PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan serta mendeskripsikan mega colon
congenital pada tahun 1863 adalah Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson
dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan
oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Penyakit hirschprung
terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hirschsprung di Indonesia tidak diketahui
secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan
lahir 1400 bayi dengan penyakit hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit
Hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup. laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan
perempuan dengan perbandingan 4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai
dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan
kardiovaskuler.
Penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi.
1
faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor
lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan
yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum,
manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan
dan colostomi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisa dari hirshprung
2. Bagaimana klasifikasi hirschprung.
3. Bagaimana etiologi hirschprung.
4. Bagaimana patofisiologi hirschprung.
5. Apakah manifestasi klinis hirschprung.
6. Apakah pemeriksaan medis hirschprung.
7. Bagaimana penatalaksanaan hirschprung.
8. Bagaiaman asuhan keperawatan hirschprung
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi hirschprung
Hirschprung adalah kelainan bawaan berupa obstruksi usus akibat dari tidak adanya
sel-sel ganglion parasimpatik pada dinding saluran intestinal lapisan submukosa, dan biasa
terjadi pada calon bagian distal (Fitri Purwanto, 2001).
B. Klasifikasi glaukoma
Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996). Hirschsprung dibedakan
sesuai dengan panjang segmen yang terkena, hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe
berikut :
1. Segmen Pendek
Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai sigmoid,terjadi pada sekitar 70%
kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan
anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada
laki-laki dibandingkan wanita dan kesempatan saudara laki-laki dari penderita anak untuk
mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20 (Sacharin, 1986)
2. Segmen Panjang
Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai seluruh
kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi
pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, 1996: Sacharin, 1986).
3
C. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus kearah proksimal, 70 % terbatas didaerah rektosigmoid,
10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus dan pilorus.
Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega kolon kongenital adalah
diduga karena terjadi faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down
syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan submukosa pada dinding plexus.
Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang usus
karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut
gerakan peristaltiik). Kontraksi dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion
yang terletak dibawah lapisan otot.
Sedangkan menurut (Amiel, 2001) penyebab hisprung tidak diketahui, tetapi ada
hubungan dengan kondisi genetic Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan
neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung familiar (Edery, 1994). Gen lain
yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang
diturunkan dari factor gen, dari factor gen endhotelin-B, dan gen endothelin -3 (Marches,
2008).Penyakit Hirschprung juga terkait dengan Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien
dengan penyakit Hirschprung juga memiliki trisomi 21 (Rogers, 2001).
D. Patofisiologi
Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer
dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik
hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan
tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega
Colon.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi
dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
4
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut
melebar.
5
E. PATHWAYS
Aganglionik
saluran cerna
Peristaltik menurun
inflamasi diare
Mual & muntah Distensi abdomen
Ekspansi paru
Prosedur menurun
Ketidakseimban Resiko
operasi
gan nutrisi < dari kekurangan
kebutuhan volume cairan
tubuh
Pola nafas tidak efektif
Nyeri akut
Imunitas menurun
6
Perubahan Resiko tinggi
tumbuh infeksi
kembang
F. Manifestasi klinis
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam
batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi.
7
Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan
elektrolit.
b. Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet
preoperatiof.
c. Profil koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan
pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang distensi dengan adanya
udara dalam rectum.
b. Barium enema
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat
ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.
8
H. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan
sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat
didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi
dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
9
Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini.
Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal
nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini
sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet
rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral
total
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan
tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada
segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh
kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
(Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut
kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat
lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering
mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama
beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang
konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau
busuk dapat terjadi
11
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum
terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardi dimana
menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan
demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan
didapatkan
a. Inspeksi: Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan fese
akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau busuk.
b. Auskultasi: Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan
hilangnya bisng usus.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
12
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak adekuat
dan rangsangan muntah.
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
13
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukoltik, jika perlu
Intervensi pendukung
dukungan kepatuhan program pengobatan
Observasi
Identitas keputahan menjalani program pengobatan
Terapeutik
Komitmen menjanani program pengobatan dengan baik
Buat jadwal pendampingan keluarga untuk berdampingan menemani pasien
selama menjalani program pengobatan, jika perlu
Dokumentasi aktifitas selama menjalani proses pengobatan
Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau menhambat berjalannya program
pengobatan
Libatkan keluarga untuk mendukung program pengobatan yang dijalani
Edukasi
Informasikan program pengobatanan yang harus dijalani
Informasikan pengobatan yang akan diperoleh jika teratur menjalani program
pengobatan
Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan merawat pasien selama menjalani
program pengobatan
Anjurkan pasien dan keluarga melakukan konsultasi kepelayanan kesehatan
terdekat, jika perlu
14
ajarkan cara menghitung respirasi dengan mengamati naik turunnya dada saat
bernapas
ajarkan cara menghitung respirasi selama 30 detik dan kalikan dengan 2 atau
hitungan selama 30 detik jikarespirasi tidak teratur.
Terapeutik
Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresus, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Ruangam, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitas istirahat dan tidur
Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pembilihan strategi meredahkan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meradahkan nyeri
15
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
Intervensi pendukung
Terapeutik
Edukasi
Pemantauan Nyeri
Observasi
Identifikasi faktor pencetus dan peredah nyeri
Monitor kualitas nyeri (mis. Terasa tajam, tumpul, di remas-remas, ditimpa beban
berat
Monitor lokasi penyebaran nyeri
Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala
Monitor durasi dan frekuensi nyeri
Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan nyeri sesuai dengan kodisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak
adekuat dan rangsangan muntah.
16
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat teratasi.
Kriteria hasil :
1. Stamina
2. Tenaga
3. Kekuatan menggenggam
4. Penyembuhan jaringan
5. Daya tahan tubuh
6. Pertumbuhan
Intervensi utama : Manajemen nutrisi
Observasi
identifikasi status nutrisi
identifikasi alergi dan intoleransi makanan
identifikasi makanan yang disukai
identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
monitor asupan makanan
monitor berat badan
monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
fasilitas menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika perlu
Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.pereda nyeri,antiemetik),jika
perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan,jika perlu
Intervensi pendukung :
Pemantauan nutrisi
17
Observasi
Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan gizi (mis. Pengetahuan,
ketersediakan makanan, agama/kepercayaan, budaya, menguyah tidaj adekuat,
gangguan menelan , penggunaan obat-obatan atau pascaoperasi)
Identifikasi kelainan pada kulit (mis. Memar berlebihan, luka yang sulit sembuh,
dan pendarahan)
Identifikasi kelainan pada rambut (mis. Kering, tipis, kasar, dan mudah patah)
Identifikasi pola makan (mis. Kesukaan/ketidaksukaan makanan, konsumsi
makanana cepat saji, makanan buru-buru)
Identifikasi kelainan pada kuku (mis. Berbentuk sendok, retak, mudah patah dan
bergerigi)
Identifikasi kemampuan menelan (mis. Fungsi motorik wajah, refleks menelan,
refleks gag)
Identifikasi kelianan rongga mulut (mis. Peradangan, gusi berdarah, bibir kering,
retak, luka)
Identifikasi kelaianan eliminasi (mis. Diare, darah, lendir, dan eliminasi tidak
teratur)
Monitor mual dan muntah
Monitor asupan oral
Monitor warna konjungtiva
Monitor hasil laboratorium (mis. Kadar kolestrol, albumin serum, transferring,
kreatinin, hemoglobin, hematoktir, dan elektrolit darah)
Terapeutik
Timbang berat badan
Ukur atropometrik komposisi tubuh (mis. Indeks massa tubuh, pengukuran
pinggang, dan ukuran lipatan kulit)
Ukuran perubahan berat badan
Atur interval waktu pemantauan sesauai dengan kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
18
Manajeman gangguan makanan
Observasi
Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan kalori
Terapeutik
Timbang berat badan secara rutin
Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang
sesuai
Lakukan kontrak perilaku (mis. Target berat badan, tenggung jawab perilaku)
Dampingi kekamar mandi untuk pengamatan perilaku memuntahkan kembali
makanan
Berikan pengutan positif terhadap keberhasilan target dan perubahan perilaku
Berikan konsekuensi jika tidak mencapai target sesuai kontrak
Rencanakan program pengobatan untuk perawatan dirumah (mis. Medis,
konseling)
Edukasi
Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi pemicu pengeluaran
makanan (mis. Pengeluaran yang disengaja, muntah, aktivitas berlebihan)
Ajarakan pengaturan diet yang tepat
Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah perilaku makan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang berat badan, kebutuhan kalori dan pilihan
makanan
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena
mual.
Tujuan : volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
19
Observasi
Monitor status hidrasi (misalnya, frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian
kapiler, kelembapan mukosa,turgor kulit, tekanan darah)
Monitor berat badan harian
Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (misalnya hematocrit, Na, K, Cl, berat
ejnis urine, BUN)
Monitor status hemodinamik (misalnya MAP, CVP, PAP, PCWP jika tersedia).
Terapeautik
Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Berikan cairan intravana,jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretic,jika perlu
Intervensi pendukung
Pemantauan elektrolit
Observasi
Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
Monitor kadar elektrolit serum
Monitor mual, muntah dan diare
Monitor kehilangan cairan, jika perlu
Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis. Kelemahan otot, interval QT
memanjang, gelombang T atau terbalik, depresi segmen ST, gelombung U,
kelelahan, perestasia, penurunan refleks, aneroksia, konstipasi, motilitas usus
menurun, pusing, depresi penapasan)
Monitor tanda dan gejala hiperkalemia, (mis. Peka rangsangan, gelisah, mual,
muntah, takikardi, mengarah ke bradikardi, fibrilasi/takikadri ventrikel, gelombang
T tinggi, gelombang P datar, komplek QRS tumpul, blok jantung mengarah asistol)
Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis. Disorientasi, otot berkedut, sakir
kepala, membrane mukosa kering, hipotensi postural, kejang, latergi, penurunan
kesadaran)
Monitor tanda dan gejala hipematermia (mis. Haus, demam, mual, muntah, gelisah,
peka rangsangan, membrane mukosa kering, takikardi, hipotensi, latergi, konfusi,
kejang)
20
Monitor tanda dan gejala hipokalasemia (mis. Peka rangsangan, tanda Chvostek
[spasme otot wajah] tanda Trousseau [spasme karpal], kram otot, interval QT
memnanjang)
Monitor tanda gejala hipomagnesemia (mis. Depresi pernapasan, apatis, tanda
Chvostek, Trousseau, konfusi, distrimia)
Monitor tanda gejala hipermagnesium (mis. Kelemahan otot, hiporefleks,
bradikardi, depresi SSP, latergi, koma, depresi)
Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan Tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
21
Kriteria hasil :
22
Teraputik
Sediakan peralatan mandi (mis. Sabun, sikat gigi, shampoo, pelembab kulit)
Sediakan lingkungan aman dan nyaman
Fasilitasi mengosok gigi, sesuai kebutuhan
Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
Berikan bantauan sesuai tingkat kemandirian
Edukasi
Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan
Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien, jiak perlu
D. Evaluasi
1. Pola napas efektif
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3.
4. Kebutuhan cairan pasien terpenuhi
5. Tidak adanya tanda-tanda atau reksi infeksi.
23
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik
masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan
masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk
tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.
B. SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang
penyakit hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan.
24
DAFTAR PUSTAKA
25