Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE RESPIRATORY

DISTRESS SYNDROME (ARDS)


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan kritis

Disusun Oleh kelompok 3 :

1. Vina Aulia Putri (201902030002)


2. Fadzilatul Syifa (201902030009)
3. Roikhan Ibda (201902030010)
4. Salisa Tara Wahani (201902030070)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


SARJANA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah keperawatan Kritis yang berjudul “ Asuhan Keperawatan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) ”. Makalah ilmiah ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Pekalongan, Oktober 2022

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai


proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan
kerusakan paru. ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang
progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia
dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. ARDS berkembang
sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan
paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai
akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan
perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan
pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS bukan suatu penyakit,
tetapi suatu sindrom, kumpulan dari beberapa gejala yang menyebabkan
gagal paru/pernapasan. Dapat terjadi secara mendadak pada pasien yang
sebelumnya dengan paru yang normal / sehat. Acut respiratory distress
syndrome (ARDS) memberikan kontribusi morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia dan berakibat kerugian material dan nonmaterial yang berat
(“Systemic Inflammatory Response Syndrome,” 2014). Tidak ada terapi
spesifik yang efektif untuk pasien dengan ARDS. Penerapan strategi
pemberian cairan, menjaga tekanan vena sentral serendah mungkin akan
mempersingkat masa pemakaian ventilasi mekanik. penggunaan
kortikosteroid dan nitric oxide tidak direkomendasikan pada ARDS.Terapi
non-konvensional seperti memposisikan pasien dalam posisi tengkurap
(prone position), memberikan efek dalam meningkatkan oksigenasi dan
berhubungan dengan menurunkan mortalitas (Editor, 2016) .
ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif
dan tibatiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan
infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. ARDS (syok paru) akibat
cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini kurang lebih
150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65%
untuk semua pasien yang mengalami ARDS.
ARDS telah menunjukkan hubungan dengan angka kematian hingga
setinggi 50% sampai 60% Insidensi ARDS yang dilaporkan di Amerika
Serikat mencapai 150.000 kasus per tahun.4 Data terbaru menunjukkan
insidensi ARDS 15.3– 58.7 kasus per 100,000 orang per tahun dengan
mortalitas 41–58%.5 Angka mortalitas ARDS yang dipublikasikan
bervariasi dari 10% sampai 90% (“Systemic
Inflammatory Response Syndrome,” 2014).

ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab yang dapat


berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebu sebagai
penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang
paling tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin)
bersifat sangat toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko
terbesar kejadian ARDS. Solusi dan peran perawat yang dapat
disampaikan terkait masalah ARDS adalah sebagai Care Provider, melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan. masalah yang muncul dapat ditentukan diagnosis
keperawatan, perencanaan, tindakan yang tepat sesuai dengan masalah
yang dialaminya dan dapat di evaluasi tingkat perkembangannya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang ARDS dan Asuhan Keperawatan pada klien
dengan kasus ARDS.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pengertian ARDS
b. Mengetahui Etiologi ARDS
c. Mengetahui Patofisiologi ARDS
d. Mengetahui Manifestasi Klinis ARDS
e. Mengetahui penatalaksanaan ARDS
f. Mengetahui Asuhan Keperawatan ARDS
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi

Sylvia A. Price mengatakan bahwa ARDS merupakan bentuk gagal


napas yang berbeda ditandai dengan hipoksemia berat yang resisten
terhadap pengobatan konvensional. ARDS terjadi setelah berbagai
penyakit (sepsis, aspirasi isi lambung, trauma serius), yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan edema paru nonkardiogenik yang berat
(Amin Huda Nurarif, 2015)
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan perlukaan
inflamasi paru yang bersifat akut dan difus, yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas vaskular paru, peningkatan tahanan paru, dan
hilangnya jaringan paru yang berisi udara, dengan hipoksemia dan opasitas
bilateral pada pencitraan, yang dihubungkan dengan peningkatan shunting,
peningkatan dead space fisiologis, dan berkurangnya compliance paru
(Editor, 2016).

B. Etiololgi

ADRS berkembang sebagai akibat kerusakan pada epitel alveolar dan


endotel mikrovaskuler yang diakibatkan trauma jaringan paru baik secara
langsung maupun tidak langsung. Faktor resiko penyakit yang
berhubungan dengan ARDS:
1. Trauma langsung pada paru

a. Emboli karena pembekuan darah, lemak, udara atau cairan amnion

b. Aspirasi asam lambung

c. Terhisap gas beracun

d. TBC miliar

e. Radang paru difus (SARS)

f. Obstruksi saluran napas atas


g. Asap rokok yang mengandung kokain

h. Keracunan oksigen

i. Trauma paru

j. Ekspose radiasi
-

2. Trauma tidak langsung

a. Sepsis

b. Shock

c. DIC (Dissemineted intravaskuler colagulatioln)

d. Pankreatitis

e. Uremia

f. Overdosis obat

g. Idiophatic

h. Bedah cardiobaypass yang lama

i. Transfusi berulang

j. PIH (pregnand induced hypertension)

k. Peningkatan TIK (tekanan intra kranial)

l. Terapi radiasi

m. Luka bakar dan luka berat (Amin Huda Nurarif, 2015).


C. Patofisiologi
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru
interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena
atelektasis kongestif difus. Keadaan normal, filtrasi cairan ditentukan oleh
hukum Starling yang menyatakan filtrasi melewati endotel dan ruang
intertisial adalah selisih tekanan osmotik protein dan hidrostatik.
Q = K (Pc-Pt) – D (c-t)
Q : kecepatan filtrasi melewati membran kapiler Pt : tekanan hidrostatik
interstitial
K : koefisien filtrasi c : tekanan onkotik kapiler D : koefisien refleksi t :
tekanan onkotik interstitial Pc : tekanan hidrostatik kapiler
Perubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan terjadinya
edema paru. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat akibat kegagalan
fungsi ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan dari
kapiler ke
interstitial. Cairan kapiler tersebut akan mengencerkan protein intertsitial
sehingga tekanan osmotik interstitial menurun dan mengurangi pengaliran
cairan ke dalam vena. Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau
keduanya pada ARDS menyebabkan peningkatan permeabilitas membran
alveoli-kapiler (terutama sel pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler
merembes dan berkumpul didalam jaringan interstitial, jika telah melebihi
kapasitasnya akan masuk ke dalam rongga alveoli (alveolar flooding)
sehingga alveoli menjadi kolaps (mikroatelektasis) dan compliance paru
akan lebih menurun. Merembesnya cairan yang banyak mengandung
protein dan sel darah merah akan mengakibatkan perubahan tekanan
osmotik.
Cairan bercampur dengan cairan alveoli dan merusak surfaktan
sehingga paru menjadi kaku, keadaan ini akan memperberat atelektasis
yang telah terjadi. Mikroatelektasis akan menyebabkan shunting
intrapulmoner, ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi-perfusi (VA/Q)
dan menurunnya KRF, semua ini akan menyebabkan terjadinya
hipoksemia berat dan progresivitas yang ditandai dengan pernapasan cepat
dan dalam. Shunting intrapulmoner menyebabkan curah jantung akan
menurun 40%.
Hipoksemia diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam
laktat selanjutnya merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik
maupun respiratorik akibat gangguan pertukaran gas. Penderita yang
sembuh dapat menunjukan kelainan faal paru berupa penurunan volume
paru, kecepatan aliran udara dan khususnya menurunkan kapasitas difusi
(Susanto & Sari, 2012)

D. Manifestasi Klinik

1. Pirau intrapulmolnal yang nyata

2. Hipoksemia

3. Keregangan paru berkurang secara progresif yang berakibat


bertambahnya kerja pernapasan.
4. Dipsnea serta takipnea yang berat akibat hipoksemia.

5. Ronki basah

6. Kapasitas residu berkurang.

7. Peningkatan P(A-a)O2, penurunan PaO2, dan penurunan PaCO2.

8. Sinar-X dada menunjukkan paru yang putih (keputihan) dengan


atelektsis kongestif yang difus.
9. Gambaran klinis lengkap dapat bermanifestasi 1 sampai 2 hari
setelah cedera.
E. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologis
Tidak terdapat terapi farmakologis yang secara efektif dapat
menangani ARDS, menurunkan mortalitas, ataupun mempersingkat
durasi rawat. Beberapa obat yang dapat dipertimbangkan untuk
diberikan adalah:
a. Analgesik atau Sedatif

Analgesik atau sedatif umumnya diberikan pada pasien


yang mendapatkan ventilasi mekanik agar lebih nyaman. Agen
blokade neuromuskular umumnya dapat diberikan.
b. Heparin

Heparin berat molekul rendah (LMWH) enoksaparin 40 mg


atau 5000 unit dalteparin atau heparin tidak terfraksi dosisi
rendah 5000 unit dapat diberikan dua kali sehari untuk
mencegah tromboemboli bila tidak terdapat kontraindikasi.
c. Profilaksis Stress Ulcer

Sukralfat 4x1000 mg dapat diberikan per oral atau


via selang nasogastrik (NGT), ranitidine 2x150 mg dapat
diberikan per oral/NGT atau 3-4x50 mg intravena,
atau omeprazole 1x40 mg per oral/intravena/per NGT.
2. Terapi non Farmakologis
a. Ventilasi mekanik dengan intubasi endotracheal merupakan terapi
yang mendasar pada penderita ARDS bila ditemukan laju nafas
>30x/menit atau terjadi peningkatan kebutuhan FiO2 >60%
(dengan menggunakan masker wajah) untuk mempertahankan PO2
sekitar 70 mmHg lebih dalam beberapa jam.
b. Lebih spesifik lagi dapat diberikan ventilasi dengan rasio I:E
terbalik disertai dengan PEEP untuk membantu mengembalikan
cairan yang membanjiri alveolus dan memperbaiki atelectasis
sehingga memperbaiki ventilasi dan perfusi (V/Q).
c. Tergantung tingkat keparahannya, maka penderita dapat diberi
noln invasive ventilatioln seperti CPAP, BIPAP atau positive
pressure ventilation. Walaupun demikian metode ini tidak
direkomendasikan bagi penderita dengan penurunan kesadaran atau
dijumpai adanya peningkatan kerja otot pernafasan disertai
peningkatan laju nafas dan PCO2 darah arteri.
d. Pemberian volume tidal 10-15 ml/kg dapat mengakibatkan
kerusakan bagian paru yang masih normal sehingga terjadi robekan
alveolus, deplesi surfaktan dan lesi alveolar-capillary interface.
Untuk menghindari dipergunakan volume tidal 6-7 ml/kg dengan
tekanan puncak inspirasi <35 cmH2O, plateu inspiratoy pressure
yaitu <30cmH2O dan pemberian positive end expiratory pressure
(PEEP) antara 8 sampai 14 cmH2O untuk mencegah atelektase dan
kolaps dari alveolus.
e. Penggunaan PEEP dan FiO2 tidak ada ketentuan mengenai batas
maksimal.
3. Penatalaksanaan Klinis
a. Pemberian oksigen tambahan melalui selang hidung atau masker
bagi pasien dengan gejala ringan
b. Pemasangan alat bantu napas dan ventilator untuk membantu
mengalirkan oksigen ke paru-paru
c. Pemberian cairan melalui infus untuk mengontrol jumlah cairan
dalam tubuh
d. Pemberian asupan nutrisi menggunakan selang nasogastrik yang
dipasang melalui hidung
e. Pemberian obat antibiotik untuk mencegah dan mengatasi infeksi
f. Pemberian obat pengencer darah untuk mencegah penggumpalan
darah di kaki dan paru-paru (emboli paru)
g. Pemberian obat pereda nyeri, obat untuk mengurangi asam
lambung, dan obat penenang (sedatif)

F. Asuhan Keperawatan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

I. Identitas

Nama, Perempuan 2,5 kali lebih rentan daripada laki-laki, lebih


banyak terjadi di usia ± 35 tahun, sering terjadi pada ras kulit putih,
Agama ,Suku Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Penanggung Biaya,
Status, Alamat.
II. Riwayat Kesehatan

Keluhan utama : Berisi tentang keluhan yang paling dirasakan klien


saat ini. Biasannya merasakan sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang : Berisikan keluhan yang dirasakan saat
pertama kali (di rumah) sampai dibawa ke RS dan dilakukan
pemeriksaan. Pada awalnya penderita akan mengalami sesak nafas
yang berat dan terlihat menggunakan nafas tambahan, penderita akan
lemas, pucat, serta akral dingin. Penderita biasanya disebabkan
inhalasi racun (rokok), aspirasi cairan (tenggelam, hydrocarbon,
gastric, dll), shock, drug overdose, trauma kepala, trauma dada, dan
dll.
Riwayat penyakit dahulu : Penyakit yang pernah dialami pasien
sebelum mengalami sakit yang sekarang. Biasanya klien memiliki
riwayat sesak nafas atau pernah mengalami hipoksia.
Riwayat kesahatan keluarga : Berisikan tentang status kesehatan
keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang dialami. Penyakit
ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah
menderita penyakit tersebut.
Genogram:

Keterangan : : Laki- laki : Meninggal

: Perempuan : Penderita
: Sudah menikah ------- : Tinggal serumah Riwayat keluarga yang
menggunakan simbol-simbol untuk menjelaskan hubungan,
peristiwa, dan masalah pada keluarga dalam beberapa generasi biasa
disebut pohon keluarga dan bersifat dari 3 generasi keluarga.
Riwayat alergi : Menunjukkan apakah pasien memiliki alergi
makanan, minuman atau obat-obatan. Biasanya pada penderita
ARDS tidak memiliki riwayat alergo obat ataupun makanan hanya
terkadang mereka sering merasa alergi pada udara sekitar.

III. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Menunjukkan tanda-tanda vital, keadaan umum, kesadaran dan


antropometri. Klien dengan ARDS umumnya akan mengalami
penurunan kesadaran, karena tidak kurangnya pasokan oksigen.
Adanya perubahan pada tandatanda vital, meliputi takikardi,
dyspnea, hipotensi/hipertensi, dan penurunan frekuensi pernapasan.
a) B1 (Breath)

Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami


gangguan pada sistem pernapasan. Pada beberapa klien yang telah lama
menderita mutiple sclerosis
dengan tampak dari tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan.
Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai beikut:

1. Inspeksi umum : didapatkan klien batuk kering atau penurunan


kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
2. Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri

3. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru

4. Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor, crekels, ronkhi


atau terkadang whezzing pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun.
b) B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan ARDS mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler sehingga akan mengalami hipotensi akan mengakibatkan
klien shock, hipertensi, takikardi, serta bunyi jantung normal (lup tup)
tanpa murmur atau gallop. Biasanya klien merasa sakit kepala, pucat dan
terjadi sianosis.
c) B3 (Brain)

Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap


dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum
didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku. Klien
juga akan mengalami penurunan tingkat kesadaran karena kurangnya
pasokan oksigen yang akan membuat klien susah berkonsentrasi.

d) B4 (Bladder)

Pada pemeriksaan B4 yang berhubungan dengan pemeriksaan pada


kandung kemih baik intake maupun output. klien ARDS jarang
mengalami masalah pada kandung kemih, hanya dikarenakan intake
cairan klien (jarang minum) sedikit sehingga frekuensi outpunya juga
sedikit.

e) B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang
kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif.
Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami konstipasi. Sering
mengalami sesak nafas akan membuat klien mengalami penurunan nafsu
makan.

f) B6 (Bone)

Pada keadaan klien ARDS biasanya didapatkan adanya kesuliatan untuk


beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak. Kelemahan
anggota gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada
keempat anggota gerak.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL
1. Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membran kapiler-alveolar
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d Kelelahan otot-otot pernafasan
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Obstruksi jalan nafas
4. Kelebihan volume cairan b.d Gangguan mekanisme pengaturan
A. INTERVENSI DAN RASIONAL
NO DX TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1 Gangguan Tujuan : 1. Observasi RR - Mengetahui tingkat kemampuan


pertukaran gas b.d Selama dilakukan 2. Observasi suara nafas maupun suara pernapasan klien apakah dalam batas
Perubahan
asuhan keperawatan nafas tambahan normal
membran
kapileralveolar dalam waktu 3 x 24 jam 3. Observasi saturasi O2 dengan alat
diharapkan masalah oksimetri
pertukaran gas klien 4. Fasilitasi kepatenan jalan nafas - Menjaga jalan nafas agar laju O2
teratasi dengan kriteria 5. Meningkatkan keadekuatan ventilasi tetap stabil
hasil : dan perfusi jaringan
- Nilai normal RR 12- 6. Jelaskan penggunaan alat bantu yang - Mendukung terapi kesehatan dalam
20 x/m diperlukan kepada keluarga klien. meningkatkan kualitas hidup klien
- Saturasi O2 95-100% 7. Ajarkan kepada klien dan keluarga cara
- Tingkat kesadaran tentang batuk efektif
klien komposmentis 8. Jelaskan kepada klien dan keluarga - Menghindari terjadinya komplikasi
bahwa merokok itu tidak baik bagi lebih lanjut
- Irama pernafasan
kesehatan klien.
regular
- Nafas tidak 9. Kolaborasi dengan dokter tentang - Peningkatan kualitas kesehatan klien
pemeriksaan GDA dan penggunaan dan mengetahui GDA yang
menggunakan cuping
alat bantu yang dianjurkan sesuai abnormal.
hidung dengan kondisi klien
- Klien tidak hipoksia
- Klien tidak gelisah

2. Ketidakefektifan Tujuan : 1. Observasi TTV (RR) - Mengetahui tingkat kemampuan


pola nafas b.d Selama dilakukan pernapasan klien
Kelelahan otototot asuhan keperawatan - Mengetahui adanya penyebab dari
2. Observasi adanya sputum dan
pernafasan dalam waktu 3 x 24 jam ketidakefektifan pola nafas yang
auskultasi suara nafas
diharapkan klien terjadi pada klien
menunjukkan pola nafas - Melihat adanya pergerakan otot dada
pernafasan yaang efektif 3. Pantau tentang kestabilan pergerakan yang simetris serta frekuensi
dengan kriteria hasil : otot-otot dada selama obervasi pernapasan yang stabil
- Irama nafas reguler - Mengetahui tentang nilai pH yang
- Klien tidak abnormal pada pemeriksaan BGA
4. Lakukan pemeriksaan BGA
menggunakan otot (Blood Gas Arteri)
(Blood Gas Arteri)
nafas tambahan - Memperlancar laju O2 dalam darah
- Klien tidak terlihat 5. Atur posisi pasien untuk menuju ke paru-paru
Sianosis mengoptimalkan pernapasan
- Klien tidak terlihat 6. Lakukan pengeluaran/penghisapan atau - Membebaskan jalan nafas yang
pucat suction sesuai kebutuhan untuk terganggu karena adanya
- RR = 12-20 x/m mengeluarkan sekret (sputum) penumpukan sputum
7. Informasikan kepada klien dan - Meminimalisir rrasa gelisah yang
dirasakan klien
keluarga tentang teknik relaksasi - Mengeluarkan sputum/sekret yang
8. Ajarkan teknik batuk efektif menumpuk
9. Jelaskan kepada klien dan keluarga - Menghindari terjadinya komplikasi
bahwa merokok itu tidak baik bagi lebih lanjut
kesehatan klien Memantau fungsi mekanisme pada
sistem pernafasan klien agar tetap
10. Kolaborasi tim medis untuk tetap dalam keadaan stabil
memastikan keadekuatan fungsi
ventilator mekanis.

3. Ketidakefektifan Tujuan : 1. Observasi RR, frekuensi nafas - Mengetahui tingkat


bersihan jalan nafas Selama dilakukan kemampuan pernapasan klien
2. Observasi suara nafas maupun suara
b.d Obstruksi jalan asuhan keperawatan apakah dalam batas normal
nafas tambahan
nafas dalam waktu 3 x 24 jam - Mengetahui penurunan atau
3. Observasi saturasi O2 dengan alat
diharapkan klien ketidakadaan ventilasi/suara
oksimetri
memiliki jalan nafas nafasa tambahan
yang paten dengan 4. Lakukan auskultasi pada bagian dada - Mencegah faktor resiko yang
kriteria hasil : anterior dan posterior adanya suara akan terjadi
- Klien dapat nafas tambahan dan pengeluaran sekret - Agar keluarga dan klien dapat
mengeluarkan sekret
5. Fasilitasi kepatenan jalan nafas klien menggunaan alat bantu tanpa
secara efektif
6. Minimalkan faktor resiko pada klien adanya bantuan dari tim medis
Tidak memiliki suara
yang berisiko mengalami aspirasi walaupun jika masih
nafas tambahan
memerlukan pemantauan.
Tidak terjadi sianosis 7. Jelaskan penggunaan alat bantu yang
- Menghindari terjadinya
Klien tidak gelisah diperlukan kepada keluarga klien.
komplikasi lebih lanjut
8. Jelaskan kepada klien dan keluarga
- Peningkatan kualitas
bahwa merokok itu tidak baik bagi
kesehatan klien dan
kesehatan klien.
mengetahui GDA yang
9. Kolaborasikan kepada dokter tentang
abnormal.
hasil GDA klien dan kebutuhan
peralatan pendukung.
4. Kelebihan volume - klien tidak merasakan 1. penggunaan obat, dan efek samping
cairan b.d mual - Agar dilakukan pemantauan lebih
pada obat tersebut.
Gangguan - mempertahankan ketat terhadap keseimbangan cairan
mekanisme 3. Kolaborasi kepada tim medis jika pada klien.
TTV dalam batas
pengaturan : odema
normal. tanda gejala kelebihan volume cairan
paru
TD = 100-120/70-80 menetap atau memburuk.
mmHg
N = 70-80 x/m
RR = 12-20
x/m S = 36,5-
37oC
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah penyakit yang


disebabkan oleh kerusakan luas alveolus atau membrane kapiler paru.
ARDS terjadi setelah adanya gangguan pada sistem paru, kardiovaskuler,
atau tubuh secara luas. Tata napas ARDS yang terpenting adalah
menghentikan proses inflamasi, penanganan ARDS berfokus pada 3 hal
yaitu : mencegah lesi paru secara iatrolgenik, mengurangi cairan didalam
paru, dan mempertahankan oksigen jaringan
B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini, penyusun menyadari banyak


kekurangan baik dalam penulisan maupun penjelasan materi. Untuk itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca semua. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Susanti, N. (2022). Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular.


Susanto, Y. S., & Sari, F. R. (2012). Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif Pada
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Jurnal Respirologi
Indonesia, 32(1), 44-52.
Aboet, A. A., & Maskoen, T. T. (2018). Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS). Majalah Anestesia dan Critical Care, 36(2), 57-63.
Silaen, E. L. R., & Kestriani, N. D. (2019). Tata Laksana Mekanikal Ventilator
pada Pasien Acute Respiratory Distress syndrome (ARDS) dengan
Pendekatan Driving Pressure. Majalah Anestesia & Critical Care, 37(3),
97-106.
Rakhmatullah, R., & Sudjud, R. W. (2019). Diagnosis dan Tatalaksana
ARDS. Majalah Anestesia dan Critical Care, 37(2), 58-68.

Anda mungkin juga menyukai