Anda di halaman 1dari 17

1

BAB III
TINJAUAN KASUS

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
1. Pengertian Hirschprung
Hirschsprung adalah penyakit hisprung disebut juga congenital
aganglionosis atau megacolon yaitu tidak adanya sel ganglion dalam
rectum dan sebagian tidak ada dalam colon.
Hirschsprung merupakan kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai
dari spinkter ani interna ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi,
tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan
gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional ( Kartono, 1993;
Heikkinen dkk, 1997; Fonkalsursrud 1997 dalam Irawan, 2003).
Penyakit hirschsprung adalah kelainan kongenital pada bagian usus (kolon)
akibat adanya obstruksi mekanis/penyumbatan karena pergerakan usus
yang inadekuat. Penyakit hirschprung disebut juga megacolon kongenital
karena merupakan kelainan bawaan dimana ukuran kolon yang abnormal
besar sebagai akibat pelebaran dan hipertrofi. Insiden penyakit ini adalah 1
diantara 5000 kelahiran hidup dan lebih banyak menyerang laki-laki
(Reffensperger, 1990).

2. Penyebab
a. Aganglion parasimpatik
Hirschsprung terjadi pada persarafan kolon paling bawah, mulai anus
hingga kebagian usus diatasnya, termasuk ganglion parasimpatis.
Ganglion parasimpatis tersebut berfungsi mengatur pergerakan usus
hingga membuat usus dapat bergerak melebar dan menyempit. Pada
penyakit hirschsprung, tidak ada sel-sel saraf ganglion yang membantu
pergerakan usus, sehingga makanan tidak bisa didorong keluar anus.
b. Faktor genetic
Penyakit Hirschsprung dapat disebabkan oleh kelainan genetik terkait
adanya resesif autosomal dan sex-link trait. Robertson dan Brown
menemukan 57 kasus pada 24 keluarga, menunjukkan penyakit ini
2

ditemukan pada 1.3% dari orang tua dan 0.5-1% terdapat pada
saudara.
c. Sering terjadi pada anak dengan down syndrome
d. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dialami oleh anak bervariasi, tergantung usia
perkembangan anak. Pada periode neonatus mungkin tanda yang
ditunjukkan adalah distensi abdomen akut, mual, kegagalan mekonium
untuk keluar, tidak dapat BAB dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, perut
menggembung, diare encer (pada bayi baru lahir), konstipasi kronik mulai
bulan pertama kehidupan dengan terlihat, obstruksi usus dalam periode
neonatal, nyeri abdomen dan distensi, BB tidak bertambah dan
malabsorbsi.
4. Tipe Hirscprung
1. Segmen pendek
Aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, merupakan 70%
penyakit hirscprung, dan lebih sering ditemukan pada anak lak-laki
dibanding anak perempuan. Pada tipe segmen ini insiden 5x lebih besar
bagi saudara laki-laki anak yang menderita kelainan yang
sama(Sacharin, 1986)
2. Segmen panjang
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat
menyerang seluruh kolon atau sampai usus halus. Anak laki-laki dan
perempuan memiliki peluang yang sama, satu dalam 10 tanpa
membedakan jenis kelamin(FKUI, ilmu kesehatan 1986)

5. Patofisiologi

a. Persyarafan parasimpatik kolon di dukung oleh ganglion. Persyarafan


saraf simpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang agaglionik
mengakibatkan peristaltik abnormal sehingga terjadi konstipasi dan
obstruksi.
3

b. Tidak adanya ganglion disebabkan kegagalan daam migrasi sel ganglion


selama perkembangan embriologi. Karena sel ganglion tersebut
bermigrasi pada bagian kaudal aluran gastroinstenstinal(rektum). Kondisi
ini akan memperluas hingga proksimal dari anus.
c. Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk
kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal
4

Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul dibagian proksimal dan teradi obstruksi dan menyebabkan dibagian
koon tersebut melebar(megacolon
Tidak adanya sel gangglion parasimpatik otonom pada satu segmen kolon

Kurangnya persarafan di segmen tersebut

Tidak terdapat gerakan peristaltik ke distal

Kotoran tidak dapat keluar dari anus

Kotoran menumpuk dan menyumbat usus bagian bawah

Hirschsprung

usus melebar Malabsorpsi gangguan penyerapan penumpukan


makanan
Konstipasi
air pada feses dalam usus
Perut menggelembung malnutrisi
Diare Refluks makanan peningkatan
pembusukan
Gangguan pertumbuhan tek. Intra abdomen

Perkembang-
Muntah/ Anoreksia sesak nafas
biakan
5

kuman ↑
6

gangguan keseimbangan
Radangusus cairan kurang dari
kebutuhan tubuh
6. Pemeriksaan penunjang pada penyakit hirschrprung :
1. Pemeriksaan colok dubur
Pada penderita hirscprung, pemeriksaan colok anus sangat penting
untuk dilakukan saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan
karena lumen rectum yang sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan
keluarnya udara dan meconium (feses) yang menyemprot.
2. Pemeriksaan lain
a. Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar
atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon
setelah enema bariun. Radiografi biasa akan memperlihatkan
dilatasi dari kolon di atas segmen aganglionik.
c. Biopsi rectum
Untuk menunjukkan hilangnya sel-sel ganglion. Metode biopsi yang
digunakan ada dua jenis yaitu full-thickness dan suction.
Metode biopsi full-thickness merupakan tes diagnostik yang dapat
dipercaya. Tes ini membutuhkan 2-3 hari hospitalisasi dan juga
pemberian anastesi umum. Anak dipersiapkan dengan irigasi rektal
dan katartik oral sampai usus kosong. Biopsi dilakukan dengan
posisi litotomi agar rekum berdilatasi. Kemudian dibersihkan dengan
saline dan irigasi povidone-iodine. Frozen section dilakukan
secepatnya untuk memastikan spesimen adekuat. Jika tidak
ditemukan sel ganglion pada frozen section maka tindakan yan
dapat diambil adalah kolostomi. Metode jenis ini dapat dipergunakan
untuk kasus mukosa tebal yang menyebabkan sulit untuk
mengambil spesimen. Kekurangan biopsi metode full-thickness
adalah pembentukan skar namun hal ini dapat diminimalisir dengan
reseksi defnitif.
d. Biopsi rektal suction. Metode ini tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosa penyakit Hirschsprung pada anak yang lebih besar,
yang memiliki luas segmen yang pendek.
e. Manometri anorektal
7

Memakai balon berisi udara sebagai transducernya untuk mengukur


tekanan sfingter anus dimana balon dikembangkan didalam rektum.
Respon normalnya sfingter internal berelaksasi diikuti kontraksi
sfingter eksternal. Pada Hirschsprung sfingter eksternal berkontraksi
secara normal tapi sfingter internal gagal berelaksasi. Hasil palsu
dapat disebabkan oleh tangisan dan tahanan abdomen. Pada
periode bayi baru lahir, metode manometri anorektal tidak dapat
dilakukan karena refleks anorektal belum berkembang maka harus
diiringi dengan pemeriksaan biopsi. Walaupun akurasi manometri
meningkat sesuai usia pasien, namun tetap saja tidak akurat bila
tidak di iringi dengan pemeriksaan biopsi. Dengan manometri
anorektal pada penyakit hirschsprung ditemukan hasil :
a. hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi.
b. tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada
segmen usus aganglionik.
c. tidak ada relaksasi spontan.

7. Pentalaksanaan penyakit hirschrprung


1. Kolostomi
yaitu untuk menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis.
2. Operasi korektif
a. Prosedur swanson
approach ke intra abdomen, melakukan biopsi eksisi otot rektum,
diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi
serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum
diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran
anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon
proksimal (bagian kolon yang aganglionik sudah direseksi/
dipotong ) keluar melalui saluran anal. potong rektum distal 2 cm
dari anal verge (pinggir anal) untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm
pada bagian posterior, selanjutnya dilakukan anastomose end to end
dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose
dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler.
Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik/
8

abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum


abdomen ditutup.
b. Prosedur Duhamel
Tampak usus ganglionik diprolapskan melalui rektum posterior,
keluar dari saluran anal. 10 – 14 hari kemudian,usus yang
diprolapskan tadi dipotong dan di anastomose end to side dengan
rektum, kemudian dilakukan pemotongan septum/sekat dengan
klem Ikeda (klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi
setelah 6-8 hari kemudian).
c. Prosedur Soave
Yaitu membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian
menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam
lumen rektum yang telah dikupas tersebut
d. Prosedur rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan
rektum pada level otot elevator nai, menggunakan jahitan 1 lapis
yang dikerjakan intrabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi
sangat penting melakukan businasi secara rutin (Swenson, 1990
dalam Irawan 2003). Pada dasarnya keempat prosedur tindakan
tersebut memotong bagian aganglionik lalu menyambungkannya
kembali dengan rektum.

8. Komplikasi
a. Obstrkusi usus
b. ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c. konstipasi
9

BAB III
TINJAUAN KASUS

KASUS

By. M umur 1 tahun BB 8,8 kg ( BB lahir 2900gr ) dibawa ibunya ke RS X


karena tidak bisa buang air besar dan muntah sejak 3 hari kadang - kadang
muntah setelah minum susu. bisa BAB bila BAB jika diberi obat yang
dimasukan ke dubur,BAB anaknya tidak teratur dan tidak normal karena
anaknya biasa BAB 3 x sehari. Pada pemeriksaan didapatkan tampak
distensi abdomen (+) , pada hasil Hasil Radiologi Pemeriksaan Colon in
loop ( 5-6-20 ) tampak pelebaran rectosgmoid, tampak area aganglionik di
rectum dengan jarak ±1,5 cm dari anal dengan daerah hipogangliomik
diatasnya. Tampak bagian sigmoid lebih besar dari rectum. Pada
pemeriksaan Hasil Laboratorium : Kadar Albumin 4,7 gr/dl, HB : 10 gr /
dl ,HT : 33 %. Pasien direncanakan akan dilakukan tindakan operasi dan
membicarakannya dengan ibu pasien. Ibu pasien tidak bekerja dan
bapaknya berkerja sebagai buruh.

1. PENGKAJIAN
IDENTITAS KLIEN
NAMA : By. M
Umur : 1 tahun
Jenis : Perempuan
BB : 8,8 kg

DATA FOKUS

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

 Ibu mengatakan anaknya  Hasil lab :


muntah. Albumin 4,7 gr/dl,
10

 Ibu mengatakan anak nya HB : 10 gr / dl ,


tidak bisa BAB . HT : 33 %
 Ibu mengatakan bisa BAB  Distensi abdomen (+)
bila BAB jika diberi obat  BAB tidak teratur dan
yang dimasukan ke dubur. tidak normal.
 Hasil Radiologi
Pemeriksaan Colon in
loop ( 5-6-20 ) tampak
pelebaran
rectosgmoid, tampak
area aganglionik di
rectum dengan jarak
±1,5 cm dari anal
dengan daerah
hipogangliomik
diatasnya. Tampak
bagian sigmoid lebih
besar dari rectum

ANALISA DATA

N DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI


O

1 DS :allo anamnesa Gangguan Kurang nya intake,


 Ibu keseimbangan ada nya mual
mengatakan volume cairan
anaknya elektrolit
muntah.
DO :
 Hasil lab :
11

Albumin 4,7
gr/dl,
HB : 10 gr / dl ,
2. HT : 33 %L Konstipasi Aganglionosis /
megacolon
DS : allo anamnesa
 Ibu mengatakan
anak nya sulit BAB
jika tidak
dimasukan obat
dari dubur.

DO :
 Distensi
abdomen (+)
 hasil Hasil
Radiologi
Pemeriksaan
Colon in loop
( 5-6-20 )
tampak
pelebaran
rectosgmoid,
tampak area
aganglionik
di rectum
dengan jarak
±1,5 cm dari
anal dengan
daerah
hipogangliom
ik diatasnya.
Tampak
12

bagian
sigmoid lebih
besar dari
rectum
3. Cemas Kurang pengetahuan
Ds: allo anamnesa
 Ibu
mengatakan
anak nya sulit
BAB jika tidak
dimasukan
obat dari
dubur.
 rencana
operasi
menunggu
pasien stabil.
DO : Ibu klien tampak
gelisah

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan volume cairan elektrolit b.d Kurang nya
intake, ada nya mual
2. Konstipasi b.d Aganglionosis / megacolon
3. Cemas b.d Kurang pengetahuan

3. INTERVENSI
13

Diagnosa keperawatan Rencana tindakan


Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Gangguan keseimbangan Noc : Nic :
volume cairan elektrolitb.d  Fluid balance  Pertahankan
Kurang nya intake,  Hydration catatan intke dan
adanya mual Setelah dilakukan output yang
DS :allo anamnesa tindakan adekuat.
 Ibu mengatakan keperawatan selama  Monitor hidrasi
anaknya muntah. 3x 24 jam gangguan (kelembaban
DO : keseimbangan membran
 Hasil lab : volume cairan mukosa, nadi
Albumin 4,7 gr/dl, elektrolit teratasi adekuat.)
HB : 10 gr / dl , dengan kriteria  Monitor vital sign
HT : 33 %L hasil : setiap 15 menit –
 Mempertahankan 1 jam
urine output sesuai  Kolaborasi
dengan usia dan BB pemberian
 Tidak ada tanda- cairan IV
tanda dehidarasi,  Berikan cairan
tidak ada rasa haus oral
yang berlebihan  Monitor hasil lab
yang sesuai
dengan retensi
cairan.
Konstipasi b.d Noc : Nic :
Aganglionosis /  Hidration Manajemen konstipasi
megacolon Setelah dilakukan  Identifikasi
DS : allo anamnesa tindakan factor-faktor
 Ibu mengatakan anak keperawatan selama yang
nya BAB tidak teratur 1x 24 jam konstipasi menyebabkan
dan tidak normal klien teratasi dengan konstipasi
 Ibu mengatakan kriteria hasil :  Jelaskan
anaknya baru bisa  Pola AB dalam penyebab dan
14

BAB Jika diberi obat batas normal rasionalisasi


yang dimasukan  Feses lunak tindakan pada
kedalam dubur.  Hidrasi adekuat pasien
DO :  Konsultasikan
 Distensi abdomen dengan dokter
(+) tentang
 Hasil Radiologi peningkatan dan
Pemeriksaan penurunan bising
Colon in loop ( 5-6- usus.
20 ) tampak  Kolaborasi jika
pelebaran ada tanda dan
rectosgmoid, gejala
tampak area konstiapasi yang
aganglionik di menetap.
rectum dengan  Jelaskan pada
jarak ±1,5 cm dari ibu klien
anal dengan konskuensi
daerah menggunakan
hipogangliomik laxative dalam
diatasnya. Tampak waktu yang lama
bagian sigmoid
lebih besar dari
rectum

Cemas b.d Kurang Noc : Nic :


pengetahuan  kontrol kecemasan penuruan kecemasan
Ds: allo anamnesa  koping  gunakan
 Ibu mengatakan setelah dilakukan pendekatan yang
anak nya sulit BAB asuhan menyenangkan
jika tidak
dimasukan obat keperawatan selama  menyatakan
dari dubur. 1x 24 jam dengan jelas
 rencana operasi
kecemasan orang harapan
menunggu pasien
15

stabil. tua teratasi dengan  jelaskan


DO : Ibu klien tampak kriteriahasil : prosedur dan
gelisah.  ibu klien mampu apa yang
menidentifikasi dan dirasakan
mengungkapan selama prosedur
gejala cemas  temani ibu klien
 menidentifikasi, untuk
mengungkapakan memberikan rasa
dan mwnunjukan aman dan
tenik untuk mengurai takut.
mengkontrol cemas  Berikan informasi
 postur tubuh, factual mengenai
ekspresi wajah, diagnosis,
bahasa tubuh tindakan
menunjukan proknosis
berkurangnya  Instruksikan
kecemasan pada ibu klien
untuk
menggunakan
thenik relaksasi
 Dengarkan
dengan penuh
perhatian
 Identifikasi
tingkat
kecemasan
 Bantu ibu klien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan
 Dorong ibu klien
untuk
mengungkapkan
16

perasan,
ketakutan,
persepsi

Daftar Pustaka:

Hockenberry, M.J. (2004). Wong’s clinical manual of pediatric nursing. 6th ed.
Missouri:
Mosby
Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and
children. 8th
17

ed. Missouri: Mosby elsevier


Reffensperger, J.G. (1990). Swenson’s pediatric surgery. 5th ed. Connecticutt:
Appleton & Lange.
Speer, K.M. (1999). Pediatric care planning: Now with clinical pathway. 3rd ed.
Pennyslvania: Springhouse coorporation.

Anda mungkin juga menyukai