Oleh:
Danisa Namira Wijayanti 170070201011011
Suci Caraswati 170070201011
Pembimbing:
dr. Cholid Tri Tjahjono, Sp JP (K)
PENDAHULUAN
Acute Lung Oedem (ALO) atau edema paru merupakan suatu keadaan dimana
terjadi perpindahan cairan dari vaskuler paru ke interstisial dan alveoli paru. Pada
berlebihan di dalam ruang intertisial dan alveoli paru. Edema yang terjadi akut dan
luas sering disusul oleh kematian dalam waktu singkat (Harun, 2009)
Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai edema paru kardiogenik dan edema
tekanan hidrostatik kapiler paru yang dapat terjadi akubat perfusi berlebihan baik
dari infus darah dan cairan lainnya, sedangkan edema paru non-kardiogenik
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru antara lain pada pasca
74,4 juta penderita edema paru di seluruh dunia. Di Inggris terdapat sekitar 2,1 juta
2003 tercatat sebesar 23,87 % dari seluruh penduduk Indonesia (Huldani H, 2014).
Pengetahuan dan penanganan yang tepat pada edema paru akut dapat
1.2 Tujuan
kardiogenik.
1.3 Manfaat
tenaga kesehatan khususnya dokter muda di RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
ALO adalah akumulasi cairan di intersisial dan alveolus paru yang terjadi secara
mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema
paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru
2.2 Epidemiologi
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita edema paru di seluruh dunia. Di Inggris terdapat sekitar 2,1 juta penderita
Jerman penderita edema paru sebanyak 6 juta penduduk. Ini merupakan angka
yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari medik di dalam merawat
Di Indonesia, edema paru pertama kali terdeteksi pada tahun 1971. Sejak itu
penyakit tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 sudah
wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR)
= 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam
sebesar 10,17%, namun pada tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu
15,99 % (tahun 2000), 19,24 % (tahun 2002), dan 23,87 % (tahun 2003). (Huldani H,
2014)
sering terjadi, dan berdampak merugikan dan Edema paru kardiogenik akut
merupakan penyakit yang sering terjadi, merugikan dan mematikan dengan tingkat
kematian 10-20 % (Rampengan, 2014). Angka kematian edema paru akut karena
infark miokard akut mencapai 38 – 57% sedangkan karena gagal jantung mencapai
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus (Harun dan Sally,
2014):
vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman
dari mulai terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara
lain: (1) tanpa gagal ventrikel kiri (mis: stenosis mitral), (2) sekunder akibat
gagal ventrikel kiri, (3) peningkatan tekanan kapiler paru sekunder akibat
overperfusi).
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
cepat dan ekstensif, (2) tekanan negatif pleura yang besar akibat obstruksi
jalan nafas akut dan peningkatan volume ekspirasi akhir (misalnya pada
asma bronkhial).
antara kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgikal
- Karsinomatosis, limfangitis
- Emboli paru
- Eklamsia
- Pasca anastesi
besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceralis
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri.
kiri meningkat lebih tinggi (>25) maka cairan edema akan menembus epitel paru,
lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses sebagai berikut (Lorraine et
jantung.
fungsi jantung.
Penghapusan cairan edema dari ruang udara paru tergantung pada transpor
aktif natrium dan klorida melintasi barier epitel alveolar. Bagian utama reabsorbsi
natrium dan klorida adalah ion channels epitel yang terdapat pada membran
apikal sel epitel alveolar tipe I dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium
secara aktif ditranspor keluar ke ruang interstitial dengan cara Na/ K-ATPase
yang terletak pada membran basolateral sel tipe II. Air secara pasif mengikuti,
Edema paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum klinis
gejala dan tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini
terjadi tanpa perubahan pada permiabilitas atau integritas dari membran alveoli-
kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi,
Dikatakan pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru
diparu dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada
keadaan ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai
ronkhi inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup (Harun dan Sally,
2014).
dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan
petanda septum interlobuler (garis Kerley B). Pada derajat ini akan terjadi
kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas
dan akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan
2014).
Pada proses yang terus berlanjut atau meningkat menjadi stage 3 dari
edema paru tesebut, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan
hipoksemia yang berat dan seringkali hipokapnea. Alveolar yang sudah terisi
cairan ini terjadi akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan
pasien. Secara keseluruhan kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang
di bawah normal. Terjadi pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonal akibat
perfusi dari alveoli yang telah terisi cairan. Walaupun hipokapnea yang terjadi
pada awalnya, tetapi apabila keadaan semakin memburuk maka dapat terjadi
telah menderita penyakit paru obstruktif kronik. Dalam hal ini terapi morfin yang
dipergunakan harus dengan pemantau yang ketat (Harun dan Sally, 2014).
dan protein masuk ke dalam intersisial paru dan alveolus. Cairan edema paru
lebih permeabel untuk dilewati oleh molekul besar seperti protein plasma.
Banyaknya cairan edema tergantung pada luasnya edema interstitial, ada atau
tidak adanya cidera pada epitel alveolar dan kemampuan dari epitel alveolar
untuk secara aktif mengeluarkan cairan edema alveolar. Edema paru akibat
acute lung injury dimana terjadi cedera epitel alveolar yang menyebabkan
2.4 Etiologi
kapiler paru dan permeabilitas kapiler paru dan permeabilitas kapiler alveolar.
hidrostatik antara kapiler paru dan alveoli. Tekanan hidrostatik yang meningkat
pada gagal jantung menyebabkan edema paru, sedangkan pada gagal ginjal
terjadi retensi cairan yang menyebabkan volume overload dan diikuti edema
tekanan onkotik menurun sehingga terjadi edema paru. Pada tahap awal edema
dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam kemudian yang berasal
dari suatu focus kerusakan jaringan tubuh. Neutrophil yang teraktivasi akan
pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam
arakidonat, kinin, dan histamine. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh
dengan eksudat yang kaya protein dan banyak mengandung neutrophil dan sel-
1. Gagal jantung kiri, yang dapat diakibatkan oleh: infark miokard, penyakit
2. Volume overload
Edema paru kardiogenik akut merupakan gejala yang terjadi akibat gagal jantung
kiri yang akut. Hal ini dapat diakibatkan oleh ganggauan pada jalur keluar di atrium
kiri. Peningkatan volume yang berlebihan di ventrikel kiri atau obstruksi pada jalur
keluar dari ventrikel kiri. Peningkatan tekanan di atrium kiri dan pulmonary wedge
Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut pada pasien karena
kesulitan bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantung dan tekanan darah
peningkatan rasa tidak nyaman dan usaha bernafas yang harus kuat akan
menambahkan beban pada jantung sehingga fungsi kardiak akan semakin menurun,
dan diperberat oleh keadaan hipoksia. Bila kejadian ini tidak diatasi dengan segera,
tingkat mortalitas edema paru akut kardiogenik masih tinggi. (Harun dan Sally, 2014)
adanya riwayat sakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal jantung
kronik. Edem paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi hipertensi
pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang yang
menakutkan bagi pasien karena mereka akan mengalami batuk-batuk dan sesak
nafas seperti seseorang yang akan tenggelam. (Harun dan Sally, 2014)
Gambaran klinis edema paru yaitu dari anamnesis ditemukan adanya sesak
napas yang bersifat tiba-tiba yang dihubungkan dengan riwayat nyeri dada dan
tiba-tiba seperti pada kasus edema paru akut. Selain itu, sputum dalam jumlah
banyak, berbusa dan berwarna merah jambu. Gejala-gejala umum lain yang
mungkin ditemukan ialah: mudah lelah, lebih cepat merasa sesak napas dengan
aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas cepat (takipnea), pening, atau
Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium
(Simadibrata, et al.2000):
1. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya
sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
perubahan saja.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada leadaan ini morphin harus
Edem paru kardiogenik ini merupakan spektrum klinis Acute Heart Failure
Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai: munculnya gejala dan tanda secara
akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak normal. European
Society of Cardiology (ESC) membagi AHFS menjadi 6 klasifikasi yaitu (ESC, 2008):
pernafasan cuping hidung, akan terlihat retraksi inspirasi intercostal dan fossa
dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronkhi
basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.
pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat meningkat. (Harun dan Sally,
2014)
atau tekanan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar
dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau
yang besar dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna
kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru
akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat
3 dan 4. Terdapat juga edem perifer, akral dingin dengan sianosis (sda). Dan
pada edem paru non kardiogenik didapatkan khas bahwa Pada pemeriksaan fisik,
yaitu:
1. Foto Thoraks
dengan CHF) dan adanya edema alveolar disertai efusi pleura dan
Sally, 2014). Pasien dengan edem paru kardiogenik tetapi yang non
(Maria I, 2010)
3. Ekhokardiografi
4. Laboratorium
pada pasien gagal jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml akurat
dkk melaporkan bahwa nilai BNP dan Pro BNP berkorelasi dengan
LV filling pressure (pasquate 2004). Pemeriksaan BNP ini menjadi
2.5 Tatalaksana
Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang perlu
fungsi paru (seperti pertukaran gas, perfusi organ), sedangkan penyebab utama
juga harus diselidiki dan diobati sesegera mungkin bila memungkinkan. Prinsip
ancaman utama bagi susunan saraf pusat, baik berupa turunnya kesadaran
sampai koma maupun terjadinya syok. Oleh karena itu suplementasi oksigen
ringan oksigen bisa diberikan dengan kanul hidung atau masker muka (face
aman dan berkhasiat sebagai CPAP, daripada jika bekerja dengan titrasi
dan non-invasive positive pressure ventilation (NPPV) pada edema paru akut
akut. CPAP dianggap sebagai intervensi pertama dari NPPV yang tidak
menunjukkan khasiat yang lebih baik bahkan pada pasien dengan kondisi
lebih parah, tetapi lebih murah dan lebih mudah untuk diimplementasikan
PaO2, tidak bisa dipertahankan > 60 mmHg dengan terapi O2, konsentrasi dan
aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
dapat diberikan per oral 20-40 mg/hari pada keadaan yang ringan
hingga 5-40 mg/jam secara infus pada keadaan yang berat. Morfin
2014)
3. Biasanya dimulai dengan O2 40-60% dititrasi sampai SaO2 > 90%, hati-
hati pada pasien yang mempunyai resiko retensi CO2. (McMurray, et al.
2012)
7. Pasien harus diobservasi ketat secara regular (gejala, denyut dan ritme
jantung SpO2, tekanan darah sistolik, produksi urine) sampai stabil dan
et al. 2012)
10. Setelah pasien nyaman dan diuresis yang stabil telah dicapai, ganti terapi
serta usaha pernafasan. EKG (ritme/iskemia dan infark) dan kimia darah/
mekanis akut, dan penyakit katup yang berat (terutama stenosis aorta).
14. Balon pompa intra aorta atau dukungan sirkulasi mekanik lainnya harus
15. CPAP dan NIPPV harus dipertimbagkan pada pasien yang tidak terdapat
90% dari pasien) dan opiate (di 51% dari pasien). Hasil ini berbeda
16. Meningkatkan dosis loop diuretic hingga setara dengan furosemide 500
17. Jika tidak ada respon terhadap penggandaan dosis diuretic meskipun
18. Jika langkah 17 dan 18 tidak menghasilkan diuresis yang adekuat dan
2.6 Prognosis
kapiler paru, perbaikan pengobatan, dan teknik ventilator tetapi angka mortalitas
pasien masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan
didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara.
Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit
Hingga saat ini mortalitas akibat edema paru akut termasuk yang disebabkan
kelainan kardiak masih tinggi. Setelah mendapatkan penanganan yang tepat dan
cepat pasien dapat membaik dengan cepat dan kembali pada keadaan seperti
kelelahan pada saat serangan tersebut. Diantara beberapa gejala edema paru ini
terdapat tanda dan gejala gagal jantung. (Harun dan Sally, 2014)
Prognosis jangka panjang dari edema paru akut ini sangat tergantung dari
komorbiditas yang menyertai seperti diabetes melitus atau penyakit ginjal terminal.
Sedangkan prediktor dari kematian di rumah sakit antara lain adalah : diabetes,
disfungsi ventrikel kiri, hipotensi atau syok dan kebutuhan akan ventilasi mekanik.
Nama : Tn. S
Usia : 56 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pasien mengeluhkan dada tidak nyaman dan sesak yang memberat sejak 4
hari yang lalu saat menunggu cucunya bermain. Pasien juga mengeluhkan dada
terasa berat seperti ditekan, disertai sulit bernafas. Keluhan dirasakan semakin
memberat dan tidak reda dengan istirahat, hingga dibawa ke RS Mitra Sehat
(14-11-2008) dan didiagnosis dengan UAP. Pada RS Mitra Sehat dirawat selama
4 hari. Pasien mengeluhkan sesak saat tidur, pasien tidur dengan menggunakan
3-4 bantal, pasien sering terbangun saat malam karena sesak, sesak sudah
dirasakan pasien sejak 1 tahun yang lalu, awalnya sesak muncul jika pasien
melakukan aktivitas berat namun beberapa minggu terakhir sesak muncul saat
berdiri. Riwayat nyeri dada berulang, hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu.
pasien didiagnosis dengan penyakit jantung besar pada tahun 2011, dan pasien
tidak rutin meminum obat yang diberikan, pasien hanya minum obat jika
merasakan sakit saja. Riwayat sinkop dan paliptasi disangkal pasien. Riwayat
batuk (+).
selama 4 hari dan diberikan O2 NRBM 8 lpm, IVFD NS, drip Furosemide 5
mg/jam, Arixta IV, Ceftriaxone 1 gr, ranitidine, aspilet 1 x 80mg, CPG 1 x 75mg,
3x1.
Riwayat keluarga: Riwayat hipertensi dari ibu pasien, riwayat diabetes mellitus
disangkal.
Riwayat sosial: Pasien adalah perokok berat lebih dari 20 tahun dan baru
berhenti 6 bulan yang lalu, pasien bekerja sebagai montir bengkel mobil.
Makanan: nasi dengan lauk pauk dan sayuran makan 3 kali sehari.
3.3 Pemeriksaan Fisik
GCS : 456
RR : 26-28 x/menit
tiroid (-)
Thorax Jantung
Paru-paru
vesicular vesicular
vesicular vesicular
vesicular vesicular
Rhonki - - Wheezing - -
- - - -
+ + - -
Abdomen Jaringan parut (-), dilatasi vena (-), rash (-), massa (-),
meteorismus (-)
Anemis – – – –
Ikterik – – – –
Edema – – - -
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Hematokrit 47,70 % 38 – 42
MCV 84,10 fL 80 - 93
MCH 27,90 pg 27 – 31
HitungJenis :
Neutrofil 69,4 % 51 – 67
Limfosit 20,1 % 25 – 33
PPT
Kimia Klinik
SGOT 25 U/L 0 – 40
SGPT 20 U/L 0 – 41
Jantung
+ ≥ 1.0
Faal Ginjal
Enzim Jantung
Elektrolit (17-11-18)
Bestern AD. Noninvasive ventilation for cardiogenic pulmonary edema: froth and
bubbles? Am J Respir Crit Care Med, 2003.
ESC. 2008. Guideline for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failure 2008. European Heart Journal.p33:2388-442
Harun S, Sally N. edema paru akut. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, setiati S, editor. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ke-6 Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p. 1772-6.
Huldani H. Edema paru akut. Refarat. 2014. Universitas Lambung Mangkurat
Fakultas Kedokteran, Banjarmasin. Available from: eprints.unlam.ac.id/207/
Lorraine et al. 2005. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med. p353:2788-96.
Mattu A, Matinez JP, Kelly BS. 2005. Modern Management of Cardiogenic
pulmonary edema. Emerg Med Clin N Am. p 1105-25.
Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis
VAP.Anestesia & Critical Care.Vol 28 No.2 Mei 2010.52
Mattu A, Matinez JP, Kelly BS. 2005. Modern Management of Cardiogenic
pulmonary edema. Emerg Med Clin N Am. p 1105-25.
McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task Force for the
Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the
European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart.
Eur Heart J [Internet] 2013;32:e1–641 – e61.
Nendrastuti, H. and Soetomo, M., 2010. Edema paru akut, kardiogenik dan non
kardiogenik. JLo'nal Kedokteran Respirasi.
Nieminen MS, Bohm M, Cowie MR, Drexler H, Filippatos GS, Jondeau G, et al.
2005. Executive summary of the guidelines on the diagnosis and treatment of
acute heart failure. Eur Heart J. p26:384-416.
Rampengan, S.H., 2014. EDEMA PARU KARDIOGENIK AKUT. JURNAL
BIOMEDIK, 6(3).
Rodeheffer RJ. 2004. Measuring plasma B-type natriuretic peptide in heart failure. J
Am Coll Cardiol. p4:740-8.
Simadibrata M, Setiati S, Alwi, Maryantono, Gani RA, Mansjoer. 2000. Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.p 208
Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. Naskah Lengkap PKB XXVI Ilmu
Penyakit Dalam 2011. FKUNAIR-RSUD. DR Soetomo Surabaya, hal 113-
19
Ware LB, Matthay MA. 2005. Acute pulmonary edema. N Engl J Med. p353:278896.