Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN BASIC SIX

HIRSCHPRUNG DISEASE

Oleh :
Rifa Nataputri, dr

Pendamping :
Elizabeth Vea Noveria, dr

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS DTP SUKAMANTRI/RS PAKUWON
SUMEDANG
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Basic Six

Topik :

HIRSCHPRUNG DISEASE

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter interensip sekaligus sebagai
bagian dari persyaratan menyelesaikan program interenship dokter Indonesia di Puskesmas
DTP Sukamantri Sumedang

Mengetahui,
Dokter Interensip Dokter Pendamping

Rifa Nataputri, dr Elizabeth Vea Noveria, dr


NIP. 1973112020 1212 2001

1
HIRSCHPRUNG DISEASE

A. Definisi
Merupakan gangguan perkembangan yang di karakteristikan dengan tidak adanya
ganglion di colon sehingga terjadi kegagalan untuk mempersarafi dinding colon.

B. Epidemiologi
- Terjadi pada 1 dari 4000-7000 kelahiran hidup
- Laki-laki 4x lebih sering dari perempuan
- Banyak terjadi pada ras kulit putih
- Banyak terjadi pada anak dari keluarga yang memiliki riwayat hirschprung disese

C. Etiologi
Herediter & mutasi gen yang mengatur migrasi neural crest  Enteric nervous system
a. RET
b. GDNF
c. EDNRB
d. Sox10

D. Faktor Risiko

Faktor risiko hirsprung itu multifaktorial, bisa herediter dan mutasi gen.

E. Klasifikasi
 Hirsprung segmen pendek (klasik), daerah aganglionik meliputi rectum
sampai sigmoid, jenis ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki yaitu
lima kali lebih sering dari pada anak perempuan.
 Hirsprung segmen panjang, daerah aganglionik yang meluas lebih tinggi dari
sigmoid
 Kolon aganglionik total, aganglionosis yang mengenai seluruh kolon
 Aganglionosis universal, aganglionosi mengenai seluruh kolon dan hampir
seluruh usus halus

2
F. Patogenesis dan patofisiologi

Faktor resiko

Mutase RET gen

Enterik Neural Crest Sel tidak migrasi dari neural crest kearah bowel

Tidak terbentuk Meissner submucosal dan aurebach myecenteric plexus (ganglion)


dan distal segment

Gangguan peristaltic usus

Pasase usus terganggu

Mekoniu Obstipasi Peningkatan


m tidak peristaltic
keluar usus bagian
dalam 24 proksimal
jam
Gas dan feses Visibel Peningkatan
Muntah terakumulasi bowel bising usus
hijau movement
Colitis
(kronis)
Usus Abdominal
proksimal discomfort Diare
melebar berat,
feses bau
Mega
kolon

Distensi
abdomen

G. Manifestasi Klinis

Gejala klinis :

- Pengeluara mekonium yang terlambat ( > 24 jam pertama)


- Muntah hijau

3
- Distensi abdomen
- Konstipasi
- Demam jika telah terjadi enterokolitis
Gejala utama berupa gangguan defekasi yang dapat mulai timbul 24 jam
pertama setelah lahir. Trias klasik gambaran klinis pada neonatus adalah mekonium
yang keluar terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau dan perut
kembung seluruhnya. Gejala obstipasi yang kronik dapat diselingi oleh diare yang
berat dengan feses berbau akibat timbulnya enterokolitits. Enterokolitis disebabkan
oleh bakteri yang tumbuh berlebihan pada daerah kolon yang iskemi akibat distensi
dinding yang berlebihan.

H. Diagnosis Banding

Pada neonatus, harus dipikirkan kemungkinan atresia ileum atau sumbatan


anorektum oleh mekonium yang sangat padat (meconium plug syndrome). Sedangkan
pada masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh obstipasi dieti, retardasi
mental, hipotiroid dan psokogenik.

I. Diagnosis

- Anamnesis
 Riwayat delayed meconium lebih dari 48jam setelah kelahiran
 Muntah
 Poor feeding
 Abnormal distentiom
- Physical Examination
 Abdominal distention
 Pada DRE terasa ujung jari terjepit lumen rectum yang sempit, pengeluaran
kotoran setelah DRE dan kembung hilang
- Penunjang
 Foto polos abdomen : terlihat tanda-tanda obstruksi usus
 Barium enema akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen
sempit kedaerah yang melebar .

4
 Hitopatologi tidak ditemukan ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa
(submucose ) dan adanya serabut saraf yang menebal.
 Anorectalmanaometri, reflex relaksas internal spinchter setelah distensi rectal
lumen
 Pada pemeriksaan Histokimia terdapat peningkatan kolinesterase.

J. Terapi

Prinsip penanganan adalah mengatsi obstruksi, mencegah terjadinya enterokolitis,


membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontuinitas usus. Untuk
mengobati gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis, dapat dilakukan bilasan
kolon dengan cairan garam faali. Tujuan yang sama juga dapat dicapai dengan
tindakan kolostomi pada derah yang ganglionic. Pada prosedur operasi berat badan
bayi lebih dari 9 kg .

- Preoperative
 Konsultasi ahli pediatric gastroenterology
 Fluid resuscitation
 Nasogastric decompression
 Intreavenous antibiotic untuk mencegah enterokolitis
- Operative
 Colostomy untuk memotong aganglionic segment
 Pull trough untuk menyambaungkan ganglionic segen dengan ganglionic segment
yang lain

5
1. Type soave pull procedure
2. Type Duhamel procedure
3. Tyoe swensen procedure
- Postoperative care
 Routine colonic irrigation
 Antibiotic profilaxis
 Makanan tidak diberikan lewat mulut sampai 8 jam setelah operasi
 Makanan tinggi serat
 Follow up bowel habit
 Follow up tumbuh kembang

K. Komplikasi
 Konstipasi kronis
 Enterocolitis
 Peritonitis
 Sepsis
 Bowel dysmotility
 Fecaloma
 Anoreactal stenosis
 Internal spinchter spasm

L. Prognosis
 Untreated mortylity 80%
 Treated mortility 30%
 Poor outcome, biasanya terdapat komplikasi setelah dilakukan operasi

6
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, W, R. Sjamsuhidajat. Buku Ajar IlmuBedah.Jakarta. Ed ke-3 EGC: 2010

2. Soelarto R. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu Bedah FK UI

Anda mungkin juga menyukai