh, ketika melakukan penelitian pada komunitas, sulit untuk
berinteraksi antara perawat dengan klien, Sheldon, et al. (2006) membuat kelompok
37
untuk membahas kesulitan dalam berkomunikasi sehingga bisa dibangun teori
pada hasil yang diharapkan. Proses tersebut harus didukung oleh pendekatan organisasi
dimana setiap individu turut berperan dalam upaya peningkatan QI secara kontinu. Hal
tersebut dapat dimulai dari budaya organisasi itu sendiri dimana setiap individu
terdapat banyak proses pelayanan tunggal. Ambil saja seperti peran seorang perawat,
ahli farmasi, ahli gizi, dokter, maupun sekretaris dan pembawa obat yang semuanya
atau QI. Memang pada dasarnya proses peningkatan QI harus dimulai dari tingkat staf
terlebih dahulu, dimana suatu masalah diidentifikasi, setiap anggota wajib mengetahui
standar praktik yang sesuai dengan kualitas yang ada. quality improvement (QI) di
pelayanan kepada pasien atau klien serta memenuhi segala kebutuhanya. Sedangkan
performance improvement (PI) yaitu suatu organisasi akan melakukan evaluasi serta
menganalisis performa saat ini untuk merumuskan tindakan atau upaya perbaikan
Sementara itu terdapat peran Komite QI yang dimana tugasnya adalah untuk
meninjau aktivitas pelayanan kesehatan yang dilakukan terhadap klien serta mengenali
kematian), volume tinggi ( aktivitas unit risiko), dan bidang masalah ( bagi klien, staf,
38
maupun instansi). Terkadang masalah yang ditemukan adalah masalah yang tidak
diperkirakan sebelumnya yang menyebabkan cedera fisik maupun psikologis yang berat
atau bahkan kematian. Setelah masalah teridentifikasi. Badan komite selanjutnya akan
menerapkan model resmi dalam rangka untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ada
banyak model PI dan QI, salah satunya. Ada banyak model PI dan QI, salah satunya
Plan (rencanakan). Peninjauan dilakukan pada data yang didapat untuk dipahami
Do (Lakukan). Penentuan tindakan atau intervensi yang dapat diterapkan dalam masalah
Study (pelajari). Setelah diterapkan, kemudian hasil dari perubahan yang sudah
diterapkan harus dievaluasi kembali tentang bagaimana dampak atau perkembangan dari
Act (tindak). Jika perubahan tersebut dinilai efektif dan dapat memecahkan masalah
bahkan meminimalisir peluang terulang kasus tersebut. Maka perubahan tersebut dalam
Setelah dilakukan perubahan praktik oleh komite QI, selanjutnya hasil perubahan
pada organisasi atau instansi tersebut. Penyampaian bisa dilakukan lewat diskusi rutin
yang diadakan dalam rangka membahas tentang peningkatan kualitas mengenai aktivitas
QI. Diskusi tersebut bisa berupa pertemuan staf, buletin, atau yang lainya. Pada intinya
komunikasi yang baik antar staf atau bagian harus terbangun guna meningkatkan
kualitas pelayanan yang baik kepada klien. Banyak hasil diskusi yang membawa tentang
39
Komite QI mengkaji tingkat
kualitas dan performa saat ini
Perubahan
QI yang pada akhirnya dapat menimbulkan kebijakan
perubahan besar atau
pada organisasi terbaru
sistem pelayanan
khusus dalam hal sistem yang berjalan serta standar prosedur yang ditetapkan Dalam
pemberian pelayanan dan peningkatan kualitas. Perubahan praktik yang ditentukan oleh
Penyampaian staf lewat
diskusi
komite QI tidak akan bertahan lama jika tidak adanya komunikasi dari komiet QI
dengan staf departemen penting yang ada di organisasi tersebut, selain itu organisasi
40
Peningkatan
Kualitas Performa
QI (quality PI (perfomance
improvement) improvement)
Ketidakmerata
an EBP
Fasilitas Tidak
tidak terbiasa
memadai Meneliti
Tidak
diberi Kompone
pertanggun n belum
gjawaban Faktor memadai
Penghamb
at
Minim
Kurangny
Pengetahua
a
n Bahasa
Dukungan
Asing
Perbedaan
tingkat Waktu
pendidika
n
41
2.9 Faktor – Faktor Penghambat dalam Pengaplikasian EBP
1. Model konsep Evidance-based Practice hanya berfokus di kota-kota besar baik yang
berada di dalam maupun luar negeri sehingga pada daerah-daerah pelosok atau
pedesaan yang terdapat di Indonesia belum berkembang. Hal itu terjadi karena
kurangnya informasi yang masuk antara pihak eksternal dari kota besar menuju
2. Pada perawat sendiri menyatakan tidak setuju bahwa pengetahuan mereka memadai
hasil penelitian akan tetapi dalam melakukan suatu penelitian mereka tidak terbiasa;
terdapat pada diri seorang perawat menyebabkan mereka tidak siap untuk
Ketika komponen yang terdapat pada diri perawat terpenuhi baik dari segi internal
atau klien sehingga memberikan kesan positif pada pasien serta membuat pasien
4. Faktor penghambat utama yaitu pemahaman bahasa asing yang minim dan
pengetahuan yang terbatas. Hal ini dapat terjadi kepada seorang perawat karena
kurang nya budaya literasi atau kurang keikutsertaannya dalam mengikuti kegiatan
pelatihan untuk pengembangan ilmu dan peningkatan keterampilan yang bisa didapat
42
5. Waktu dan pengetahuan merupakan hambatan utama yang di temukan dari berbagai
Evidance-based Practice
atau tugas dari seorang yang memiliki profesi maka pelayanan yang dihasilkan akan
berkualitas dan selalu bertumpu pada bukti – bukti yang mendukung kita ketika kita
8. Fasilitas yang kurang memadai apa lagi pada era 4.0 dimana majunya teknologi pada
saat ini sehingga ketersediaan komputer sangat penting. Seharusnya fasilitas harus
dikembangkan baik dalam institusi kesehatan atau pada saat proses penelitian. Dengan
adanya fasilitas seperti komputer yang tersambung internet akan memudahkan profesi
kesehatan untuk mencari sumber – sumber ilmiah yang mendukung dalam pemberian
asuhan keperawatan kepada klien. Sumber – sumber ilmiah yang terdapat di internet
seperti jurnal, artikel ilmiah, dan riset hasil penelitian dapat dijadikan bukti sebagai
yang ditempuh oleh individu maka semakin banyak pula pengetahuan yang
didapatkan oleh individu tersebut. Ketika pengetahuan yang didapat oleh seorang
individu sangat banyak atau meluas, kompetensi yang dimiliki oleh individu tersebut
43
akan mengikuti pengetahuan yang didapatkannya. Kompetensi ini akan melahirkan
Pendekatan buku resep keperawatan didasarkan pada suatu bukti – bukti yang
relevan terhadapa pasien mengenai suatu permasalah kondisi klinisnya. Dalam hal ini
perawatan tidak bersifat individualitas bergantung pada perawat saja. Akan tetapi,
pasien juga perlu dan berhak mengetahui suatu tindakan yang akan diberikan
kepadanya. Perawat akan menggali semua bukti – bukti yang mendukung pasien
dialami oleh pasien akan memberikan tantangan baru bagi perawat untuk
tersebut. Penyelesaian ini tentunya didasarkan pada EBP dalam keperawatan. Dengan
terbaik bagi pasien dan tidak merugikan pasien. Penggabungan keahlian klinis harus
seimbang dengan resiko dan manfaat dari tindakan klinis yang diberikan kepada
pasien. Resiko yang mungkin terjadi dapat teratasi dengan keprofesionalitasan serta
keahlian seorang perawat sehingga tidak menimbulkan masalah yang terjadi bagi
Seperti yang kita ketahui bahwa pasien adalah manusia yang unik serta berbeda –
beda sifat dan karakteristiknya. Kita mengetahui bahwa di dalam diri pasien terdapat
banyak faktor pendukung atau sejahtera kondisi pasien, salah satunya adalah
asuhan keperawatan, perawat harus mengerti mengenai variasi budaya yang dimiliki
oleh seorang pasien karena bisa jadi kondisi klinis yang dialami pasien berkaitan
44
dengan variasi kebudayaan. Meskipun EBP mencegah perhatian mengenai masalah
kondisi dan situasi apapun. Keunikan seorang pasien harus diperhitungkan oleh
tersebut yang telah saya jabarkan merupakan salah satu komponen terpenting dalam
pengaplikasian EBP.
Intervensi yang diberikan bukan sembarangan intervensi. Akan tetapi, intervensi yang
diberikan kepada pasien. Bukti – bukti tersebut dapat digali dengan adanya suatu
kasus yang telah ditemukan solusinya sesuai dengan tahapan – tahapan berdasarkan
EBP baik dalam bentuk diskusi maupun kerja sama. Selain itu, peran perawat dalam
pasien sehingga terjadi suatu hubungan saling percaya yang dihasilkan di kedua belah
pihak. Dalam praktik EBP sangat menjunjung tinggi kompetensi, pengetahuan, serta
keperawatan ataupun intervensi tidak hanya menganut terhadap hal – hal umum saja
melainkan sumber – sumber ilmiah yang relevan dan terpecaya yang dapat diakses
bermutu dan berkualitas dapat diberikan berdasarkan bukti – bukti yang tertera. Hasil
penelitian juga sangat diperlukan dalam intervensi kepada pasien. Selain itu, hasil
penelitian merupakan salah satu bentuk bukti terhadap pengimplementasian EBP. Hal
ini dapat dibuktikan dengan penerapan hasil penelitian terhadap kasus yang terjadi.
45
Namun demikian, hasil penelitian yang tertera harus mempunyai korelasi dengan
kondisi klinis pasien dalam proses penanganannya. Perawat perlu memerhatikan hasil
penelitian tersebut yang relevan dengan pasien sehingga dalam proses penanganannya
46
dengan derajatkegawat-daruratan yang dihadapi (Depkes, 2005). Uji &Sukraeny
tahun 2015 pada penelitianya di salah satu rumah sakit swasta Semarang
menyebutkan bahwa berdasarkan observasi dan penilaiandokumentasi triase pada file
pasien ketepatan penilaian triage padabulan Januari 2015 94,24% dan Februari 2015
95,95%.
Menurut Tanabe et al,(2004) bahwa triase yang bersifat mendunia, antara lain
Emergency Severity Index (ESI).Sistem ESI dikembangkan di negara Amerika dan
negara Kanada oleh perkumpulan perawat emergensi dan dokter spesialis emergensi.
ESI banyak diterapkan diAsia, Australia dan Eropa, termasuk rumah sakit di
Indonesia. ESI terdiri 5 skala prioritas, yaitu :
47
d. Prioritas 5 (label putih) adalah pasientidak memerlukan sumber daya. Pasien hanya
dilakukananamnesis dan pemeriksaan fisik saja
Jurnal Ke-1
1. Judul
2. Peneliti
3. Ringkasan Jurnal
berbasis bukti. Sedikit yang diketahui tentang bagaimana praktik berbasis bukti
(EBP) diintegrasikan dalam perawat darurat. Praktik berbasis bukti (EBP) diterima
secara luas sebagai komponen inti dari pendidikan profesional bagi para
bukti terbaik dari penelitian yang kuat, dokter ' keahlian, dan pasien ' nilai-nilai dan
keterampilan terkait.
4. Tujuan Penelitian
pendidikan yang mempromosikan EBP dan hasil mereka di antara perawat darurat,
48
dokter dan peneliti tentang e ff Intervensi pendidikan yang efektif cocok untuk
KELEBIHAN
Keandalan. Ulasan ini akan berguna untuk dokter dan peneliti keperawatan
keperawatan darurat.
KEKURANGAN
Tinjauan mungkin dibatasi oleh bias publikasi karena literatur abu-abu adalah
di ffi kultus untuk mendapatkan dan tidak dicari. Bias bahasa juga
yang disertakan. Semua kecuali satu studi asli menggunakan desain studi
kelemahan desain studi [25] . Oleh karena itu akan diinginkan untuk uji coba
terkontrol secara acak untuk digunakan dalam studi masa depan tentang
1) Problem
EBP yang tidak memadai, hambatan organisasi, beban kerja yang berat, hambatan
informasi dan bagaimana menilai bukti secara kritis, akses terbatas ke sumber
49
daya yang memfasilitasi EBP, dan kurangnya studi yang kuat di e ff efektivitas
2) Intervensi
3) Comparation
PENELITI
HASIL
studi memiliki nilai yang sangat signifikan fi cant atau signi fi hasil tidak
tidak bisa atau sangat signifikan fi tidak bisa e ff efek pada manfaat pasien fi
perbaikan tidak bisa pada perawat ' pengetahuan tentang EBP. Semua
4) Outcome
bukti untuk hasil ini sederhana. Ulasan ini menyarankan bahwa tutorial tatap
muka dan / atau paket pembelajaran mandiri adalah e ff strategi pendidikan yang
efektif untuk mengajar EBP di ED. Saat merancang dan melaporkan intervensi
50
untuk memberikan deskripsi transparan tentang apa yang telah dilakukan dan
penilaian yang relevan harus ditangani. Akhirnya, di masa depan, uji coba
pendidikan.
Jurnal Ke-2
1. Judul
2. Peneliti
3. Ringkasan Jurnal
Pendekatan bundel perawatan adalah salah satu strategi yang digunakan untuk
kelompok pasien yang berbeda, namun, belum diuji pada pasien dengan cedera
otak traumatis yang parah. Perawat darurat memainkan peran penting dalam
perawatan awal pasien dengan Traumatic Brain Injury (TBI) parah dan sering
keperawatan darurat termasuk posisi pasien, aplikasi kerah serviks, dan jenis dan
salah satu strategi untuk meningkatkan integrasi bukti penelitian ke dalam praktik
51
4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dampak dari penerapan bundel
perawatan pada manajemen keperawatan darurat awal pasien dengan cedera otak
Kelebihan
Kekurangan
- Kedua, perawatan gawat darurat pasien TBI berat juga melibatkan tenaga
1) Problem
TBI yang parah adalah masalah global dan merupakan masalah utama dan
meningkat, sebagian besar disebabkan oleh parahnya dan dampak kecelakaan lalu
lintas jalan. Jadi, sejumlah besar orang yang menderita TBI, dan TBI yang sangat
khusus juga dihadapi perawat darurat yang memainkan peran utama dalam
karena mereka bertanggung jawab atas keputusan penting perawatan pasien, dan
52
bersama pasien selama keseluruhan episode Departemen Gawat Darurat (ED)
mereka. perawatan.
2) Intervention
darurat awal pasien dengan TBI parah. Pasien yang memenuhi syarat untuk
UGD dengan TBI parah, ditentukan dengan skor GCS 8 atau kurang pada saat
3) Comparation
Street,
dari manajemen klinis perawat darurat pada pasien dengan cedera otak
4) Outcome
darurat berbasis bukti yang konsisten untuk pasien dengan TBI parah,
mengurangi variasi yang tidak perlu dalam asuhan keperawatan dan mengurangi
proses, dan sumber daya lokal untuk penggunaan maksimum dalam lingkungan
53
klinis yang sibuk. Pada manajemen perawatan darurat awal pasien dengan TBI
parah, namun, temuan dari penelitian ini dapat diterapkan pada berbagai konteks
sumber daya yang rendah dan kondisi klinis. Pendekatan bundel perawatan
2.13 Pembahasan
pelaporan untuk memberikan deskripsi transparan tentang apa yang telah dilakukan
dan ditemukan. Hal tersebut sesuai dengan tahapan EBP merumuskan pertanyaan
identifikasi jenis pertanyaan yang membutuhkan penjelasan dan yang tidak rasional.
Pikirkan problem yang berkaitan dengan waktu, biaya, atau yang tidak logis. Dengan
perawat darurat ini hasilnya menjanjikan. Sehingga evaluasi keputusan praktik atau
perubahan dari penelitian ini menyarankan bahwa tutorial tatap muka dan / atau
paket pembelajaran mandiri adalah strategi pendidikan yang efektif untuk mengajar
EBP.
54
2. Pembahasan Jurnal
salah satu strategi yang digunakan untuk meningkatkan konsistensi, kualitas dan
memainkan peran penting dalam perawatan awal pasien dengan Traumatic Brain
Injury (TBI) parah dan sering membuat keputusan independen terkait perawatan
darurat pasien ini. Keputusan keperawatan darurat termasuk posisi pasien, aplikasi
kelamin, usia, mekanisme cedera, dan sistem rujukan pasien dengan TBI parah tidak
secara statistik dalam karakteristik klinis pasien dengan TBI parah dalam hal
tekanan darah sistolik minimum dengan pasien yang lebih hipotensi pada kelompok
pretest . Ada dua kematian pada kelompok pretest dibandingkan dengan tidak ada
kematian pada kelompok post-test dan lebih banyak pasien dari kelompok post-test
manajemen klinis perawat darurat pasien dengan TBI parah memberikan hasil Ada
perubahan positif yang signifikan dalam perawatan klinis pasien dengan TBI parah
(3) Frekuensi denyut nadi dan penilaian tekanan darah (55 0% vs 88 0%)
(4) Dan posisi pasien dengan ketinggian kepala tempat tidur 30 derajat (6 3% vs. 75
0%)
55
Hal ini sesuai dengan analisis EBP adalah berprioritas pada pemberian
yang dapat mengarah pada peningkatan hasil klinis dan peningkatan kondisi
penting seperti ETCO 2 pemantauan jelas dianjurkan pada semua pasien yang
diintubasi (BTF 2007b) untuk memastikan penempatan tabung yang benar dan
iskemia serebral.
disediakan di area area resusitasi dewasa sebagai prompt visual. Dimana ada
56
Ketiga, ada peningkatan yang signifikan secara statistik pada posisi pasien
dengan elevasi kepala tempat tidur hingga 30 derajat setelah implementasi bundel
perawatan. Posisi pasien yang tepat adalah tanggung jawab perawatan dasar dan
untuk pasien dengan TBI parah, peninggian kepala tempat tidur hingga 30 derajat
serebral.
perbedaan ini tidak mencapai signifikansi statistik, imobilisasi tulang belakang leher
pada pasien trauma merupakan tanggung jawab perawatan darurat inti, sehingga
dapat dikatakan bahwa hal itu memiliki signifikansi klinis yang tinggi.
Setelah menumkan bukti yang dirasa sudah cukup kuat dan tepat ketika
dianjurkan pada semua pasien yang diintubasi (BTF 2007b) untuk memastikan
level. Kapnografi merupakan elemen penting dalam perawatan pasien dengan TBI
iskemia serebral (Price dkk. 2003, Mittal dkk. 2009). Deteksi perkembangan
57
hiperkapnia (ETCO 2> 40 mmHg) juga penting karena diketahui menyebabkan
dan menempatkan pasien pada risiko cedera otak sekunder (Winter dkk. 2005, Mittal
2. Terkait dengan posisi elevasi pada kepala Bahwa posisi pasien yang tepat
adalah tanggung jawab perawatan dasar dan untuk pasien dengan TBI
menurunkan TIK dengan memfasilitasi aliran keluar vena serebral (Harga dkk. 2003,
Reed 2011, Mittal dkk. 2009). Untuk setiap 10 derajat ketinggian kepala,
dilaporkan bahwa ICP rata-rata turun sebesar 1 mmHg (Wong 2000). Oleh
karena itu, disarankan agar pasien dengan TBI parah harus dirawat dengan posisi
kepala sekitar 30 derajat, jika cedera lain memungkinkan (Harga dkk. 2003,
Reed 2011,Mittal dkk. 2009). untuk mengangkat kepala tempat tidur kira-kira 30
derajat.
3. Penggunaan kalung serviks dengan ukuran yang sesuai dan aplikasi yang
sesuai (dipasang dengan benar) dari kalung serviks penting untuk pasien dengan TBI
parah. Rotasi kepala, flek atau ekstensi leher, atau kompresi karena aplikasi collar
serviks yang longgar atau terlalu ketat dapat menghalangi aliran vena serebral,
ICP (Price dkk. 2003, McQuillan & Thurman 2009). Sesi edukasi yang berfokus
pada pentingnya penggunaan kalung serviks dengan ukuran yang sesuai dan
penerapan kalung serviks yang sesuai, terutama pada pasien dengan TBI parah,
58
Sehingga pada tahap Evaluasi Keputusa Praktik atau Perubahan Ketika
evaluasi efek.
darurat pasien dengan TBI parah memberikan hasil Ada perubahan positif yang
signifikan dalam perawatan klinis pasien dengan TBI parah di empat area utama:
4. Dan posisi pasien dengan ketinggian kepala tempat tidur 30 derajat (63% vs
750%)
59
Bab III
PENUTUP
1.
3.1. Kesimpulan
tindak keperawatan akan memberikan pelayanan yang terbaik dan berkualitas dalam
kondisi klinis pasien. Keadaan sehat pasien sangat berkaitan dengan tindakan
didasarkan pada EBP menekankan pada bukti – bukti yang ada sekaligus relevansi
terhadap kondisi klinis pasien. Bukti – bukti yang dapat ditemukan dapat berasal dari
sumber – sumber riset hasil penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, bukti – bukti juga
dapat ditemukan melalui internet dengan mencari jurnal penelitian atau artikel ilmiah
yang relevan dengan masalah atau kondisi klinis dari pasien. Perawat dalam
kepada pengetahuan, keterampilan serta kompetensi nya. Hal tersebut sangat berpengaruh
EBP terbentuk dari adanya komponen – komponen tersebut yang mendukungnya untuk
khususnya pada asuhan keperawatan. EBP mempunyai fungsi tersendiri selain ditekankan
60
pada praktik berbasis bukti. Fungsi – fungsinya yaitu sebagai metode untuk mengevaluasi
komponen – komponen pendukung EBP dalam pelayanan kesehatan. Disamping itu, saat
3.2. Saran
dalam intervensi kepada pasien. Karena ketika EBP dilakukan dengan baik, maka pasien
yang dirawat akan menerima dampak yang baik pula. Maka dari itu, pengetahuan
mengenai EBP harus di perlu diperhatikan bagi para tenaga kesehatan khususnya perawat
yang dituntut untuk profesionalitas tinggi dengan berbagai kompetensi dan skill.
61
DAFTAR PUSTAKA
62
Setyawati,Anita,dkk, 2017. Peningkatan Pengetahuan Perawat dan Bidan Tentang Evidence-
Based Practice Melalui Pelatihan Penerapan Evidence-Based Practice. Bandung. :
Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 6, No. 1, Maret 2017: 53 – 56.
Chiwaula, C.H., dkk. 2018. Evidence Based Practice: A Concept Analysis. Zimbabwe,
Malawi. Imedpub journal. Vol. 5 No. 5:73.
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/25247/6.%20BAB%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
63