Anda di halaman 1dari 24

BAB III

DERAJAT KESEHATAN

Derajat Kesehatan masyarakat tidak sepenuhnya merupakan intervensi sektor

kesehatan namun merupakan hasil dari berbagai keadaan sosial ekonomi termasuk

pendidikan dan keadaan lingkungan. Berdasarkan fakta – fakta yang ada, indikator

derajat kesehatan masyarakat yang paling sensitif adalah Angka Harapan Hidup

(AHH). Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), serta status Gizi

Balita.

A. Angka Harapan Hidup

Angka Harapan Hidup dapat dijadikan untuk menilai status Derajat

Kesehatan dimana Angka Harapan Hidup (AHH) adalah salah satu indikator yang

mencerminkan berapa lama seorang bayi baru lahir diharapkan hidup. Dari hasil

sensus penduduk dan Susenas, didapatkan Angka Harapan Hidup (AHH)

meningkat dari tahun ke tahun.

B. Angka Kematian

1. Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam

menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita

yang meninggal terkait gangguan kehamilan atau penanganannya selama

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 11

2015
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas ( 42 hari setelah melahirkan) per

100.000 kelahiran hidup. Selama tahun 2015 tidak ditemukan adanya kematian

ibu. Hal ini tidak lepas dari upaya-upaya yang dilakukan oleh Puskesmas

Keranggan terutama penguatan di sektor lapangan dengan upaya bina wilayah

serta makin baiknya pelayanan di Pukesmas dan Rumah Sakit.

2. Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka kematian bayi adalah jumlah yang meninggal sebelum mencapai

usia 1 (satu) tahun dari 1000 kelahiran hidup penduduk pada tahun yang sama.

Selama tahun 2015 tidak didapatkan adanya kematian bayi di wilayah kerja

Puskesmas Keranggan. Hal ini tidak lepas dari upaya-upaya yang dilakukan oleh

Puskesmas Keranggan, terutama penguatan di sektor lapangan dengan upaya

bina wilayah serta makin baiknya pelayanan di Pukesmas dan rumah sakit.

Angka ini merupakan indikator yang sensitif terhadap ketersediaan, pemanfaatan

pelayanan kesehatan terutama pelayanan perinatal, disamping juga merupakan

indikator terbaik untuk menilai pembangunan sosial ekonomi masyarakat secara

menyeluruh.

C. Angka Kesakitan

Angka kesakitan menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi

pada kurun waktu tertentu, dan berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan

masyarakat

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 12

2015
1. AFP (Acute Flaccid Paralysis)

Upaya Pencegahan dan pemberantasan polio telah dikeluarkan melalui

gerakan imunisasi polio. Upaya ini ditindak lanjuti dengan kegiatan surveilans

epidemiologi secara aktif terhadap kasus Acute Flaccid Paralysis (AFP) kelompok

umur <15 tahun dalam kurun waktu tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya

virus polio liar yang berkembang dimasyarakat dengan pemeriksaan specimen tinja

dari kasus AFP yang dijumpai. Pada tahun 2015 tidak ada laporan kasus AFP di

Puskesmas Keranggan,

2. Tuberkulosis (TBC)

A. Pemeriksaan Kontak TBC


Pemerikasaan Sputum BTA terhadap Kontak serumah dengan pasien

positif TB Minimal Pemeriksaannya sebanyak 3 kali atau 3 pot dahak

jadwal nya dengan waktu jam 5.00 pagi setelah bangun tidur, jam 7.00

setelah sarapan dan jam 9.00 pada saat akan berangkat ke puskesmas

dalam hari yang sama.

B. Kunjungan Rumah penderita TBC


Kegiatan ini dilaksanakan setiap ada pasien TB positif maka dilakukan

kunjungan rumah hal yang dilakukan petugas pada saat kunjungan rumah

sebagai berikut ;

- Penyuluhan tentang TB terhadap keluaraga Pasien

- Penyuluhan lingkungan tentang rumah sehat TB

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 13

2015
C. Penyuluhan TBC dilakukan di 2 desa yaitu Keranggan, Kademangan
dilaksanakan pada saat Rakordes di 2 desa tersebut.

D. Pemeriksaan HIV/ AIDS pada Pasien TBC


 Setiap pasien TBC wajib di periksa HIV / AIDS
Pembenahan lingkungan maupun pencegahan penularan ke orang lain di

wilayah kerja puskesmas keranggan antara desa keranggan dan kademangan.

Semua Pasien TBC wajib di periksa sputumnya dengan penderita Pasien TBC

dengan BTA Positif, dikunjungi kerumah kontak survei :

1. Evaluasi sosial ekonomi

Penderita TBC masih mampu mencari penghasilan sendiri dan masih

diterima di masyarakat

2. Kepadatan penghuni rumah, ventilasi dan sinar matahari

Pasien TB dalam satu rumah terlalu padat penghuninnya dan jarang sekali

terdapat ventilasi. Ventilasi yang ada jarang dibuka sehingga sinar matahari

tidak dapat masuk dan suhu ruangan menjadi lembab.

4. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah :

a. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara-

negara yang sedang berkembang

b. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh :

1) Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 14

2015
2) Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus/ diagnosis yang tidak standar, obat

tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan,

pencatatan dan pelaporan yang standar)

3) Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat

yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah

didiagnosis)

4) Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG

5) Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang

mengalami krisi ekonomi atau pergolakan masyarakat

c. Perubahan demografi karena meningkatnya penduduk dan perubahan

struktur umur kependudukan.

d. Dampak pandemi HIV.

Pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.

Koinfeksi dengan HIV akan meningkat risiko kejadian TB secara signifikan.

Pada saat yang sama, resisiten ganda kuman TB terhadap obat anti TB

(multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang

tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan

menyebabkan terjadinya endepi TB yang sulit ditangani.

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 15

2015
Penemuan pasien TB merupakan langkah pertama dalam kegiatan

program Pengendalian TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular,

secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB.

Faktor keberhasilan tersebut antara lain : akses pelayanan kesehatan semakin

membaik, pendapatan semakin memadai, dukungan pemerintah pusat dan

daerah, peran serta masyarakat dan swasta semakin meningkat, membaiknya

teknologi pengendalian TB.

Puskesmas Keranggan pada tahun 2015 berjumlah penduduk 24.786

jiwa, mempunyai Puskesmas yang telah melaksanakan Program TB DOTS

yang melayani dan menangani penderita TB

3. Pneumonia Balita.

Program pengendalian penyakit ISPA membagi ISPA menjadi 2 golongan yaitu

Pneumonia dan bukan Pneumonia. Kasus Pneumonia yang ditemukan akan

ditatalaksanakan sesuai tatalaksana MTBS.

Sampai saat ini Pneumonia masih merupakan penyebab kesakitan dan

kematian utama pada balita. Setiap tahunnya lebih dari 2 juta anak meninggal

karena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), khususnya Pneumonia. Target

(MDGs 4) Menurunkan angka kematian pada balita pada tahun 2015 salah satu

upaya menurunkan angka kematian balita adalah menurunkan angka kematian

balita akibat pneumonia, menjadi prioritas dunia. Menurut laporan Badan

Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO), hampir 50% kasus

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 16

2015
pneumonia berada di asia tenggara dan Indonesia menduduki peringkat ke-6.

Hasil penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 pneumonia urutan ke-2

dalam kematian bayi dan balita setelah diare, namun hanya sedikit sekali

perhatian diberikan terhadap penyakit ini.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah

kesehatan di masyarakat Indonesia, kematian pada balita sebagian besar

disebabkan karena Pneumonia.

Pneumonia pada Tahun 2015 ini telah terdapat 0 penderita dan

Pneumonia berat sedangkan Bukan Pneumonia (ISPA) mencapai 1900

penderita baik anak maupun pada bayi dan dewasa, data didapat dari laporan

Puskesmas Keranggan dan telah mendapat penanganan yang memadai baik

dalam pelacakan, perawatan jalan maupun merujuk penderita bila memerlukan

perawatan lanjutan di RS, walaupun tidak tersedia dana khusus dalam program

ini tetapi kegiatan program dalam melaksanakan fungsi bimbingan, asistensi

maupun konsultan kasus harus tetap terlaksana.

Pneumonia Bukan
Tahun Pneumonia Meninggal
Berat Pneumonia

2009 2.148 2.011 37.828 0

2010 2.490 12 54.741 0

2011 1.526 12 81.114 0

2012 2051 31 113.883 0

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 17

2015
2013 201 5 780 0

2014 0 0 283 0

2015 0 0 1900 0

Program P2 ISPA adalah suatu program pengendalian penyakit menular yang

ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian infeksi saluran

pernafasan akut terutama pneumonia balita.

Untuk mewujudkan tujuan program tersebut dilakukan berbagai langkah yang

dilakukan di puskesmas diantaranya :

 Penemuan dan Pengobatan Penderita

 Pelatihan MTBS (dokter,perawat,bidan)

 Penatalaksanaan balita sakit dengan MTBS

 Sarana Penunjang : Ruangan Khusus balita, blanko MTBS/MTBM,

timbangan bayi, termometer, sound timer

 Penyediaan alat Oksigen Consentrator bagi penderita yang sesak.

 Tindak lanjut penanganan kasus pneumonia, berkoordinasi dengan pembina

wilayah setempat (care seeking)

 Monitoring dan evaluasi pengelola program 3 bulan sekali

 Melakukan bimbingan teknis pada petugas dipuskesmas

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 18

2015
 Penyediaan buku pedoman pengendalian ISPA dan Tatalaksananya.

 Promosi aktif petugas kepada seluruh elemen masyaraka

4. HIV/IMS

Terdapat tiga kasus HIV atau AIDS yang reaktif dan dan 40 kasus non reaktif di

bulan Januari hingga Desember 2015. Pasien yang diperiksa terdiri dari pasien

TB, ibu hamil dan pasien poli. Angka tersebut merupakan sebuah keberhasilan

karena sulitnya mendeteksi pasien dengan HIV/AIDS.

Tabel Jumlah pasien kasus HIV reaktif, HIV non-reaktif dan IMS
Januari hingga Desember 2015 Puskesmas Keranggan
kasus
kasus HIV jumlah
no Bulan HIV
non-reaktif IMS
reaktif
1 Januari 0 0 4
2 Februari 2 3 6
3 Maret 1 15 5
4 April 0 2 2
5 Mei 0 0 1
6 Juni 0 0 0
7 Juli 0 4 0
8 Agustus 0 0 2
9 September 0 2 3
10 Oktober 0 8 0
11 November 0 9 9
12 Desember 0 5 5
Total 3 40 37

5. Diare

Penderita Diare pada tahun 2015 ini telah terdapat 431 penderita baik anak

maupun pada bayi dan dewasa, Puskesmas keranggan telah mendapat penanganan
Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 19

2015
yang memadai baik dalam pelacakan, perawatan jalan maupun merujuk penderita bila

memerlukan perawatan lanjutan di Rumah Sakit.

Secara total kasus diare menggambarkan penurunan dari tahun-tahun

sebelumnya. Berdasarkan analisa Variabel waktu, tempat dan orang tidak

menggambarkan terjadinya resiko KLB.

Tabel Jumlah Penderita Diare dan Pemberian Terapi di Puskesmas

Keranggan Tahun 2015

Pemberian Terapi
Jumlah Jumlah Jumlah Pemakaian Jumlah Penderita diberi
NO Kelurahan
Penduduk Orali
P M RL Zink Oralit RL Zink
t
1 Keranggan 6114 220 0 880 6 2200 220 6 220

2 Kademangan 20.088 99 0 396 11 990 99 11 99

3 Luar Wilayah 112 0 448 9 1120 112 9 112

Jumlah 26202 431 0 1724 26 4310 431 26 431

6. Filariasis

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang

disebabkan oleh cacing filaria, penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

Diperkirakan 1/5 penduduk dunia atau 1,1 milyar penduduk di 83 negara berisiko

terinfeksi filariasis, terutama di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis. penyakit

ini dapat menyebabkan kecatatan, stigma sosial, hambatan psikososial dan penurunan

produktivitas kerja penderita, keluarga dan masyarakat sehingga menimbulkan

kerugian ekonomi yang besar. Sampai tahun 2004 di Indonesia diperkirakan 6 juta

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 20

2015
orang terinfeksi filariasis dan dilaporkan lebih dari 8.243 diantaranya menderita klinis

kronis filariasis terutama diperdesaan.

Menanggapi hal tersebut maka Pemerintah Kota Tangerang Selatan telah

mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan pengobatan massal , yakni

setiap tahun selama 5 tahun berturut-turut sesuai dengan yang di anjurkan dalam

Program Penaggulangan Kaki Gajah Nasional oleh Departemen Kesehatan Republik

Indonesia demi melepaskan wilayah Kota Tangerang Selatan Bebas dari status

endemis penyakit ini yang artinya masyarakat yang tinggal di wilayah Kota

Tangerang selatan bebas dari ancaman penyakit kaki Gajah atau Filariasis.

Meskipun Filariasis tidak menyebabkan kematian tetapi merupakan salah satu

penyebab utama timbulnya kecacatan, kemiskinan dan masalah-masalah sosial

lainnya. Hal ini disebabkan karena bila terjadi kecacatan menetap maka seumur

hidupnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga dapat menjadi beban

keluarganya, merugikan masyarakat dan negara. Seringnya serangan akut pada

penderita filariasis sangat menurunkan produktifitas kerja sehingga akhirnya dapat

juga merugikan masyarakat. Selain itu, penderita akan mengalami kerugian ekonomi

lebih kurang 13 % dari biaya rumah tangga untuk biaya pengobatan dan perawatan

per tahun (Penelitian Subdit Filariasis dan Schistosomiasis, Ditjen PPM & PL dan

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia tahun 2000).

Upaya Sosialisasi pengobatan massal filariasis dan sosialisasi penampisan

sasaran POMP filariasis dilaksanakan pada tingkat Kota dengan mengadakan Seminar

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 21

2015
Sehari perihal penyakit filariasis, saat itu pembukaan acara disampaikan langsung

oleh Kepala Dinas Kesehatan dan Walikota Tangerang Selatan. Acara ini dihadiri

juga dari lintas sektor dan lintas program, seluruh kepala puskesmas, anak sekolah,

mahasiswa dan perwakilan masyarakt dari wilayah masing-masing di Kota Tangerang

Selatan.

Pengobatan massal sebagai tuntutan atau tatalaksana dalam program eliminasi

Kaki gajah di Kota Tangerang Selatan yang di laksanakan di 2 Kelurahan, dalam hal

ini pelaksnaan tahun keempat dari kegiatan lima tahun-an, dengan pemberian obat

serentak pada seluruh masyarakat yang ada dipuskesmas keranggan, sebanyak 24786

sasaran penduduk telah diberi obat dan target pengobatan massal pada tiap tahunnya

adalah sekurang-kurangnya 85% dari sasaran, guna memutus rantai penularan cacing

filaria sebagai tujuan utama Pengobatan Massal diwilayah Puskesmas Keranggan.

Di tahun 2015 diadakan TAS (Transmission Assesment Survey) di Kota

Tangerang Selatan khususnya sekolah dasar kelas 1 dan 2 dengan usia minimal tujuh

tahun yang memberikan hasil negative filariasis. TAS kembali akan diadakan pada

tahun 2017.

Nama Obat dan Dosis Pengobatan Massal


Albendazole Paracetamol
UMUR DEC (100 mg)
(400mg) (500mg)
(Tahun) (Tablet)
(Tablet) (Tablet)
2-5 1 1 0,25
6 - 14 2 1 0,5
> 14 3 1 1

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 22

2015
Pengobatan ini dilaksanakan setahun sekali dengan menggunakan

kombinasi obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole. Dosis

DEC diberikan berdasarkan kelompok umur sasaran, sedangkan

Albendazole diberikan sebagai dosis tunggal yaitu sebesar 400 mg.

Obat ini guna upaya pencegahan penyakit kaki gajah dan diminum

dengan dosis sesuai umur, yang mana obat ini akan mempunyai efek

perlindungan terhadap cacing filaria ini selama 9-12 bulan kedepan sehingga

harus diulang pada tahun berikutnya selama 5 tahun berturut-turut untuk

dapat melaksanakan Eliminasi (mengurangi) penyakit ini sampai nilai/ Mf

Rate < 1% SDJ evaluasi pada tahun ke 3, 4 dan setahun setelah pengobatan

massal (2015).

Setelah melaksanankan sosialisasi pengobatan massal filariasis, di

seluruh tingkat kecamatan dan kelurahan, pemberian Obat dilakukan dengan

cara mengumpulam warga diposyandu yang ada di desa, bagi masyarakat

yang tidak datang kader akan mengunjungi dan memberikan obat ke warga

dari rumah kerumah. Selama pelaksanaan POMP filariasis, tidak ada laporan

dari masyarakat tentang adanya kejadian ikutan pasca POMP filariasis yang

berat dan bila ada warga yang menolak untuk minum obat, warga diminta

untuk mengisi dan menandatangani surat pernyataan menolak minum obat.

7. DBD ( Demam Berdarah Dengue)

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 23

2015
Kriteria WHO dalam menegakkan diagnosa DBD mengacu pada

Pemeriksaan lab terutama Trombosit yakni < 100.000 Ul. Dinas Kesehatan

Kota Tangerang Selatan Pada tahun 2014 jumlah kasus yang di laporkan

sebanyak 86 kasus penderita hidup, dibandingkan dengan tahun 2013

sebanyak 56 kasus penderita hidup dan tahun 2012 sebanyak 13 kasus

penderita hidup dan tahun 2011 sebanyak 4 kasus penderita hidup dan 2010

sebanyak 23 kasus penderita hidup. Secara detail, untuk tahun 2014 hingga

Desember jumlah kasus DBD adalah sebanyak 86 atau tingkat insiden rate

(IR) 60 per 100.000 penduduk dan "case fatality rate" (CFR) 0,006 persen.

Salah satu yang mendapat sorotan paling besar adalah kasus DBD,

dimana setiap tahunnya menjadi sesuatu yang diberitakan media dan

masyarakat kota Tangerang Selatan, kami pun berusaha keras dengan

melakukan kegiatan – kegiatan yang dapat menurunkan kasus DBD. Antara

lain adalah dengan melakukan pencanangan Pemberatasan Sarang Nyamuk

(PSN), pemeriksaan jentik di setiap RW, dan melakukan pengasapan/Fogging

focus yang terdapat penderita terkena kasus DBD.

Berdasarkan data kasus DBD Puskesmas Keranggan tahun 2010 s/d

2015 hampir semua kelurahan keranggan dan kademangan Endemis kasus

DBD, hal tersebut menunjukan bahwa diperlukannya kepedulian masyarakat

akan pentingnya pengendalian vektor yang menyebabkan kasus DBD

dilingkungan.

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 24

2015
Grafik Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Keranggan

Tahun 2015

25

20
20 19

15

10

5.3
5

1
0 0
0
Keranggan Kademangan

Jumlah Kasus Meninggal CFR (%)

8. KUSTA

Dalam perjalanan penyakitnya kusta dapat menimbulkan kecacatan. Kecacatan

yang terjadi seringkali tampak menyeramkan sehingga menyebabkan perasaan jijik

dan ketakutan yang berlebihan terhadap kusta (leprofobia), akibatnya meskipun

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 25

2015
penderita kusta telah sembuh secara medis predikat kusta tetap melekatpada dirinya

seumur hidup. Predikat inilah yang menjadi dasar permasalahan psikologis pada

penderita. Penderita merasa takut, kecewa, duka yang mendalam terhadap keadaan

dirinya, tidak percaya diri, malu, merasa diri tidak berharga dan berguna, khawatir

dikucilkan (self stigma).

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di 5 kabupaten di Indonesia pada

tahun 2007, deskriminasi pada penderita kusta terjadi pada sarana dan pelayanan

publik seperti sekolah, sarana ibadah, sarana kesehatan dan sarana umum Serta di 2

Desa Keranggan dan Kademangan . Bentuk penolakan yang dilakukan masyarakat

bermacam-macam seperti dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan, diceraikan dari

pasangan hidupnya, tidak boleh masuk ke tempat ibadah dll. Bahkan tidak sedikit

deskriminasi itu dilakukan oleh petugas kesehatan yang seharusnya memberikan

pelayanan kepada penderita masih takut dan enggan melayani penderita kusta.

Stigma dan deskriminasi seringkali menghambat penemuan kasus kusta secara

dini, pengobatan pada penderita, serta penanganan permasalahan medis yang dialami

oleh penderita atau orang yang pernah mengalami kusta.

Tangerang Selatan merupakan wilayah otonomi baru yang cukup banyak

ditemukan penderita kusta. Dari data tahun 2013 – 2015 mencapai 5 kasus, yang

kebanyakan pasien datang sendiri ke puskesmas, sedangkan pelacakan aktif dari

petugas puskesmas belum ada. Bisa dibayangkan tanpa dilakukan pelacakan aktif saja

penderita sudah banyak apalagi bila dilakukan pelacakan langsung ke masyarakat.

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 26

2015
Angka kesembuhan (RFT) kasus Kusta PB adalah mengevaluasi pengobatan

kasus PB satu tahun sebelumnya, sedang RFT kasus MB mengevaluasi pengobatan

kasus MB 1 tahun sebelumnya.

Sejak tahun 2013 – 2015 penderita kusta mencapai 5 kasus, yang sudah

menyelesaikan pengobatan (sembuh) 5 kasus dan yang mangkir/gagal (DO) 0 kasus.

Tabel Penderita Kusta 2015

KUSTA
N DESA/
PEND RFT % RFT PEND RFT % RFT
O KELURAHAN
PB PB PB MB MB MB
1 KERANGGAN 0 0 0 0 1 0
2 KADEMANGAN 0 0 0 0 0 0
JUMLAH
0 0 0 0 1 0
(KECAMATAN)

D. Status Gizi

Pemantauan Status Gizi dilaksanakan pada bulan November 2014.

Pelaksana kegiatan adalah TPG dibantu oleh Pembina Kelurahan. Kader

Posyandu Pemilihan sampel dilakukan dengan cara metode titik pusat (metode

obat nyamuk) adalah sebagai berikut :

1. Mendaftar seluruh pusat keramaian yg ada pada RW (klaster) berupa


kantor kelurahan/dusun/RW, pasar, sekolah/madrasah, tempat peribadatan
(mesjid, gereja, pura, dll).
2. Memilih secara acak satu pusat keramaian sebagai titik pusat.
3. Dari titik pusat terpilih, memilih rumah tangga yg terdekat memiliki balita
(seputar arah jarum jam).

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 27

2015
Pada pelaksanaan PSG dilakukan pengukuran Berat Badan (BB) dan

Paanjang Badan (PB) atau Tinggi Badan (TB). Sedangkan index yang

digunakan untuk penilaian status gizinya digunakan 3 index yaitu; BB/U,

BB/PB atau BB/TB dan PB/U atau TB/U, menggunakan standart WHO-2005.

 Indeks BB/U

BB/U merefleksikan berat badan relatif dibandingkan dengan umur anak.

Indikator BB/U digunakan untuk menilai apakah seseorang anak beratnya

kurang atau sangat kurang, tetapi tidak dapat digunakan untuk

mengklasifikasikan apakah seorang anak memiliki kelebihan berat badan atau

sangat gemuk. Kategori dan ambang batas status gizi anak (BB/U) berdasarkan

SK menteri kesehatan RI nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010 (mengacu pada

standar WHO 2005) adalah sebagai berikut:

Kategori status gizi Ambang Batas (Z-Score)

Gizi Buruk <-3 SD

Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD

Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD

Gizi Lebih >2 SD

Hasil PSG Kota Tangerang Selatan tahun 2013 dengan indeks BB/U
adalah sebagai berikut ;
Status Gizi Balita BB/U Hasil PSG Kota Tangerang Selatan Tahun 2015

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 28

2015
Status Gizi Puskesmas Kerangan (PSG 2015)
Indeks BB/U
N %
Buruk 0 0
Kurang 15 16
Baik 72 81
Lebih 3 3
Jumlah 90 100

Status Gizi Balita Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Balita


Di Puskesmas Keranggan dengan Index BB/U tahun 2015

3
16
Buruk
Kurang
Baik
85.51 Lebih

 Indeks PB/U atau TB/U

Indeks PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan anak menurut

panjang atau tinggi badan berdasarkan umurnya. Indikator ini dapat

mengidentifikasikan anak – anak yang pendek karena gizi kurang dalam waktu

lama atau sering sakit. Anak-anak yang tergolong tinggi menurut umurnya

dapat juga diidentifikasikan, tetapi anak yang memiliki tinggi badan diatas

normal tidak merupakan masalah kecuali mereka tinggi sekali yang biasanya

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 29

2015
disebabkan oleh gangguan endokrin. Kategori dan ambang batas status gizi

anak (BB/U) berdasarkan SK menteri kesehatan RI nomor:

1995/MENKES/SK/XII/2010 (mengacu pada standar WHO 2005) adalah

sebagai berikut:

Kategori status gizi Ambang Batas (Z-Score)

Sangat Pendek <-3 SD

Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Tinggi >2 SD

Hasil PSG Kota Tangerang Selatan tahun 2013 dengan indeks PB/U atau
TB/U adalah sebagai berikut.
Status Gizi Balita PB/U atau TB/U Hasil PSG Puskesmas Keranggan Tahun
2015

Status Gizi Puskesmas Keranggan (PSG 2014)


Index PB/U
atau TB/U N %
Sangat pendek 0 0
Pendek 11 12
Normal 77 86
Tinggi 2 2
Jumlah 90 100

Status Gizi Balita Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Balita


Di Puskesmas Keranggan dengan Index PB/U atau TB/U tahun 2014

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 30

2015
2 12

Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
86

 Indeks BB/PB atau BB/TB

Indeks BB/PB atau BB/TB menggambarkan apakah berat badan anak sesuai

atau proporsional terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badan. Indikator ini

terutama bermanfaat bila umur anak tidak diketahui. Grafik BB/PB atau BB/TB

dapat mengidentifikasikan anak dengan berat badan rendah menurut

panjang/tingginya yaitu kurus atau sangat kurus. Keadaan sangat kurus biasanya

disebabkan oleh penyakit yg baru saja terjadi atau kekurangan makan yang

menyebabkan penurunan berat badan yang banyak dalam waaktu singkat

meskipun kejadian ini dapat pula disebabkan oleh penyakit atau kurang gizi

kronis. Kategori dan ambang batas status gizi anak (BB/PB atau BB/TB)

berdasarkan SK menteri kesehatan RI nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010

(mengacu pada standar WHO 2005) adalah sebagai berikut:

Kategori status gizi Ambang Batas (Z-Score)

Sangat Kurus <-3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Gemuk >2 SD

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 31

2015
Hasil PSG Kota Tangerang Selatan tahun 2014 dengan indeks BB/PB atau
BB/TB adalah sebagai berikut
Status Gizi Balita BB/PB atau BB/TB Hasil PSG
Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

Status Gizi
Puskesmas keranggan(PSG 2013)
Indeks
BB/PB atau
BB/TB N %
Sangat kurus 0 0
Kurus 8 9
Normal 74 82
Gemuk 8 9
Jumlah 90 100

Status Gizi Balita Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Balita


Di Kota Tangerang Selatan dengan Index BB/PB atau BB/TB tahun 201

9 9

Sangat Kurus
Kurua
Normal
Gemuk

82

 Masalah Gizi di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan PSG 2014

Hasil PSG tahun 2014

Masalah Gizi di PKM Keranggan berdasarkan PSG 2014

Masalah gizi Hasil PSG 2013

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 32

2015
Puskesmas Keranggan
Kurang
Gizi 131
/underweight
Pendek/stunting 28
Kurus/wasting 8

Hasil PSG tahun 2013 dapat menggambarkan, di Puskesmas Keranggan

terjadi kurang gizi sebesar 9,3 persen, balita pendek sebesar 2.21 persen dan

balita kurus sebanyak 0,63%. Hal ini menunjukkan bahwa di Kota Tangerang

Selatan terjadi masalah gizi akut. Masalah gizi akut adalah masalah gizi yang

diakibatkan oleh peristiwa yang terjadi dalam waktu tidak lama (singkat),

misalnya: kekurangan makan akibat nafsu makan yang menurun karena

menderita sakit (terutama penyakit infeksi).

Karena masalah gizi akut terkait dengan masalah penyakit infeksi dan

kekurangan makan, maka penanggulangannya perlu dilakukan pengobatan

terhadap penyakit dan/atau pemberian makanan tambahan (makanan

pendamping ASI). Upaya tersebut harus ditunjang dengan:

1. Menciptakan keluarga sadar gizi dengan sasaran semua kelompok umur,

utamanya remaja dan calon ibu.

2. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan status gizi

melalui pemberdayaan masyarakat.

3. Meningkatkan pelayanan kesehatan dan gizi bagi balita yang berada dalam

periode kritis tumbuh kembang (dibawah 2 tahun).

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 33

2015
4. Meningkatkan kegiatan surveilens gizi melalui revitalisasi SKPG serta

kegiatan pemantauan pertumbuhan diposyandu untuk mencegah balita kurus

ataupun gizi buruk.

5. Refungsionalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) dan

pemantauan pertumbuhan balita di posyandu.

6. Menggalakkan kampanye:

a. Pemberian hanya air susu ibu (ASI) sampai usia 6 bulan (ASI eksklusif)

b. Pemberian ASI sampai umur 24 bulan disamping makanan pendamping

ASI

c. Meningkatkan kampanye untuk tidak memberikan susu formula pada

bayi dan anak pada anak selama masa pertumbuhan perkembangan

kritis untuk mencegah akibat buruk sebagai akibat praktik penyimpanan

dan pemberian susu formula yang tidak sehat.

Profil Puskesmas Keranggan Kota Tangerang Selatan 34

2015

Anda mungkin juga menyukai