Disusun oleh:
Tingkat 3A/Semester 6
Rasi
P27901117027
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress
syndrome - ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru-paru, biasanya
akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis, hal ini ditandai
dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru-paru yang menurun, dan infiltrat
difus bilateral pada radiografi dada (Udobi et al, 2003).
Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema pulmoner
yang menyebabkan gagal respiratorik akut dan disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas membran alveolokapiler. Cairan terakumulasi dalam
interstisium paru-paru dan ruang alveolar. ARDS parah bisa menyebabkan
hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal, tetapi pasien yang sembuh
mungkin hanya mengalami sedikit kerusakan paru-paru atau tidak sama sekali
(Farid, 2006).
B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya akut respiratori distres sindrom ialah
Syok sepsis , hemoragis, kardiogenik dan analfilatik
Trauma ; kontusio pulmonal dan non pulmonal
Infeksi : pneumonia dan tuberculosis
Koagulasi intravaskuler diseminata
Emboli lemak
Aspirasi kandungan lambung yang sangat asam
Menghirup agen beracun, asap dan nitrogen oksida dan atau bahan korosif
Pankreatitis
Toksisitas oksigen
Penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika
Sindrom sepsis tampaknya menjadi faktor resiko paling umum, tetapi
secara keseluruhan risiko akan meningkat secara multifaktor. Transfusi darah
merupakan risiko independen faktor. Usia lanjut dan rokok berhubungan dengan
peningkatan risiko ARDS, sementara konsumsi alkohol tampaknya tidak memiliki
pengaruh. Sebuah studi menunjukkan bahwa kematian akibat ARDS pertahun
mengalami penurunan, tetapi pria dan orang kulit hitam memiliki angka kematian
lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dan groups. ras lainnya (Udobi et al,
2003).
Tabel 1 Kondisi Klinis yang berkaitan dengan kejadian ARDS
Cedera paru-paru langsung Cedera paru-paru tidak langsung
Pneumonia Sepsis
Aspirasi gaster Trauma berat
Trauma inhalasi Pankreatitis Akut
Tenggelam Bypass kardiopulmonal
Kontusi paru Tranfusi massif
Emboli lemak Overdosis obat
Reperfusi edema paru pasca
transplantasi paru-paru atau
embolectomy paru
C. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal
nafas akut yang merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non
kardiak. Edema ini disebabkan oleh karena adanya peningkatan permeabilitas
membrane kapiler sebagai akibat dari kerusakan alveolar yang difus. Selain
itu, protein plasma diikuti dengan makrofag, neutrofil, dan beberapa sitokin
akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus, yang kemudian akan
menyebabkan terjadinya dan berlangsungnya proses inflamasi, yang pada
akhirnya dapat memperburuk fungsi pertukaran gas yang ada. Pada keadaan
ini membrane hialin (hialinisasi) juga terbentuk dalam alveoli (Amin &
Purwoto,2007)
Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase, yaitu
fase eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.
Fase-fase patologi ARDS
1. Fase eksudatif
Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien
ARDS, muncul lebih kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak
paparan pertama pasien dengan factor risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan
dari sel endothelial kapiler alveolar dan pneumosit tipe I, mengakibatkan
penurunan kemampuan sawar alveolar untuk menahan cairan dan
makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik padat membrane
hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel membesar, sambungan interselular
melebar dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan membrane kapiler
terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I juga
membesar dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di membrane
basal. Lebih lanjut lagi kelainan ini akan mengakibatkan terjadinya edema
alveolar yang disebabkan oleh akumulasi sel-sel radang, debris selular,
protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak, menimbulkan penurunan
aerasi dan atelektaksis. Keadaan tersebut kemudian akan diperburuk
dengan adanya oklusi mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari
kemampuan perfusi darah menuju ke daerah ventilasi (Lorrain et al, 2010)
Kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas
(shunting) interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut
hiperkarbia, disertai dengan peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan
gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas pada pasien. Secara radiologis,
kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase awal perkembangan
ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang melibatkan
setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru (Udobi et al, 2003).
2. Fase Proliferatif
Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase
proliferative yang terjadi pada hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Fase
proliferatif ditandai dengan organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru yang
tetap berat dan solid, dan secara mikroskopik integritas arsitektur paru-paru
menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak dan ada progresifitas penurunan
profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal jelas dalam pembuluh darah
kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang interstisial menjadi
nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel
darah merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel alveolus tipe II berkembang
dalam upaya untuk menutupi epitel permukaan yang gundul dan
berdiferensiasi menjadi sel tipe I. Fibroblas menjadi jelas dalam ruang
interstisial dan kemudian di alveolar lumen. Hasil dari proses ini adalah
penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin dan puing-
puing sel digantikan oleh fibril kolagen. Tempat utama fibrosis adalah
ruang intra-alveolar, tetapi juga terjadi di dalam interstitium (Levy et al,
2007).
3. Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)
Fase terakhir dari perkembangan ARDS adalah fase fibrotic yang
hanya akan dialami oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-
3 atau ke-4 penyakit. Pada fase ini, edema alveolar dan eksudat inflamasi
yang terlihat pada fase awal penyakit akan mengalami perubahan menuju
fibrosis duktal dan interstisial yang intensif. Struktural asiner akan
mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan terjadinya perubahan
mirip emfisema dengan munculnya bula-bula yang besar. Fibroproliferasi
intimal juga akan terjadi pada jaringan mikrosirkulasi pulmoner yang pada
akhirnya akan menyababkan terjadinya oklusi vaskular yang progresif dan
hipertensi pulmoner. Pada akhirnya konsekuensi fisiologis yang muncul
dari perubahan perubahan yang terjadi ini adalah adanya peningkatan
resiko dari pneumothoraks, reduksi dari komplians paru, dan peningkatan
dari ruang mati (dead space) pulmoner (Price & Wilson, 2002).
PATHWAY
PENINGKATAN PERMEABILITAS
MEMBRAN ALVEOLAR KAPILER
PENUMPUKAN CAIRAN
ALVEOLI CAIRAN MASUK KE
INTERSTISIAL
OEDEMA PULMO
PENINGKATAN TAHANAN
JALAN NAFAS
PENURUNAN COMLAIN PARU
TINDAKAN PRIMER A, B, C, D, E
A,
VENTILASI MEKANIK
A,
D. MANIFESTASI KLINIS
ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah
kerusakan awal pada paru. Setelah 72 jam 80% pasien menunjukkan gejala
klinis ARDS yang jelas. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian
biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi
secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak
membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada
auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing (Farid,
2006).
Analisa gas darah pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik
(PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto
toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip
dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya
normal (Ware et al,2000).
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun
konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini
merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan
konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang
menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk
yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat (Farid,
2006).
E. KOMPLIKASI
Superinfeksi bakteri paru berupa bakteri gram negatif (Klebsiella,
Pseudomonas, dan Proteus spp) serta bakteri gram positif Staphylococcus
aureus yang resisten merupakan penyebab utama meningkatnya mortalitas dan
morbiditas akibat ARDS. Tension pneumothorax juga bisa terjadi akibat
pemasangan kateter vena sentral dengan positive pressure ventilation (PPV)
serta positive end-expiratory pressure (PEEP). Pasien ARDS yang dirawat
dengan bantuan ventilasi mekanis akan mengalami penurunan volume
intravaskular serta penekanan curah jantung hingga berakibat penurunan
transpor O2 dan kegagalan organ. Lemah, lesu, tak bergairah, seakan di
ambang kematian, merupakan gejala umum yang dirasakan pasien ARDS
(Farid, 2006).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan
alkalosis pernapasan. Namun, jika ARDS terjadi dalam konteks sepsis,
asidosis metabolik yang dengan atau tanpa kompensasi respirasi dapat
terjadi (Harman, 2011).
Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan
meningkat, tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat.
Pasien dengan ventilasi mekanik untuk ARDS dapat dikondisikan untuk
tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk mencapai tujuan volume
tidal yang rendah yang bertujuan menghindari cedera paru-paru terkait
ventilator (Harman, 2011).
Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab yang
mendasarinya atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang
berikut (Harman, 2011).
a. Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat
dicatat. Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan
adanya koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Faktor von
Willebrand (vWF) dapat meningkat pada pasien beresiko untuk ARDS
dan dapat menjadi penanda cedera endotel.
b. Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam
perjalanan ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus
diawasi secara ketat.
c. Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera
hepatoseluler atau kolestasis.
d. Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8,
yang meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.
2. Radiologi
Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal dapat
terlihat sejak dini pada radiograf dada. Pada paien dengan onset tidak
langsung pada paru, radiograf awal mungkin tidak spesifik atau mirip
dengan gagal jantung kongestif dengan efusi ringan. Setelah itu, edema
paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus. Seiring dengan
perjalanan penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar dan retikuler bilateral
difus menjadi jelas.Komplikasi seperti pneumotoraks dan
pneumomediastinum mungkin tidak jelas dan sulit ditemuakn, terutama
pada radiografi portabel dan dalam menghadapi kalsifikasi paru difus.
Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel dengan temuan radiografi.
Dengan resolusi penyakit, gambaran radiografi akhirnya kembali normal
(udobi et al, 2003).
G. PENATALAKSANAAN
A. Tujuan terapi
1. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya
bersifat suportif.
2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi
jaringan yang adekuat.
3. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan
infeksi).
B. Farmakologi
1. Inhalasi NO2 (nitric oxide) memberi efek vasodilatasi
selektif pada area paru yan terdistribusi, sehingga
menurunkan pirau intrapulmoner dan tekanan arteri
pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi
arterial. Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia berat
yang refrakter.
2. Kortikosteroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI
atau fase fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia
berat yang persisten, pada atau sekitar hari ke 7 ARDS.
Rekomendasi mengenai hal ini masih menunggu hasil studi
multi senter RCT besar yang sedang berlangsung.
3. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesisleukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
C. Non-farmakologi
1. Ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberian,
menggunakan ventilator, mengatur PEEP (positive-end
expiratory pressure).
2. Pembatasan cairan. pemberian cairan harus menghitung
keseimbangan antara :
Kebutuhan perfusi organ yang optimal
Masalah ekstra vasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan
tekanan hidrostatik intravascular mendorong akumulasi cairan di
alveolus.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Airway :
DS : Pasien mengeluh sesak nafas
DO: Terlihat pasien kesulitan bernafas, mungkin terjadi crakles, ronchi,
dan suara nafas bronkhial.
2. Breathing:
DS : pasien mengeluh sesak nafas
DO: pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja nafas ; penggunaan
otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal,
nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya
normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan suara nafas
bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi. Penurunan dan
tidak seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan fremitus (tremor
vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi. Sputum
encer, berbusa.
3. Circulation :
DS: pasien mengeluh sesak nafas
DO:Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock). Heart rate : takikardi
biasa terjadi. Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen
pulmonic) dapat terjadi. Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering
menunjukkan normal. Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat,
dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
4. Blood
DS : -
DO: Kulit terlihat sianosis, hipotensi, Pemeriksaan hasil Analisa Gas
Darah: Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ), Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada
tahap awal karena hiperventilasi, Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 )
menunjukkan gagal ventilasi, Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 )
pada tahap dini, Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap
lanjut
5. Brain
DS : pasien mengeluh kepala terasa sakit
DO : terjadi penurunan kesadaran mental.
6. Bladder
DS : -
DO : -
7. Bowel
DS : pasien mengeluh mual, dan kehilangan nafsu makan.
DO : hilang atau melemahnya bising usus, perubahan atau penurunan berat
badan.
8. Bone
DS : -
DO : terdapat sianosis pada kulit dan kuku.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Meningkatnya
tahanan jalan nafas (edema interstisisial).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Kehilangan surfaktan
menyebabkan kolaps alveoli
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik
vena, dan penurunan curah jantung.
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau
kecatatan, perubahan peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.
DAFTAR PUSTAKA
Farid (2006). Acute Respiratory Distress Syndrome. Maj Farm vol 4 (12).
<http://content.ebscohost.com/pdf
1821/pdf/2010/IJM/01Feb06/4949718.pdf> diakses pada 01 april 2013
Guntur AH. (2007). ‘Sepsis’ Dalam : buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II;
Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam : FKUI
Ware LB, Matthay MA.(2000) The Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl
J Med vol (342) 1334-1349. www.nejm.org
A. Pengkajian
Biodata Pasien :
Nama : Tn. A
Umur : 58 Tahun
TTL : Tangerang, 6 November 1961
No Medrek : 004567
Agama : Islam
Gololongan Darah :A
Pekerjaan : Wiraswasta
Diagnosa Medis : ARDS
Tanggal Masuk RS : 24 April 2020
Tanggal Pengkajian : 24 April 2020
Alamat Lengkap : Jl. Patia RT.02/RW.04 Pandeglang Banten
Biodata Penanggungjawab :
Nama : Ny. S
Umur : 50 Tahun
Agama : Islam
Hubungan dengan klien : Istri
Pekerjaan : IRT
Alamat lengkap : Jl. Patia RT.02/RW.04 Pandeglang Banten
Riwayat Kesehatan :
1. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh sesak nafas dan nyeri setiap menarik nafas.
Mengalami sianosis sentral dan latergi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST) :
Pasien mengalami latergi, dirujuk dari Puskesmas dengan riwayat
Pneumonia. Mengeluh sesak nafas dan nyeri setiap menarik nafas.
Terdapat sianosis sentral yang disebabkan karena dyspnea.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Istri pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah dirawat
sebelumnya karena penyakit ini.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Istri pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat penyakit ARDS selain pasien.
Primary Survey
A : Airway
1. Batuk kering
2. Dyspnea
3. Pasien mengeluh nyeri setiap menarik napas
4. Pasien memiliki riwayat pneumonia
B : Breathing
1. Pasien mengeluh sesak napas
2. Pasien mengeluh nyeri setiap menarik napas
3. Tampak tarikan dada yang berat
4. Dyspnea
5. RR 32x/menit
C : Circulation
1. Nadi 110x/menit
2. TD 90/40 mmHg
3. Sianosis sentral
D : Disability
1. Letargi
2. Keadaan umum lemah
Secoundary Survey
F : Foley Cateter
1. Pengeluaran 0,5 cc/kg BB
2. Perdarahan OUE : Tidak Ada
3. Hematom Skrotum : Tidak Ada
4. Prostat Melayang : Tidak Ada
G : Gastric Tube
1. Tidak Ada Distensi Abdomen
2. Tidak Ada kontraindikasi NGT (fraktur Basis Cranii)
H : Heart Monitor
1. Tidak Ada aritmia
Re Evaluasi
Secondary Survey
Vital Sign
TD :90/40 mmHg
Nadi : 110 x/menit
Nafas : 32 x/menit
Suhu : 39 ◦C
Anamnesis
Keluhan :
- Sesak nafas
- Nyeri saat menarik nafas
- Jantung berdebar
- Batuk kering
Obat :-
Makanan : Nasi, sayur, lauk pauk
Penyakit : Pneumonia
Alergi : Tidak Ada
Kejadian : -
Pemeriksaan Fisik :
Pola Eliminasi
1. BAB
Frekuensi 3x/hari 1x/hari
Konsistensi Lembek Lembek
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Bau Khas Khas
CaraKeluhan
2. BAK
Frekuensi 4-5x/hari 2-3x/hari
Wrana Kuning Kuning keruh
Bau Khas Khas
Keluhan
Pola Isirahat Tidur
1. Malam 6 jam 5 jam
2. Siang 1 jam 1 jam
Personal Hygiene
Mandi 2x/hari 1x/hari
Gosok Gigi 2x/hari 1x/hari
Ganti Pakaian 2x/hari 2x/hari
Keluhan
Data Psikologis
1. Data Sosial
Keluarga pasien terlihat panik dan gelisah
2. Data Spiritual
Keluarga pasien mengatakan selalu ber doa untuk kesembuhan pasien.
Data penunjang
Tidak ada
B. Analisa Data
No
Data Fokus Etiologi Masalah
.
1. Ds : Trauma langsung / Gangguan
- Keluarga tidak langsung pada pertukaran gas
mengatakan paru
pasien sesak
napas Toksik terhadap
- Keluarga epithelium asleolar
mengatakan
pasien nyeri saat Kerusakan membrane
menarik napas kapiler alveoli
Do :
Kerusakan ephitelium
- Dyspnea
alveolar
- Tampak tarikan
dinding dada
Kebocoran cairan
- Sianosis sentral
dalam alveoli
- RR : 32 x/menit
- N : 110 x/menit
Edema alveolar
- S : 39º C
- TD : 90/40
Volume dan
mmHg
compliance paru
- SpO2 : 78%
menurun
Ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
hubungan arterio-
venus dan kelainan
difuasi alveoli-kapiler
Gangguan pertukaran
gas
2. Ds : Trauma langsung /
- Keluarga tidak langsung pada
mengatakan paru
pasien sesak
napas Terganggunya
- Keluarga mekanisme
mengatakan pertahanan saluran
pasien nyeri saat napas Ketidakefektifan
menarik napas bersihan jalan
- Keluarga Kehilangan fungsi napas
mengatakan silia jalan napas
pasien riwayat
pneumonia Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Do :
- Batuk kering
- Dyspnea
- RR : 32 x/menit
- N : 110 x/menit
- S : 39º C
- TD : 90/40
mmHg
- SpO2 : 78%
3. Ds : Trauma langsung /
- Keluarga tidak langsung pada
mengatakan paru
pasien sesak
napas kerusakan membrane
- Keluarga kapiler alveoli
mengatakan
pasien nyeri Edema alveolar dan
setiap menarik interstitial
Intoleransi aktivitas
napas
Sesak
Do :
- Pasien tampak
Kelemahan otot
lemah
- Pasien letargi
Mudah lelah
- Dyspnea
Intoleransi aktivitas
Intervensi
Diagnosis Perencanaan
No Tujuan Intevensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah diberikan 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-
Bersihan jalan asuhan keperawatan dalam bernafas otot
napas tidak efektif selama 3x24 jam 2. Observasi dari intercostal/abdomina
berhubungan diharapkan masalah penurunan l/leher dapat
dengan hilangnya teratasi dengan pengembangan meningkatkan usaha
fungsi jalan napas. kriteria hasil : dada dan dalam bernafas
1. Pasien dapat peningkatan 2. Pengembangan dada
mempertahanka fremitus dapat menjadi batas
n jalan nafas 3. Pertahankan dari akumulasi
dengan bunyi posisi cairan dan adanya
nafas yang tubuh/posisi cairan dapat
jernih dan kepala dan meningkatkan
ronchi (-) gunakan jalan fremitus
2. Pasien bebas nafas tambahan 3. Pemeliharaan jalan
dispneu bila perlu nafas bagian nafas
3. Mengeluarkan 4. Kolaborasi dengan paten
secret tanpa pemberian 4. Mengeluarkan secret
kesulitan oksigen, cairan dan meningkatkan
4. Memperlihatkan IV transport oksigen
tingkah laku 5. Kolaborasi 5. Meningkatkan
mempertahanka pemberian drainase secret paru,
n jalan nafasi fisioterapi dada peningkatan efisiensi
penggunaan otot-otot
pernafasan
2. Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji pernafasan, 1. Takipneu adalah
pertukaran gas asuhan keperawatan catat mekanisme
berhubungan selama 3x24 jam peningkatan kompensasi untuk
dengan alveolar diharapkan masalah respirasi atau hipoksemia dan
hipoventilasi. teratasi dengan perubahan pola peningkatan usaha
kriteria hasil : nafas nafas.
1. Pasien dapat 2. Catat ada 2. Tanda cyanosis
memperlihatkan tidaknya suara dapat dinilai pada
ventilasi dan nafas dan mulut, bibir yang
oksigenasi yang adanya bunyi indikasi adanya
adekuat nafas tambahan hipoksemia
2. Bebas dari 3. Kaji adanya siskemik, cyanosis
gejala distress cyanosis perifer seperti pada
pernafasan 4. Kolaborasi kuku dan
pemberian obat- ekstermitas adalah
obatan vasokontriksi.
antibiotic sesuai 3. Untuk mencegah
dengan indikasi ARDS
3 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan 1. Berikan 1. Menurunkan stress
berhubungan asuhan keperawatan lingkungan yang dan rangsangan
dengan kelemahan selama 3x24 jam tenang berlebihan
otot. diharapkan masalah 2. Bantu pasien 2. Pasien mungkin
teratasi dengan memilih posisi nyaman dengan
kriteria hasil : nyaman untuk kepala tinggi
1. Membantu istirahat tidur 3. Meminimalkan
pemenuhan 3. Bantu aktivitas kelelahan dan
kebutuhan perawatan diri membantu
sehari-hari yang diperlukan keseimbangan suplay
dan kebutuhan
oksigen
Implementasi Keperawatan
CATATAN PERKEMBANGAN
NO Tanggal DP Catatan Perkembangan Pelaksana
1 28 April 1 S : keluarga mengatakan pasien Rasi
2020 masih sesak napas.
- Keluarga mengatakan
pasien nyeri saat menarik
napas.
O : Pasien dyspnea
- Pasien tampak batuk
kering
- RR : 32X/menit
- SpO2 : 78 %
A : Masalah Belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan.
2 28 April 2 S : keluarga mengatakan Rasi
2020 paasien masih sesak napas
Keluarga mengatakan pasien
nyeri pada saat menarik napas
O : Tampak tarikan dinding
dada
Sianosis sentral
RR : 32x/menit
SpO2 : 78 %
A : masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
3 28 April 3 S :- Rasi
2020
O :- Pasien tampak lemah
- TD : 90/40 MmHg
- Pasien latergi
- Pasien dyspnea
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1 29 April 1 S : keluarga mengatakan pasien Rasi
2020 masih sesak napas
berkurang.
- Keluarga mengatakan
pasien masih nyeri saat
menarik napas.
O : Pasien dyspnea
- Pasien tampak batuk
kering berkurang
- RR : 32X/menit
- SpO2 : 78 %
A : Masalah Belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
2 29 April 2 S : keluarga mengatakan Rasi
2020 paasien masih sesak napas
berkurang.
Keluarga mengatakan pasien
masih nyeri pada saat menarik
napas
O : Tampak tarikan dinding
dada masih ada.
Sianosis sentral
RR : 32x/menit
SpO2 : 78 %
A : masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
3 29 April 3 S :- Rasi
2020
O :- Pasien tampak masih
lemah
- TD : 90/40 MmHg
- Pasien latergi
- Pasien dyspnea
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1 30 April 1 S : keluarga mengatakan pasien Rasi
2020 masih sesak napas
berkurang.
- Keluarga mengatakan
pasien sudah tidak
mengalami nyeri pada saat
menarik napas.
O : Pasien dyspnea (-)
- Pasien tampak batuk
kering (-)
- RR : 23X/menit
- SpO2 : 78 %
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
2 30 April 2 S : keluarga mengatakan Rasi
2020 paasien masih sesak napas
berkurang.
Keluarga mengatakan pasien
sudah tidak mengalami nyeri
pada saat menarik napas
O : Tampak tarikan dinding
dada (-)
Sianosis sentral (-)
RR : 32x/menit
SpO2 : 78 %
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
3 30 April 3 S :- Rasi
2020
O :- Pasien tampak sudah tidak
lemah
- TD : 130/90 MmHg
- Pasien latergi (-)
- Pasien dyspnea (-)
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan.