EDEMA PARU
YULITA
NIM . 211122038
Diusulkan Oleh:
Yulita
NIM. 211122038
Mengetahui
Ns. Mita Agustina, S. Kep, M. Tr.Kep Ns. Sri Utami Hidayati , S.Kep
NIDN : 4017088401 NIP.19840522 201001 2 017
BAB I
KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan ekstravaskular yang
patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru disebabkan karena akumulasi cairan di
paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak)
atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang
mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema paru secara klinis
mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas
kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupun
demikian penting sekali untuk menetapkan factor mana yang dominan dari kedua mekanisme
tersebut sebagai pedoman pengobatan.(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke ruang intersisial paru
yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran
limfatik. Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari cairan yang
dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi fungsi paru karena efisiensi
perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi. Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema
dan yang mengatur perpindahan cairan dan protein di paru menjadi masalah yang
klasik.Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya keseimbangan kekuatan
yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur penting dari edema ini adalah keseimbangan aliran
cairan dan protein ke dalam paru utuh secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering
disebut kardiogenik, tekanan tinggi, hidrostatik, atau edema paru sekunder tapi lebih efektifnya
disebut keseimbangan edema paru terganggu karena tahanan keseimbangan pergerakan antara
cairan dan zat terlarut di dalam paru
2. DIAGNOSIS DAN ETIOLOGI
Edema paru kardiogenik merupakan gejala yang dramatik kejadian gagal jantung kiri.Hal ini
diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar atrium kiri, peningkatan volume yang berlebihan di
ventrikel kiri, disfungsi diastolic atau sistolik dari ventrikel kiri atau obstruksi pada pada jalur
keluar pada ventrikel kiri.Peningkatan tekanan di atrium kiri dan tekanan baji paru mengawali
terjadinya edema paru kardiogenik tersebut.Akibat akhir yang ditimbulkan adalah keadaan
hipoksia berat.Bersamaan dengan hal tersebut terjadi juga rasa takut pada pasien karena kesulitan
bernafas, yang berakibat peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga mengurangi
kemampuan pengisian dari ventrikel kiri. Dengan peningkatan rasa tidak nyaman dan usaha
bernapas yang harus kuat akan menambah beban pada jantung sehingga fungsi kardiak akan
semakin menurun, dan diperberat oleh keadaan hipoksia. Bila kejadian ini tidak diatasi dengan
segera, tingkat mortalitas edema paru kardiogenik masih tinggi.(Sjaharudin Harun & Sally Aman
Nasution,2006)
3. PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari
bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak
ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah
yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area yang ada
diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang
disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang
melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan
keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran
udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan
integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar
dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan
pertukaran gas (oksigen dan karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi
darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien.Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi
cairan di luar pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang
dibuat oleh Starling.
Kf = koefisien filtrasi;
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada Peningkatan tekanan vena paru
tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral); Peningkatan tekanan vena paru
sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder
oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis. Penurunan tekanan onkotik plasma pada
hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.Peningkatan
tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan volume akhir ekspirasi (asma).
WOC (WEB OF CAUTION) EDEMA PARU
4. KLASIFIKASI
Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan
dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema (edema paru kardiak), atau
dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema (edema
paru nonkardiak).
Neurogenik
-Trauma kepala
-Tekanan intracranial meningkat
Tekanan kapiler normal
-Ketoasidosis diabetik
-Feokromositoma
-Pankreatitis
-Obstruksi saluran nafas
-Penurunan tekanan onkotik kapiler
Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi menjadi 3 kelompok : -
Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel
pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi dan stenosis aorta;
-Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang berlebihan saat diastolik.
Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right
shunt (ventricular septal defect);
-Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut jaringan otot yang sehat
berkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot jantung
secara umum.
-Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia, dan trauma
berat;
-Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kava superior, pemberian cairan berlebih,
dan transfusi darah;
-penurunan tekanan onkotik plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi.Klasifikasi edema paru
berdasarkan mekanisme pencetus
a) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri(stenosis mitral).
b) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
c) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural, contoh yangs erring
menjadi etiologi adalah:
b) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan
dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan
alveolar.Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema
paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat
ketidakseimbangan Starling Force.
Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
3. Insufisiensi Limfatik:
Narcotic overdose.
Pulmonary embolism
Eclampsia
Post cardioversion
Post Anesthesia
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto
toraks).Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar dideteksi
dini.Secara patofisiologi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan
kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan
sebagian kapiler paru.Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas
dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi,
hipoksemia dan sesak nafas.Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-
beda.
Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium
ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya
saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas
kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks
bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan
fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati.Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya
akibat hipertensi kapiler paru.Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah
dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat
cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase akan mengurangi edema' paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Kadangkadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler
pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara
radiografimeskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi
sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
6. KOMPLIKASI
Karena adanyatimbynan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara
tidak dapat masuk,akibatnya adalah hipoksia berat
Tidak berfungsinya pernafasan dengan derajat dimana pertukaran gas tidak adekuat untuk
mempertahankan gas darah arteri (GDA).
c. Kematian
Kematian pada edema parutidak dapat dihindari lagi.pasien dapat mengalami komplikasi jika
tidak segera dilakukan tindakan yang tepat.
a. Anamnesis.
Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal dyspnea, karena
kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim.
Keadaan ini merupakan pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka merasa
ketakutan, batu-batuk dan seperti seorang yang akan tenggelam. Pasien biasnaya dalam posisi
duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau
sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, sering berkeringat dingin,
batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (frothy sputum).
b. Pemeriksaan fisik.
Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae nasi, akan terlihat retraksi
inspirasi pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative
intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar
ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan
jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan
darah dapat meningkat.
c. Radiologis.
Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda
bendungan paru, akibat edema interstisial atau alveolar.
d. Foto thoraks.
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.Radiograph (X-ray) dada yang
normal terdiri dari area putihterpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebralcolumn,dengan bidang-bidang paru yang menunjukan
sebagaibidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh
struktur-struktur tulang dari dinding dada.X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema
mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada
biasanya.Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapatmenunjukan opacification
(pemutihan) yang signifikan padaparu-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang
paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisiandari alveoli sebagai akibat dari pulmonary
edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyabab yang mungkin
mendasarinya.
3. Kranialisasi vaskuler
e. Laboratorium.
Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakitdasar. Uji diagnostic yang dapat
dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain misalnya asma bronkial adalah
pemeriksaan kadar BNP (brain natriuretic peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat dan dapat menyingkirkan penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada
kadar BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak spesifik,
harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung tersebut,
misalnya restriksi pada aliran darah di katup mitral yang harus dievaluasi dengan pemeriksaan
penunjang lain seperti ekokardiografi.
f. EKG.
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau infark pada
infark miokard akut dengan edema paru.Pasien dengan krisis hipertensi gambaran
elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan
edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T
negatif yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam
setelah klinis stabil dan menghiland dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan
non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi
penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat
perubahan metabolik atau katekolamin.
g. Ekokardiografi.
Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofiventrikel (hipertensi), segmental
wall motion abnormally (PenyakitJantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel
kiri danatrium kiri. Alat-alat diagnostiklain yang digunakan dalam menilai penyebab yang
mendasari dari pulmonary edema termasukpengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide
(BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon)yangakan timbul dalam
darah yang disebabkan oleh peregangan darikamar-kamar jantung.Peningkatan dari BNP
nanogram (sepermilyargram) per liter lebih besar dari beberaparatus (300 atau lebih) adalah
sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema.Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari
100 pada dasarnyamenyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.Metode-metode yang
lebih invasif adakalanya diperlukanuntuk membedakanantara cardiac dan noncardiac
pulmonaryedema pada situasi-situasi yang lebih rumitdan kritis.Pulmonary artery catheter
(Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dantipis(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena
besa dari dada atau leher dan dimajukanmelalui kamar-kamar sisikanan dari jantung dan
diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yangkecil
dari pembuluh-pembuluhdarah dari paru-paru).Alat inimempunyai kemampuan secara langsung
dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure.Wedge pressure dari
18 mmHg atau lebih tinggi adalahkonsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara
wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of
pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada
intensive care unit (ICU) setting.
8. PENATALAKSANAAN
- Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan kapasita vital
paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan menurunkan aliran darah vena balik ke
jantung.
- Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan bersamaan dengan pemasangan jalur
IV dan monitor EKG (O, I, M). Nonrebreather mask with reservoir O2 dapat
menyalurkan 90-100% O2.
- Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi walaupun saturasi O2
kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi perifer. Oleh karena itu, dianjurkan
melakukan pemeriksaan analisis gas darah untuk mengetahui ventilasi dan asam basa.
- Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure) dapat diberikan untuk
mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas.
- Kantung nafas-sungkup muka menggantikan simple mask bila terjadi hipoventilasi.
- Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernafas spontan dengan
sungkup muka atau pipa endotrakea.
- Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60 mmHg walau telah
diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi serebral,meningkatnya PCO2 dan asidosis
secara progresif.
- Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan Dopamin 2-
20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan Dopamin dosis >20 mcg/kg/mnt
segera tambahkan Norephinephrine 0,5-30 mcg/menit IV, sedangkan Dopamine
diturunkan sampai 10 mcg/kgBB/menit. Bila tanpa gejala syok berikan Dobutamine 2-20
mcg/kgBB/menit IV.
- Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema paru karena
mengurangi preload, diberikan 2 tablet masing-masing 0,4 mg sublingual atau semprot,
dapat diulang 5-10 menit bila TD tetap >90-100 mmHg. Isosorbide semprot oral bisa
diberikan tetapi nitrogliserin pasta transkutan atau isosorbid oral kurang dianjurkan
karena vasokonstriksi perifer tidak memungkinkan penyerapan yang optimal.
- Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV 0,5-1,0 mg/kg. Efek
bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasi sehingga aliran (preload). Efek
kedua adalah diuresis yang mencapai puncaknya setelah 30-60 menit. Efektifitas
furosemide tidak harus dicapai dengan diuresis berlebihan. Bila furosemide sudah rutin
diminum sebelumnya maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20 menit belum didapat
hasil yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis awal dan dosis bisa lebih tinggi bila
retensi cairan menonjol dan bila fungsi ginjal terganggu.
- Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV bilaTD
>100mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada edema paru namun
dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek venodilator meningkatkan kapasitas vena,
mengurangi aliran darah balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian
ventrikel kiri (preload), dan juga mempunyai efek vasodilator ringan sehingga afterload
berkurang. Efek sedasi dari morfin sulfat menurunkan aktifitas tulang-otot dan tenaga
pernafasan.(Santoso Karo et al, 2008)
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
a) Umur:
b) Riwayat masuk:
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai
dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba
pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru,
jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien.
d) Pemeriksaan fisik
Sistem Integumen
Subyektif: -
Obyektif: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat ,
suhu kulit meningkat, kemerahan
Sistem Pulmonal
Obyektif: denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun,
Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
Sistem Neurosensori
Sistem Musculoskeletal
Obyektif: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris
pernafasan
Sistem genitourinaria
Subyektif: -
Sistem digestif
e) Studi Laboratorik :
1. Hb: menurun/normal
2. Analisa Gas Darah: acidosis respiratorik, penurunan kadaroksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal
D. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien
E. Evaluasi
Cinteza, M., Margulescu, A.D., Darabont, Roxana O., 2017. Acute Cardiogenic Pulmonary
Edema – an Important Clinical Entitiy with Mechanisms on Debate. A Journal of
Clinical Medicine. 2;1, 56-64Clein, Lawrence J., 2018. Walsh: Palliative Medicine.
Saunders An Imprint of Elsevier: United States of America
Derrickson, B., Tortora, Gerard J., 2019. Principles of Anatomy and Physiology. John Wilay &
Sons, United States of America.
Gluecker, T., Capasso, P., Schnyder, P., Guidinchet, F., Schaller, M.D., Revelly, Jean P.,
Chiolero, R., Vock, P., Wicky, S., 2017. Clinical and Radiologic Features of Pulmonary
Edema. Scientific Exhibit. 19, 1507-1531.
Mayo Clinic Staff. 2011. Pulmonary Edema.
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/pulmonary-edema/basics/definition/con-
20022485. dilihat pada 1 April 2014.
Perina, Debra G., 2013. Noncardiogenic Pulmonary Edema. Emrg Med Clin N Am. 21;2003,
385-393
Sovari, A., Henry H., 2012. Cardiogenic Pulmonary Edema Clinical Presentation.
http://emedicine.medscape.com/article/157452-clinical. dilihat tanggal 1 April 2014.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.