Disusun Oleh:
Laporan pendahuluan gawat darurat yang berjudul laporan pendahuluan dengan ALO
Hari :………………..
Tanggal : ………………
Mahasiswa
................................................... ...................................................
NPP: ............................................. NPP: .............................................
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1.2 Etiologi
Penyebab edema paru akut ada kardiogenik dan non kardiogenik. Pada non kardiogenik
edema paru biasanya diakibatkan oleh peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru dan
permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru
sering disebut acuterespiratory distress syndrome (ARDS).
13
Sedangakan untukpenyebab edema paru kardiogenik ialah:
1. Gagal jantung kiri, yang dapat diakibatkan oleh: infark miokard, penyakit katup
aorta dan mitral, kardiomiopati, aritmia, hipertensi krisis, kelainan jantung bawaan
(paten duktus arteriosus, ventrikel septal defek)
2. Volume overload
3. Obstruksi mekanik aliran kiri
4. Insufisiensi limfatik, yang terjadi sebagai akibat lanjut transplantasi paru,
karsinomatosis limfangi-ektasis, atau limfangitis fibrosis
1. Klasifikasi
Akut Lung Oedema dibagi menjadi dua kelompok, kardiogenik dan non kardiogenik
a) Kardiogenik
Terjadi akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis.Gambaran klinis bergantung
pada lam adan besarnya peningkatan tekanan intravaskuler. Md Tachypnae dapat
erjadi karena engargement pembuluh kapiler paru sehingga menyebabkan
menurunnya compliance paru sehingga menyebabkan peningkatan beban kerja system
pernapasan.
b) Non Kardiogenik
pada edema non kardiogenik, jarang sekali dijumpai peningkatan tekanan pembuluh
kapilerdi paru kecuali pada keadaan overload cairan akibat gagal ginjal akut. Eddema
non kardiogenik memperlihatkan adanya perubahan permeabilitas alveolar kapiler
membrane seperti yang terjadi pada acute respiratory distress syndrome (ARDS),
serta kelainan system limfe seperti limphangitic carcinomatosis. Edema non
kardiogenik juga dapat terjadi sebagai akibat berkurangnya tekanan onkostik plasma
akibat hipoalbuminemia, seperti yang terjadi pada penyakit hati kronis, sindroma
nefrotik, dan protein- losing enteropathy.
1.1.3 Patofisiologi
Edema paru terjadi bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih
banyak daripada yang bisa dikeluarkan yang berakibat alveoli penuh terisi cairan
sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertukaran gas. 4-7 Faktor-faktor penentu yang
berperan disini yaitu perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan
interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, larutan, dan molekul besar
seperti protein plasma. Adanya ketidakseimbangan dari satu atau lebih dari faktor-faktor
7
diatas akan menimbulkan terjadinya edema paru.
1. Pemeriksaan foto toraks menunjukkan kardiomegali (pada pasien dengan CHF) dan
adanya edema alveolar disertai efusi pleura dan infiltrasi bilateral denganpola
butterfly, gambaran vaskular paru dan hilus yang berkabut serta adanya garis-garis
Kerley b di interlobularis. Gambaran lain yang berhubungan dengan penyakit
jantung berupa pembesaran ventrikel kiri sering dijumpai. Efusi pleura unilateral
1,3
juga sering dijumpai dan berhubungan dengan gagal jantung kiri.
2. EKG menunjukan gangguan pada jantung seperti pembesaran atrium kiri, pembesaran
3
ventrikel kiri, aritmia, miokard iskemik maupun infark.
5. Analisis gas darah (BGA) dapat memperlihatkan penurunan PO 2 dan PCO2 pada
sedangkan PCO2 meningkat. Pada kasus yang berat biasanya dijumpai hiperkapnia
1,3,13
dan asidosis respiratorik.
pw
6. Kateterisasi jantung kanan: Pengukuran P (pulmonary capillary wedgepressure)
melalui kateterisasi jantungkanan merupakan baku emas untuk pasien edema paru
pw
kardiogenik yaitu berkisar 25-35 mmHg sedangkan pada pasien ARDS P 0-18
3,13
mmHg.
7. Kadar protein cairan edema: Pengukuran rasio konsentrasi protein cairan edema
dibandingkan protein plasma dapat digunakan untuk membedakan edema paru
kardiogenik dan non-kardiogenik. Bahan pemeriksaan diambil dengan pengisapan
cairan edema paru melalui pipa endotrakeal atau bronkoskop dan pengambilan
plasma. Pada edema paru kardiogenik, konsentrasi protein cairan edema relatif rendah
dibanding plasma (rasio <0,6). Pada edema paru non-kardiogenik konsentrasi protein
cairan edema relatif lebih tinggi (rasio >0,7) karena sawar mikrovaskular ber-kurang.
1.1.7 Penatalaksanaan
2 Terapi O2 : oksigen dapat diberikan pencapaian 8l/menit. Saturasi o2 dipertahankan
batas normal (95-98%), hal ini penting untuk memaksimalkan hantaran O2 ke jaringan
sehingga tidak terjadi end-organ atau multiple end-organ. Jika PaO2 >60 mmHg dengan
terapi O2 konsentrasi aliran tinggi, retensi Co2, hipoventilasi atau tidak mampu
mengurangi cairan adekuat, lakukan intubasi endotrakeal dan pemasangan ventilator
3 Vasodilator : Pada EPA dengan etiologic kardiak, peningkatan LVEDP dengan edema
paru disertai peningkatan tahanan pembuluh darah sistemik. Vasodilator disini memnjadi
terapi utama dengan tujuan untuk membuka system sirkulasi perifer dan selanjutnya akan
menurunkan preload, afterload dan akhirnya menurunkan PCWP.
4 Sodium nitroprussid :Diberikan dengan dosis 0,3 -0,5 μg/kg/menit, pemakaian jangka
panjang ditakutkan terjadinya toxisitas dari metabolic obat yaitu thiocyanida dan
cyanide, dengan kontraindikasi gangguan ginjal dan hati berat. Juga harus
dipertimbangkan efek rebound pada penghentian tiba-tiba
5 Nitrat :Pemberian nitrat akan segera menurukan preload, menurunkan kongesti tanpa
mengganggu stroke volume dan cardian oksigen demand. Nitar sebgaai vasodilator vena
dan arteri akan menurunkan preload dan afterload. Pemberian nitrat vena yang
dikombinasikan dengan furosemidtelah dirokemdasikan dalam penanganan EPA. Dossis
intravena dimulai dengan 20 - 200 μg/menit. Peberian vasodilator harus dengan monitor
tekanan darah. Dosis nitrat intravena harus diturunkan ika tekanan darah sistolik turun ke
90-100 mmHgdan dihentikan jika tekanan darah bertambah turun.
6 Diuretik : penggunaan diuretic diindikasikan pada pasien dengan EPA dengan tujuan
meningkatkan volume urine sehingga meningkatkan pengeluaran air, natrium dan ion-ion
lain, hal ini akan menurunkan cairan di plasma, ekstraseluler dan pengisian ventrikel kiri
dan kanan dan akhirnya akan menurunkan kongesti pulmonaldan edema paru. Furosemid
di bolus dosis 40-60 mg intravena. Efek pemberian akan terjadi dalam 5 menit, dan
mencapai puncak dalam 30 menit serta berakhir dalam 2 jam. Tetapi biasanya edema paru
sudah berkurang sebelum efek diuresis terjadi, sehingga efek awal pemberian furosemis
dapat menyebabkan dilatasi vena dan mengurangi afterload sehingga memperbaiki
pengosongan ventrikel kiri.
7 Morfin Sulfat : Morfin di Indikasikan pada stage awal terapi EPA. Morfin berfungsi
sebagai venodilator, arterodilator serta menurunkna heart rate. Pemberian morphin 2-3
mg bolus setelah diagnose ditegakkan sangat memperbaiki kondisi klinis pasien dan dosis
dapat diulang 15 menit sampai total dosis 15 mg.
8 Inotropik : Diindikasikan jika terjadi hipoperfusi perifer dengan hipotensi dan penurunan
fungsi ginjal. Dosis Dopamin dapat dimulai 2-5 μg/kgBB/menit sampai maksimal 20
μg/kg BB/menit. Dobutamin dosis 2-10 μg/kg BB/menit. Dosis kedua dapat ditingkatkan
sesuai respon klinis.
. Identitas :
b. Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
c. Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis
atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun
dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan
masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti
sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta
penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
e. Pemeriksaan fisik
- Sistem Integumen
Subyektif :
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
- Sistem Pulmonal
Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan
Obyektif :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru,
- Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif :Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
- Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
- Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
- Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
- Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
- Studi Laboratorik
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal