Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Amelia Jamirus
1711311013
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
ARDS
A. Pengertian
napas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari
sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum
jelas dan terdapat banyak faktor predisposisi seperti syok karena perdarahan, sepsis,
rudapaksa/trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya, pankreatitis akut, aspirasi
gagal nafas akut yang ditandai dengan : hioksemia, penurunan fungsi paru-paru,
dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang menyebar.
Selain itu ARDS juga dikenal dengan nama “noncardiogenic pulmonary edema atau
B. Patologi
tidak mengandung udara, dan hampir tidak mengembang. Potongan penampang paru
awal dari segi histologis adalah mikro emboli trombosit fibrin yang biasa terlihat
dalam 6 jam pertama. Pada tahap berikutnya didapatkan kongesti kapiler, edema
hialin, hipertrofi dan hiperplasia sel alveoli dan interstitial, proliferasi fibroblas
alveoli dan pada tahap akhir didapatkan pengendapan kolagen yang luas sehingga
C. Etiologi
Muttaqin,2013 :
Mekanisme Etiologi
Kerusakan paru akibat inhalasi Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang
dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai
penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi,
mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik
terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS,
insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%.
Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor risiko
ARDS (30%). Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan menyebabkan
penderita mengalami chemical burn pada parenkim paru dan menimbulkan
kerusakan berat pada epitel alveolar. Faktor risiko penyebab ARDS dapat dilihat
pada tabel.
Tabel 2. Kriteria ARDS dan ALI menurut American European Consensus
Conference Committee (AECC) pada tahun 1994 5
Gambar 2. Keadaan alveoli normal dan alveoli yang mengalami kerusakan saat fase
Sindrom gagal napas pada klien dewasa (ARDS) selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang
berbeda dari edema paru karena kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada tidak
adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologis, mula-mula
terjadinya edema alveoli dan interstitial. Untuk mengetahui lebih banyak mengenai
edema paru pada ARDS, penting untuk mengetahui hubungan struktur dan fungsi
alveoli.
Membran alveoli terdiri atas dua tipe sel, yaitu sel Tipe I (Tipe A), sel
penyokong yang tidak mempunyai mikrovili dan amat tipis. Sel Tipe II (Tipe B)
berbentuk hampir seperti kubus dengan mikrovili dan merupakan sumber utama
surfaktan alveoli. Sekat pemisah udara dan pembuluh darah disusun dari sel Tipe I
Bagian membran kapiler alveoli yang paling tipis mempunyai tebal 0,15 µm.
zat yang terinhalasi. Jika terjadi kerusakan sel-sel yang menyusun 95% dari
permukaan alveoli ini, akan amat menurunkan keutuhan sekat pemisah alveoli-kapiler.
dan perdarahan yang disertai dengan proliferasi sel Tipe II yang rusak. Keadaan
peradangan ini dapat membaik secara lambat atau membentuk fibrosis paru yang luas.
Selendotel mempunyai celah yang dapat menjadi lebih besar daripada 60 A sehingga
terjadi perembesan cairan dan unsur-unsur lain darah ke dalam alveoli dan terjadi
seperti kolagen,elastin dan fibronektin, dan proteolisis protein plasma dalam sirkulasi
ARDS adalah fakta adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan
Biopsi paru dari klien dengan ARDS menunjukkan juga adanya pengumpulan
granulosit yang tidak normal dalam parenkim paru. Granulosit yang teraktivasi
merusak sel endotelium arteri pulmonalis dan leukosit neutrofil yang teraktivasi akan
dan fosfolipase A. Selain itu, cairan edema terutama fibrinogen akan menghambat
(disseminatedintravascularcoagulation-DIC).
atelektasiskongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi kaku
interstitial dan alveolar serta atelektasis alveolar, sehingga jumlah udara sisa pada
paru di akhir ekspirasi normal dan kapasitas residu fungsional (FRC) menurun.
E. Tanda dan Gejala
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas
spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan
ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa
sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia.
2. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beebrapa jam sampai seharian.
4. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam piker dan agitasi sampai koma.
1. Gejala ARDS muncul 24-48 jam setelah penyakit berat atau trauma. Awalnya
terjadi sesak nafas, takipnea dan nafas pendek dan terlihat jelas penggunaan otot
pernafasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan ronkhi dan mengi.
2. Pada penderita yang tiba-tiba mengalami sesak nafas pada 24 jam setelah
sepsis atau trauma, kecurigaan harus ditujukan pada ARDS.
F. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada ARDS dan yang berkaitan dalam
tatalaksananya adalah :
G. Pemeriksaan Diagnostik
4. Chest X—ray: pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga
terlihat adanya bayangan infiltrat yang terletak di tengah region perihilar paru-paru.
Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran di interstisial secara bilateral dan infiltrat
alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup keseluruhan lobus paru-paru. Tidak terjadi
Alkalosisrespiratori (pH> 7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat
timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah,
A. Penatalaksanaan Medis
Secara garis besar penatalaksanaan pada pasien ARDS :
1.Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi modalitas
ini bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane
alveolarkapiler kembali membaik . Dua tujuan tambahan yaitu :
a.Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia berat
b.Mengatasi faktor etiologi yang mngawali penyebab distress pernafasan.
2.Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan melalui volume ventilator dengan
tekanan dan kemampuan aliran yang tinggi di mana PEEB dapat ditambahkan. PEEB
diberikan melalui siklus pernafasan untuk mencegah kolaps alveoli pada akhir
ekspirasi.
Komplikasi utama PEEB adalah penurunan curah jantung dan barotraumas.
Hal tersebut sering terjadi pada pasien diventilasi dengan tidal bolume di atas
15ml/kg atau PEEB tingkat tinggi. Peralatan selang torakostomi darurat harus siap
tersedia.
3.Pemantauan Oksigen Arteri adekuat
Sebagian besar volume oksigen ditranspor ke jaringan dalam bentuk
oksihemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah menurun.
SEbagai akibat efek ventilasi mekanik PEEP pengukuran seri hemoglobin perlu
dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan menentukan kebutuhan
untuk tranfusi sel darah merah.
4.Titrasi cairan
Efek patologis dari peningkatan permeabilitas alveolar kapiler adalah dapat
mengakibatkan edema interstitial dan edema alveolar. Pemberian cairan yang
berlebihan pada orang normal dapat menyebabkan edema paru-paru dan gagal
pernafasan. Tujuan utama terapi cairan adalah untuk mempertahankan parameter
fisiologik normal.
5.Penggunaan kortikosteroid untuk terapi masih kontroversi. Sebelumnya terapi
antibiotic diberikan untuk profilaksis, tetapi pengalaman menunjukkan bahwa hal ini
tidak dapat mencegah sepsis gram negative yang berbahaya. Akhirnya antibiotic
profilaksis rutin tidak lagi digunakan.
6.Pemeliharaan jalan nafas
Selang endotracheal atau selang trakeostomi disediakan tidak hanya sebagai
jalan nafas, tetapi juga berarti melindungi jalan nafas (dengan cuff utuh), memberikan
dukungan ventilasi kontinudan memberikan konsentrasi oksigen terus-menerus.
Pemeriharaan jalan nafas meliputi : mengetahui waktu penghisapan, teknik
penghisapan, tekanan cuff adekuat, pencegahan nekrosis tekanan nasal dan oral untuk
membuang secret, dan pemonitoran konstan terhadap jalan nafas bagian atas.
7.Mencegah infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernafasan bagian atas dan
bawah serta pencegahan infeksi melalui teknik penghisapan yang telah dilakukan.
8.Dukungan nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan masalah
kritis. Nutrisi parental ttal (hipertensi intravena) atau pemebrian makan melalui
selang dapat memperbaiki malnutrisi dan memungkinkan pasien untuk menghindari
gagal nafas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot inspirasi.
(Somantri, 2007).
B. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Yasmin dan Cristantie, (2003) :
1. Mempertahankan pertukaran gas yang adekuat melalui oksigen (pertahankan terapi
oksigen sesuai dengan pesanan dan pantau tanda-tanda hipoksemia). Dengan
dukungan ventilator, pertahankan patensi jalan udara, jika terpasang jalan udara
buatan ( missal, pipa endotracheal atau tracheostomi), laukan perawatan yang
diperukan. Amankan posisi pipa untuk menghindari pergerakan baik ke luar atau ke
dalam dari posisi yang sudah dietetapkan. Posisikan klien untuk mendapatkan
oksigenasi yang optial biasanya dengan bagian kepala tempat tidur dinaikkan 45
sampai 90 derajat. Auskultasi paru-paru setiap jam untuk mengkaji letak endotracheal.
Lakukan pengisapan pipa endotracheal sesuai dengan yang dierlukan dan periksa
setting ventilator secara teratur.
2. Mempertahankan perfusi jaringan. Pemeliharaan perfusi jaringan yan adekuat
adalah tangung jawab keperawatan.
a. Pantau tekanan pulmonary capillary wedge. Beritahukan dokter jika tekanan
berada di atas atau di bawah rentang yang ditetapkan. Jika tekanan lebih rendah dari
rentang yang ditetapkan , berikan plasma volume eskpander atau medikasi hipotensif
sesuai pesanan. Jika lebih tinggi berikan diuretic atau vasodilator sesuai yang
dipesankn.
b. Kaji halauran urine, tanda-tanda vital dan sktremitas setiap jam.
3. Menurunkan ansietas klien dan keluarganya.
a. Pastikan fungsi ventilator yang tepat untuk memberikan volume tidal dan
konsentrasi oksigen yang adekuat. Jika klien tampak dalam distress pernafasan meski
ventilator oksigen yang adekuat. Jika klien tampak dalam situasi distress pernafasan
meski ventilator berfungsi dengan tepat, kaji kadar gas AGD.
b. Identifikasi cara-cara agar klien dapat mengkomunikasikan kekhawatiran dan
mengekspresikan perasaannya (jika tidak mampu untuk mengungkapkan secara
verbal karena intubasi, coba alternative komunikasi .
c. Berikan penjelasan yang singkat dan dengan sederhana mengenai prosedur,
orientasikan klien terhadap lingkungan sekitar, dan ulang penejalsan secara teratur.
d. Berikan penejelasan tentang rutinitas perawatan dan lingkungan kepada keluarga
klien. Dorong keluarga klien untuk mendekati, berbicara dan menyentuh klien jika
mereka mengkenhendaki
4. Mempertahankan nutrisi yang adekuat.
I. Pencegahan
kemungkinan regurgitasi asam lambung. Pada klien dengan ARDS yang mendapat
makanan melalui pipa nasogastrik (NGT), penting untuk berpuasa 8 jam sebelum
operasi - yang akan mendapat anestesia umum - agar lambung kosong. Selain
berpuasa selama 8 jam, pemberian antasida dan simetidine sebelum operasi - pada
klien yang akan mendapat anestesia umum - dilakukan untuk menurunkan keasaman
lambung sehingga jika terjadi aspirasi, kerusakan paru akan lebih kecil. Setiap
keadaan syok, harus diatasi secepatnya dan harus selalu memakai filter untuk
transfusi darah, menanggulangi sepsis dengan antibiotik yang adekuat, dan jika perlu
hilangkan sumber infeksi dengan tindakan operasi. Pengawasan yang ketat harus
dilakukan pada klien dengan risiko ARDS selama masa laten, jika klien mengalami
A. PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas pada klien diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Keluhan utama
Keluhan menyebabkan klien dengan ARDS meminta pertolongan dari tim Kesehatan.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
- Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak
napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?
- Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam
melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam melakukan
pernapasan?
- Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
- Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
- Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau
seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus atau hilang timbul
(intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya
(durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita ARDS, Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu. Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji
lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan
terakhir. Penurunan BB pada klien dengan ARDS berhubungan erat dengan proses
penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual.
1) Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi ARDS tidak diturunkan/tidak?
Pengkajian primer
1. Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c. Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d. Jalan napas bersih atau tidak
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Frekuensi pernapasan : cepat
c. Sesak napas atau tidak
d. Kedalaman Pernapasan
e. Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
f. Reflek batuk ada atau tidak
g. Penggunaan otot Bantu pernapasan
h. Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
i. Irama pernapasan : teratur atau tidak
j. Bunyi napas Normal atau tidak
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
a. Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
b. adanya trauma atau tidak pada thorax
c. Riwayat penyakit dahulu / sekarang
d. Riwayat pengobatan
e. Obat-obatan / Drugs
B. Pemeriksaan fisik
1. Mata
b. Konjungtiva pucat (karena anemia)
c. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
d. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
1. Kulit
a. Sianosis
b. Clubbing finger
4. Hidung
7. Pola pernafasan
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kolaborasi:
8. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan
komposisi diet.
7 Setelah diberikan tindakan 1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
keperawatan pasien diharapkan Catat laporan dispnea, peningkatan
mampu melakukan aktivitas dalam kelemahan atau kelelahan.
batas yang ditoleransi 2. Berikan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung selama fase akut sesuai
Kriteria hasil :
indikasi.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam
Melaporkan atau menunjukan
rencana pengobatandan perlunya
peningkatan toleransi terhadap
keseimbangan aktivitas dan istirahat
aktivitas yang dapat diukur dengan 4. Bantu pasien memilih posisi nyaman
adanya dispnea, kelemahan untuk istirahat.
berlebihan, dan tanda vital dalam 5. Bantu aktivitas perawatan diri yang
rentan normal. diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
EGC: Jakarta
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth Edition St. Louis
Missouri: Westline Industrial Drive
Pratissa, A. Defrin,D. 2018. Jurnal kesehatan andalas. ARDS + TB Paru Kasus Baru
dalam Pengobatan OAT Kat 1 Fase Intensif pada G6P5AOH5 Gravid 27-28
Minggu. 7, 85-87.
Rab, Tabrani. 2000. Agenda Gawat Darurat (Critical Care) jilid 2. Bandung: PT.
Alumni.
Peter JV, John P, Graham PL, Moran JL, George IA, Bersten A. 2008. BMJ.
Corticosteroids in the prevention and treatment of acute respiratory
distress syndrome (ARDS) in adults: meta- analysis. 336(7651), 1006-
1009
Leaver SK, Evans TW. 2007. BMJ. Acute respiratory distress syndrome.
335(7616),389- 394.