Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HISPRUNG DI RUANG BAYI


(CINDERAWASIH)
RSUD IDAMAN BANJARBARU

Oleh :
Muhammad Januri
P07120119047

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Muhammad Januri


NIM : P07120119047
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hisprung di
Ruang Bayi (Cinderawasih) RSUD Idaman Banjarbaru.

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(.............................) (...............................)

Kepala Ruangan

(.............................)
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan

inervasi usus, di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan

panjang usus yang bervariasi.Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah

yang paling sering terjadi pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup.Laki-laki

lebih banyak daripada perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen

panjang. Hisprung dengan bawaan lain termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-

barderbield dan sindrom wardenburg serta kelainan kardiovaskuler. (Behrman, 1996)

Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus

intramuscural usus besar.Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia

muda dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen

dengan dilatasi colon di proksimal.Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika

jaringan submukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan

pasien memerlukan pembedahan (G. Holdstock, 1991)

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis

pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi

mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 :

507).

PenyakitHisprung (Hirschprung)  adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase

usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886.

Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit

tidak ditemukan ganglion parasimpatis

2. Etiologi

a. Adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi ke dalam

dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk

berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus. Disebabkan oleh tidak
adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar

segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan

terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon. (Staf Pengajar Ilmu

Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)

b. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.

c. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi

kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus. (Suriadi, 2001 : 242).

3. Manifestasi klinis

a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.

b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.

c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.

d. Nyeri abdomen dan distensi.

e. Gangguan pertumbuhan.

(Suriadi, 2001 : 242)

a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai

mekonium.

b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara

spontan maupun dengan edema.

c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti

dengan obstruksi usus akut.

d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare

berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.

e. Gejala hanya konstipasi ringan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

a. Masa Neonatal :

1) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.


2) Muntah berisi empedu.

3) Enggan minum.

4) Distensi abdomen

b. Masa bayi dan anak-anak :

1) Konstipasi

2) Diare berulang

3) Tinja seperti pita, berbau busuk

4) Distensi abdomen

5) Gagal tumbuh

(Betz, 2002 : 197)

4. Klasifikasi

Dua kelompok besar, yaitu :

a. Tipe kolon spastik

Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala (konstipasi

periodik) atau diare disertai nyeri.Kadang konstipasi silih berganti dengan

diare.Sering tampak lendir pada tinjanya.Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul

atau kram, biasanya di perut sebelah bawah.Perut terasa kembung, mual, sakit kepala,

lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi.Buang air besar sering

meringankan gejala-gejalanya.

b. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang relatif

tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas

adalah diare timbul segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut

kembung dan konstipasi dengan disertai sedikit nyeri.

Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi  dalam :

a. Megakolon kongenital segmen pendek

Bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%)


b. Megakolon kongenital segmen panjang

Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20%)

c. Kolon aganglionik total

Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-11%)

d. Kolon aganglionik universal

Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%) Colon-rectum

5. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer

dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen

aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.

Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga

pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum

tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang

menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian

proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden,

2002:197). 

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi

dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan

feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang

proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon

tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus,

meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi.Tidak

adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus

proksimal ke distal.Segmen yang agangloinik terbatas pada rektosigmoid pada 75 %

penderita, 10% seluruh kolonnya tanpa sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-

ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi.

Secara histologi, tidak di dapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-
berkas saraf yang hipertrofi dengan konsentrasi asetikolinesterase yang tinggi di antara

lapisan-lapisan otot dan pada submukosa.

Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian usus yang

berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik

intramural.Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit

dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan

melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. Pada Morbus Hirschsprung

segemen pendek, daerah aganglionik meliputi rectum sampai sigmoid, ini disebut

penyakit Hirschsprung klasik.Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-

laki, yaitu 5 kali lebih sering daripada anak perempuan.Bila daerah aganglionik meluas

lebih tinggi dari sigmoid disebut Hirschsprung segmen panjang.Bila aganglionosis

mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik total, dan bila mengenai kolon dan

hamper seluruh usus halus, disebut aganglionosis universal.


6. Pathway

Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio

kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus

Sel ganglion pada kolon

Tidak ada/ sangat sedikit

Kontrol kontraksi dan relaksasi

Peristaltik abnormal

Peristaltik tidak sempurna spinter rektum tidak dapat relaksasi

Obstruksi parsial Feses tidak mampu melewati

spinkter ani

Refluks peristaltik akumulasi benda padat, gas, cair

Mual dan muntah Perasaan penuh obstruksi di colon

Resiko volume cairan Perubahan nutrisi

Kurang dari kebutuhan kurang dari kebutuhan

Gangguan defekasi konstipasi Pelebaran kolon (Mega colon)

Sumber : (Betz, Cecily & Sowden 2002 : 196)


7. Tanda dan gejala

Setelah bayi lahir :

a. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)

b. Muntah berwarna hijau

c. Distensi abdomen, konstipasi.

d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja / pengeluaran

gas yang banyak.

Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada waktu lahir :

a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir

b. Distensi abdomen bertambah

c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling

d. Terganggu tumbang karena sering diare.

e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.

f. Perut besar dan membuncit

8. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung.Pada foto

polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada

bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang

merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalahbarium enema,

dimana akan dijumpai 3 tanda khas:

1) Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya

bervariasi.

2) Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah

dilatasi.

3) Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.


Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit

Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah

24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah

terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.Sedangkan

pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis,

maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.

b. Manometri anus yaitu pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara

mengembangkan balon di dalam rektum

Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum.Ano-rektal manometri mengukur

tekanan dari otot spinchter anal dan seberapa baik seorang dapat merasakan

perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki penyakit

Hirschsprung otot pada rektum tidak relaksasi secara normal.Selama tes, pasien

diminta untuk memeras, santai, dan mendorong.  Tekanan otot spinchter anal diukur

selama aktivitas.Saat memeras, seseorang mengencangkan otot spinchter seperti

mencegah sesuatu keluar.Saat mendorong seseorang seolah mencoba seperti

pergerakan usus.Tes ini biasanya berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan

dewasa.

c. Biopsi rektum menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf.

d. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini

khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 :

17 )

e. Biopsi isap Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan

mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Mansjoer,dkk 2000 hal 380 )

f. Pemeriksaan colok anus, Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan

kadang disertai tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari

tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan

terjadi pembusukan.
9. Penatalaksanaan

a. Pembedahan

Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di

usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus

besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.

Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :

1) Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk

melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar

untuk mengembalikan ukuran normalnya.

2) Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak

mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama

(Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel,

Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering

dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa

aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 : 37)

b. Konservatif

Pada  neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui

pemasangan  sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan

udara.

c. Tindakan bedah sementara

Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa

yangterlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis  b e r a t d a n

k e a d a a n   u m u m m e m buruk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal

yang paling distal.

d. Terapi farmakologi
1) Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet

dan wujud feses adalah efektif

2) Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon

toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba

10. Komplikasi

a. Kebocoran Anastomose

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang

berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi

sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur

atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.

Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam.

Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat

infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi,

pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai

tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen proksimal.

b. Stenosis

Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan

penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya

jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya

disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk

oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat

prosedur Soave.

Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit,

distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.Tindakan yang dapat

dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga

sfinkterektomi posterior.

c. Enterokolitis
Enterocolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus.

Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi

eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko perforasi. Proses ini dapat terjadi pada

usus yang aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien

penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang

Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda

enterokolitis adalah :

1) Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.

2) Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.

3) Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.

4) Pemberian antibiotika yang tepat.

Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien

dengan endorektal pullthrough.Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan

kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut

Swenson adalah karena obtruksi parsial.Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh

stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang tersisa masih

spastik.Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda

obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau

busuk.Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi

nekrosis, infeksi dan perforasi.Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah

terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan

pada konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah.

d. Gangguan Fungsi Sfinkter

Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima

universal untuk menilai fungsi anorektal ini.Fecal soiling atau kecipirit merupakan

parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca

operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu
keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita,

keluarnya sedikit-sedikit dan sering.


B. Konsep Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan

kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan

lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan

pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.  Sedangkan kelainan yang

melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada

anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama.

Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.Trias yang sering

ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir),

perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total

saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium.

Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa

konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi

usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare,

distensi abdomen, dan demam.Diare berbau busuk dapat terjadi.

3) Riwayat penyakit dahulu.

Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,

persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi. Tidak ada penyakit terdahulu

yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.

4) Riwayat kesehatan keluarga.


Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang

menderita Hirschsprung. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini

diturunkan kepada anaknya.

c. Pemeriksaan fisik.

1) Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat

capilary refil, warna kulit, edema kulit.

2) Sistem respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

3) Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi

apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.

4) Sistem penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata

5) Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,

adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi

dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes. 

d. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.

1) Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat

gambaran obstruksi usus rendah.

2) Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran

kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada

segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.

3) Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.

4) Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.

5) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan

aktivitas enzim asetilkolin eseterase.


e. Analisa data

No Data Menyimpang Etiologi Masalah

1 DS : Spinter rectum tidak Konstipasi


dpt relaksasi
- ibu klien mengatakan
anaknya dengan Perut
kembung
- Orang tua klien mengeluh Feses tidak mampu
anaknya nyeri saat di melewati spinkter ani
pegang

DO :
Akumuulasi benda
- Klien tampak Obstipasi padat, gas, cair
- Tampak Mekonium yang
lambat keluar
- Tampak ada Distensi Obstruksi di kolon 
abdomen
- Klien Konstipasi selama
beberapa minggu/ bulan
Pelebaran kolon

2 DS : Peristaltic abnormal Gangguan nutrisi


kurang dari
- Ibu klien mengatakan kebutuhan tubuh
Muntah berwarna hijau
- Orang tua klien Peristaltic tidak
mengatakan Diare sempurna

DO :  

- Klien tampak Obstipasi Obstruksi parsial


- Terdapat Obstruksi usus
yang fungsional  
- Tampak Obstruksi usus Refluk peristaltic
akut

Perasaan penuh

3 DS : Usus spasis dan daya Gangguan rasa


dorong tidak ada nyaman
- Ibu klien mengeluh
anaknya Demam
- Ibu klien mengeluh
anaknya Sesak nafas Obstipasi
- Ibu klien mengeluh
anaknya Tidak nyaman
- Ibu klien mengeluh Distensi abdomen
anaknya Nyeri saat di
pegang

DO :
- Klien biasanya tampak
Distress pernafasan
- Akral hangat

f. Diganosa Keperawatan

1) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic abnormal,

Peristaltic tidak sempurna, Obstruksi parsial, Refluk peristaltic, Perasaan penuh

d.d Muntah berwarna hijau, Diare, Obstruksi usus akut, Obstipasi, Obstruksi usus

yang fungsional

2) Konstipasi b.d Spinter rectum tidak dpt relaksasi, Feses tidak mampu melewati

spinkter ani, Akumuulasi benda padat, gas, cair, Obstruksi di kolon, Pelebaran

kolon d.d Perut kembung, Nyeri, Obstipasi, Mekonium yang lambat keluar,

Distensi abdomen, Konstipasi selama beberapa minggu/ bulan

3) Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tidak ada, obstipasi,

distensi abdomen, d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri, Demam, Distress

pernafasan, Akral hangat

4) Nyeri b.d usus spastic dan daya dorong tidak ada, obstipasi, tidak ada meconium,

distensi abdomen hebat d.d  Biasanya ibu klien mengatakan anaknya dengan

Perut kembung, Orang tua klien biasanya mengeluh anaknya Nyeri saat di

pegang, Biasanya tampak Distensi abdomen, Biasanya tampak Obstruksi usus

akut

5) Kurang pengetahuan b.d mual, muntah, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

pembedahan, d.d Biasanya orang tua klien mengatakan bahwa mereka tidak tau

apa-apa tentang penyakit anaknya, Orang tua klien tampak bertanya tentang apa

yang petugas kesehatan lakukan

g. Intervensi Keperawatan

1) Pre operasi

a) Konstipasi b.d Spinter rectum tidak dapat relaksasi, Feses tidak mampu

melewati spinkter ani, Akumuulasi benda padat, gas, cair, Obstruksi di


kolon, Pelebaran kolon d.d Perut kembung, Nyeri, Obstipasi, Mekonium

yang lambat keluar, Distensi abdomen, Konstipasi selama beberapa minggu/

bulan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam anak dapat

melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi

secara normal dan bisa dilakukan.

Kriteria Hasil :

- Mual dan muntah berkurang

- Defekasi lancer

- Tidak memuntahkan ASI dan formula yg diberikan

Intervensi Rasional
Berikan bantuan enema dengan cairan Untuk mengosongkan usus
fisiologis NaCl 0,9%
Observasi tanda-tanda vital dan bising Untuk mengetahui adanya tanda-
usus setiap 2jam sekali tanda syok
Observasi pengeluaran feces per-rectal- Untuk mengetahui pengeluaran
bentuk, konsistensi, jumlah feses dari bentuk, konsistensi, dan
jumlah
Observasi intake yang mempengaruhi Untuk mengetahui intake yang
pola dan konsistensi feses mempengaruhi pola dan
konsistensi feses
Anjurkan untuk menjalani diet yang telah Respon pengobatan
dianjurkan
Kolaborasi dengan dokter tentang Untuk melanjutkan pengobatan
rencanan pembedahan selanjutnya

b) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic abnormal,

Peristaltic tidak sempurna, Obstruksi parsial, Refluk peristaltic, Perasaan

penuh d.d Muntah berwarna hijau, Diare, Obstruksi usus akut, Obstipasi,

Obstruksi usus yang fungsional.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam

diharapkan pasien menerima asupan nutrisi yang cukup.

Kriteria Hasil :

- BB seimbang 3,25

- Tidak memuntahkan ASI dan formula yang diberikan


Intervensi Rasional
berikan asupan nutrisi yang Untuk meningkatkan asupan makanan
cukup sesuai dengan diet yang
dianjurkan
ukur BB anak tiap hari Untuk mengetahui peningkatan dan
penurunan BB
gunakan sute alternatif (NGT dan Nutrisi parenteral dibutuhkan jika
parenteral) kebutuhan per oral yang sangat kurang
dan untuk mengantisipasi pasien yang
sudah mulai merasa mual dan muntah

c) Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tidak ada, obstipasi,

distensi abdomen, d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri, Demam, Distress

pernafasan, Akral hangat.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam

diharapkan kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.

Kriteria Hasil : Tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola

tidur.

Intervensi Rasional
sarankan orang tua hadir selama Untuk kenyamanan anak
prosedur
berikan tindakan kenyamanan Untuk menyediakan manajemen nyeri
sesuai usia nonpharmacological
kaji terhadap tanda nyeri untuk mrngetahui tingkat nyeri dan
menentukan langkah selanjutnya
ciptakan lingkungan yang  Terapi menggabungkan budaya klien dan
mendukung dan penuh kasih  usia dan faktor perkembangan
berikan analgesik sesuai Mengurangi nyeri

2) Post operasi

a) Nyeri b/d insisi pembedahan

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak

menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

intervensi Rasional
Observasi dan monitoring tanda Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan
skala nyeri langkah selanjutnya
Lakukan teknik pengurangan Upaya dengan distraksi dapat mengurangi
nyeri seperti teknik pijat rasa nyeri
punggung dansentuhan
Kolaborasi dalam pemberian Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg
analgetik apabila dimungkinkan kerjanya pada sistem saraf pusat

b) Kurang pengetahuan (ibu) b.d kurangnya informasi yang didapat

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 124 jam diharapkan

pengetahuan ibu tentang penyakit anaknya bertambah.

Kriteria Hasil :

- ibu mengungkapkan suatu pemahaman yang baik tentang proses

penyakit ananknya

- ibu memahami terapi yang diprogramkan tim dokter

Intervensi Rasional
1. jelaskan pada ibu tantang Untuk mengetahui perkembangan
penyakit yang di derita anaknya anaknya
2. berikan ibu jadwal Mengurangi kecemasan
pemeriksaan diagnostik
3. berikan informasi tentang Mengurangi resiko terjadinya infeksi
rencana operasi
4. berikan penjelasan pada ibu Untuk meningkatkan pengetahuan ibu
tentang perawatan setelah operasi
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta : EGC.

Hidayat, A  A. (2008), pengantar konsep dasar keperawatan. Edisi ke-2, salemba medika: Jakarta

Mansjoer , Arif . 2000 .Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 .Jakarta : Media Aesulapius FKUI

Marliyn E. Doengoes, Dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3

Nanda, 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2012-2014

Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit edisi ke-2 EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai