B. Anatomi Fisiologi
Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel-
sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses pernapasan terdiri dari
beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler
memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu
rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran
kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem
kardiovaskuler.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan dari hidung
sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke
dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses
ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat,
bersilia dan bersel goblet.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-
paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang
terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris,
seluruhnya dibatasi oleh alveoli, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir
paru-paru.
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh
suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan
permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi dan
cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat
lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps
alveolus pada waktu ekspirasi.
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe I, yang
dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel terhadap aliran
cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk
oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas membran basal,
sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik,
fibroblas, sel fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam
pembentukan cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam
lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, solut, dan
molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini dijabarkan dalam hukum
starling.
C. Etiologi
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial :
Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Pneumonitis radiasi akut.
f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g. Disseminated Intravascular Coagulation.
h. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik :
a. Post Lung Transplant.
b. Lymphangitic Carcinomatosis.
c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
a. High Altitude Pulmonary Edema.
b. Neurogenic Pulmonary Edema.
c. Narcotic overdose.
d. Pulmonary embolism.
e. Eclampsia
f. Post Cardioversion.
g. Post Anesthesia.
h. Post Cardiopulmonary Bypass.
D. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik.
Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru
Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan
adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
1. Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak
bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.
Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang
dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari
otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat
menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
2. Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh
hal berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
b. Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
c. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
d. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
e. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
f. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang
parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-
paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
g. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
h. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus
pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan
pulmonary edema.
i. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke
paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related
acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada
wanita-wanita hamil.
E. Patofisiologi Edema Paru Akut
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat
menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini
dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-
pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan
pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
F. Pathway
G. Manifestasi Klini
1. Menurut Diane C. Baughman 2002
a. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan
biasanya didahului dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
b. Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan napas), tangan
menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi
abu-abu.
c. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi.
d. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
e. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi mendekati
panik, pasien mulai bingung dan kemudian stupor.
f. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah
dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
2. Menurut wordpress.com
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan,
atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema
akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat
mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on
exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-
pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau
crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada
muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
o Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin
adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada
saat inspirasi.
o Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial,
akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
o Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald,
1988).
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang
dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa
dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan
mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler;
pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita
dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal;
hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh
karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Menurut Marilynn E Dongoes dkk. 1999
a. EKG : Hiportrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan
pola mungkin terlihat, disritmia mis… takikardia, fiblirasi atrial, munkin sering terdapat
KVP, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukan adanya aneurisme ventricular ( dapat mengakibatkan gagal / disfungsi
jantung )
b. Sonogram ( ekokardiogram, ekokardiogram dopple ) : dapat menunjukan dimensi
perbearan bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan
kontraktilitas ventricular
c. Skan jantung ( multigated acquisition/MUGA ) : Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan gerakan dinding
d. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membedakan gagal
jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji
patensi arteri koroner. Zat kontras disuntik ke dalam ventrikel menunjukan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi /perubahan kontraktilitas
e. Rontgen dada : dapat menunjukan perbesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan
peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal mis .. bulging pada perbatasan
jantung kiri, dapat menunjukan aneurisme ventrikel.
2. Menurut wordpress.com
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
2) Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
3) Takikardia dengan S3 gallop.
4) Murmur bila ada kelainan katup.
b. Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi
atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia bisa ditemukan.
c. Laboratorium
1) Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
2) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
3) Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim
jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari
vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang
yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari
dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih
banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-
kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification
(pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari
bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli
sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang
minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
d. Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1) Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3) Kranialisasi vaskuler
4) Hilus suram (batas tidak jelas)
5) Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis adalah:
o Mengendalikan hipoksemia
o Memperlambat pengembalian darah vena ke jantung
o Memperbaiki fungsi jantung
o Relaksasi fisik dan mental
Pasien diberi posisi fowler tinggi. Biasanya dokter memberi obat morfin sulfat 10-15
mg IV. Obat ini dapat mengurangi rasa cemas dan mengurangi tekanan atrium kiri. Untuk
menangani hipoksemia, pasien diberikan oksigen 40-70 %. Kadang-kadang pasien perlu
diintubasi (selang endotrakea atau trakeostomi) agar volume tidal adekuat dan konsentrasi
oksigen yang diperlukan dapat diberikan. Intubasi juga dapat mempermudah pengisapan
untuk mengeluarkan sekresi yang banyak.
Obat-obat yang diberikan adalah aminofilin intravena untuk bronkodilatasi,
meningkatkan haluaran urine, dan curah jantung; digitalis; diuretik; dan vasodilator. Apabila
tindakan-tindakan diatas tidak membantu, ada dua terapi yang kontroversial, tetapi juga
dipakai dokter, yaitu flebotomi dan torniket rotasi. Flebotomi adalah insisi pada pembuluh
darah vena untuk mengambil sejumlah darah guna mengurangi darah yang beredar dalam
seluruh tubuh. Tekanan pulmonal dapat berkurang dengan mengurangi jumlah darah yang
beredar. Akan tetapi, prosedur ini juga mengurangi hemoglobin pasien dan dapat
memperberat hipoksemia. Tujuan dari torniket rotasi adalah menahan sejumlah darah pada
keempat ekstremitas sehingga overloading jantung berkurang. Sekitar 1 liter darah dapat
ditahan pada ekstremitas dengan torniket rotasi. Torniket dipasang pada tiga ekstremitas
sekaligus. Tiap 15 menit (menurut arah jarum jam) satu torniket dilepas dan dipasang ke
ekstremitas yang belum ada torniketnya. Dengan demikian setiap ekstremitas memakai
torniket selama 45 menit. Mesin torniket rotasi dapat menggembungkan dan mengempiskan
manset torniket secara automatis.
Torniket rotasi tidak boleh menghalangi sirkulasi darah arteria pada ekstremitas, yang
dihalangi adalah sirkulasi darah vena. Setelah dilepas satu torniket dan warna kulit pada
tungkai tersebut tidak kembali normal, perawat harus segera memberi tahu dokter. Apabila
prosedur akan dihentikan, torniket dilepas satu per satu tiap 15 menit untuk menghindari
peningkatan tekanan darah vena secara tiba-tiba dan timbul kembali edema paru.
J. Komplikasi
Perinatal asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya "denyut yang
berhenti") merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam
jiwa. Keadaan ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang
disertai dengan metabolik asidosis. Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf
pusat (CNS) yang menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernafas.
Karakteristik Esensial
Tanda-tanda khusus dari bayi baru lahir dengan asfiksia, harus memenuhi 4 kriteria berikut :
o Metabolik asidosis, darah diperiksa dari arteri umbilical cord fetus (pH <7 dan basa
defisit >=12 mmol/L)
o Skor Apgar 0-3 selama lebih dari 5 menit.
o Adanya kelainan neurologis seperti kejang, koma atau hipotonis (neonatal ensefalofati)
o Disfungsi multiorgan
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Kasus :
Pasien Tn. DP, 69 th, datang kerumah sakit dengan keluhan sesak nafas 2 hari smrs.
Sesak dirasakan semakin memperberat sehingga pasien tidak dapat tidur terlentang dan
terbangun malam hari karena sesak. Saat datang, pasien terlihat pucat, nafas cepat disertai
batuk terus menerus dengan sputum encer warna merah muda.
Pada pengkaijian riwayat, pasien seebelumnya pernah dirawat dengan NSTEMI.
Pasien juga ada riwayat hipertensi, dyslipidemia dan merokok 1 bungkus/hari. Hasil
pemeriksaan auskultasi, didapatkan ronkhi ( + ) pada ½ basal paru.Pemeriksaan TD : 140/90
mmHg, N : 90x/menit, RR :28x/menit, saturasi oksigen 92%. Hasil rontgen thorax
menunjukan gambaran edema paru.
A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
a. Saat masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh sesak nafas 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan semakin
memperberat sehingga psien tidak dapat tidur terlentang dan terbangun malam hari karena
sesak.
b. Saat pengkajian
Pasien terlihat pucat, nafas cepat disertai batuk terus menerus dengan sputum encer warna
merah muda. Hasil pemeriksaan auskultasi didapatkan ronkhi (+) pada ½ basal paru.
Pemeriksaan TD 140/90 mmHg, nadi 90x/menit, RR 28x/menit, saturasi oksigen 92%, hasil
rontgen thoraks menunjukan gambaran odema paru.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien sebelumnya pernah dirawat dengan N-STEMI. Pasien juga ada riwayat hipertensi,
dyslipidemia dan merokok satu bungkus/hari.
3. Data fokus
Data Subjektif Data Objektif
1. Klien mengatakan “sesak nafas 2 hari
1. Klien terlihat pucat
sebelum masuk Rumah Sakit” 2. Nafas cepat disertai batuk
2. Klien mengatakan “sesak dirasakan semakin
3. Ronkhi (+) pada 1/2 basal paru
memperberat sehingga pasien tidak dapat
4. TD: 140/90 mmHg
tidur terlentang” Nadi: 90x per menit
3. Klien mengatakan “terbangun malam hari RR: 28x per menit
karena sesak” 5. Saturasi oksigen 92%
6. Rontgen thoraks (+) odema paru
7. Sputum encer berwarna merah muda
4. Analisa Data
No Data Fokus Masalah Etiologi Paraf
.
1 DS 1 Ketidakefektifan Peningkatan
Klien mengatakan “sesak nafas 2 bersihan jalan produksi sputum
hari sebelum masuk Rumah Sakit” nafas dan
pembentukan
DO 1 edema
1. Nafas cepat disertai batuk
2. RR: 28x per menit
3. Ronkhi (+) pada ½ basal paru
4. Rontgen thoraks (+) odema paru
5. Sputum encer berwarna merah
muda
DO 2
1. Klien terlihat pucat
2. N : 90 x/menit
3. TD: 140/90 mmHg
3 DS 3 Gangguan Perubahan
Klien mengatakan “terbangun pertukaran gas kapasitas
malam hari karena sesak” pembawa
oksigen darah
DO 3
1. Klien terlihat pucat
2. Saturasi oksigen: 92%
3. Nadi: 90x/menit
4. Nafas cepat disertai batuk
5. Sputum encer berwarna merah
muda
B. Diagnosa
No Diagnosa Tanggal Tanggal teratasi Paraf
. ditemukan
1 Penurunan curah jantung bd 5 april 2013 8 april 2013
penyempitan pembuluh darah dd n:
90x/menit, TD : 140/90 mmHg
2 Gangguan pertukaran gas bd 5 april 2013 8 april 2013
perubahan kapasitas pembawa
oksigen darah dd saturasi oksigen
92%
3 Ketidakefektifan jalan nafas bd 5 april 2013 8 april 2013
Peningkatan produksi sputum dan
pembentukan edema dd
RR:28x/menit, sputum encer
berwarna merah muda
C. Intervensi
No No. Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf
. Dx Kriteria hasil
1 1 Tujuan : Mandiri : Mandiri :
Setelah dilakukan
1. Kaji TTV 1. Mengetahui
asuhan 2. Catat edema perkembangan pasien
keperawatan umum/tertentu 2. Dapat
selama 3x24jam
3. Amati warna kulit, mengindikasikan gagal
masalah kelembapan dan suhu jantung, kerusakan
penurunan curah
4. Lakukan tindakan ginjal ( vaskular )
jantung dapat yang nyaman 3. Adanya pucat,
teratasi. mencerminkan
Kolaborasi : dekompensasi atau
KH : Kolaborasi dengan penurunan curah
1. TD : 120/80 dokter untuk jantung
mmHg pemberian obat
4. Mengurangi
2. N : 60 – 100 sesuai indikasi ketidaknyamanan dan
x/menit dapat menurunkan
ragsangan simpatis
Kolaborasi :
Menghambat aktivitas
simpatis dan menekan
pelepasan renin
Kolaborasi :
Untuk
mempertahankan
PaO2 diatas 60mmHg,
oksigen diberikan
dengan metode yang
diberikan pengiriman
tepat dalam toleransi
pasien
Kolaborasi :
Pemberian oksigen
dapat menurunkan
beban perapasan dan
mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia.
Dengan foto torax
dapat dimonitor
kemajuan dari
berkurangnya cairan
dan kembalinya daya
kembang paru.
D. Implementasi
No. No Implementasi Hasil Paraf
.
Dx
1 1 1. Mengkaji TTV 1. TD : 120/80 mmHg, N : 60-
2. Mencatat edema 100x/menit, RR :12-24x/menit
umum/tertentu 2. Ketidaknyamanan berkurang
3. Edema dapat terdeteksi
3. Mengamati warna kulit,
kelembapan dan suhu
E. Evaluasi
No. Tanggal Diagnosa Evaluasi paraf
1 8 april Penurunan curah jantung bd S : Klien mengatakan “sesak
2013 penyempitan pembuluh sudah tidak terasa dan dapat
darah dd n: 90x/menit, TD : tidur terlentang”
140/90 mmHg
O:
1. Klien terlihat segar
2. N : 60-100 x/menit
3. TD: 120/80 mmHg
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan