Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ALO

(ACUTE LUNG OEDEMA)

OLEH :

DEDY EKVA MUSTOPA

NIM 19650108

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2020

1
LAPORAN PENGESAHAN
Telah Disetujui Dalam Rangka Mengikuti Pratik Keperawatan Gadar/Kritis. Profesi Ners,
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Dengan kasus
ALO (ACUTE LUNG OEDEMA)

OLEH

Dedy Ekva Mustova

Pembimbing Institusi

Sri Andayani, S.Kep., Ners.,M.Kep

NIDN. 0711128601

2
LAPORAN
PENDAHULUAN

A. Pengertian

Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler


dalam paru, yang disebabkan oleh dua keadaan, yaitu: peningkatan tekanan hidrostatis dan
peningkatan permeabilitas paru. (Muttaqin, 2013)

Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang terjadi akibat terjadinyapeningkatan
tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan oleh karenameningkatnya tekanan vena
pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkanadanya terjadi akumulasi cairan yang
rendah protein di interstisial paru danalveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena
di atrium kiri melebihikeluaran dari ventrikel kiri (Rahman, 2015).

Dalam pengertian lain Harun, 2009 dalam Fitri 2011 mendefinisikan ALO sebagai
keadaan dimana terdapat akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak yang
dapat disebabkan oleh adanya peningkatan intravaskular (edema paru kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan
terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat.

B. Etiologi

Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :

1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :


a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
Pada keadaan ini terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang cepat dalam kapiler
diakibatkan oleh peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri (LVED) dan tekanan atrium kiri. Keadaan lain yang dapat
mempengaruhi tekanan kapiler paru diantaranya :
 Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (misal pada keadaan stenosis mitral).
 Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
 Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

3
b. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, proteinlosing enteropaday,
penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. Pada keadaan hipoalbumin rentan sekali
terjadi

4
gangguan pada metabolisme protein, disini membran alveoli juga akan mengalami
gangguan terutama dalam permeabilitas membran kapiler yang tentu akan lemah
sehingga akan banyak perpindahan cairan yang tidak terkontrol yang pada akhirnya akan
mengakibatkan edema.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial

 Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).


 Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
2. Perubahan permeabilitas membran kapiler alveolar (Adult Respiratory Distress
Syndrome).
Etiologi perubahan permeabilitas membran kapiler alveolar disebabkan oleh banyak hal,
diantaranya :

 Pneumonia (bakteri, virus, parasit), terjadi proses perusakan secara langsung oleh
bakteri.
 Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2),
mengakibatkan kerusakan fisik pada alveoli atau paru secara langsung.
 Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
 Aspirasi asam lambung, asam lambung yang bersifat asam dapat langsung merusak
membran kapiler.
 Pneumonitis radiasi akut.
 Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
 Disseminated Intravascular Coagulation.
 Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
 leukoagglutinin.
 Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
 Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik :

 Post Lung Transplant.


 Lymphangitic Carcinomatosis.
 Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
C. Patofisiologi

Perubahan yang dini pada edema paru adalah peningkatan aliran limfatik. Karena saluran
limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriol paru dan saluran nafas
yang kecil, pembengkakan saluran limfatik ini akan memberi dampak pada struktur
disekitarnya dengan akibat perubahan hubungan tekanan pada struktur tersebut. Salah satu
akibatnya adalah obstruksi pada saluran nafas kecil yang telah dibuktikan merupakan
perubahan fisiologis dini pada penderita dengan gagal jantung kiri. Karena lesi ini tidak merata
disaluran paru, timbullah dalam distribusi ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan
hipoksemia ringan. Terkenanya arterior kecil juga dapat menyebabkan gambaran radiologis
dini pada gagal jantung kiri yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada
penderita dalam posisi tegak. Kalau terbentuknya cairan intertensial melebihi kapasitas sistem
limfatik, akan terjadi edema di dinding alveolar. Pada fase ini compliance (pemenuhan) paru
bekurang. Hal ini akan menyebabkan takipnea, yang mungkin merupakan tanda klinik dini
penderita edema paru. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan
pemburukan hipoksemia. Namun demikian ekskresi karbon dioksida tidak terganggu, dan
penderita akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratori. Selain hal
yang telah disebutkan diatas, defek fungsi juga mempunyai andil, dan pada fase ini mungkin
akan terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melaui alveoli yang tidak mengalami ventilasi.
Pada fase alveolar flooding, semua gambaran menjadi lebih berat, compliance akan menurun
Gangguan perfusi
dengan nyata. Karena alveoli terisi dengan cairan, sementara aliran darah ke daerah tersebut
jar. perifer
tetap berlangsung, pintas kanan ke kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan menyebabkan
hipoksemia yang rentan terhadap peningkatan konsentrasi peningkatan, konsentrasi oksigen
yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratori
6
akan tetap berlangsung. Secara radiologis akan tampak infiltrat alveolar yang tersebar
diseluruh paru, terutama didaerah perihilar dan basal.Kongesti paru terjadi bila vaskuler paru
menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan
diambil oleh jantung kiri. Sedikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan dan
aliran keluar pada sisi kiri jantung mengakibatkan konsekuensi yang berat. Perkembangan
edema paru menunjukkan bahwa fungsi jantung sudah sangat tidak adekuat, peningkatan
tekanan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan tekanan vena pulmonal dapat terjadi. Hal
meningkatkan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan cairan merembes keluar. Gangguan
limfatik berperan dalam penimbunan cairan di dalam jaringan paru.Kapiler paru yang
membesar oleh darah yang berlebih akibat ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa,
tidak mampu lagi mempertahankan zat yang terkandung didalamnya. Cairan, mula-mula serous
dan kemudian mengandung darah, lolos kejaringan alveoli disekitarnya melalui hubungan
antara bronkhioli dan brnkhi. Cairan ini kemudian bercampur dengan udara dan terkocok
selama pernafasan, dan dikeluarkan melalui mulut dan hidung. Karena adanya timbunan
cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk,
akibatnya adalah hipoksia berat.

7
Pathway

8
sepsis Peningkatan permeabilitas
dinding kapiler paru
Gagal jantung kiri
jantung kiri Dispnea mendadak Terganggunya kapiler
Aliran balik arteri paru
pulmonal Pe aliran limfatik pada
arteriola paru
Gangguan Limfatik Terganggunya kapiler paru
Edema saluran limfatik

hiperventilasi
Pe tekanan hidrostatik
Pe tekanan hidrostatik

Pe tekanan hidrostatik

Cairan bercampur
udara

Kongesti paru Cairan merembes Pe aliran limfatik


dalam rongga pada arteriola
intertisial dan alveoli paru
Hipoksemia, takipnea
Kontraktur paru Pola Napas Cairan
Perfusi inadekuat tidak efektif intertisial
berlebih
Ronkhi, wheezing
EDEMA PARU

Gangguan pertukaran gas 9


Gagal ventilasi
Alkalosis respiratorik
Sianosis

ekspansi paru Inefektif bersihan


inefektif jalan napas
Kelebihan volume
cairan
Napas basah
D. Manifestasi klinis
Gejala yang timbul meliputi :
1. Gejala yang ditimbulkan oleh kegagalan jantung untuk memenuhi oksigenasi pada
jaringan tubuh terutama cerebral, koroner dan ginjal.
a. Cardiac asma
Sesak terjadi secara tiba-tiba biasanya bersifat nocturnal dan orthopnoe, berkeringat
dingin, wheezing dapat terdengar pada seluruh paru, batuk-batuk dengan expectorasi
disebabkan oleh karena congestive paru.Kadang-kadang terdapat hemoptysis sehingga
menyebabkan terjadinya bloody sputum.
b. Tanda-tanda serebral timbul oleh karena penurunan cardiac output sehingga timbul
stuper, coma atau mental depresi.
c. Gejala-gejala cardiovaskuler dapat timbul suatu shock syndrome oleh karena penurunan
cardiac output dengan berbagai gejala cardiogenic shock ditandai dengan tachycardia,
auriculas flutter atau uriculas fibrilasi.
2. Berkumpulnya berbagai zat oleh karena kegagalan fungsi transportasi pembawa zat sisa.
a) Berkurangnya substrat yang dipengaruhi jaringan terutama glukosa sehingga jaringan
dalam hal ini mempergunakan cadangan energi ataupun sumber energi yang lainnya
misalnya lemak dan protein. Kekurangan substrat ini hanya terjadi bila kegagalan aliran
darah.
b) Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan tubuh yang disebabkan oleh dua hal
yaitu :
 Peranan mikro sirkulasi dan transportasi sisa-sisa bahan makanan tidak sempurna.
 Fungsi exkresi dari ginjal tidak sempurna.
Kedua hal ini disebabkan oleh karena gangguan dalam hubungan hemodinamik dimana
transportasi zat dipengaruhi oleh hukum Vick dan hipotesa Starling. Gejala-gejala retensi
dari zat sisa yang terjadi ialah tingginya kadar ureum darah yang dapat diklarifikasikan
sebagai prerenal failure.

Manifestasi klinis lain yang dapat terjadi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan
perubahan radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.

5
a. Stadium 1.
Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO.
Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi
pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
b. Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial,
akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
sajaStadium
c. . Pada stadium ini terjadi edema alveolar.
Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita
nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru
yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to- left intrapulmonary shunt.Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia
dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-
hati.Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria,
terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan
pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat
cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru
sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih
memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard
Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin
disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan
kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi
peningkatan permeabilitas alveolar- kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi
sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
E. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Fisi
 Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
 Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
 Takikardia dengan S3 gallop.
 Murmur bila ada kelainan katup.

b. Elektrokardiografi.
Pada gambaran elektrokardiografi bisa muncul sinus takikardia dengan hipertrofi atrium
kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi
ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.

c. Laboratorium
 Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
 Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
 Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
 Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang- tulang
dari vertebral column, dengan bidangbidang paru yang menunjukan sebagai bidang-
bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur
tulang dari dinding dada.
 X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang
lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru
yang normal.
 Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema,
namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang
mungkin mendasarinya.
d. Gambaran Radiologi yang ditemukan :

 Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)


 Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
 Kranialisasi vaskuler
 Hilus suram (batas tidak jelas)
 Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)

 Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi


ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung
Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
a) Pemberian oksigen tambahan
Oksigen diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan
hipoksia dan dispnea.
b) Farmakoterapi
(1) Diuretik
(a) Furosemide (lasix)
Diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik cepat.
Furosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah di
pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi jumlah darah
yang kembali kejantung, bahkan sebelum terjadi efek diuretic.
(b) Bumetanide (Bumex) dan diuril (sebagai pengganti furosemide)
(2) Digitalis
(a) Digoksin
(b) Digokain

Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah ventrikel


kiri.Perbaikan kontraktilitas jantung akan meningkatkan curah jantung,
memperbaiki dieresis dan menurunkan tekanan diastole, jadi tekanan kapiler
paru dan transudasi atau perembesan cairan ke alveoli akan berkurang.
(3) Aminofilin

Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang


berarti untuk merelaksasi bronco spasme.Aminofilin diberikan secara IV
secara terus menerus dengan dosis sesuai berat badan.

c) Pemasangan Indelwing catheter


Kateter dipasang dalam beberapa menit karena setelah diuretic diberikan akan
terbentuk sejumlah besar urin.
d) Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik
Jika terjadi gagal nafas meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu diberikan
intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik (PEEP=Tekanan Ekspirasi Akhir
Positif)
e) Pemantauan hemodinamika invasive
Pemasangan kateter swan-ganz untuk pemantauan CVP, tekanan arteri
pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis, suhu, SvO2. Dapat dipergunakan
untuk menentukan curah jantung, untuk pengambilan contoh darah vena dan
arteria pulmonalis, dan untuk pemberian obat. Jalur vena ini dapat digunakan
untuk pemberian cairan. Asupan cairan selalu terpantau.
f) Pemantauan hemodinamika
Suatu metode yang penting untuk mengevaluasi volume sekuncup dengan
penggunaan kateter arteri pulmonal multi-lumen.Kateter dipasang melalui vena
cava superior dan dikaitkan ke atrium kanan. Balon pada ujung kateter lalu
dikembangkan, sehingga kateter dapat mengikuti aliran darah melalui katup
trikuspidalis, ventrikel kanan, katup pulmonal, ke arteri pulmonalis komunis dan
kemudian ke arteri pulmonal kanan atau kiri, akhirnya berhenti pada cabang kecil
arteri pulmonal. Balon kemudian dikempiskan begitu kateter telah mencapai
arteri pulmonal, kemudian diplester dengan kuat.Tekanan direkam dengan balon
pada posisi baji pada dasar pembuluh darah pulmonal. (tekanan baji kapiler rata-
rata 14 dan 18 mmHg menunjukkan fungsi ventrikel kiri yang optimal).
Pembacaan bentuk gelombang dan tekanan dicatat selama pemasangan untuk
mengidentifikasi letak kateter dalam jantung.
2. Keperawatan
a) Berikan dukungan psikologis
(1) Menemani pasien
(2) Berikan informasi yang sering, jelas tentang apa yang sedang dilakukan untuk
mengatasi kondisi dan apa makna respons terhadap pengobatan.
b) Atur posisi pasien
Pasien diposisikan dalam posisi tegak, dengan tungkai dan kaki dibawah,
sebaiknya kaki menggantung disisi tempat tidur, untuk membantu arus balik vena
ke jantung.
c) Auskultasi paru
d) Observasi hemodinamik non invasive/ tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi,
frekuensi napas, tekanan vena jugularis)
e) Pembatasan asupan cairan pada klien.
f) Monitor intake dan output cairan tubuh klien
g) Catat tekanan yang direkam dengan balon kateter arteri pulmonal multi-lumen
pada posisi baji pada pembuluh darah pulmonal.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas, umur, jenis kelamin

b. Riwayat masuk:

Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak napas, sianosis atau

batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun tidak.

Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada

kasus trauma.

c. Riwayat penyakit sebelumnya

Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis,

pancreatitis, penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta

penyakit ginjal mungkin ditemui pada pasien.

d. Riwayat penyakit dahulu


pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh
merasakan nyeri dada hebat dan pasien pernah mengalami hipertensi, Penyakit
paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin
ditemui pada klien

e. Riwayat penyakit keluarga


Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, hepatitis,dan
hipertensi
f. Pola Aktivitas dan Latihan
a) Kegiatan dalam pekerjaan : kegiatan yang biasa dilakukan klien dalam
melakukan kegiatan sehari-hari di dalam pekerjaannya
b) Olahraga
Jenis : Jenis olahraga yang biasa dilakukan oleh kliendalam kehidupan
sehari-hari
Frekuensi : berapa kali dan lamanyaa waktu klien melakukan olahraga
g) Kegiatan di waktu luang : kegiatan yang dilakukan klien pada saat
waktu luang
h) Kesulitan / keluhan : kelusitan/ keluhan yang dirasakan klien dalam
melakukan aktifitasnya
i) Data Lingkungan
a) Kebersihan : keadaan lingkuhan disekitar rumah klien yang
bisa mempengaruhi dalam kesehatan klien
b) Bahaya : bahaya yang ada di sekitar lingkungan rumahnya
yang dapat mempengaruhi kondisi klien
c) Polusi : keadaan udara disekitar rumah klien
j) Data Psikososial
a) Pola pikir dan persepsi
- Alat bantu yang digunakan Apakah klien menggunkan alat bantu seperti:
kacamata, alatpendengar, tongkat, kursi roda dalam beraktifitas- Kesulitan
yang dialamiKesulitan yang dialami oleh klien dalam dalam melakukan
sesuatu
b) Persepsi Diri
- Hal yang dipirkan saat ini Sesuatu yang dipikirkan klien saat berada di
ruangan rawat yangmembuat perasaan klien tidak tenang
- Harapan setelah menjalani perawatan Harapan positif yang diinginkan klien
selama menjalan perawata dirumah sakit
- Perubahan yang dirasa setelah sakit Jenis perubahan yang dialami tubuh
klien setelah sakit dan dirawatdi rumah sakit
k) Suasana hati
Bagaimana suasana hati klien selama menjalani rawatan di rumah sakit
l) Hubungan / Komunikasi
- BicaraBahasa utama : bahasa yang digunakan dalam berkomunikasidengan
orang lain yang baru dikenal Bahasa daerah : bahasa yang digunakan dalam
kehidupannyasehari-hari
- Kehidupan keluargaAdat istiadat yang dianutKeputusan dalam keluarga:
Hasilkeputusan diambil oleh siapa dancara menyelesaikan suatu masalah
e) Pertahanan koping
- Yang disukai dalam diri : Menggali aspek positif pada diri klien
- Yang ingin dirubah dari kehidupan: Suatu usaha yang dilakukanklien dalam
menjaga kesehatannya selama dirumah
- Yang dilakukan saat stress
m) Sistem nilai kepercayaan
- Siapa / apa sumber kekuatan: Berdasarkan agama yang dianutnya
- Apakah tuhan / kepercayaan penting
- Kegiatan agama yang diikuti: Jenis kegiatan agama yang diikutiketika dirumah
- Kegiatan di RS: Kegiatan yang dilakukan klien selama dirawat dirumah sakit

2. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE


1. Kepala
Inspeksi : Warna rambut, kebersihan rambur,rontok/tidak, bentukwajah.
Palpasi : ada benjolan atau tidak
2. Mata
Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi mata
3. Hidung
Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung
4. Telinga
Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia
Palpasi :Teksturpina, helix kenyal.
5. Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir.
6. Leher
Inspeksi : Simetris atau tidak
Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar.
7. THORAK
Paru
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot dada
(+), tidak ada lesi, penggunaan otot bantu pernapasan
P : Nyeri tekan (+), vocal vremitu teraba,
P : Terdengar hipersonor pada lapang paru kanan dan kiri,
A : Ronkhi
8. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat
Palpasi : PMI teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar Murmur
9. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Hitung bising usus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
10. Ekstremitas
Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari
11. Integumen
Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku
Palpasi : Akral dingin

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang diperlukan untuk mengkaji etiologi edema
paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah rutin, fungsi
ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas darah.
2. Radiologi
Pada foto thorax untuk menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar,
pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis
kerley A, B dan C akibat edema. Gambar foto thorax dapat dipakai untuk
membedakan edem paru kardiogenik dan edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap
ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak ak

4. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat


bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap 
pemasangan alat  bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotra
Intervensi

N Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional


o
1 Ketidakefektifan Pola nafas kembali efektif setelah 1. Berikan HE 1.Informasi yang
pola nafas  dilakukan tindakan keperawatan pada pasien adekuat dapat
berhubungan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria tentang membawa pasien
dengan keadaan hasil: penyakitnya lebih kooperatif
tubuh yang lemah dalam
1.Tidak terjadi hipoksia atau
memberikan
hipoksemia
terapi
2. Atur posisi
2.Tidak sesak semi fowler
2.Jalan nafas
yang longgar dan
3.RR normal (16-20 × / menit)
3. Observasi
tidak ada
tanda dan
4.Tidak terdapat kontraksi otot sumbatan proses
gejala
bantu nafas respirasi dapat
sianosis
berjalan dengan
5.Tidak terdapat sianosis
lancar.

3.Sianosis
4. Berikan merupakan salah
terapi satu tanda
oksigenasi manifestasi
ketidakadekuatan
suply O2 pada
jaringan tubuh
5. Observasi
perifer .
tanda-tanda
vital
4.Pemberian
oksigen secara
adequat dapat
mensuplai dan
memberikan
6. Observasi
cadangan
timbulnya
oksigen, sehingga
gagal nafas
mencegah
terjadinya
hipoksia.
7. .Kolaborasi
dengan tim 5.Dyspneu,
medis dalam sianosis
memberikan merupakan tanda
pengobatan terjadinya
gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung
yang menurun
timbul takikardia
dan capilary refill
time yang
memanjang/lama.

6.Ketidakmampu
an tubuh dalam
proses respirasi
diperlukan
intervensi yang
kritis dengan
menggunakan
alat bantu
pernafasan
(mekanical
ventilation).

7.Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

 
2 Gangguan Fungsi pertukaran gas dapat 1. Berikan HE 1.Informasi yang
pertukaran Gas maksimal setelah dilakukan pada pasien adekuat dapat
berhubungan tindakan keperawatan selama 3 × tentang membawa pasien
dengan distensi 24 jam dengan kriteria hasil: penyakitnya lebih kooperatif
kapiler pulmonar dalam
8.Tidak terjadi sianosis
memberikan
terapi
9.Tidak sesak 2. Atur posisi
pasien semi
2.Jalan nafas
1. RR normal (16-20 × /
fowler
yang longgar dan
menit)
tidak ada
2. BGA normal:
sumbatan proses
1. partial pressure of
3. Bantu pasien respirasi dapat
oxygen (PaO2):
untuk berjalan dengan
75-100 mm Hg
melakukan lancer
2. partial pressure of
reposisi
carbon dioxide
3.Posisi yang
secara sering
(PaCO2): 35-45
berbeda
mm Hg
menurunkan
3. oxygen content
resiko perlukaan
(O2CT): 15-23% 4. Berikan
akibat imobilisasi
4. oxygen saturation terapi
(SaO2): 94-100% oksigenasi 4.Pemberian
5. bicarbonate oksigen secara
(HCO3): 22-26 adequat dapat
mEq/liter mensuplai dan
5. Observasi
6. pH: 7.35-7.45 memberikan
tanda – tanda
cadangan
vital
  oksigen, sehingga
6. Kolaborasi mencegah
dengan tim terjadinya
medis dalam hipoksia
memberikan
5.Dyspneu,
pengobatan
sianosis
merupakan tanda
terjadinya
gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung
yang menurun
timbul takikardia
dan capilary refill
time yang
memanjang/lama.

6.Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan
3 Resiko tinggi Infeksi tidak terjadi setelah 1.Berikan HE pada 1.Informasi yang
infeksi dilakukan tindakan keperawatan pasien tentang adekuat dapat
berhubungan selama 3 × 24 jam, dengan kriteria kondisi yang membawa pasien
dengan area hasil: dialaminya lebih kooperatif
invasi dalam
7.Pasien mampu mengurangi 2.Observasi tanda-
mikroorganisme memberikan
kontak dengan area pemasangan tanda vital.
sekunder terapi
selang endotrakeal
terhadap
 
2.Meningkatnya
pemasangan o
8.Suhu normal (36,5 C)
suhu tubuh dpat
selang
  dijadikan sebagai
endotrakeal
indicator
3.Observasi daerah
terjadinya infeksi
pemasangan selang
endotrakheal 3.Kebersihan
area pemasangan
 
selang menjadi
factor resiko
4.Lakukan tehnik
masuknya
perawatan secara
mikroorganisme
aseptik

4.Meminimalkan
 
organisme yang
5.Kolaborasi dengan kontak dengan
tim medis dalam pasien dapat
memberikan menurunkan
pengobatan resiko terjadinya
infeksi

5.Pengobatan
yang diberikan
berdasar indikasi
sangat membantu
dalam proses
terapi
keperawatan

 
DAFTAR PUSTAKA

Choirul Indriawan, M. 2012. Catatan Kedokteran : Penyakit Edema Paru Akut Kardiogenik.
http://jantungoke.blogspot.com/2012/12/edema-paru-akut-kardiogenik-acute.html,
diakses tanggal 4 Agustus 2013.

Fitriana, Nur. 2012. Laporan pendahuluan ALO. . Makalah tidak diterbitkan. Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat.Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Nuzulul Fikri, Muh. 2009. Asuhan Keperawatan Pasien Edema Paru Aku. Makalah Tugas
Belajar Mahasiswa Tidak diterbitkan. http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail- 35460-Kep%20Kardiovaskuler.pdf, tanggal 4
Agustus 2013.

Rohman, Abdul. 2009. Askep Acut Lung Oedem or Edema Paru AKut (ALO.) http://ns-
rohman.blogspot.com/2011/10/askep-acut-lung-oedem-or-edema-paru.html, diakses
pada tanggal 4 Agustus 2013.

Utomo, Sudiyatmo. 2012. Penanganan Penyakit Edema Paru Akut (Acute Lung Oedem).
http://drsudiyatmo.blogspot.com/2012/05/penanganan-edema-paru-akut.html,diakses
tanggal 4 Agustus 2013.

Anda mungkin juga menyukai