Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDUHULUAN

DENGAN ALO (ACUT LUNG ODEME)


DI RUANG IGD RS AL-HUDA

Disusun Oleh:

LIFA SETIAWATI, S.Kep.


NIM : 2021030311

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan gawat darurat yang berjudul laporan pendahuluan dengan ALO

(Acut Lung Odeme). Yang disusun oleh: Lifa Setiawati,S. Kep

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :………………..

Tanggal : ………………

Mahasiswa

Lifa Setiawati. S. Kep

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

................................................... ...................................................
NPP: ............................................. NPP: .............................................
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep ALO


1.1.1 Pengertian
Edema Paru akut adalah akumulasi cairan pada jaringan interstesial paru yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik di dalam pembuluh darah
kapiler paru dengan jaringan sekitarnya.

1.1.2 Etiologi

Penyebab edema paru akut ada kardiogenik dan non kardiogenik. Pada non kardiogenik
edema paru biasanya diakibatkan oleh peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru dan
permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru
sering disebut acuterespiratory distress syndrome (ARDS).

13
Sedangakan untukpenyebab edema paru kardiogenik ialah:

1. Gagal jantung kiri, yang dapat diakibatkan oleh: infark miokard, penyakit katup
aorta dan mitral, kardiomiopati, aritmia, hipertensi krisis, kelainan jantung bawaan
(paten duktus arteriosus, ventrikel septal defek)
2. Volume overload
3. Obstruksi mekanik aliran kiri
4. Insufisiensi limfatik, yang terjadi sebagai akibat lanjut transplantasi paru,
karsinomatosis limfangi-ektasis, atau limfangitis fibrosis
1. Klasifikasi
Akut Lung Oedema dibagi menjadi dua kelompok, kardiogenik dan non kardiogenik
a) Kardiogenik
Terjadi akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis.Gambaran klinis bergantung
pada lam adan besarnya peningkatan tekanan intravaskuler. Md Tachypnae dapat
erjadi karena engargement pembuluh kapiler paru sehingga menyebabkan
menurunnya compliance paru sehingga menyebabkan peningkatan beban kerja system
pernapasan.
b) Non Kardiogenik
pada edema non kardiogenik, jarang sekali dijumpai peningkatan tekanan pembuluh
kapilerdi paru kecuali pada keadaan overload cairan akibat gagal ginjal akut. Eddema
non kardiogenik memperlihatkan adanya perubahan permeabilitas alveolar kapiler
membrane seperti yang terjadi pada acute respiratory distress syndrome (ARDS),
serta kelainan system limfe seperti limphangitic carcinomatosis. Edema non
kardiogenik juga dapat terjadi sebagai akibat berkurangnya tekanan onkostik plasma
akibat hipoalbuminemia, seperti yang terjadi pada penyakit hati kronis, sindroma
nefrotik, dan protein- losing enteropathy.

1.1.3 Patofisiologi

Edema paru terjadi bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih
banyak daripada yang bisa dikeluarkan yang berakibat alveoli penuh terisi cairan
sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertukaran gas. 4-7 Faktor-faktor penentu yang
berperan disini yaitu perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan
interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, larutan, dan molekul besar
seperti protein plasma. Adanya ketidakseimbangan dari satu atau lebih dari faktor-faktor
7
diatas akan menimbulkan terjadinya edema paru.

Pada edema paru kardiogenik (volumeoverload edema) terjadinya


peningkatantekanan hidrostatik dalam kapiler paru menyebabkan peningkatan filtrasi
cairan transvaskular. Bila tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan
intrapleural maka cairan bergerak menuju pleura viseral yang menyebabkan efusi pleura.
Bila permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka cairan edema yang meninggalkan
sirkulasi memiliki kandungan protein rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik ka-piler
paru biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan di vena pulmonalis yang terjadi
akibat meningkatnya tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri (>25
mmHg). Dalam keadaan normal tekanan kapiler paru berkisar 8-12 mmHg dan tekanan
1,3,7,10,11
osmotik koloid plasma 28 mmHg. Kejadian tersebut akan menimbulkan
lingkaran setan yang terus memburuk oleh proses-proses sebagai berikut:

a) Meningkatnya kongesti paru menye-babkan desaturasi dan menurunnyapasokan


oksigen miokard memperburuk fungsi jantung.
b) Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi pul-monal
sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan yang melalui mekanisme
interdependensi ventrikel akan semakin menurunkan fungsi ventrikel kiri.
c) Insufisiensi sirkulasi menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi jantung.
+
d) Keluarnya cairan edema dari alveoli paru tergantung pada transpor aktif ion Na dan
-
Cl melintasi barier epitel yang terdapat pada membran apikal sel epitel alveolar tipe I
+
dan II serta epitel saluran napas distal. Ion Na secara aktif ditranspor keluar ke ruang
insterstisial oleh kerja Na/K-ATPase yang terletak pada membran basolateral sel tipe
II. Air secara pasif mengikuti, kemungkinan melalui aquaporins yang merupakan
10
saluran airpada sel tipe I.
Sedangkan untuk non kardiogenik. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada gagal
jantung menyebabkan edema paru, sedangkan pada gagal ginjal terjadi retensi cairan
yang menyebabkan volume overload dan diikuti edema paru. Hipoalbuminemia pada
sindrom nefrotik atau malnutrisi menyebabkan tekanan onkotik menurun sehingga terjadi
edema paru. Pada tahap awal edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di
jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru perlu dipikirkan bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa
jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang
teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan
pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti asam arakidonat,
kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan
atau penyakit dengan hasil akhir kerusakan endotel yang berakibat peningkatan
permeabilitas kapiler alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya
protein dan banyak mengandung neutrofil dan sel-sel inflamasi sehingga terbentuk
membran hialin.
1.1.4 Pathway
1.1.5 Tanda dan gejala

Pada pemeriksaan klinis pasien denganedema paru akut sering didapati


a) Dipsnoe, Takipnoe, Takikardi
b) Hiprtensi/hipotensi: Hipertensi sebagai akibat dari hiperadrenergik; hipotensi
menunjukan disfungsi ventrikel kiri yang berat dan kemungkinan munculnya syok
kardiogenik
c) Akral dingin indikasi rendahnya cardiac output
d) Auksultasi paru terdengar krepitasi, umumnya di basal namun juga bias di apeks yang
merupakan tanda kondisi semakin memburuk
e) Dapat dijumpai S3 serta peningkatan vena jugularis
f) Pasien dengan gagal jantung kanan dapt ditemukan hepatomegaly, refluks
hepatojugular serta edema perifer
g) Perubahan status mental akibat hipoksi atau hiperkapnia; cemas dan keringat dingin

1.1.6 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilaku-kan untuk menegakkan diagnosis, yaitu:

1. Pemeriksaan foto toraks menunjukkan kardiomegali (pada pasien dengan CHF) dan
adanya edema alveolar disertai efusi pleura dan infiltrasi bilateral denganpola
butterfly, gambaran vaskular paru dan hilus yang berkabut serta adanya garis-garis
Kerley b di interlobularis. Gambaran lain yang berhubungan dengan penyakit
jantung berupa pembesaran ventrikel kiri sering dijumpai. Efusi pleura unilateral
1,3
juga sering dijumpai dan berhubungan dengan gagal jantung kiri.

2. EKG menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran atrium kiri, pembesaran
3
ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik maupun infark.

3. Ekokardiografi dilakukan untuk mengetahui apakah ada penurunan fungsi dari


3,13
ventrikel kiri dan adanya kelainan katup-katup jantung.
4. Pemeriksaan laboratoriumenzim jantung perlu dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis infark miokard. Peningkatan kadar brainnatriuretic peptide
(BNP) di dalam darah sebagai respon terhadap peningkatan tekanan di ventikel; kadar
BNP >500 pg/ml dapat membantu menegakkan diagnosis edema paru
13,15,16
kardiogenik.

5. Analisis gas darah (BGA) dapat memperlihatkan penurunan PO 2 dan PCO2 pada

keadaan awal tetapi pada perkembangan penyakit selanjutnya PO 2 semakin menurun

sedangkan PCO2 meningkat. Pada kasus yang berat biasanya dijumpai hiperkapnia
1,3,13
dan asidosis respiratorik.
pw
6. Kateterisasi jantung kanan: Pengukuran P (pulmonary capillary wedgepressure)
melalui kateterisasi jantungkanan merupakan baku emas untuk pasien edema paru
pw
kardiogenik yaitu berkisar 25-35 mmHg sedangkan pada pasien ARDS P 0-18
3,13
mmHg.
7. Kadar protein cairan edema: Pengukuran rasio konsentrasi protein cairan edema
dibandingkan protein plasma dapat digunakan untuk membedakan edema paru
kardiogenik dan non-kardiogenik. Bahan pemeriksaan diambil dengan pengisapan
cairan edema paru melalui pipa endotrakeal atau bronkoskop dan pengambilan
plasma. Pada edema paru kardiogenik, konsentrasi protein cairan edema relatif rendah
dibanding plasma (rasio <0,6). Pada edema paru non-kardiogenik konsentrasi protein
cairan edema relatif lebih tinggi (rasio >0,7) karena sawar mikrovaskular ber-kurang.

1.1.7 Penatalaksanaan
2 Terapi O2 : oksigen dapat diberikan pencapaian 8l/menit. Saturasi o2 dipertahankan
batas normal (95-98%), hal ini penting untuk memaksimalkan hantaran O2 ke jaringan
sehingga tidak terjadi end-organ atau multiple end-organ. Jika PaO2 >60 mmHg dengan
terapi O2 konsentrasi aliran tinggi, retensi Co2, hipoventilasi atau tidak mampu
mengurangi cairan adekuat, lakukan intubasi endotrakeal dan pemasangan ventilator
3 Vasodilator : Pada EPA dengan etiologic kardiak, peningkatan LVEDP dengan edema
paru disertai peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik. Vasodilator disini memnjadi
terapi utama dengan tujuan untuk membuka system sirkulasi perifer dan selanjutnya akan
menurunkan preload, afterload dan akhirnya menurunkan PCWP.
4 Sodium nitroprussid :Diberikan dengan dosis 0,3 -0,5 μg/kg/menit, pemakaian jangka
panjang ditakutkan terjadinya toxisitas dari metabolic obat yaitu thiocyanida dan
cyanide, dengan kontraindikasi gangguan ginjal dan hati berat. Juga harus
dipertimbangkan efek rebound pada penghentian tiba-tiba
5 Nitrat :Pemberian nitrat akan segera menurukan preload, menurunkan kongesti tanpa
mengganggu stroke volume dan cardian oksigen demand. Nitar sebgaai vasodilator vena
dan arteri akan menurunkan preload dan afterload. Pemberian nitrat vena yang
dikombinasikan dengan furosemidtelah dirokemdasikan dalam penanganan EPA. Dossis
intravena dimulai dengan 20 - 200 μg/menit. Peberian vasodilator harus dengan monitor
tekanan darah. Dosis nitrat intravena harus diturunkan ika tekanan darah sistolik turun ke
90-100 mmHgdan dihentikan jika tekanan darah bertambah turun.
6 Diuretik : penggunaan diuretic diindikasikan pada pasien dengan EPA dengan tujuan
meningkatkan volume urine sehingga meningkatkan pengeluaran air, natrium dan ion-ion
lain, hal ini akan menurunkan cairan di plasma, ekstraseluler dan pengisian ventrikel kiri
dan kanan dan akhirnya akan menurunkan kongesti pulmonaldan edema paru. Furosemid
di bolus dosis 40-60 mg intravena. Efek pemberian akan terjadi dalam 5 menit, dan
mencapai puncak dalam 30 menit serta berakhir dalam 2 jam. Tetapi biasanya edema paru
sudah berkurang sebelum efek diuresis terjadi, sehingga efek awal pemberian furosemis
dapat menyebabkan dilatasi vena dan mengurangi afterload sehingga memperbaiki
pengosongan ventrikel kiri.
7 Morfin Sulfat : Morfin di Indikasikan pada stage awal terapi EPA. Morfin berfungsi
sebagai venodilator, arterodilator serta menurunkna heart rate. Pemberian morphin 2-3
mg bolus setelah diagnose ditegakkan sangat memperbaiki kondisi klinis pasien dan dosis
dapat diulang 15 menit sampai total dosis 15 mg.
8 Inotropik : Diindikasikan jika terjadi hipoperfusi perifer dengan hipotensi dan penurunan
fungsi ginjal. Dosis Dopamin dapat dimulai 2-5 μg/kgBB/menit sampai maksimal 20
μg/kg BB/menit. Dobutamin dosis 2-10 μg/kg BB/menit. Dosis kedua dapat ditingkatkan
sesuai respon klinis.

2.1 Konsep asuhan keperawatan


2.1.1 Pengkajian

. Identitas :
b. Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
c. Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun
dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan
masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti
sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
e. Pemeriksaan fisik
- Sistem Integumen
Subyektif :
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
- Sistem Pulmonal
Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru,
- Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif :Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
- Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
- Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
- Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
- Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
- Studi Laboratorik
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

2.1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan).
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
4) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
5) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah).
6) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurang terpajang informasi

2.1.3 RENCANA KEPERAWATAN


1. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan kontakilitas miokardial (penurunan).
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal
jantung.
Rencana tindakan :
a) Catat suara jantung
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa. Irama
gallop sering ada (S2 dan S3). Murmur merupakan gambaran adanya
ketidaknormalan/stenosis dari katup.
b) Monitor tekanan darah
Rasional: pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama kelamaan
badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi dan bisa
terjadi hipotensi berat.
c) Palpasi denyut peripher
Rasional: Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada arteri radialis,
poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat yang cepat atau reguler dan mungkin
juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di selingi denyut yang lemah)
d) Lihat warna kulit,pucat,cyanosis
Rasional: Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat sekunder dari
ketidakadekuatnya CO
e) Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti: lethargy, kebingungan, disoientasi
cemas dan depresi.
Rasional: Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai akibat sekunder dari
penurunan CO
f) Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional: meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk
menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
g) Collaborative pemberian diuretik
Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out put
yang relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup
diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
h) Collaborative pemberin digoxin
Rasional: meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan denyut
jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan konduksi dan memperpanjng periode
retrakter dari AV junction untuk meningkatkan efisiensi jantung/cardiac out put.
2. Diagnosa Keperawatan 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli) Tujuan:
Pertukaran gas efektif
Kriteria hasil: menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada jringan
di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan
Rencana tindakan:
a) Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels
Rasional: Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang
membutuhkan penanganan lebih lanjut
b) Atur posisi fowler dan bed rest
Rasional: merangsang pengembangan paru secara maksimal.
c) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri
Rasional: hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d) Collaborative pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi hypoxemia
jaringan
e) Collaborative pemberian obat Diuretic
Rasional: Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas
f) Bronkodilator
Rasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.

3. Diagnosa Keperawatan 3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan


menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
Tujuan: Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana tindakan:
a. Identifikasi faktor penyebab
Rasional: Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan yang
tepat
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi
Rasional: Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60 – 90 derajat
Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional: Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi
paru
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
Rasional: Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif
Rasional: Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot
dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax
Rasional: Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah
terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

4. Diagnose keperawatan 4: Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman


kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan: Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.
Kriteria hasil: Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan
frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan:
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
b. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya
Rasional: pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak
kerjasama dalam perawatan.
c. Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d. Bantu dalam menggunakan sumber koping yang ada
Rasional: Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat
dalam mengatasi stress.
e. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
Rasional: Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
f. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas
Rasional: Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien
dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan
g. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya
Rasional: Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
5. Diagnose keperawatan 5: Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari
sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
Tujuan: Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil: Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup
Rencana tindakan:
a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya
perubahan tanda-tanda vital
Rasional: Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b. Bantu Px memenuhi kebutuhannya
Rasional: Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri
c. Awasi Px saat melakukan aktivitas
Rasional: Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
Rasional: Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
e. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Rasional: Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme
f. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap
Rasional: Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien
pada kondisi normal.

6. Diagnose keperawatan 6: Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan


sehubungan dengan kurang terpajan informasi
Tujuan: Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil:
1) Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah
2) PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik
3) Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola
hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah
4) Rencana tindakan:

a. Kaji patologi masalah individu.


Rasional: Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan
dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik
b. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada
tiba-tiba, dispena, distress pernafasan)
Rasional: Berulangnya proses penyakit memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi
c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional: Mempertahankan kesehatan

Anda mungkin juga menyukai