Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)


DI RUANG IGD RS. MUHAMMADIYAH LAMONGAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik


Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Oleh

ALIF AKBAR HASYIMI


201820461011099

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Acute Lung Oedema
Acute Lung Oedema (ALO) merupakan kondisi yang disebabkan karena
adanya cairan berlebih pada paru-paru, cairan tersebut terkumpul pada kantung
udara di dalam paru-paru (MayoClinic, 2018). Purvey et al (2017) menjelaskan
bahwa acute lung oedema merupakan kondisi kegawatan medis dengan
karakteristik dispnea dan hipoksia sekunder yang diakibatkan akumulasi cairan di
paru-paru sehingga menganggu pertukaran gas dan compliance paru yang
memerlukan penanganan segera. Rampengan (2014) menambahkan, ALO adalah
suatu keadaan dimana terjadi perpindahan dan penimbunan cairan dari vaskular
paru ke intertisial dan alveoli paru.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Acute Lung Oedema
(ALO) merupakan kondisi kegawatan medis yang terjadi karena perpindahan dan
penimbunan cairan dari vaskular paru menuju intertisial dan alveoli (kantung udara)
paru yang mengakibatkan gangguan pertukaran gas dan compliance paru sehingga
menyebabkan dispnea dan hipoksia.

2. Etiologi Acute Lung Oedema


Penyebab Acute Lung Oedema dibedakan menjadi 2, yaitu kardiogenik
dan non-kardiogenik (MayoClinic, 2018).
a. Acute Lung Oedema Kardiogenik
Acute Lung Oedema kardiogenik merupakan ALO yang disebabkan karena
peningkatan tekanan di jantung. Lebih lanjut, Sovari dan Kocheril (2017)
mendefinisikan ALO kardiogenik sebagai ALO karena peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler sekunder akibat peningkatan tekanan vena paru. Kondisi ini
biasanya terjadi ketika ventrikel kiri yang sakit atau bekerja terlalu keras sehingga
tidak mampu memompa cukup banyak darah yang diterima dari paru-paru (gagal
jantung kongestif). Akibatnya, tekanan meningkat di dalam atrium kiri dan
kemudian di pembuluh darah dan kapiler di paru-paru, menyebabkan cairan
didorong melalui dinding kapiler ke kantung udara (MayoClinic, 2018).
Beberapa kondisi yang dapat memicu acute lung oedema kardiogenik antara
lain: hipertensi, obstruksi aliran keluar atrium (stenosis mitral, myxoma atrium),
disfungsi sistolik ventrikel kiri (gagal jantung kongestif), disfungsi diastolik
ventrikel kiri, kelebihan volume ventrikel kiri, obstruksi aliran keluar ventrikel kiri,
disritmia, kardiomiopati, dan infark miokard (Sureka, Bansal & Arora, 2015).

b. Acute Lung Oedema Nonkardiogenik


Acute lung oedema nonkardiogenik merupakan ALO yang disebabkan
karena perubahan permeabilitas kapiler sebagai akibat dari kondisi patologis baik
secara langsung maupun tidak langsung (Khan & Kasthuri, 2018; Sureka et al,
2015). Penyebab utama yang dapat menyebabkan acute lung oedema
nonkardiogenik antara lain:
1) Tenggelam.
2) Kelebihan cairan.
3) Trauma inhalasi.
4) Glomerulonephritis atau gagal ginjal akut.
5) Reaksi alergi.
6) Acute respiratory distress syndrom (kondisi dimana paru-paru terisi cairan
dan inflamasi sel darah putih).
7) Kerusakan sistem syaraf atau neurogenik (misalnya prosedur pembedahan,
cedera kepala atau pasca kejang).
8) Infeksi.
9) Trauma dada (lung injury)
10) Ketinggian diatas 2.400 meter (Khan & Kasthuri, 2018; MayoClinic, 2018;
Sureka et al, 2015).

3. Patofisiologi Acute Lung Oedema


Edema paru terjadi bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler
lebih banyak daripada yang bisa dikeluarkan yang berakibat alveoli penuh terisi
cairan sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertukaran gas (Rampengan,
2014). Faktor-faktor penentu yang berperan dalam terjadinya acute lung oedema
antara lain:
a. Tekanan hidrostatik, yaitu tekanan yang dirasakan oleh cairan di ruang
tertutup yang mendorong cairan dari ruang tersebut.
b. Tekanan onkotik, yaitu tekanan yang dihasilkan oleh sel dan proteinyang
tidak mampu melintasi membran kapiler dan memiliki kecenderungan
menarik cairan (tinggi pada kapiler paru dan cairan interstitial) yang
berkebalikan dengan tekanan hidrostatik.
c. Permeabilitas/daya tembus kapiler yang mempengaruhi kemudahan cairan
untuk bergerak melewati membran kapiler.
Pada edema paru kardiogenik (volume overload edema) terjadinya
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru menyebabkan peningkatan
filtrasi cairan transvaskular. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru biasanya
disebabkan oleh meningkatnya tekanan di vena pulmonalis yang terjadi akibat
meningkatnya tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri (>25
mmHg). Dalam keadaan normal tekanan kapiler paru berkisar 8-12 mmHg dan
tekanan onkotik (osmotik) koloid plasma 28 mmHg. Kenaikan tekanan hidrostatik
kapiler paru menyebabkan transudasi cairan ke dalam ruang interstisial paru,
dimana tekanan hidrostatik kapiler paru lebih tinggi dari tekanan onkotik (osmotik)
koloid plasma. Pada tingkat kritis, ketika ruang interstitial dan perivaskular sudah
terisi, maka peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan penetrasi cairan ke
dalam ruang alveoli (Huldani, 2014; Rampengan, 2014).
Gagal jantung kiri merupakan yang paling sering menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik, hal ini dikarenakan ventrikel kiri pada gagal jantung kiri tidak
mampu memompa darah secara efektif akibatnya darah kembali menuju atrium kiri,
kemudian menuju vena pulmonal dan kapiler paru. Darah yang berlebih di dalam
kapiler paru menyebabkan hipertensi pulmonal dimana meningkatkan tekanan
hidrostatik di pembuluh darah pulmonal dan menyebabkan banyak cairan terdorong
menuju ruang interstisial paru yang menyebabkan edema paru (Huldani, 2014;
Rampengan, 2014).
Sedangkan edema paru nonkardiogenik timbul terutama karena kerusakan
dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru
sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Hal ini, dapat
disebabkan oleh infeksi paru, trauma inhalasi, atau trauma dada, sepsis, ataupun
penyakit ginjal kronis. Selain itu, tekanan onkotik (osmotik) yang rendah juga dapat
memicu terjadinya edema paru. Hal ini terjadi karena ketidakcukupan protein
seperti albumin yang disebabkan oleh malnutrisi, kerusakan hepar/hati, atau
kehilangan protein yang sangat cepat seperti pada nephrotic syndrome. Tekanan
onotik yang rendah mendorong cairan berpindah dari kapiler menuju ruang
intertsitial diseluruh tubuh dan spesifik pada paru-paru akan terjadi edema paru
(Huldani, 2014; Rampengan, 2014).

4. Manifestasi Klinis Acute Lung Oedema


Tanda dan gejala acute lung oedema, antara lain:
 Takipnea & Dyspnea yang ekstrim.
 Bunyi bergelembung, rales, ronchi wheezing atau terengah/gasping saat
bernapas.
 Dahak berbusa dan/atau merah muda saat batuk.
 Berkeringat/diaforesis.
 Kulit kebiruan atau abu-abu.
 Konfusion/kebingungan.
 Tekanan daran turun signifikan.
 Sakit kepala
 Pusing
 Kelemahan.
 Kulit dingin dan lembab/basah.
 Ansietas, gelisah atau rasa khawatir.
 Bibir kebiruan
 Jugularis vena distention (MayoClinic, 2018).

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan utuk menegakkan diagnosa
acute lung oedema, antara lain:
a. X-ray Thoraks
b. Pulse oximetri
c. Blood Test (blood gas arteri (untuk menetahui kadar oksigen dan
karbondioksida), darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi jantung, B-type natriuretic
peptide/BNP (peningkatan BNP mengindikasikan penyebab ALO karena
penyakit jantun).
d. Electrocardiogram (ECG).
e. Echocardiogram
f. Cardiac catheterization dan coronary angiogram, untuk menggetahui adanya
sumbatan di pebuluh darah, mengukur tekanan di bilik jantung, mengetahui
kondisi katub jantung dan melihat penyebab edema paru (MayoClinic, 2018).

6. Penatalaksaanaan
Acute lung oedem merupakan kegawatan medis yang memerlukan
penanganan dengan segera. Tujuan terapi yang paling utama adalah menghilangkan
gejala, meningkatkan oksigenasi, maintain kardiak output dan perfusi organ-organ
vital, dan mengurani kelebihan cairan di extraselular (Sureka et al, 2015). Beberapa
terapi yang dapat diberikan antara lain:
a. Nitrat
Mekanisme aksi dari nitrat adalah merelaksasi otot polos, vasodilatasi
pembuluh darah sehingga menurunkan preload (dosis rendah), menurunkan
afterload (dosis tinggi) dan tekanan darah. Spesifik di arteri koroner,
mengakibatkan peningkatan aliran darah koroner. Mekanisme ini secara kolektif
meningkatkan oksigenasi dan menurunkan beban kerja jantung (Sureka et al, 2015).
Recommended nitrate dose regimens
Presentation and Dose Frequency Maximum dose
administration
Glyceryl trinitrate spray 400 microgram (2 repeat every 5 1200 microgram
puffs) min
Glyceryl trinitrate 300–600 repeat every 5 1800 microgram
sublingual tablet microgram min
Glyceryl trinitrate 5–10 microgram double every 5 200 microgram
intravenous infusion* per min min per min
*First line in ALO
b. Diuretik
Furosemide adalah loop diuretik yang paling umum digunakan. Loop
diuretik meningkatkan ekskresi air dengan mempengaruhi sistem cotransport yang
mengikat klorida, menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada loop Henle
ascending dan tubulus ginjal distal.
Recommended doses of furosemide
Presentation and administration Dose Frequency

Slow intravenous bolus 4 mg/min repeat after 20 min if


necessary

– normal renal function IV 40–80 mg –

– renal insufficiency or severe heart up to 160–200 –

failure IV mg

Intravenous infusion 5–10 mg per continuous


hour
(Sureka et al, 2015; Sovari & Kocheril, 2017)

c. Morfin
Morfin merupakan bagian dari terapi tradisional untuk lung oedema yang
dapat mengurangi dispnea. Hal ini dikarenakan dampak sekunder dari vasodilatasi
yang menyebabkan penurunan tekanan vena dan mengurangi preload. Selain itu,
morfin juga menurunkan aktivitas syaraf simpatik dan dapat menurunkan ansietas.
Dosis yang dapat diberikan yaitu 1-2,5 mg (Sureka et al, 2015).

d. Bantuan Ventilasi
Langkah pertama dalam meningkatkan ventilasi ada pasien dengan ALO
adalah memastikan mereka dalam posisi semi fowler/fowler. Hal ini dapat
menurunkan ketidak adekuatan ventilasi-perfusi dan membantu kemampuan pasien
untuk bernapas. Selain itu, pemberian oksigen tambahan dan bantuan ventilasi
diberikan hanya ketika saturasi oksigen kurang dari 92%. Pemberian oksigen
diberikan untuk mencapai target saturasi oksigen sebesar 92-96%. Tergantung pada
skenario klinis yang ditemui, titrasi oksigen yang dapat diberikan antara lain:
4L/menit via nasal kanul, 5-10L/menit via simple mask, 15L/menit via non-
rebreather mask, atau bahkan jika tidak ada dampak klinis yang signifikan dapat
diberikan bi-level positive airway pressure ventilation (BiPAP) atau continious
positive airway pressure ventilation (CPAP) (Sureka et al, 2015).

e. Inotropic Agen
Inotropic agen merupakan agen/obat-obatan yang berfungsi sebagai
vasodilator sehingga dapat mengurangi afterload dan meningkatkan kardiak output.
Beberapa inotropik agen, antara lain dobutamine, dopamine, norepinephrine, dan
milrinone (Sovari & Kocheril, 2017).

f. ACE Inhibitor Agen


Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor mencegah enzim di dalam
tubuh untuk memproduksi angiotensin II, sehingga menurunkan sekresi aldosteron.
Hal ini menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, menurunkan resistensi vaskular
sistemik, menurunkan tekanan darah meningkatkan kardiak output, dan
meningkatkan perfusi ginjal sehingga memungkinkan diuresis. Beberapa jenis obat
yang termasuk golongan ini antara lain captopril, enalapril (vasotec), nitroprusside
(nitropress) (Sovari & Kocheril, 2017; MayoClinic, 2019).

7. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi acute lung oedema,
antara lain:
a. Kontrol tekanan darah
b. Mengontrol kolesterol darah
c. Menghindari merokok
d. Diet sehat
e. Mengurangi konsumsi garam
f. Exercise secara rutin
g. Maintain healthy weight
h. Manajemen stress
i. Menyesuaikan diri secara perlahan untuk melakukan pendakian atau
bepergian ke tempat yang sangat tinggi (MayoClinic, 2018).

8. Komplikasi
Jika edema paru berlanjut, akan dapat menyebabkan meningkatnya tekanan
di arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal), dan nantinya menyebabkan ventrikel kiri
jantung akan melemah dan mulai mengalami kegagalan. Selain itu, ektremitas
bawah dan abdomen mengalami pembengkakan (swelling), efusi pleura, congestion
and swelling of the liver. Lebih lanjut, acute lung oedema juga dapat mengakibatkan
gagal napas (MayoClinic, 2018; Kaynar & Sharma, 2018).

9. Pathway
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal/keluhan yang paling dirasakan klien
sehingga klien mencari pertolongan/masuk ke rumah sakit. Pada pasien acute lung
oedem, biasanya klien menggeluh sesak napas dan/atau kesulitan bernapas yang
ekstrim.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya klien mengalami takipnea & dyspnea yang ekstrim, bunyi
bergelembung, wheezing atau terengah/gasping saat bernapas, dahak berbusa
dan/atau merah muda saat batuk, berkeringat/diaforesis, sakit kepala, pusing,
kelemahan, ansietas, gelisah atau rasa khawatir, urin keluar sedikit atau bahkan
tidak ada.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu


Biasanya klien berkemungkinan mempunyai penyakit hipertensi, gagal
jantung, obstruksi aliran keluar atrium (stenosis mitral, myxoma atrium), disfungsi
sistolik ventrikel kiri (gagal jantung kongestif), disfungsi diastolik ventrikel kiri,
kelebihan volume ventrikel kiri, obstruksi aliran keluar ventrikel kiri, disritmia,
kardiomiopati, dan infark miokard. Selain itu, klien juga kemungkinan memiliki
penyakit glomerulonephritis atau gagal ginjal akut, alergi, ARDS, infeksi,
kerusakan sistem syaraf, mengalami trauma inhalasi dan acute lung injury (ALI).

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Kemungkinan besar klien memiliki keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama ataupun penyakit-penyakit yang dapat memicu terjadinya
ALO, seperti hipertensi, diabetes mellitus yang memicu gagal ginjal, penyakit
jantung, atau penyakit syaraf.

5. Pemeriksaan Fisik Per System


a. Breathing/Pernapasan (B1)
Inspeksi :kemungkinan terdapat takipnea (napas cepat), dispnea (sesak
napas), ortopnea (sesak napas saat berbaring), gasping (terengah-
engah/tarikan napas tiba-tiba dengan mulut terbuka), batuk dahak
berbusa dan/atau merah muda, penggunaan otot-otot bantu napas
(intercostalis, sternocleidomastoid).
Palpasi :pergerakan dada simetris.
Perkusi : redup (normalnya sonor).
Auskultasi :kemungkinan ditemukan wheezing/ronchi/rales/ Bunyi
bergelembung.

b. Bleeding/Cardiovaskular (B2)
Inspeksi : jugular vena distention, trauma dada (lung injury).
Palpasi : taktil premitus kemungkinan menurun, nadi lemah.
Perkusi : kemungkinan terjadi pembesaran jantung pada ALO kardiogenik.
Batas jantung normal pada orang dewasa:
 Kanan atas: SIC II Linea Para Sternalis Dextra
 Kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
 Kiri atas: SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
 Kiri bawah: SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
Auskultasi : suara jantung S3 & S4 (murmur/gallop).

c. Brain/Persyarafan (B3)
Inspeksi :GCS 4-5-6, Reaksi cahaya pupil kanan/kiri (+/+), diameter pupil
isokor, kemungkinan konjunctiva anemis, konfusion/kebingungan.

d. Bladder/Perkemihan (B4)
Inspeksi :produksi urin sedikit atau bahkan tidak ada,
e. Bowel (B5)
Inspeksi :mukosa bibir kering, pucat/kebiruan, kulit pucat/kebiruan/abu-abu.
Palpasi : kemungkinan ada swelling atau asites abdomen.
Auskultasi : perstaltik usus normal 5-30x/menit
Perkusi : kemungkinan shifting dullnes (+)

f. Bone/Muskuloskeletal (B6)
Inspeksi :Kelemahan, edema ekstremitas bawah.
Palpasi : Akral dingin (pada ALO kardiogenik), akral hangat (pada ALO
nonkardiogenik), turgor kulit jelek.
6. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Hambatan pertukaran gas
b. Ketidakefektifan pola nafas
c. Kelebihan volume cairan
d. Intoleran aktivitas
e. Nyeri Akut

7. Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1 Gangguan Pertukaran Gas b/d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Terapi Oksigen
perubahan membran alveoli- selama 1x30 menit, Respon Ventilasi
kapiler Mekanik: Dewasa Adekuat dengan kriteria 1. Siapkan peralatan oksigen
hasil: 2. Berikan oksigen sesuai order
3. Monitor aliran oksigen
NO Indikator Skala 4. Monitor efektifitas aliran oksigen
1 Tingkat pernapasan 4
2 Irama pernapasan 4 Monitor Pernapasan
3 Kedalaman pernapasan 4
4 PaO2 5 5. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan
5 PaCO2 5 kesulitan bernapas
6 pH Arteri 5 6. Monitor pola napas (misalnya: bradipnea,
7 SaO2 5 takipnea)
8 Suara nafas tambahan 4 7. Catat pergerakan dinding dada,
ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu
nafas & retraksi intercostalis serta
supraclavicular
8. Monitor suara nafas tambahan

Manajemen Ventilasi Mekanik: Noninvasive

9. Informasikan kepada klien dan keluarga


terkait dengan rasionalisasi tindakan yang
dilakukan
10. Tempatkan klien pada posisi semi fowler
2 Kelebihan Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipervolemia
selama 1x30 menit, Keseimbangan Cairan
Adekuat dengan kriteria hasil: 1. Monitor hemodinamik
NO Indikator Skala 2. Monitor pola pernapasan
1 Tekanan darah 4 3. Monitor suara paru abnormal
2 Denyut nadi radial 4 4. Monitor distensi vena jugularis
3 Tekanan arteri rata-rata 4 5. Monitor edema perifer
4 Keseimbangan intake output 4 6. Monitor data laboratorium
dalam 24 jam 7. Monitor intake output
5 Hematokrit 4 8. Posisikan pasien untuk memperbaiki ventilasi
6 Suara nafas tambahan 4 9. Instruksikan pasien dan keluarga untuk
7 Distensi vena leher 5 membatasi cairan
8 Ascites 4 10. Berikan infus IV
9 Edema perifer 4 11. Berikan obat yang diresepkan untuk
mengurangi preload

Kateterisasi urin

12. Jelaskan prosedur & rasionalisasi


kateterisasi urin
13. Pasang alat dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA

Huldani. (2014). Edem Paru Akut. Referat. Universitas Lambung Mangkurat,


Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Kaynar, A. M., & Sharma, S. (2018). Respiratory Failure. Retrieved from


https://emedicine.medscape.com/article/167981-overview#a5

Khan, A. N., & Kasthuri, R. S. (2018). Noncardiogenic Pulmonary Edema. Retrived


from https://emedicine.medscape.com/article/360932-overview

MayoClinic. (2018). Pulmonary Edema. Retrieved from


https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/pulmonary-
edema/symptoms-causes/syc-20377009

MayoClinic. (2019). Angiotensin-Converting Enzime (ACE) Inhibitors. Retrieved


from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/high-blood-
pressure/in-depth/ace-inhibitors/art-20047480

Prvey, M., & Allen. (2017). Managing Acute Pulmonary Oedema. Australian
Prescriber, 40(2):59-63. doi: 10.18773/austprescr.2017.013.

Rampengan, S. H. (2014). Edema Paru Kardiogenik. Jurnal Biomedik, 6(3): 149-


156.

Sovari, A. A., & Kocheril, A. G. (2017). Cardiogenik Pulmonary Edema. Retrieved


from https://emedicine.medscape.com/article/157452-overview

Sureka, B., Bansal, K., & Arora, A. (2015). Pulmonary Edema – Cardiogenik or
Noncardiogenic?. Journal of Medicine and Primary Care, 4(2): 290.
doi: 10.4103/2249-4863.154684.

Anda mungkin juga menyukai