Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ANAK DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN ELIMINASI PATOLOGIS
DARI SISTEM PENCERNAAN DAN
KELAINAN KONGENITAL PADA
KASUS HIRSCHPRUNG
Disusun oleh :

Aditia Pradana P2.06.20.1.19.001


Aliska Dwi Wahyuni P2.06.20.1.19.002
Hilda Widiyaningsih P2.06.20.1.19.017
Rosfi Rosmaya Hartati P2.06.20.1.19.030
Windayani P2.06.20.1.19.039
Latar Belakang

Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua
usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.

Menurut WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa sekitar 7% dari seluruh
kematian bayi di dunia disebabkan oleh kelainan kongenital.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691,
tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon
kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara
jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang
dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi
ganglion.
Rumusan Masalah

1. Apa definisi penyakit Hirschsprung ?


2. Bagaimana epidemiologi penyakit Hirschsprung ?
3. Bagaimana etiologi penyakit Hirschsprung ?
4. Apa saja klasifikasi penyakit Hirschsprung ?
5. Apa saja faktor resiko penyakit Hirschsprung ?
6. Bagaimana patofisiologi penyakit Hirschsprung ?
7. Bagaimana pathyway penyakit Hirschsprung ?
8. Bagaimana manifestasi klinis penyakit Hirschsprung ?
9. Bagaimana komplikasi penyakit Hirschsprung ?
10.Apa saja pemeriksaan diagnostik yang di perlukan untuk penyakit Hirschsprung ?
11. Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit Hirschsprung ?
Tujuan :

A. Tujuan Umum
Diharapkan setelah membaca dan mempelajari makalah ini mahasiswa dapat mengerti tentang
sistem pencernaan dan konsep asuhan keperawatan yang tepat bagi anak dengan gangguan
sistem pencernaan berhubungan dengan Hirschsprung.

B. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu mengidentifikasi epidemiologi penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu mengidentifikasi etiologi penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu mengidentifikasi klasifikasi penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu menyebutkan faktor resiko penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu menerangkan patofisiologi penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu menjelaskan pathyway penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu menyebutkan manifestasi klinis penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu menyebutkan komplikasi penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu menentukan pemeriksaan diagnostik penyakit Hirschsprung
Mahasiswa mampu memilih penatalaksanaan medis penyakit Hirschsprung
Definisi Hirschprung

Pada tahun 1886, Harold Hirschprung pertama kali mendeskripsikan


penyakit hirscprung sebagai penyebab dari konstripasi pada awal masa
bayi. Penyakit hirscprung terjadi pada sekitar 1 per 5.000 kelahiran
hidup. Penyakit hirschsprung sekitar 4 kali lebih sering terjadi pada
laki-laki dari pada perempuan.
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan kongenital berupa tidak
adanya sel ganglion parasimpatis usus (pleksus submukosa Meissner
dan pleksus mienterikus Auerbach) mulai dari sfingteranus internal ke
arah proksimal dengan panjang segmen tertentu. Sekitar 90%
aganglinosis mengenai daerah rektum dan sigmoid. Aganglionosis ini
menyebabkan gangguan peristaltik sehingga menyebabkan obstruksi
saluran cerna (Wijaya & Putri, 2013)
Epidemologi Hirschprung

Secara Global :

“Hirschsprung disease dilaporkan lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan


rasio laki-laki : perempuan adalah 4:1. Pada populasi Asia dilaporkan bahwa
insidensi Hirschsprung disease sebesar 1:3571 kelahiran hidup.

Di Indonesia:

Belum ada data epidemiologi yang dapat menyebutkan angka kejadian


Hirschsprung disease secara nasional di Indonesia. Penelitian di RSUP Haji Adam
Malik Medan melaporkan bahwa di antara pasien Hirschsprung disease usia 0-
12 bulan, 64,2% penderita berjenis kelamin laki-laki
Etiologi
Menurut Kosim dkk, 2012 “Penyakit hisprung terjadi
karena kelainan kongenital, dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya faktor genetik,
lingkungan dan interaksi keduanya. Faktor genetik
dikelompokkan menjadi tiga jenis meliputi kelainan
mutasi gen tunggal, aberasi kromosom dan
multifaktorial (gabungan genetik dan pengaruh
lingkungan). Sementara faktor non-genetik/lingkungan
terdiri dari penggunaan obat-obatan selama hamil
terutama pada trimester pertama (teratogen),
paparan bahan kimia dan asap rokok, infeksi dan
penyakit ibu yang berpengaruh pada janin sehingga
menyebabkan adanya kelainan bentuk dan fungsi
pada bayi yang dilahirkan”
Klasifikasi
Dua kelompok besar, yaitu :

1. Tipe kolon spastik


Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala
(konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri, Sering tampak
lendir pada tinjanya. Perut terasa kembung, mual, sakitkepala,
lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi. Buang
air besar sering meringankan gejala-gejalanya.

2. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan


konstipasi yang relatif tanpa rasa nyeri..
FAKTOR RESIKO

1. Memiliki saudara dengan penyakit


Hirschsprung, karena penyakit ini dapat
diwariskan.
2. Penyakit Hirschsprung lebih sering terjadi
pada laki-laki
3. Memiliki kondisi riwayat terwaris lainnya,
penyakit hirschsprung dikaitkan dengan
memiliki kondisi tertentu, seperti masalah
jantung dan sindrom down.
Patofisiologi
Abnormalitas seluler dan molekuler dalam perkembangan enteric
nervous system, yaitu tidak sempurnanya migrasi neural crest cells
adalah penyebab utama Hirschsprung‟s disease.
Fenotif Hirschsprung disebabkan oleh besarnya kemungkinan
abnormalitas selama perkembangan enteric nervous system dan
menahan migrasi neural crest-derived cells.
Semakin dini migrasi nueral crest tertahan, maka akan semakin
panjang segmen usus yang tidak memiliki sel ganglion
(aganglionosis). Faktor lain yang juga dicurigai sebagai penyebab
berkembangnya Hirschsprung‟s disease antara lain berubahnya
matriks ekstraselular, abnormalitas faktor neutrophic, dan neural cell
adhesion molecules (Sjamsuhidayat, 2012)
Predisposisi genetik gangguan perkembangan
dari saraf enteric dengan keadaan ganglionic
pada bagian distal kolon

Ketidakmampuan pengembangan dan


pengempisan pada area agenglionik

Hirschprung disease
Aganglionik Saluran Cerna
Pathway Hirschprung
Paristaltik menurun

Perubahan pola eliminasi (konstipasi)

Akumulasi isi usus


 

Poliferasi bakteri Dilatasi usus

Pengeluaran endotoksin Feses membentuk produks gas meningkat

Inflamasi Diare

Enterokolitis Mual & Muntah Distensi Abdomen

Prosedur operasi Anoreksia Drainase gaster Penekanan pada diafragma

Nyeri akut ketidakseimbangan resiko kekurangan Penekaan paru menurun


nutrisi kurang dari volume cairan
kebutuhan tubuh Pola nafas tidak efektif

Imunitas menurun

perubahan tumbuh kembang Resiko tinggi infeksi


Manifestasi klinis Hirschprung bervariasi menurut usia
ketika gejala penyakit ini dikenali dan adanya Manifestasi
komplikasi seperti enterokolitis. Pada periode bayi baru
lahir ditemukan kegagalan mengeluarkan mekonium klinis
dalam waktu 24 jam hingga 48 jam pertama setelah lahir,
keengganan mengkonsumsi cairan, muntah yang bernoda
empedu dan distensi abdomen. Sementara pada bayi
dapat dijumpai failureto thrive (FTT), konstipasi,
distensi abdomen, episode diare dan vomitus serta tanda-
tanda yang sering menandai adanya enterokolitis
sepertidiare yang menyembur atau menyerupai air,
demam dan keadaan umum yang buruk. Sedangkan pada
anak-anak didapatkan konstipasi, feses mirip tambang
dan berbau busuk, distensi abdomen, peristaltik yang
terlihat, massa feses mudah diraba dan anak tampak
malnutrisi serta anemia (Wong, dkk, 2009)
Komplikasi
A.Obstruksi, karena 5 hal: B. Enterocolitis

1. Obstruksi mekanial - Multifaktorial


2. Rekuren aganglionosis - Stasis obstruksi fngsional >
3. Kelainan motilitas kolon pertmbuhan bakteri dan infeksi
proximal sekunder
4. Achalasia sphicter internus >
- Agen yang berperan : Clostridium
dificile dan rotavirus .
abnomalitas dari recto-anal - Dapat terjadi sebelum atau
inhibitory reflex > dilakukan sesudah operasi
sphincterotomy chemical - Gejala berupa demam, distensi
(botulinum toxin) abdomen, diare, leukositosis dan
5. Kebiasaan menahan BAB edema intestinal
Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Ngatsiyah, 1997 : 139, pemeriksaan diagnostik pada penyakit hisprung diantaranya :
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan mencari sel
ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos.
Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini khas terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

Sedangkan menurut Betz, 2002 : 197, diantaranya :


1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Umum
Manajemen bayi sampai saat operasi terdiri dari lavage kolon setiap hari untuk
mengosongkan usus. Larutan normal saline harus digunakan. Jika jumlah obstruksi ada pada
neonatus, kolostomi sementara atau ileostomy diperlukan untuk dekompresi usus besar

2. Intervensi Bedah
Pengobatan bedah melibatkan menarik segmen ganglionik yang normal melalui anus.
Namun, operasi korektif biasanya ditunda sampai bayi berusia setidaknya 10 bulan dan lebih
mampu bertahan.
Teknik bedah yang digunakan didasarkan pada tiga prosedur korektif utama : Duhamel, tarik
Soave, atau Swenson melalui operasi.

Pembedahan hirschprung dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :


a. Kolostomi loop atau double bareel
b. Operasi Definitive
c. Penutupan kolostomi
PENATALAKSANAAN MEDIS

3. Rujukan
Merujuk pasien ke dokter bedah untuk perawatan

4. Pendidikan pasien dan keluarga pasien


Ajatkan dan latih orang tua berbagai tindakan untuk membantu proses penyembuhan anak

5. Penatalaksanaan Konsertif
Tindakan konservatif adalah tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah
dengan jalan memasanganal tubedengan atau tanpadisertai pembilasan air garam hangat secara
teratur.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
Informasi identitas/ data dasar meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi
2. Riwayat keperawatan:

- Keluhan utama :
Masalah yang dirasakan pasien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian. Obstipasi merupakan tanda utama pada bayi baru lahir. Pada klien
hisprung misalya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah berwarna hijau
atau bahkan diare

- Riwayat kesehatan sekarang :


Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir,
distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Bayi sering mengalami konstipasi,
muntah, dehidrasi.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana
upaya pasien mengatasi masalah tersebut
- Riwayat kesehatan masa lalu :
Apakah sebelumnya pasien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, dan
lahiran, riwayat alergi, imunisasi.
(Tidak ada penyakit terdahulu yang memperngaruhi terjadinya penyakit hisprung.
Tidak ada imunisasasi untuk bayi atau anak dengan penyakit hisprung).

- Riwayat nutrisi meliputi :


Masukan diet anak dan pola makan anak

- Riwayat psikologis :
Bagaimana perasaan pasien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan
rendah diri atau bagaimana cara pasien mengekspresikannya

- Riwayat kesehatan keluarga :


Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita
hisprung.
- Riwayat sosial :
Apakah ada pendekatan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain

- Riwayat tumbuh kembang :


Tanyakan sejak kapan, berapa lama pasien merasakan susah BAB

- Riwayat kebiasaan sehari-hari :


Meliputi kebutuhan nutrisi, istrirahat, dan aktifitas
Pemeriksaan fisik
* Sistem kardiovaskuler (Tidak ada kelainan)

* Sistem pernafasan
Biasanya ada sesak nafas, distres pernafasan

* Sistem pencernaan
Umumnya obstipasi. Perut kembung atau perut tegang, muntah berwarna hijau.
Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan
merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara
dan mekonium atau tinja yang menyebrot.

* Sistem genitourinarius (Tidak ada kelainan)


* Sistem saraf (Tidak ada kelainan)
Pemeriksaan fisik
* Sistem saraf (Tidak ada kelainan)

*Sistem lokomotor/ muskuloskeletal


Gangguan rasa nyaman

*Sistem endokrin (Tidak ada kelainan)

* Sistem integumen
Akral hangat

* Sistem pendengaran (Tidak ada kelainan)


Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostic
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan radiologis didapatkan adanya segmen
aganglionosis diantaranya: apabila segmen aganglionosis mulai
dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hisprung segmen
pendek dan apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid
sampai seluruh kolon maka termasuk tipe hisprung segmen
panjang.
2. Pemeriksaan biopsi rektal digunakan untuk mendeteksi ada
tidaknya sel ganglion.
3. Pemeriksaan manometri anorektal digunakan untuk mencatat
respons refluks sfingter internal dan eksternal.
Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
2. Nyeri akut berhubungan dengan inkontinuitas jaringan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat dan
rangsangan muntah
4. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan defek
persarafan terhadap aganglion usus
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah,
diare, dan pemasukan terbatas karena mual
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas menurun dan
proses penyakit
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Pola nafas tidak NOC : Status pernafasan NIC :Monitor pernafasan •Monitor pernafasan
efektif b.d Kriteria Hasil : 1) Monitor frekuensi, ritme, 1. Untuk mengetahui keabnormalan
penurunan ekspansi 1) Frekuensi pernafasan kedalamam pernafasan pernafasan klien
paru dalam batas normal 2) Palpasi ekspansi paru 2. Untuk mengetahui kesimetrisan ekspansi
2) Irama nafas sesuai yang 3) Auskultasi suara pernafasan paru kanan dan kiri
diharapkan NIC: Terapi Oksigenasi 3. Untuk mengetahui adanya obstruksi pada
3) Ekspansi dada simetris 1) Atur peralatan oksigenasi jalan nafas
4) Bernafas mudah 2) Monitor aliran oksigen • Terapi oksigen
Keadaan inspirasi 3) Pertahankan jalan nafas yang 1. Untuk mencegah adanya kesalahan dalam
paten pengaturan peralatan oksigenasi
4) Pertahankan posisi pasien 2. Untuk mengetahui adanya kebocoran
dalam aliran oksigen mencegah adanya
komplikasi lanjutan
3. Untuk memaksimalkan ventilasi udara
4. Untuk menurunkan kolaps jalan nafas dan
meningkatkan ekspansi paru
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
2. Nyeri akut b.d NOC : Tingkat nyeri NIC :Manajemen nyeri •Manajemen nyeri
inkontinuitas Kriteria hasil : 1) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lok 1. Untuk mengetahui kualitas nyeri dan
jaringan 1) Mengenali faktor karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas menentukan intervensi
penyebab beratnya nyeri dan faktor – faktor presipitasi 2. Untuk mengetahui skla nyeri
2) Menggunakan 2) Observasi isyarat – isyarat non verbal dari ketidaknyam 3. Agar klien dapat mengekspresikan nyeri
metode khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara dengan tepat hingga didapat kan kualitas
pencegahan efekti nyeri yang dirasakan pasien
3) Menggunakan 3) Gunakan komunikasi terapeutik agarpasien mengekspresikan 4. Untuk mencegah adanya komplikasi
metode nyeri lanjutan
pencegahan 4) Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat 5. Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan
analgetik untuk mempengaruhi
mengurangi nyeri. 5) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : • Pemberian analgesik
4) Menggunakan relak guided imagery, distraksi, terapi bermain, terapi 1. Untuk menentukan analgetik yang tepat
analgetik sesuai aktivitas) untuk diberikan
kebutuhan 2. Untuk mencegah kesalahan dalam
NIC: Pemberian analgetik
5) Mengenali gejala- pemberian analgetik
gejala nyeri 3. Agar analgetik yang diberikan
6) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
memberikan efek yang tepat
sebelum pemberian obat. 4. Agar pemberian anagetik sesuai dengan
indikasi
7) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
8) Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik
ketik pemberian lebih dari satu.
9) Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya
nyeri.
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
3. Ketidakseimba NOC : Status NIC :Manajemen nutrisi •Manajemen nutrisi
ngan nutrisi nutrisi 1) Timbang Berat badan 1. Untuk mengetahui adanya penurunan
kurang dari Kriteria hasil : 2) Anjurkan pada keluarga pasien berat badan pada klien
kebutuhan 1) Stamina untuk memberikan ASI 2. Untuk meambah nutrisi klien
tubuh b.d mas 2) Tenaga 3) Anjurkan pasien untuk 3. Untuk melengkapi kebutuhan nutrisi
makanan tak 3) Kekuatan meningkatkan protein dan vit C klien
adekuat dan menggenggam 4) Kolaborasikan dengan ahli gizi 4. Agar kebutuhan klien terpenuhi
rangsangan 4) Penyembuhan untuk menentukan jumlah k dan dengan perhitungan yang tepat
muntah jaringan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
5) Daya tahan • Monitor nutrisi
tubuh NIC: Monitor nutrisi 1. Untuk mengetahui adanya dehidrasi
6) Pertumbuhan 5) Monitor mual dan muntah 2. Untuk mengetahui asupan nutrisi yang
6) Monitor intake nutrisi masuk pada tubuh klien
7) Monitor pertumbuhan dan 3. Untuk mengetahui adanya
perkembangan keabnormalan pertumbuhan dan
perkembangan anak
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
4. Perubahan pola NOC : Bowel NIC : Bowel irrigation •Bowel irrigation
eliminasi elimination 1) Tetapkan alasan dilakukan 1. Adanya tindakan yang dilakukan
(konstipasi) b.d Kriteria hasil : tindakan pembersiha sistem sesuai dengan indikasi
defek persyarafan 1) Pola eliminasi dalam pencernaan. 2. Mencegah kesalahan dalam
terh aganglion batas normal 2) Pilih pemberian enema pemberian enema
usus 2) Warna feses dalam yang tepat 3. Agar klien dan keluarga dapat
batas normal 3) Jelaskan prosedur pada memahami prosedur yang dilakukan
3) Feses lunak / lembut pasien 4. Mencegah adanya komplikasi dari
dan berbentuk 4) Monitor efek samping dari efek samping
4) Bau feses dalam tindakan irigasi atau 5. Agar keluarga klien dapat menerima
batas normal (tidak pemberian oral atas tindakan yang dilakukan
menyengat) 5) Catat keuntungan dari 6. Agar keluarga dan klien tidak cemas
5) Konstipasi tidak pemberian enema laxatif akan kemungkinan yang terjadi
terjadi 6) Informasikan pada pasien
kemungkinan terjadi perut
kejang keinginan untuk
defekasi.
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
5. Resiko NOC : NIC : Manajemen cairan •Manajemen cairan
kekurangan Keseimbangan 1) Timbang popok jika diperlukan 1. Mengetahui output cairan yang
volume cairan cairan 2) Pertahankan intake dan output dikeluarkan
b.d muntah, Kriteria hasil : yang akurat 2. Untuk mempertahankan
diare dan 1) Keseimbangan 3) Monitor status hidrasi keseimbangan cairan
pemas terbatas intake dan output (kelembaban membran mukosa, 3. Untuk mencegah keabnormalan
karena mual. 24 jam adekuat, tekanan darah) status hidrasi
2) Berat badan 4) Monitor vital sign 4. Mengetahui status TTV klien
stabil 5) Kolaborasikan pemberian cairan 5. Untuk mencegah
3) Tidak ada mata IV ketidakseimbangan cairan lebih
cekung 6) Dorong masukan oral lanjut
4) Kelembaban 7) Dorong keluarga untuk membantu 6. Agar klien tidak dehidrasi
kulit dalam batas pasien makan 7. Agar kebutuhan cairan dari
normal makanan klien terpenuhi
5) Membran
mukosa lembab
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
6. Resiko tinggi NOC :Imune status NIC :Perlindungan infeksi •Perlindungan infeksi
infeksi b.d Kriteria hasil : Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui adanya tanda gejala
imunitas menurun Pasien bebas dari tanda infeksi sistemik dan local infeksi
dan proses dan gejala infeksi Monitor kerentanan terhadap 2. Untuk menentukan intervensi
penyakit Menjelaskan proses infeksi pencegahan infeksi
penularan penyakit Inspeksi kulit dan membran 3. Mengetahui adanya tanda infeksi pada
Menjelaskan faktor yang mukosa terhadap kemerahan, kulit dan membran mukosa
mempengaruhi panas dan drainase 4. Mengetahui dan mencegah infeksi
penularan serta Inspeksi kondisi luka / insisi pada luka
penatalaksanaannya bedah 5. Mencegah terjadinya infeksi
Menunjukan Dorong masukan nutrisi yang 6. Memaksimalkan istirahat klien
kemampuan untuk menc cukup sebagai bentuk perlindungan dari
timbulnya infeksi Dorong istirahat infeksi
Menunjukan perilaku
hidup sehat
IMPLEMENTASI

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Pedoman implementasi keperawatan terhadap kasus gangguan eliminasi patologis dari


sistem pencernaan dan kelainan kongenital pada kasus hirschprung pada anak mengacu
pada rencana keperawatan yang telah direncanakan dengan memperhatikan tanda dan
gejala serta keluhan yang dirasakan pasie. Tindakan yang dilakukan konsisten dengan
rencana dan dilakukan setelah memvalidasi rencana tersebut.

Validasi menentukan apakah rencana masih relevan, masalah mendesak, berdasar pada
rasional yang baik dan diindividualisasikan. Perawat memastikan bahwa tindakan yang
sedang diimplementasikan, baik oleh pasien, perawat atau yang lain, berorientasi pada
tujuan dan hasil.
EVALUASI Tahap evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Tujuan dari evaluasi keperawatan adalah menjamin asuhan keperawatan secara


optimal, meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, mengakhiri rencana
tindakan keperawatan menyatakan tujuan keperawatan telah tercapai tidaknya.

Terdapat 2 jenis evaluasi keperawatan diantaranya :


1. Evaluasi formatif, merupakan jenis evaluasi keperawatan yang dilakukan
setelah memberikan tindakan atau intervensi keperawatan dengan respon
dari klien segera.
2. Evaluasi sumaif, merupakan jenis evaluasi keperawatan yang dilaksanakan
pada akhir tindakan secara paripurna dalam kurun waktu yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan yang direncanakan pada
tahapperencanaan
KESIMPULAN

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik,
psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit
hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar
anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi
bayi/anak.

Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh
seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan
perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun
tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Ashcraft’s Pediatric Surgery 6th Edition


Coran Pediatric Surgery 7th Edition
Langman’s Medical Embryology 13th Edition
Larsen’s Human Embryology 5th Edition
Monforte-Muñoz H et al. Increased submucosal nerve trunk caliber in aganglionosis :a "positive" and objective finding in
suction biopsies and segmental resections in Hirschsprung's disease
Ziegler : Operative Pediatric Surgery 2nd Edition
Granéli, C. (2017). Diagnosis, Symptoms, and Outcomes of Hirschsprung's Disease from the Perspective of Gender. Surg Res
Pract, doi: 10.1155/2017/9274940.
Langer, J.C. (2013). Hirschsprung Disease. CurrOpinPediatr, doi: 10.1097/MOP.0b013e328360c2a0.
National Organization for Rare Disorders (2017). Rare Disease Database. Hirschsprung Disease
National Health Service United Kingdom (2019). Health A-Z. Hirschsprung’s Disease
Kaneshiro, N. National Institute of Health (2017). MedlinePlus. Hirschsprung disease.
Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Hirschsprung’s Disease.
Brennan, D. WebMD (2019). What Is Hirschsprung’s
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologiuntukkeperawatan. Jakarta: EGC
Holly L Neville ( 2014). Pediatric Hirschsprung Disease Clinical Presentation.Medscape [Online]. Tersedia
http://emedicine.medscape.com/article/929733-clinical#a0216 . [2 Maret 2021]
St.Louis Hospital (2014). Hirschsprung Disease. Children’s Hospital – ST. Louis[ online]. Tersedia:
http://www.stlouischildrens.org/diseases-conditions/hirschsprung-disease . [2 Maret 2021]
Mayo Clinic Staff (2013). Disease and Coditions : Hirschsprung’s disease. MayoClinic [online]. Tersedia :
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hirschsprungs-disease/basics/risk-factors/con-
20027602 . [24 Maret 2021]
Lefkowitz, Mark., et al.2010.Atlas of Pathophysiology.3rd Edition.California: LippincottWilliams&
Wilkins
Abdur-Rahman LO, Cameron B. 2010. Hirschsprung’s Disease In Africa In The 21Century. Surgery in
Africa
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Wagner,JustinP.2014.HirschprungDisease.http://docshare01.docshare.tips/files/28011/280115373.pdf. Di
aksestanggal 2 Maret 2015
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: SagungSeto
Holschneider A. and Ure B. M, 2005. Hirschprung’s Disease in Pediatric Surgery. 4thEd. Elsevier
Saunders Philadelpia, Pensylvania
Disease.https://www.alodokter.com/penyakit-hirschsprung
https://pdfcoffee.com/qdownload/askep-hisprung-3-pdf-free.html
https://munahasrini.wordpress.com/2012/04/13/askep-anak-dengan-hisprung/
https://fdokumen.com/document/askep-anak-dengan-hisprung.html
http://docshare01.docshare.tips/files/28011/280115373.pdf
http://spesialis1.iba.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2018/01/Hirschsprungs-Disease.pdf
http://repository.unimus.ac.id/2026/6/BAB%20II.pdf
Thank You

Anda mungkin juga menyukai