Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang Terjadi
Secara Mendadak. (Aru W Sudoyo, 2006).
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya penumpukan
cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam
kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2007).
ALO juga dapat diartikan sebagai penumpukan cairan (serous/serosanguineous) oleh
karena adanya aliran cairan atau darah ke ruang interstisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, bronkus, bronkiolus, atau interstisial space melebihi cairan balik/kembali
ke arah jantung atau melalui limfatik (Tamashefski, 2000).
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
intertisial maupun dalam alveoli. Edema merupakan tanda adanya kongesti paru
tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,
merembes keluar dari dan menimbulkan dispnu yang sangat berat ( Smeltzer, 2001).
Edema Paru Akut (EPA) adalah akumulasi cairan paru-paru yang terjadi secara
mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskuler yang tinggi (edema
paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membrane kapiler (edema paru
non kardiak) yang meningkatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat. Pada
sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut diatas,
sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan
tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun demikian penting sekali untuk
menetapkan factor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut sebagai
pedoman pengobatan. EPA adalah suatu keadaan gawat darurat dengan tingkat
mortalitas yang masih tinggi (Michael Jay Bresler & George L.Sternbach., 2007).

B. Etiologi
a. Ketidakseimbangan Starling Force
1. Peningkatan tekanan vena pulmonalis.Edema paru akan terjadi hanya apabila
tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada
manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara
8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru
tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain : (1) Tanpa gagal ventrikel kiri
(mis: stenosis mitral), (2) Sekunder akibat gagal ventrikel kiri, (3) Peningkatan
tekanan kapiler paru sekunder akibat peningkatan tekanan arterial paru
(sehingga disebut edema paru overperfusi).
2. Penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminaemia saja tidak
menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru.
Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan
menimbulkan edema paru. Hipoalbuminemia dapat menyebabkan perubahan
konduktivitas cairan rongga interstitial, sehingga cairan dapat berpindah
dengan lebih mudah diantara sistem kapiler dan limfatik.
3. Peningkatan negativitas dari tekanan interstitial. Edema paru dapat terjadi
akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural.Keadaan yang sering menjadi
etiologi adalah : (1) Perpindahan yang cepat pada pengobatan pneumothoraks
dengan tekanan negative yang besar. Keadaan ini disebut edema paru re-
ekspansi. Edema biasanya terjadi unilateral dan sering kali ditemukan dari
gambaran radiologis dengan penemuan klinis yang minimal. Jarang sekali
kasus yang menjadikan edema paru re-ekspansi ini berat dan membutuhkan
tatalaksana yang cepat dan ekstensif. (2) Tekanan negative pleura yang besar
akibat obstruksi jalan napas akut dan peningkatan volume ekspirasi akhir
(misalnya pada asma bronchial) (Michael Jay Bresler & George L.Sternbach.,
2007).
b. Gangguan Permeabilitas Membran Kapiler Alveoli : (ARDS = Adult Respiratory
Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler
dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang
berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat
ketidakseimbangan Starling Force
1. Pneumonia (bakteri, virus, parasit)
2. Terisap toksin (NO, asap)
3. Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi
4. Aspirasi asam lambung
5. Pneumonitis akut akibat radiasi
6. Zat vasoaktif endogen (histamine, kinin)
7. G.Disseminated IntravascularCoagulation
8. Immunologi : pnemonitis hipersensitif
9. Shock-lung pada trauma non thoraks
10. Pankreatitis hemoragik akut (Michael Jay Bresler & George L.Sternbach., 2007).
c. Insuffisiensi Sistem Limfe
1. Pasca transplantasi paru
2. Karsinomatosis limfangitis
3. Limfangitis fibrotic (silikosis) (Michael Jay Bresler & George L.Sternbach., 2007).
d. Tidak Diketahui atau Belum Jelas Mekanismenya
1. A.High altitude Pulmonary Edema
2. Edema paru neurogenik
3. Over dosis obat narkotik
4. Emboli paru
5. Eklampsia
6. Pasca kardioversi
7. Pasca anastesi
8. Post cardiopulmonary bypass (Michael Jay Bresler & George L.Sternbach., 2007).

C. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-


kardiogenik. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Khronik.

1. Cardiogenic pulmonary edema


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan
pada organ jantung.Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung
memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk.Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-
penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-
klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah
darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada
gilirannya, hal ini menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong
keluar ke alveoli ketika tekanan membesar (Ningrum,2009).
2. Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan
oleh hal berikut :

1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)


2. Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari
respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang
bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
3. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
4. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang
telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan
tubuh.
5. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan
yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
6. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-
seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
7. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru
mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru
(pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari
paru.Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang
terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
8. Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis
dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang
mungkin menyebabkan pulmonary edema.
9. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary
edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah
berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau
transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus,
atau eclampsia pada wanita-wanita hamil (Ningrum, 2009).

D. Menifestasi klinis

Gejala-gejalanya dapat terdiri atas :

1. Gejala yang ditimbulkan akibat kegagalan jantung untuk memenuhi oksigenisasi


maka terjadi gejala-gejala hipoksemia serebri berupa menurunnya kesadaran,
hipoksemia miokard menimbulkan gejala-gejala anginal dan hipoksemi renal
berupa gejala kegagalan ginjal. Sedangkan gejala-gejala edema paru sendiri
adalah:
a. Kardiak Asma
Sesak terjadi secara tiba-tiba.Biasanya bersifat nocturnal dan ortopne,
berkeringat dingin, wheezing dapat didengar pada seluruh paru.Batuk-batuk
dengan ekspektorasi disebabkan oleh karena bendungan paru.Kadang-kadang
terdapat hemoptisis atau berupa bloody sputum.
b. Tanda-tanda serebral timbul oleh karena penurunan curah jantung (cardiac
output) sehingga timbul stupor, koma ataupun depresi mental.
c. Gejala-gejala kardiovaskuler dimana dapat terjadi sindroma shock (Tabrani
Rab,1998).

2. Mengumpulnya berbagai zat toksik oleh karena kegagalan fungsi transportasi zat-
zat sisa.
a. Berkurangnya subsrat yang dipengaruhi jaringan terutama glukosa sehingga
jaringan dalam hal ini mempergunakan sumber energy lainnya misalnya lemak
dan protein. Kekurangan subsrat ini hanya terjadi bila akibat kegagalan aliran
darah.
b. Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan tubuh yang disebabkan oleh
dua hal, yakni:
- Peranan mikrosirkulasi dan transportasi sisa-sisa bahan makanan tidak
sempurna.
Fungsi ekskresi dari ginjal tidak sempurna (Tabrani Rab,1998).

E. Patofisologi

Perubahan yang dini pada edema paru adalah peningkatan aliran limfatik. Karena
saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriol paru
dan saluran nafas yang kecil, pembengkakan saluran limfatik ini akan memberi
dampak pada struktur disekitarnya dengan akibat perubahan hubungan tekanan pada
struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah obstruksi pada saluran nafas kecil yang
telah dibuktikan merupakan perubahan fisiologis dini pada penderita dengan gagal
jantung kiri. Karena lesi ini tidak merata disaluran paru, timbullah dalam distribusi
ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan hipoksemia ringan. Terkenanya
arterior kecil juga dapat menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung
kiri yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada penderita dalam
posisi tegak.
Kalau terbentuknya cairan intertensial melebihi kapasitas sistem limfatik, akan
terjadi edema di dinding alveolar. Pada fase ini compliance (pemenuhan) paru
bekurang. Hal ini akan menyebabkan takipnea, yang mungkin merupakan tanda klinik
dini penderita edema paru. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah
menyebabkan pemburukan hipoksemia. Namun demikian ekskresi karbon dioksida
tidak terganggu, dan penderita akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan
alkalosis respiratori. Selain hal yang telah disebutkan diatas, defek fungsi juga
mempunyai andil, dan pada fase ini mungkin akan terjadi peningkatan pintas kanan ke
kiri melaui alveoli yang tidak mengalami ventilasi.
Pada fase alveolar flooding, semua gambaran menjadi lebih berat, compliance akan
menurun dengan nyata. Karena alveoli terisi dengan cairan, sementara aliran darah ke
daerah tersebut tetap berlangsung, pintas kanan ke kiri aliran darah akan menjadi
lebih berat dan menyebabkan hipoksemia yang rentan terhadap peningkatan
konsentrasi peningkatan, konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan
yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratori akan tetap berlangsung.
Secara radiologis akan tampak infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru, terutama
didaerah perihilar dan basal.
Kongesti paru terjadi bila vaskuler paru menerima darah yang berlebihan dari
ventrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri.
Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan dan aliran keluar pada
sisi kiri jantung mengakibatkan konsekuensi yang berat.
Perkembangan edema paru menunjukkan bahwa fungsi jantung sudah sangat
tidak adekuat, peningkatan tekanan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan
tekanan vena pulmonal dapat terjadi. Hal meningkatkan tekanan hidrostatik yang
mengakibatkan cairan merembes keluar. Gangguan limfatik berperan dalam
penimbunan cairan di dalam jaringan paru.
Kapiler paru yang membesar oleh darah yang berlebih akibat ketidakmampuan
ventrikel kiri untuk memompa, tidak mampu lagi mempertahankan zat yang
terkandung didalamnya. Cairan, mula-mula serous dan kemudian mengandung darah,
lolos kejaringan alveoli disekitarnya melalui hubungan antara bronkhioli dan brnkhi.
Cairan ini kemudian bercampur dengan udara dan terkocok selama pernafasan, dan
dikeluarkan melalui mulut dan hidung. Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi
kaku dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah
hipoksia berat (Michael Jay Bresler & George L.Sternbach., 2007).
.
Faktor kardiogenik Faktor nonkardiogenik

Gagal jantung kiri


jantung kiri sepsis Gangguan Limfatik
Aliran balik arteri
pulmonal Pe aliran limfatik pada
arteriola paru

Kongesti paru Terganggunya kapiler paru


Edema saluran limfatik

Peningkatan permeabilitas dinding


Pe tekanan hidrostatik kapiler paru
Pe tekanan hidrostatik

Cairan merembes dalam rongga


intertisial dan alveoli

EDEMA PARU

Cairan bercampur udara Kontraktur paru Edema dinding


alveolar

ekspansi paru inefektif


Napas basah Dispnea Cairan intertisial
mendadak berlebih
Perfusi inadekuat
Ronkhi, wheezing
Gagal ventilasi

Hipoksemia, takipnea

Inefektif bersihan jalan


napas Sianosis
Pola Napas
tidak efektif
Gangguan pertukaran
hiperventilasi
gas

Kelebihan volume cairan

Alkalosis respiratorik

F. Penatalaksanan
1. Medis
a) Pemberian oksigen tambahan

Oksigen diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan


hipoksia dan dispnea.

b) Farmakoterapi
(1) Diuretik
(a) Furosemide (lasix)

Diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik cepat.


Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah di
pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi jumlah darah
yang kembali kejantung, bahkan sebelum terjadi efek diuretic.

(b) Bumetanide (Bumex) dan diuril (sebagai pengganti furosemide)


(2) Digitalis
(a) Digoksin
(b) Digokain

Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah ventrikel


kiri.Perbaikan kontraktilitas jantung akan meningkatkan curah jantung,
memperbaiki dieresis dan menurunkan tekanan diastole, jadi tekanan
kapiler paru dan transudasi atau perembesan cairan ke alveoli akan
berkurang.

(3) Aminofilin

Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang berarti


untuk merelaksasi bronco spasme.
Aminofilin diberikan secara IV secara terus menerus dengan dosis sesuai
berat badan.

c) Pemasangan Indelwing catheter

Kateter dipasang dalam beberapa menit karena setelah diuretic diberikan akan
terbentuk sejumlah besar urin.

d) Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik


Jika terjadi gagal nafas meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu
diberikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik (PEEP=Tekanan
Ekspirasi Akhir Positif)

e) Pemantauan hemodinamika invasif

Pemasangan kateter swan-ganz untuk pemantauan CVP, tekanan arteri


pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis, suhu, SvO2. Dapat
dipergunakan untuk menentukan curah jantung, untuk pengambilan contoh
darah vena dan arteria pulmonalis, dan untuk pemberian obat. Jalur vena ini
dapat digunakan untuk pemberian cairan. Asupan cairan selalu terpantau.

f) Pemantauan hemodinamika

Suatu metode yang penting untuk mengevaluasi volume sekuncup dengan


penggunaan kateter arteri pulmonal multi-lumen.
Kateter dipasang melalui vena cava superior dan dikaitkan ke atrium kanan.
Balon pada ujung kateter lalu dikembangkan, sehingga kateter dapat
mengikuti aliran darah melalui katup trikuspidalis, ventrikel kanan, katup
pulmonal, ke arteri pulmonalis komunis dan kemudian ke arteri pulmonal
kanan atau kiri, akhirnya berhenti pada cabang kecil arteri pulmonal. Balon
kemudian dikempiskan begitu kateter telah mencapai arteri pulmonal,
kemudian diplester dengan kuat.
Tekanan direkam dengan balon pada posisi baji pada dasar pembuluh darah
pulmonal. (tekanan baji kapiler rata-rata 14 dan 18 mmHg menunjukkan
fungsi ventrikel kiri yang optimal). Pembacaan bentuk gelombang dan tekanan
dicatat selama pemasangan untuk mengidentifikasi letak kateter dalam
jantung.

2. Keperawatan
a) Berikan dukungan psikologis
(1) Menemani pasien
(2) Berikan informasi yang sering, jelas tentang apa yang sedang dilakukan
untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons terhadap pengobatan.
b) Atur posisi pasien
Pasien diposisikan dalam posisi tegak, dengan tungkai dan kaki dibawah,
sebaiknya kaki menggantung disisi tempat tidur, untuk membantu arus balik
vena ke jantung.

c) Auskultasi paru
d) Observasi hemodinamik non invasive/ tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
frekuensi napas, tekanan vena jugularis)
e) Pembatasan asupan cairan pada klien.
f) Monitor intake dan output cairan tubuh klien
g) Catat tekanan yang direkam dengan balon kateter arteri pulmonal multi-lumen
pada posisi baji pada pembuluh darah pulmonal.

G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik

1. Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
2. ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang
akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
3. Takikardia dengan s3 gallop.
4. Murmur bila ada kelainan katup.
b. Elektrokardiografi.
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia
bisa ditemukan.
c. Laboratorium
1. Analisa gas darah po2 rendah, pco2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
2. enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
3. darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, ekg, enzim
jantung (ck-mb, troponin t), angiografi koroner.
d. Pengukuran plasma b-type natriuretic peptide (bnp)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari
dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma b-type natriuretic
peptide (bnp) atau n-terminal pro-bnp. Ini adalah penanda protein (hormon) yang
akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar
jantung. Peningkatan dari bnp nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar
dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac
pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya
menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
e. Pulmonary artery catheter (swan-ganz)
Pulmonary artery catheter (swan-ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis
(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan
dimajukan melalui ruang ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam
kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan
secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut
pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmhg atau lebih tinggi
adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge
pressure yang kurang dari 18 mmhg biasanya menyokong non-cardiogenic cause
of pulmonary edema. Penempatan kateter swan-ganz dan interpretasi data
dilakukan hanya pada intensive care unit (icu).

H. Komplikasi

Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari


komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang
mendasarinya.Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan
darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru.Pengoksigenan yang buruk
(hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang
ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak (Ningrum, 2009).

1. ARDS (Accute Respiratory Distres Syndrome)

Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat
mengembang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah hipoksia berat.

2. Gagal napas akut

Tidak berfungsinya penapasan dengan derajat dimana pertukaran gas tidak


adekuat untuk mempertahankan gas darah arteri (GDA).

3. Atelektasis paru
4. Kematian
Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Pasien dapat
mengalami komlikasi jika tidak segera dilakukan tindakan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Michael Jay Bresler & George L.Sternbach. (2007). Kedokteran Darurat, Ed 6, Jakarta: EGC

NANDA I, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.Jakarta: EGC

Rab Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat, vol 2. Bandung: Alumni

Setiyohadi, B. (2006). Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam, Ed 4, vol 3. Jakarta

Wilkinson, J.M. (2007). Nursing Interventions Classification (NIC). Ed 7. Jakarta: EGC

Ningrum. 2009. Edema Paru Kardiogenik.http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/11/26/edema-


paru-kardiogenik/trackback/. Diakses tanggal 16 Maret 2013. Pukul 09.01 WIB.

Anda mungkin juga menyukai