Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH K3 DAN PASIEN SAFETY “EBP UNTUK PENINGKATAN PASIEN

SAFETY”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:

1. ADE FAIS AHMADI (203210001)


2. AGUS PRASETYO (203210002)
3. AINIYATUL MARDIAH (203210003)
4. ALIFAH DEVA SEPTIANA (203210004)
5. ALVI NUR APRILIA (203210005)
6. ANITA RAHMABANGUN (203210006)
7. BADRIYAH (203210007)
8. DIANA SULISTYAWATI (203210008)
9. EKA ERNA WIDYA N. (203210010)
10. FITRIANI NABILA (203210011)
11. IKE FITRIATUS S. (203210013)
12. IRSA KOMBADO (203210014)
SEMESTER/KELAS : 3/A
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta
karunia-Nya sehingga makalah dengan berjudul “EBP Untuk Peningkatan Pasien Safety”
dapat selesai.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas dari Ibu Siti
Munawaroh.,S.Kep.Ns.M.Kep pada mata kuliah K3 dan Pasien Safety. Selain itu,
penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang”EBP Untuk
Peningkatan Pasien Safety”

Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Siti


Munawaroh.,S.Kep.Ns.M.Kep selaku dosen mata kuliah K3 Dan Pasien Safety. Berkat tugas
yang diberikan ini, dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang
diberikan..

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu Kami memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Kami juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Jombang, 22 Desember 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang................................................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah.............................................................................................. 2

1.3.Tujuan................................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian EBP.................................................................................................. 3

2.2.Tujuan EBP........................................................................................................ 4

2.3.Tantangan Terhadap Riset Keselamatan Pasien................................................ 4

2.4.Langkah-Langkah Implementasi EBP............................................................... 5

2.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi EBP........................................................... 6

2.6.Model EBP......................................................................................................... 8

2.7.Komponen-Komponen Pendukung EBP........................................................... 9

2.8.Study Kasus EBP............................................................................................... 13

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan........................................................................................................ 20

3.2.Saran.................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Praktik keperawatan sangat berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang diberikan


kepada seorang klien. Praktik keperawatan didasarkan pada komponen – komponen
penting yang ada sehingga saat melakukan praktik keperawatan akan meminimalisir
resiko yang mungkin saja terjadi. Praktik keperawatan tentunya dilakukan oleh seorang
perawat yang telah lulus bersekolah di perguruan tinggi yang telah mendapatkan ilmu –
ilmu keperawatan sebagai dasar atau pedoman di dalam melakukan tindakan
keperawatan. Kualitas pengobatan atau kesembuhan seorang pasien bergantung kepada
perawat karena memegang peranan penting terhadap kesembuhan pasien. Perawat setiap
hari akan bertemu langsung dengan pasien sehingga ketika terjadi hal – hal yang aneh
atau masalah lainnya itu semua adalah tanggung jawab seorang perawat. Oleh karena itu,
perawat harus memberikan pelayanan yang bermutu, berkualitas, dan terbaik kepada
pasien. Namun demikian, tidak seperti yang kita bayangkan.

Kebanyakan perawat belum bisa melakukan hal itu dengan baik. Mereka memberikan
pelayanan terutama dalam asuhan keperawatan kepada klien tidak didasarkan bukti –
bukti atau mengikuti budaya saja yang diketahuinya tanpa ada sumber – sumber bukti
yang kuat dalam membuktikan pelayanannya yang ia berikan. Hal ini mungkin akan
beresiko terhadap pasien. Intervensi yang tidak didasarkan pada pengalaman atau bukti –
bukti yang mendukung dan relevan dengan pasien akan membahayakan jiwa pasien
karena perawat sendiri kurang aspek pengetahuan serta keterampilan dalam
menyelesaikan kondisi klinis pasien. Oleh sebab itu, pengumpulan bukti – bukti,
pengalaman dalam tindakan keperawatan, keterampilan serta pengetahuan sangat penting
dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan berkualitas bagi seorang pasien.

Keterkaitan antara masalah yang dilakukan oleh perawat dalam praktik keperawatan
disebabkan karena perawat kurang mengaplikasikan EBP dalam tugasnya untuk
memenuhi pelayanan kesehatan. EBP menekankan kepada perawat agar profesional
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Profesional seorang perawat akan
memberikan keuntungan bagi pasien. Perawat harus menerapkan konsep EBP di dalam
praktik keperawatan karena EBP akan memberikan kefektivitasan dalam menangani

1
segala permasalahan yang ada berdasarkan bukti – bukti hasil riset penelitian yang telah
dilakukan berdasarkan penelitian.

Pengaplikasian EBP dalam praktik keperawatan tentunya akan menjadi dasar scientific
dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal pemberian intervensi kepada pasien
sehingga intervensi yang telah diberikan dapat dipertanggungjawabkan dengan bijak.
Perlunya pengaplikasian EBP diterapkan di semua profesi kesehatan baik dokter,
apoteker maupun ners. Dengan pengaplikasian EBP di dalam pelayanan kesehatan akan
memberikan dampak positif bagi pasien, perawat, dan institusi kesehatan.

1.2.Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian EBP ?


2. Apa tujuan EBP ?
3. Bagaimana tantangan terhadap riset keselamatan pasien?
4. Bagaimana langkah-langkah implementasi EBP?
5. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi EBP?
6. Bagaimana model EBP?
7. Bagaimana komponen-komponen pendukung EBP?
8. Bagaimana study kasus EBP

1.3.Tujuan

1. Menjelaskan pengertian
2. Menjelaskan tujuan EBP
3. Menjelaskan tantangan terhadap riset keselamatan pasien
4. Menjelaskan langkah-langkah implementasi EBP
5. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi EBP
6. Menjelaskan model EBP
7. Menjelaskan komponen-komponen pendukung EBP
8. Menjelaskan study kasus EBP

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian EBP

Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses  (EBP) keperawatan adalah


proses untuk menentukan, untuk menentukan, menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah
terbaik dari literature keperawatan maupun medis untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP merupakan salah satu langkah empiris untuk
mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian dapat diimplementasikan pada lahan
praktik yang berfokus pada metode dengan critical thinking   dan menggunakan
menggunakan data dan data dan penelitian yang penelitian yang tersedia secara
maksimal.

EBP (Evidence Based Practice) merupakan suatu kegiatan di mana dilakukan penelitian
atau riset tentang suatu studi. Dalam mengevaluasi kemajuan dalam keselamatan
pasien dibutuhkan pengukuran keselamatan pasien meliputi dua tindakan keseimbangan :

1. Menyeimbangkan keinginan terhadap suatu pengukuran yang bersifat lebih global,


meskipun lebih bias tentang keselamatan pengukuran yang lebih fokus tetapi biasnya
lebih sedikit (kuat). Suatu pengukuran global pengukuran global yang dapat yang
dapat di terapkan untuk semua pasien (misalnya mortalitas di rumah sakit) memiliki
bias yang ekstrem karena tidak adekuatnya penyesuaian terhadap risiko dan
kurangnya pertimbangan terhadap  preferensi  pasien pengukuran yang spesifik
(misalnya infeksi aliran vena sentral  bersifat sangat kuat tetapi pengukuran ini
ukuran ini hanya menargetkan sekelompok kecil pasien. Banyak pengukuran spesifik
di perlukan untuk mencangkup keseluruhan populasi pasien
2. Meneruskan keseimbangan antara pengukuran yang baik (valid dan andal ) yang
memungkinkan untuk di lakukan mengingat sumber daya yang terbatas. Penggunaan
sumber data yang relatif mudah dan tidak mahal, misalnya data administratif untuk
pengukuran seperti trombosit vena dalam, merupakan pengukuran yang dapat di
terapkan tetapi memiliki korelasi yang buruk dengan data kajian rekam medis untuk
mengatasi hal ini maka penting untuk :
a. Mengurangi kuantitas namun bukan kualitas data
b. Mempertimbangkan validitas suatu pengukuran pada dua tingkat :

3
 Dominan keselamatan pasien : jika hal ini merupakan suatu hasil, apakah akan
mewakili aspek penting dari mutu dan apakah salah satu dari variasi pada praktik
di antara organisasi atau intervensi yang meningkatkan hasil menunjukkan hal ini
secara umum dapat di cegah jika ini adalah suatu penilaian proses, apakah bukti
menunjukkan  proses, apakah bukti menunjukkan intervensi akan memperbaiki
hasil.
 Rancangan studi apakah yang di gunakan untuk mengukur dominan keselamatan
pasien apakah protokol riset yang terdevinisi dengan baik,  perangkat
pengumpulan  perangkat pengumpulan data, data base yang di yang di rancang
dengan baik, rencana  pengendalian mutu yang jelas, dan rencana analisi yang
mendetail rancangan acak berkelompok (cluster-randomised desigh) rancangan
trial kelompok (stepped wadge-trial desigh ) atau rancangan percobaan ( srial
waktu) ( quasi – experimental ) ( time series ) dapat di gunakan. Karena sebagian
besar studi cenderung merupakan studi rancangan pre-post maka merupakan hal
yang  penting untuk menyesuaikan dengan bias riwayat atau perubahan pada
kinerja seiring waktu.

2.2.Tujuan EBP

Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam praktek


keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan memberikan hasil yang
terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Selain itu juga, dengan
dimaksimalkannya kualitas perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan
lama perawatan bisa lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan (Madarshahian et
al ., 2012).

2.3.Tantangan terhadap riset keselamatan pasien

Tantangan berikut perlu diatasi untuk menerapkan suatu riset yang elektif dan kerangka
kerja peningkatan mutu yang meliputi :

1. Membangun Kapasitas
Satu-satunya cara untuk membangun momentum pada bidang riset keselamatan
adalah dengan memberikan pendidikan formal tentang tentang metode riset,
pengajaran, dan pengalaman riset terstruktur kepada tenaga kesehatan . tenaga
kesehatan juga disarankan untuk mendapatkan gelar master atau doktoral pada bidang

4
kerjanya. Karena terbatasnya waktu, maka untuk tahap awal dapat dilakukan pelatihan
(workshop) selama seminggu untuk membantu memahami konsep. Keterampilan
evaluasi dapat diperoleh dengan berpartisipasi pada kursus yang lebih panjang. Untuk
memberikan panduan yang sama untuk pelatihan pada riset keselamatan pasien, maka
WHO telah menyusun panduan untuk memberikan pengajaran di seluruh dunia
dengan seluruh dunia dengan cara atau format yang terstandardisasi.
2. Menciptakan Infrastruktur
Suatu kebijakan perlu disusun untuk memastikan adanya pertukaran informasi antara
klinisi dan penyusun metode. Satu cara untuk melakukan hal ini adalah dengan
mengadakan pertemuan multidisiplin untuk membahas disiplin kerja klinis dan riset
kuantitatif secara bersamaan.
3. Mengevaluasi rasio biaya-manfaat untuk upaya peningkatan mutu
Peneliti perlu memiliki kemampuan untuk menjelaskan rasio biaya-manfaat dari
intervensi, misalnya mempekerjakan staf baru atau membeli peralatan baru, agar para
pemimpin senior dan badan regulatori dapat membuat keputusan yang sudah
diumumkan sebelum yang sudah diumumkan sebelum mewajibkan penerapan praktik
yang aman.

2.4. Langkah-langkah Implementasi EBP

Terdapat tujuh langkah yang harus dilewati ketika akan mengimplementasikan


suatu Evidence Based Practice yaitu (Melnyk & Fineout-Overholt, 2011):

a. Menumbuhkan semangat terhadap penelitian


Sebelum memulai dalam tahapan yang sebenarnya didalam EBP, harus ditumbuhkan
semangat dalam penelitian sehingga klinikan akan lebih nyaman dan tertarik
mengenai pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan perawatan pasien.
b. Merumuskan pertanyaan klinis dalam format PICOT
Pertanyaan klinis dalam format PICOT untuk menghasilkan evidence yang lebih baik
dan relevan.
P : Patient Population (kelompok / populasi pasien)
I : Intervention or : Intervention or Issue of Interest (intervensi Issue of Interest
(intervensi atau issue yang atau issue yang menarik) menarik)
C : Comparison intervention of group (perbandingan intervensi didalam populasi)
O : Outcome (tujuan)

5
T : Time frame (waktu)
c. Mencari dan mengumpulkan literatur evidence yang berhubungan
Mencari evidence yang baik adalah langkah pertama didalam penelitian, untuk
menjawab pertanyaan tindakan  pertanyaan tindakan dengan melakukan s dengan
melakukan systematic reviews ystematic reviews dengan mempertimbangkan dengan
mempertimbangkan level kekuatan dari evidence yang digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan (Guyatt & Rennie, 2002).
d. Melakukan telaah atau penilaian kritis terhadap evidence
Langkah ini merupakan langkah vital, didalamnya termasuk penilaian kritis terhadap
evidence. Kegiatannya meliputi evaluasi kekuatan dari evidence tersebut, yaitu
tentang kevalidan dan kegeneralisasiannya.
e. Mengintegrasikan evidence terbaik dengan pengalaman klinis dan rujukan serta nilai-
nilai
pasien didalam pengambilan keputusan atau perubah  pasien didalam pengambilan
keputusan atau perubahan. Konsumen dari jasa pelayanan kesehatan menginginkan
turut serta dalam proses pengambilan  pengambilan keputusan keputusan klinis dan
hal tersebut tersebut merupakan merupakan tanggung tanggung jawab etik dari
pemberi pelayanan  pemberi pelayanan kesehatan dengan melibatkan kesehatan
dengan melibatkan pasien didalam peng pasien didalam pengambilan keputusan
ambilan keputusan terhadap tindakan (Melnyk & Fineout-Overholt, 2005).
f. Mengevaluasi tujuan di dalam keputusan praktis berdasarkan evidence.
Pada tahap ini dievaluasi EBP Pada tahap ini dievaluasi EBP yang dipakai, bagaima
yang dipakai, bagaimana atau sejauh mana perubahan na atau sejauh mana perubahan
yang dilakukan berefek terhadap tujuan pasien atau apakah efektif pengambilan
keputusan yang dilakukan.
g. Menyebarluaskan tujuan EBP atau perubahan
Sangat penting menyebarluaskan EBP baik yang sesuai ataupun yang tidak s ataupun
yang tidak sesuai, dengan esuai, dengan cara melakukan oral atau poster presentation
diwilayah local, regional, nasional atau internasional.

2.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi EBP

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi implementasi hasil temuan


penelitian di tatanan praktek keperawatan, yaitu : karakteristik dari cara adopsi (nilai
penelitian keperawatan, kemampuan, dan kesadaran perawat), karakteristik organisasi

6
(setting, hambatan, dan keterbatasan), karakteristik dari inovasi (kualitas penelitian), dan
karakteristik dari pola komunikasi (cara penyampaian dan akses ke penelitian) (Munten,
Bogaard, Cox, Garretsen, & Bongers, 2010).

Satu studi kualitatif dari Rapp, Doug, Callaghan, & Holter (2010) menyatakan bahwa
hambatan yang ada saat implementasi EBP di tatanan klinis keperawatan adalah : sikap
dari supervisor, sikap dari praktisioner, sikap dari anggota lain dalam suatu organisasi,
stakeholder, dan pendanaan. Selain itu, suatu hasil penelitian dapat diimplementasi
ketika memenuhi hal-hal di bawah ini (Munten et al., 2010; Gerrish, McDonnell, et al.,
2011; Gerrish, Guillaume, et al., 2011; Wilkinson, Nurs, Nutley, & Davies, 2011) :

1. Evidence tersebut bersifat ilmiah dan sesuai dengan konsensus pihak professional ahli
dan sesuai dengan pilihan pasien.
2. Evidence tersebut memiliki konteks fitur pembelajaran yang dapat memberikan
tranformasi pemikiran para pemimpin organisasi dan memiliki mekanisme
pemantauan umpan balik yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3. Evidence tersebut sesuai dengan strategi, ketersediaan sumber daya, nilai dan konteks
budaya, serta gaya kepemimpinan dalam organisasi.
4. Evidence dapat dievaluasi.
5. Terdapat masukan dari para fasilitator ahli.

Salah satu fasilitator yang dapat digunalan adalah perawat senior dengan pengalaman
klinis dan jenjang pendidikan yang memadai. Tugasnya adalah memanajemen dan
mempromosikan penyerapan pengetahuan baru. Dalam hal memanajemen, fasilitator
bertugas mengumpulkan/menghasilkan berbagai temuan penelitian, bertindak sebagai
sumber informasi bagi perawat klinis, mensintesis temuan penelitian, dan menyebarkan
hasil tersebut naik secara formal dan informal. Dalam hal mempromosikan, fasilitator
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan perawat klinis melalui peran modeling,
pengajaran, dan fasilitasi pemecahan masalah klinis.

Selain itu, juga terdapat beberapa tipe pertanyaan berbeda ketika membahas tentang
penelitian intervensi klinis, yaitu apakah intervensi tersebut bekerja (efficacy), apakah
intervensi tersebut sama jika digunakan di beberapa populasi klinis (effectiveness),
apakah intervensi ini baik jika dibandingkan dengan terapi lain (equivalence), apakah
intervensi ini aman, dan apakah intervensi ini bersifat efektif dari segi pembiayaan
(costeffective) (Forbes, 2009; Bulechek et al., 2013).

7
2.6.Model EBP

Langkah-langkah yang sistematis dibutuhkan dalam memindahkan evidence ke dalam


praktik guna meningkatkan kualitas kesehatan dan keselamatan (patient safety) dan
dalam mengembangkan konsep, perawat dapat dibantu dengan berbagai model EBP
melalui pendekatan yang sistematis dan jelas, alokasi waktu dan sumber yang jelas,
sumber daya yang terlibat, serta mencegah implementasi yang tidak runut dan lengkap
dalam sebuah organisasi (Gawlinski & Rutledge, 2008). Setiap institusi dapat memilih
model yang sesuai dengan kondisi organisasi karena beberapa model memiliki
keunggulannya masing-masing.

Model-model yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan EBP adalah Iowa


Model (2001), Stetler Model (2001), ACE STAR Model (2004), John Hopkin’s EBP
Model (2007), Rosswurm dan Larrabee’s Model. Karakteristik model yang dapat
dijadikan landasan dalam menerapkan EBP yang sering digunakan yaitu IOWA Model
dimana model ini dalam EBP digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan,
digunakan dalam berbagai akademik dan setting klinis. Ciri khas dari model ini adalah
adanya konsep (triggers) dalam melaksanakan EBP. Triggers adalah informasi ataupun
masalah klinis yang berasal dari luar organisasi. Terdapat 3 kunci dalam membuat
keputusan, yaitu; adanya penyebab mendasar timbulnya masalah, pengetahuan terkait
dengan kebijakan institusi atau organisasi, penelitian yang cukup kuat, dan pertimbangan
mengenai kemungkinan diterapkannya perubahan ke dalam praktik sehingga dalam
model tidak semua jenis masalah dapat diangkat dan menjadi topik prioritas organisasi.

Model John Hopkins memiliki 3 domain prioritas masalah, yaitu praktik keperawatan,
penelitian, dan pendidikan. Terdapat beberapa tahapan dalam pelaksanaan model ini,
yaitu menyusun practice question yang menggunakan PICO approach, menentukan
evidence dengan penjelasan mengenai setiap level yang jelas dan translation yang lebih
sistematis dengan model lainnya serta memiliki lingkup yang lebih luas.

ACE Star Model merupakan model transformasi pengetahuan berdasarkan research atau
penelitian. Model ini tidak menggunakan evidence non-research. Sedangkan untuk
Stetler’s Model tidak berorientasi pada perubahan formal tetapi pada perubahan oleh
individu perawat. Model ini dilaksanakan dengan menyusun masalah berdasarkan data
internal yang disebut juga quality improvement dan operasional dan data eksternal yang
berasal dari research atau penelitian (Schneider & Whitehead, 2013).

8
2.7.Komponen-Komponen Pendukung EPB

1 Penelitian Keperawatan
Penelitian keperawatan sangat berpengaruh terhadap praktik keperawatan
berbasis bukti. Penelitian keperawatan memegang peranan penting terhadap suatu
hambatan atau masalah yang timbul di dalam praktik keperawatan sehingga dengan
adanya penelitian ini hambatan atau masalah yang terjadi di dalam praktik
keperawatan dapat diatasi dengan mudah secara efektif dan efisien serta tidak
merugikan klien atau pasien. Hambatan dalam suatu penilitian seringkali dikaitkan
dengan masalah yang ditimbulkan dari adanya suatu faktor yang menyebabkan
kegiatan penelitian terhambat. Hambatan tersebut dapat berupa kurangnya waktu
dalam melakukan pengkajian suatu masalah yang telah dijadikan sebagai pokok
permasalahan. Selain itu, manajemen waktu, lokasi yang geografis, ukuran sampel,
tingkat respons, dan organisasi dapat menghambat proses penelitian berlangsung.
Pelaksanaan EBP terhadap penilitian keperawatan sangat berhubungan satu
sama lainnya dimana di dalam pelaksanaan EBP terdapat sebuah hasil dari riset
penilitian ilmiah yang dilakukan. Hal ini akan membuat pelaksanaan EBP semakin
diperkuat dan dapat menunjukkan keprofesionalan seorang perawat dalam melakukan
intervensi terhadap kliennya. Selain itu, pelaksanaan penelitian keperawatan akan
menghasilkan suatu inovasi terbaru dan jaminan standar kualitas seorang perawat
dalam memberikan intervensi asuhan keperawatan kepada kilen atau pasien.
Intervensi dari seorang perawat harus disertai komponen – komponen EBP sehingga
dalam proses pelayanan kesehatan dapat memuaskan klien dan menguntungkan klien.
Dengan demikian, pentingnya penelitian keperawatan yang berdasarkan metode atau
analisa ilmiah yang berpengaruh terhadap EBP seorang perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan untuk memenuhi proses pelayanan kesehatan.
2 Pengalaman
Praktik keperawatan merupakan salah satu kegiatan secara rutin yang
dilakukan oleh seorang perawat di dalam pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, perawat
akan bertugas sesuai dengan topoksinya masing – masing dalam memenuhi kebutuhan
seorang pasien atau klien. Pemenuhan kebutuhan seorang pasien atau klien yang
menjadi salah satu tugas pokok bagi seorang perawat dalam menjalankan tugasnya.
Hal tersebut dilakukan oleh setiap perawat berdasarkan tingkatan masalah – masalah

9
yang dialami oleh seorang pasien. Seperti yang kita ketahui bahwa pasien adalah
individu yang unik dan berbeda sehingga perawat harus mengerti akan hal ini.
Dengan masalah yang ditimbulkan dan pemecahan akan masalah tersebut
sudah menjadi kebiasaan yang melekat dari seorang perawat sehingga terciptanya
banyak pengalaman di dalam pelayanan kesehatan. Pengalaman seorang perawat
dapat menunjukan kualitas EBP nya dalam memberikan suatu asuhan keperawatan
atau pelayanan yang lainnya kepada klien. Ketika seorang perawat diberikan sebuah
pertanyaan yang berkaitan dengan suatu masalah yang terjadi, perawat akan
menjawab permasalahan tersebut dengan menggunakan bukti – bukti penelitiannya
yang pernah dia lakukan sesuai dengan kajian ilmiah. Jelas demikian bahwa penelitian
juga berkaitan terhadap pengalaman seorang perawat dalam memecahkan suatu
permasalahan yang ada. Pengalaman yang dimiliki oleh seorang perawat dapat
memberikan suatu keputusan yang jelas dan terarah. Selain itu, perawat yang
berpengalaman banyak dalam hal intervensi kepada klien atau pasien dapat
memberikan suatu pengajaran kepada perawat – perawat yang lain dalam
menindaklanjuti seorang pasien dengan diagnosis yang berbeda. Jadi, peran perawat
terhadap teman sejawatnya adalah sebagai fasilitator mengenai pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, pengalaman seorang perawat sangat diperlukan untuk
mendukung pratik berdasarkan EBP kepada seorang klien.
3 Pendidikan
Pendidikan sangat berpengaruh terhadap kompetensi atau pengetahuan bagi
seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatn berbasis bukti kepada klien
atau pasien. Seperti yang kita ketahui bahwa jenjang pendidikan yang diberlakukan di
Indonesia berbeda - beda yaitu vokasi dan sarjana. Setiap tingkatan jenjang memiliki
karakteristik atau penciri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tingkatan
vokasi lebih mengarah kepada hard skillnya dalam praktik kerja lapangan di institusi
kesehatan atau yang lainnya. Pendidikan ini mengarah pada aspek umum saja
sehingga ilmu – ilmu yang dimiliki hanya sebagian besar umum dan belum mendetail
secara spesifiknya. Sedangkan, tingkatan pendidikan akademik sarjana lebih
mengarah pada soft skillnya atau ilmu – ilmunya yang telah dipelajarinya. Pendidikan
ini lebih membahas menyeluruh dan mendetail dimana ilmu yang diajarkan pada
pendidikan ini tidak diajarkan di pendidikan sebelumnya. Cakupan bahasannya juga
luas dan dikhususkan pada bidang tertentu. Pendidikan seorang perawat sangat
berpengaruh terhadap kompetensi dan pengetahuannya di dalam memberikan

10
pelayanan kesehatan. Perawat yang lulus dari perguruan tinggi memiliki ilmu yang
berbeda – beda dalam dirinya masing – masing sehingga dalam memberikan asuhan
keperawatan juga berbeda antara perawat satu dengan lainnya. Perawat yang
bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi akan semakin kompeten dalam melakukan
tugasnya sebagai seorang perawat. Menurut Eizenberg (2010) hal ini menunjukkan
bahwa pendidikan mampu menuntun seseorang terampil dalam mencari sumber
penelitian, berorganisasi dan bersikap profesional dalam bekerja, meningkatkan
akses-akses untuk meningkatkan dan menerapkan praktik berdasarkan bukti
Pendidikan juga diperlukan bagi seorang perawat dalam menunjukan
keprofesionalitasannya dalam mengurus pasien tentunya keprofesionalitasan ini
sangat mendukung implementasi EBP dalam praktiknya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perawat maka semakin
tinggi pula tingkat pengetahuan yang dimilikinya sehingga dalam praktik keperawatan
perawat dapat kompeten dan profesional dalam praktik keperawatannya dengan
memberikan perawatan yang bermutu kepada klien atau pasien. Selain itu, hal ini juga
yang dapat mendukung dan meningkatkan kualitas EBP di dalam pelayanan
kesehatan.
4 Pengetahuan
Pengetahuan seorang perawat sangat berhubungan dengan kompetensi seorang
perawat dalam menjalankan tugasnya di bidang pelayanan kesehatan. Pengetahuan
seorang perawat didukung oleh pendidikannya dan kegiatannya selama proses
penempuan ilmu keperawatan. Kita sudah mempelajari bahwa pendidikan juga
berpengaruh terhadap pengetahuan seorang perawat. Pengetahuan yang dimiliki oleh
seorang perawat merupakan wujud dari profesional perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan atau pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengetahuan juga dapat
membuat perawat lebih berpikir kritis dalam memecahkan suatu masalah atau
hambatan – hambatan lain yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Berpikir kritis
juga termasuk salah satu komponen EBP dimana perawat akan berpikir secara
mendalam untuk menggali bukti – bukti yang mendukung di dalam praktiknya.
Seperti yang sudah saya jelaskan, pengetahuan berpengaruh terhadap kompetensi
seorang perawat. Menurut Gruendemann (2006), kompetensi merupakan suatu
keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang dimilikinya dalam melakukan
praktik keperawatan yang profesional di dalam tugas – tugasnya terhadap klien atau
pasien. Hal ini juga dijelaskan pada Undang – Undang RI No 20 pasal 35 ayat 1

11
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa kompetensi adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai
standard nasional yang telah disepakati. Dengan demikian, pengetahuan berpengaruh
terhadap praktik berbasis bukti seorang perawat kepada kliennya dengan memberikan
pelayanan yang bermutu, berkualitas, dan menguntungkan bagi pasien sehingga
pasien memiliki kesan terbaik dan percaya untuk ditindak lanjuti oleh perawat.
5 Pelatihan / Seminar
Pelatihan atau seminar sangat diperlukan bagi perawat dalam melakukan
kegiatannya di praktik keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Perawat akan
memiliki banyak pengetahuan mengenai cara memenuhi kebutuhan pasien dalam
pelayanan kesehatan. Pelatihan ini diadakan bertujuan melatih dan mengembangkan
keterampilan, kreativitasan, serta pengetahuan perawat dalam menjalankan tugasnya
serta mengatasi segala kerumitan atau masalah yang didapat disaat praktik
keperawatan berlangsung. Selain itu, perawat akan memiliki banyak ilmu – ilmu
terbaru di dunia keperawatan yang diberikan oleh pemateri atau motivator lainnya.
Ilmu- ilmu tersebut tentunya berdasarkan ilmu – ilmu keperawatan yang terus
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan adanya hal ini, perawat
akan memberikan pelayanan yang terbaik dan bermutu bagi pasien serta dapat
meningkatkan kualitas perawat terutama dalam pengaplikasian EBP. Pelatihan ini
juga akan membuat perawat bersikap profesional terhadap tugasnya. Dengan
demikian, pelatihan ini juga sangat diperlukan oleh perawat dalam mengembangkan
kompetensinya di pelayanan kesehatan terutama mengenai ilmu – ilmu terbaru seiring
perkembangan zaman. Hal tersebut berpengaruh terhadap pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien.
6 Keterampilan
Keterampilan sangat diperlukan dalam pengimplementasian EBP.
Keterampilan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah keterampilan menggunakan
bukti –bukti yang telah ada yang dapat digali dari riset hasil penelitian. Keterampilan
seorang perawat akan diuji dengan tindakannya kepada seorang pasien. Apakah ia
terampil dalam menggunakan fasilitas yang ada di institusi kesehatan. Perawat yang
terampil dalam hal menangani seorang pasien, mereka akan melakukan pendekatan –
pendekatan yang membuat dirinya merasa lebih percaya diri dan profesional dalam
tindak pengurusan pasien. Menurut Hart et al (2008) keterampilan seorang profesi
kesehatan atau yang lainnya dapat dibuktikan dengan pengaplikasian atau penerapan

12
mengenai riset hasil penelitian tersebut. Pencarian atau penemuan mengenai hasil riset
penelitian yang relevan dengan kondisi klinis pasien, perawat dapat menggunakan
segala fasilitas yang ada serta mendukung untuk mencari artikel ilmiah, jurnal
ataupun sumber – sumber bukti ilmiah yang lainnya. Apabila mereka tidak dapat
memanfaatkan fasilitas yang ada maka mereka sama saja tidak menunjukkan soft
skillnya atau kompetensi dalam intervensi atau yang lainnya. Selain itu, menurut
(Thompson, McCaughan, Cullum, Sheldon, & Raynor, 2003). Keterampilan dapat
berbentuk evaluasi hasil penelitian sehingga perawat klinisi dapat menentukan mana
yang terbaik untuk pasiennya dari temuan-temuan tersebut.

2.8.Study Kasus EPB

Kajian Jurnal EBP Tentang Meningkatkan Patient Safety

 Judul jurnal
“Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Upaya Penerapan Patient Safety Di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum DaerahDr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Oleh : Devi Darliana tahun 2016

P 67 perawat dengan karakteristik responden menurut usia,


mayoritas perawat berada pada rentang dewasa awal 63
orang (94%)dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 54
orang (80,6%) serta tingkat pendidikan paling banyak adalah
DIII Keperawatan dengan masa kerja 1-6 tahun.Dengan
distribusi frekuensi tingkat pengetahuan perawat tentang
patient safety berada pada kategori cukup yaitu sebanyak 29
responden (43,3%).Distribusi frekuensi upaya penerapan
keselamatan pasien (patient safety) berada dalam kategori
kurang sebanyak 43 responden (64,2%).Distribusi frekuensi
29 perawat(43,3%) yang mempunyai pengetahuan cukup,
terdapat 22 (32,8%) perawat dengan upaya penerapan
patient safety kurang.

13
I Pengumpulan data pada tiap ruang rawat menggunakan
Proportional sampling tentang tingkat pengetahuan perawat
tentang patient safety.Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif korelatifdengan desain cross
sectional study yaitu suatu penelitian yang dilakukan pada
satu waktu yang sama (Arikunto, 2007, p. 2). Crosssectional
study juga merupakan metode penelitian dimana tiap subjek
penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada
saat pemeriksaan yang berarti dilakukan pada waktu yang
sama (Notoatmodjo, 2010, p. 38).Analisa data penelitian
dengan menggunakan uji statistic Chi-Square.

C Hubungan upaya penerapan patient safety dengan tingkat


pengetahuan perawat.Dimana setelah dilakukan uji statistik
(uji

Chi-Square), diperoleh nilai p-value lebih kecil dari tingkat


kemaknaan (α) < 0,05 yaitu 0,001artinya hipotesa H0
ditolak.

O Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat


hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat
pelaksana dengan upaya penerapan keselamatan pasien
(patient safety) di rawatinap kelas III Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin tahun 2014.Dimana semakin
tinggi pengetahuan perawat tentang penerapan keselamatan
pasien (patient safety),

diharapkan semakin tinggi pula perawat dalam memahami

14
pentingnya penerapan keselamatan pasien (patient safety)
yang diberikan kepada pasien dalam pelayanan keperawatan

T Mulai tanggal 13 April –31 Mei 2014.

Kesimpula Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara


n pengetahuan perawat dengan upaya penerapan patient
safety, diharapkan bagi pengambilan kebijakan Di rumah
sakit umum Dr. Zainoel Abidin agar dapat meningkatkan
pengetahuan perawat tentang patient safety, baik dengan
mengikuti seminar-seminar maupun mengikuti workshop
secara kontinyu ataupun in house training secara berkala,
sehingga diharapkan penerapan patien safety dapat lebih
optimal.
 Judul Jurnal :
”Handover Sebagai Upaya Peningkatan Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di
Rumah Sakit.”
Oleh : Cecep Triwibowo, Sulhah Yuliawati, Nur Amri Husna tahun 2016.

P 62 perawat di Rumah Sakit Paru Sidawangi Provinsi Jawa


Barat. Dengan pelaksanaan handover sebagian besar
perawat yaitu 53,2 % melaksanakan operan dengan baik dan
tidak baik sebesar 46,8%. Dengan distribusi frekuensi
Patient safety oleh perawat terhadap pasien pada kategori
baik dengan persentase 51.6% dan tidak baik sebesar 48,4%.

I Pengumpulan data menggunakan kuesioner tertutup tentang


hubungan handover dengan patient safety. Kuesioner
penelitian dalam penyusunan dikembangkan sendiri oleh
peneliti, dan merujuk pada kuesioner handover yang diambil
dari Elisabet (2012), sedangkan kuesioner patient safety
diambil dari Atisah (2012). Analisa data univariat dan

15
bivariat menggunakan program SPSS dan uji statistik yang
digunakan yaitu Chi Square.

C P value didapatkan 0,04 artinya terdapat hubungan yang


signifikan antara pelaksanaan handover dengan Patient
safety. Hal ini karena 0,040 lebih kecil dari 0,05 (P ≤ 0,05)
dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya antara kedua variabel terdapat hubungan.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai P value ≤ 0,05
(0,04), maka terdapat hubungan antara pelaksanaan
handover dengan Patient safety. Baik buruknya pelaksanaan
handover dapat mempengaruhi patient safety. Dewi (2012)
mengatakan bahwa keselamatan pasien terlindungi melalui
standar keselamatan pasien dan peningkatan penerapan
keselamatan pasien oleh perawat dikarenakan adanya
penerapan keselamatan diantaranya pengidentifikasian
pasien, komunikasi efektif pada saat timbang terima,
menghindari kesalahan pemberian obat, meniadakan
kesalahan prosedur tindakan, mencegah infeksi nosokomial,
serta pencegahan pasien jatuh. Sejalan dengan penelitian
Johnson (2006) dalam Dewi (2012) bahwa adanya prosedur
handover yang efektif dalam meningkatkan kesinambungan,
kualitas serta keselamatan dalam memberikan pelayanan
pada pasien.

O Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang


bermakna antara pelaksanaan handover dengan patient
safety di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Sidawangi
Provinsi Jawa Barat. Handover yang baik berkontribusi
terhadap peningkatan patient safety.

T -

Kesimpula Gambaran pelaksanaan handover oleh perawat di Ruang


n Rawat Inap Rumah Sakit Paru Sidawangi Provinsi Jawa
Barat termasuk kategori baik. Gambaran patient safety di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Sidawangi Provinsi

16
Jawa Barat yaitu termasuk dalam kategori baik. Hasil
analisis menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna
antara pelaksanaan handover dengan patient safety di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Paru Sidawangi Provinsi Jawa
Barat. Handover yang baik berkontribusi terhadap
peningkatan patient safety.

 Judul jurnal 3 :
“Hubungan Perilaku Dengan Kemampuan Perawat Dalam Melaksanakan
Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Ruang Akut Instalasi Gawat Darurat
Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.”
Oleh : Angelita Lombogia, Julia Rottie, Michael Karundengtahun 2016.

P Seluruh perawat yang bekerja di Irina Ruang Akut IGD


RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado berjumlah 156
perawat. Dengan distribusi responden berumur 20-30 tahun
berjumlah 22 responden, Sebagian besar tingak pendidikan
responden adalah DIII berjumlah 19 responden. Berdasarkan
lama kerja, rentang 2- 5 tahun merupakan yang paling
banyak yakni 22 responden.

I Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive


sampling dengan jumlah 31 sampel yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi yang hubungannya perilaku dengan
kemampuan perawat dalam melaksanakan patient safety.
Instrument yang digunakan yaitu kuesioner perilaku perawat
dan lembar observasi kemampuan perawat tentang
keselamatan pasien. Desain penelitiannya adalah
observasional analitik dengan pendekatan cross sectional,
dimana variabel sebab dan akibat diukur dan dikumpulkan
dalam satu waktu (Setiadi 2013).

C Hubungan perilaku dalam melaksanakan patient safety


berdasarkan usia dimana karyawan yang umurnya lebih tua
kondisi fisiknya kurang tetapi bekerja ulet dan mempunyai
tanggung jawab lebih besar. Bila berdasarkan pendidikan
dimana Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk

17
memiliki kemampuan intelektual, interpersonal kemampuan
teknis, dan moral. Berdasarkan masa kerja, Semakin banyak
masa kerja perawat maka semakin banyak pengalaman
perawat tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku. bila dengan
mengidentifikasi pasien, pengurangan resiko infeksi,
pengurangan resiko pasien jatuh, kemampuan patient safety
dalam mengidentifikasi pasien sebagian besar baik dengan
jumlah 23 responden (74,2%).

O Hasil analisis menggunakan Fisher’s Exact Test dan


menunjukkan nilai p pada identifikasi pasien yaitu p=0,037,
pada resiko infeksi pasien nilai p=0,005, dan pada resiko
pasien jatuh nilai p=0,001 menggunakan Chisquare. Semua
nilai p lebih kecil dari nilai α=0,05. Dimana responden
terbanyak berumur 20-30 tahun, tingkat pendidikan
responden paling banyak adalah diploma tiga (DIII), dan
masa kerja paling banyak yaitu 2-5 tahun, responden
memiliki perilaku baik lebih banyak dari pada perilaku yang
kurang, begitu juga dengan kemampuan melaksanakan
patient safety dalam mengidentifikasi pasien, pengurangan
resiko infeksi dan pengurangan resiko infeksi,
keseluruhannya semua baik, terdapat hubungan antara
perilaku dengan kemampuan perawat dalam melaksanakan
keselamatan pasien (patient safety) tentang mengidentifikasi
pasien di Ruang Akut IGD RSUP Prof Dr. R. D. Kandou
Manado, terdapat hubungan antara perilaku dengan
kemampuan perawat dalam melaksanakan keselamatan
pasien (patient safety) tentang pengurangan resiko infeksi di
Ruang Akut IGD RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado,
terdapat hubungan antara perilaku dengan kemampuan
perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien (patient
safety) tentang pengurangan resiko pasien jatuh di Ruang
Akut IGD RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado.

18
T Dilaksanakan pada tanggal Desember 2015 sampai Januari
2016.

Kesimpula Terdapat hubungan antara perilaku dengan kemampuan


n perawat dalam melaksanakan patient safety di Ruang Akut
IGD RSUP Prof. Dr. D. R. Kandou Manado, yang mana
berdasarkan usia karyawan, tingkat pendidikan, masa kerja.

19
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Dalam upaya meningkatkan patient safety, tingkat pengetahuan perawat


mengenai patient safety dan handover yang baik perlu ditingkatkan dan
diimplementasikan dalam memberikan asuhan keperawatan, sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan efektif dan mampu membantu pasien dalam menekan biaya
perawatan di rumah sakit.

3.2.Saran

Meningkatkan patient safety tidak hanya menguntungkan pasien, melainkan perawat juga


yang terhidar dari tanggung gugat atas masalah yang terjadi pada pasien maupun kerja
perawat yang semakin efektif.

20
DAFTAR PUSTAKA

Banning, M. 2008. Clinical reasoning and its application to nursing: concepts and research
.studies. Nurse education in practice ,8(3), 177, – 83.
doi:10.1016/j.nepr.2007.06.00407.06.00

Diakses 09 September 2019 12.10 WIB


http://eprints.undip.ac.id/48516/1/Proceeding_Seminar_2014.pdf&sa=U&ved=2ahUKE
wiMnb6d-
8LkAhXbfCsKHaHDAtsQFjADegQIChAB&usg=AOvVaw1s8sBZcrg2LSYKb47f1diE
8LkAhXbfCs.

Diakses 09 September 2019 12.13 WIB


http://eprints.undip.ac.id/48516/1/Proceeding_Seminar_2014.pdf&sa=U&ved=2ahUKE
wiMnb6d8LkAhXbfCsKHaHDAtsQFjADegQIChAB&usg=AOvVaw1s8sBZcrg2LSYK
b47f1diE

Stevens, K., (May 31, 2013) "The Impact of Evidence-Based Practice in Nursing and the Next
Big Ideas" OJIN: The Online Journal of Issues in Nursing Vol. 18, No. 2, Manuscript 4.

Utina,Mega Putri & Meyke Mayasari Sunardi. 2017. Evidence Based practice Untuk
Peningkatan Keselamatan Pasien. Universitas Muhammadiyah Gorontalo.

Munten, G., Bogaard, J. Van Den, Cox, K., Garretsen, H., & Bongers, I. 2010. Implementation of
Evidence-Based Practice in Nursing Using Action Research : A Review, 135–158.

Rapp, C. A., Doug, Æ. D. E. Æ., Callaghan, J., & Holter, Æ. M. 2010. Barriers to Evidence-Based
Practice Implementation : Results of a Qualitative Study. Community Mental Health Journal, 46,
112–118. doi:10.1007/s10597-009-9238-z

Forbes, A. 2009. Clinical intervention research in nursing. International journal of nursing studies,
46(4), 557–68. doi:10.1016/j.ijnurstu.2008.08.012

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC) (Sixth Edit.). St. Louis, Missouri: Elsevier.

21

Anda mungkin juga menyukai