Oleh :
2. Etiologi
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat berperan
pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut sebagai penyakit tetapi sebagai
sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang paling tinggi, mikroorganisme dan
produknya (terutama endotoksin) bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan
merupakan faktor risiko terbesar kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS
berkisar antara 30-50%.
Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor risiko ARDS (30%).
Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan menyebabkan penderita mengalami
chemical burn pada parenkim paru dan menimbulkan kerusakan berat pada epitel alveolar.
Faktor risiko penyebab ARDS dapat dilihat pada tabel.
No Mekanisme Etiologi
Kerusakan paru akibat inhalasi Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas
(mekanisme tidak langsung) oksigen, aspirasi asam lambung, sepsis, syok
1. (apapun penyebabnya), koagulasi intravaskuler
tersebut (disseminated intravaskuler coagulaton)
dan pancreatitis idiopatik.
2. Obat-obatan Heroin dan salisilat.
3. Infeksi Virus, bakteri, jamur, dan tb paru.
Sebab lain Emboli lemak, emboli cairanamnion, emboli paru
thrombosis, trauma paru, radiasi, keracunan
4.
oksigen, transfusi massif, kelainan metabolic
(uremia) bedah mayor.
Sumber : mutaqqin, 2013.
d. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung
dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan
gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya
adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
3. Patogenesis
1. Fase eksudatif : fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium,
inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase proliferatif : terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan
proliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan
dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi
seluler/ membran hialin. Merupakan fase menentukan : cedera bisa mulai sembuh
atau menjadi menetap, ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax)
3. Fase fibrotik/recovery : Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan
mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsur- angsur membaik dalam
waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan
cederanya.
4. Pengaturan ventilasi
Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem
pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat
diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada atau tidaknya kelainan fungsi
paru.
b. Histologi paru
Alveolus paru merupakan unit mikrokopik utama dari organ paru yang berbentuk
kantung terbuka pada salah satu isinya. Alveolus merupakan suatu invaginasi kecil
seperti kantung pada bronkiolus repiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris.
Struktur seperti kantung ini penting untuk pertukaran oksigen dan CO2 antara udara
dan darah. Struktur dinding alveoli dikhususkan untuk difusi antara lingkungan
eksterna dan interna. Setiap dinding dari dua alveolus yang berdekatan menjadi satu
dinamakan septum atau dinding interalveolaris. Septum alveolaris terdiri atas dua
lapisan epitel gepeng tipis diantaranya terdapat kapiler dan jaringan ikat. Struktur ini
menyebabkan septum interalveolaris sangat fleksibel, tidak kaku sehingga
pengembangan tidak sempurna dan tidak terlalu lunak sehingga pembuluh darah tidak
pecah.
Jumlah alveolus mencapai 300 juta buah. Dengan adanya alveolus, luas permukaan
seluruh alveolus diperkirakan mencapai 100 kaki lebih luas daripada permukaan tubuh.
Dinding alveolus mengandung kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi gas.
Alveolus dilapisi sel alveolar tipe 1 (sel alveolar gepeng) yang berfungsi mengadakan
sawar dengan ketebalan minimal yang dengan dapat mudah dilalui gas. Sel tipe II (sel
alveolar besar) ditemukan diantara sel alveolar tipe 1. Sel-sel ini mengandung badan
berlamer yang menghasilkan materi yang menyebar diatas permukaan alveolus,
memberi lapisan alveolar ekstraseluler yang berfungsi menurunkan ketegangan
fulmumer yaitu surfktan pulmuner. Sel alveolar tipe 1 merupakan lapisan tipis yang
menyebar menutupi lebih dari 90 persen daerah dipermukaan paru.
c. Patologi paru
Patologi pada saluran napas yang terjadi terutama pada paru dapat disebabkan oleh
iritan, inhalasi alergen dan toksik obat-obatan. Bahan-bahan kimiawi dan toksik
seringkali menyebabkan iritasi membran mukosa di saluran napas. Pada gambaran
mikroskopis tampak inflamasi akut pada mukosa dengan gambaran infiltrasi sel radang,
edema paru dan destruksi dinding alveoli.
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu kontinum gagal
napas progresif yang didefinisikan adanya tanda dispneu akut, penurunan tekanan
oksigen arteri, hipoksemia, timbulnya infiltrat paru bilateral pada radiografi dan tidak
adanya tanda klinis gagal jantung kiri pimer. ARDS biasanya diawali dengan Acute
Lung Injury (ALI) dengan kelainan ringan pada fungsi respirasi yang berkembang
menjadi ARDS yang secara klinis lebih parah. The American-European Consensus on
ARDS menemukan insidensi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) antara 12,6-
28,0 kasus / 100.000 penduduk / tahun serta kematian akibat gagal napas dilaporkan
sekitar 40%.
ARDS integritas sawar ini terganggu karena adanya cedera endotel atau epitel yang
mengalami kerusakan. Konsekuensi akut kerusakan pada membran kapiler alveolus
adalah permeabilitas vaskuler meningkat dan banyaknya alveolus, hilangnya kapasitas
difusi dan kelainan permukaan surfaktan akibat kerusakan pada pneumosit tipe II.
Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan dalam mekanisme
perbaikan paru dan menyebabkan fibrosis. Kerusakan pada fase aku terjadi
pengelupasan sel epitel bronkial dan alveolar, diikuti dengan pembentukan membran
hialin yang kaya protein pada membran basal epitel yang menipis. Cedera paru ini
disebabkan pula oleh ketidakseimbangan sitokin proinflamasi dan antiinflamasi.
Pengeluaran sitokin IL-8, IL-1 dan TNF menyebabkan sekuestrasi dan pengaktifan
neutrophil. Netrofil memasuki endotel kapiler yang rusak dan jaringan interstitial
dipenuhi cairan yang kaya akan protein. Netrofil ini yang diperkirakan berperan dalam
patogenesis ARDS.
Pada pemeriksaan makroskopis paru terlihat paru tampak warna merah tua, padat,
tidak mengandung udara dan berat. Secara mikroskopis pada fase eksudatif atau akut
hingga hari ke 7 ditandai dengan kongesti kapiler, nekrosis sel epitel alveolus, edema
dan perdarahan interstisium dan intra alveolus serta penumpukan neutrofil di kapiler.
Duktus alveolaris melebar dan alveolus cenderung kolaps karena gangguan sekunder
pada sintesis surfaktan. Trombus fibrin juga terbentuk di kapiler dan pembuluh darah
besar, namun temuan khas adalah membran hialin yang terutama melapisi duktus
alveolaris yang melebar.
Pada fase proliferasi pada minggu ke 1 hingga minggu ke 3 ditandai dengan
proliferasi pneumosit tipe II dan oleh fagositosis membran hialin sisa dari makrofag
paru. Hiperplasi pneumosit tipe II akibat dari suatu fenomena reparatif yaitu sel tersebut
menggantikan pneumosit tipe I yang terlepas dan kemudian berdiferensiasi menjadi sel
tipe I. Ekspansi septum alveolus oleh proliferasi fibroblast dan jaringan ikat interstisium
juga terjadi. Pada pasien yang sembuh dari fase akut akan mengalami sedikit sekuele
histologik atau terjadi fibrosis progresif yang mengenai interstisium dan ruang alveolus.
Hasil akhir ini menyebabkan distorsi hebat parenkim paru biasanya menimbulkan
fibrosis interstisium difus yang dikelilingi oleh rongga udara yang melebar dan
terdistorsi dengan gambaran khas yaitu honey comb lung.
Gambar 2. A. Alveolus normal B. Fase awal cedera akut dan sindrom gawat
napas akut
5. Patofisiologi
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru interstistial dan
penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis kongestif difus. Keadaan
normal, filtrasi cairan ditentukan oleh hukum Starling yang menyatakan filtrasi melewati
endotel dan ruang intertisial adalah selisih tekanan osmotik protein dan hidrostatik.
Q = K (Pc-Pt) – D (c-t)
Perubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan terjadinya edema
paru. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat akibat kegagalan fungsi ventrikel kiri
akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari kapiler ke interstitial. Cairan kapiler
tersebut akan mengencerkan protein intertsitial sehingga tekanan osmotik interstitial
menurun dan mengurangi pengaliran cairan ke dalam vena.
Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada ARDS
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler (terutama sel pneumosit
tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan berkumpul didalam jaringan interstitial, jika
telah melebihi kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli (alveolar flooding)
sehingga alveoli menjadi kolaps (mikroatelektasis) dan compliance paru akan lebih
menurun. Merembesnya cairan yang banyak mengandung protein dan sel darah merah
akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik.
Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru
menjadi kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis yang telah terjadi.
Mikroatelektasis akan menyebabkan shunting intrapulmoner, ketidakseimbangan
(mismatch) ventilasi- perfusi (VA/Q) dan menurunnya KRF, semua ini akan menyebabkan
terjadinya hipoksemia berat dan progresivitas yang ditandai dengan pernapasan cepat dan
dalam. Shunting intrapulmoner menyebabkan curah jantung akan menurun 40%.
Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam laktat selanjutnya
merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik maupun respiratorik akibat
gangguan pertukaran gas. Penderita yang sembuh dapat menunjukan kelainan faal paru
berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran udara dan khususnya menurunkan kapasitas
difusi.
Gambar 2. Gerakan diafragma saat inspirasi dan ekspirasi
6. Patoflow
7. Manifestasi Klinis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
a. Penurunan kesadaran mental
b. Dispnea serta takipnea yang berat akibat hipoksemia
c. Terdapat retraksi interoksa
d. Sianosis
e. Hipoksemia
f. Auskultasi paru: ronkhi basah,krekels, wheezing
g. Hipotensi
8. Komplikasi
a. Infeksi paru
b. Abnormalitas obstruktif (keterbatasan aliran udara )
c. Defek difusi sedang
d. Hipoksemia
e. Toksisitas oksigen
9. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium:
b. Terapi farmakologis
2) Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b) Peningkatan frekuensi nafas.
c) Nafas dangkal dan cepat
d) Kelemahan otot pernapasan
e) Reflek batuk ada atau tidak
f) Penggunaan otot Bantu pernapasan
g) Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
h) Irama pernapasan : teratur atau tidak
i) Bunyi napas Normal atau tidak
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran
4) Disability
a) Keadaan umum : GCS, tingkat kesadaran, nyeri atau tidak
b) Adanya trauma atau tidak pada thoraks
5) Exposure
a) Enviromental control
b) Buka baju penderita tetapi cegah terjadinya hipotermia
b. Pengkajian Sekunder
1) Identitas Pasien
Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
4) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breath)
Sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, apakah terdapat suara tambahan seperti
krekel, ronchi, wheezing.
b) B2 (Blood)
Takikardi, tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia).
c) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran menurun (seperti bingung atau agitasi), pingsan, nyeri kepala
(penyebabnya karena adanya trauma), mata berkunang-kunang, berkeringat
banyak.
d) B4 (Bowel)
Adakah penurunan prouksi urine (berkurangnya produksi urine menunjukkan
adanya gangguan perfusi ginjal).
e) B5 (Bladder)
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi dan
cairan akan memperberat keadaan seperti cairan yang berlebihan dan albumin
yang rendah akan memperberat edema paru.
f) B6 (Bone)
Kelemahan otot, mudah lelah
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perkusi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
c. Intervensi keperawatan
N Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keterangan :
1 : Deviasi Berat dari Kisaran Normal
2 : Deviasi yang Cukup Berat dari Kisaran
Normal 3 : Deviasi Sedang dari Kisaran Normal
4 : Deviasi Ringan dari Kisaran Normal
5 : Tidak Ada Deviasi dari Kisaran Normal
2 pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Pemantauan respirasi:
berhubungan dengan selama 2 x 24 jam, maka pertukaran gas meningkat Observasi :
ketidakseimbangan 1. monitor frekuensi,irama,kedalaman, dan upaya
perkusi (00030) Kriteria hasil: napas
Pertukaran gas 2. monitor pola nafas
INDIKATOR SA ST teraupetik :
dispnea 2 4 1. atur interval pemantauan respirasi sesuai
Bunyi nafas 1 5 kondisi pasien
tambahan 2. dokumentasikan hasil pemantauan
Pusing 2 4 edukasi :
Gelisah 3 5 1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan, bila perlu
Ket :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. menurun
3 Gangguan pola tidur Tujuan : Dukungan tidur
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan Observasi :
kurang kontrol tidur selama 2 x 24 menit pasien dapat keadekuatan 1. identifikasi pola aktivitas dan tidur
kualitas dan kuantitas pola tidur. 2. identifikasi fakor pengganggu
Kriteria hasil : tidur teraupetik :
INDIKATOR SA ST 1. modifikasi lingkungan
Keluhan sulit tidur 5 1 2. batasi waktu tidur siang
Keluhan sering terjaga 5 2 edukasi:
Keluhan tidak puas tidur 4 1 1. jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Keluhan pola tidur berubah 5 1 2. anjurkan menempati kebiasaan waktu tidur
Keluhan istirahat tidak cukup 5 1
Ket :
1. menurun
2. cukup menurun
3. sedang
4. cukup meningkat
5. meningkat
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Bakta, Made. I, SpSD(KHOM). (1999). Gawat Darurat di bidang Penyakit Dalam.
Jakarta. http/: www. Google. Com. Asuhan keperawatan gawat darurat pada
McCloskey, Joanne.2008. Nursing interventions Classification (NIC) Fifth Edition St. Louis
Missouri: Westline Industrial Drive
Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth Edition St. Louis Missouri:
Westline Industrial Drive
Mutaqqin, Arif, 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Salemba
Medika: Jakarta.