Anda di halaman 1dari 16

MAKALA KELOMPOK 1

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen pengampu : Bapak Agil Putra Tri Kartika, M.Kep., Ners

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

 Andri Solehudin (190711062)


 Supriyadi (190711025)
 Elsa Shepia Widiya Putri (190711074)
 Iis Isnaeni (190711070)
 Linggar Fitri Pratiwi (190711008)
 Nurlaeli Istiqomah (190711064)
 Rhena Megrahi As Saumi (190711061)
 Wulan Sari (190711073)

SEMESTER 7 KELAS KP19C

S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON

2022
KATA PENGHANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulus dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS). Yang di tulis
untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Kritis.

Yang semoga insyaallah bermanfaat, bagi yang membaca dan memaham imateri ini,
Akhirulkalam, kami sadar bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan. Oleh sebab itu,
kami sangat berharap kritik dan sarannya demi penyempurnaan makalah ini. Harapan kami
semoga makalah ini dapat bermanfaat serta mampu memenuhi harapan berbagai
pihak .Aamiin.

Cirebon, 23 November 2022


Daftar isi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Acute Respiratory Distress Syndrome merupakan gangguan yang ditandai
dengan disfungsi cepat dan kerusakan paru-paru dalam waktu singkat, beberapa jam
hingga beberapa hari (Darmondkk., 2014; Donahoe, 2011). Penyakit ARDS atau
sindrom gangguan pernapasan akut adalah penyakit yang umum namun kurang
dikenali dari segi pengobatan dan perawatan kritis serta sering dikaitkan dengan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Bellanidkk., 2016).Angka kejadian ARDS
bervariasi antara 17-78 kasus per 100.000 penduduk per tahun dengan insiden
tertinggi terjadi di Amerika Serikat. Mortalitas pasien ARDS masih tinggi. Meskipun
demikian di Negara maju mortalitas pasien ARDS terus menurun.Meskipun demikian
di Negara maju mortalitas pasien ARDS terus menurun. Menurut data dari The ARDS
Network, mortalitas pasien ARDS di Amerika Serikat sebesar 35% (1996), 26%
(2005), Eropasebesar 32,7% (2004) , Australia sebesar 34% (2002)5 , Cina 52%
(2007), dan India 47,8% (2006) (Hartinidkk., 2014).
Sindrom gangguan pernapasan akut ARDS menjadi salah satu penyebab
kematian terbesar diantara pasien yang terinfeksi virus Covid-19. Coronavirus
disease-2019 (Covid-19) merupakan penyakit pernapasan akut parah yang disebabkan
oleh agen Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARSCov-2) (Munster
dkk., 2020; Sohrabidkk., 2020). Virus iniberasaldari Wuhan, China dan menyebar
dengan cepat hingga keseluruh dunia (Eirodkk., 2020). Gejala umum yang diamati
pada individu yang terinfeksi corona virus adalah demam, batuk, dansesak (Huang
dkk., 2020). Badan kesehatan dunia (WHO) pada tanggal 11 maret 2020 secararesmi
menyatakan bahwa Covid-19 sebagai pandem. PadaJanuari 2021 Covid-19 telah
menyebar hinggake 223 negara di seluruh dunia, menginfeksi lebih dari 101 juta
orang dengan lebih dari dua juta orang meninggal dunia. Di Indonesia sendiri, jumlah
pasien yang terinfeksi Covid-19 telah tembus hingga satu juta dengan lebih dari 28
ribu orang meninggal dunia orang per tanggal26 Januari 2021 (WHO, 2020). Case
fatality rate (CFR) telah diperkirakan oleh WHO berkisar antara 0,3sampai 1%, lebih
tinggi dari influenza A (Anderson dkk., 2020). Virus influenza Aadalah virus yang
menyebabkan penyakit pada burung dan beberapa mamalia (H5N1). Tingginya
tingkat kematian penderita Covid-19 disebabkan karena kurangnya pengetahuan
tentang patogenesis Covid-19, dan tidak ada pengobatan khusus yang telah diketahui
(Astuti&Ysrafil, 2020). Meskipun jumlah orang yang terinfeksi terus meningkat,
namun sampai saat ini belum ada pengobatan khusus yang direkomendasikan WHO
maupun pengobatan yang efektif untuk menyembuhkan dan menekan laju penyebaran
Covid-19 (Shi dkk., 2020).
Penyakit ARDS sering dikaitkan dengan prognosis yang buruk pada Pasien
Covid-19 (Xudkk., 2020). Prognosis merupakan prediksi terhadap probabilitas atau
resiko perkembangan penyakit seseorang selama waktu tertentu (Moons dkk., 2009).
Huang dkk. (2020) melaporkan 41 pasien yang memiliki riwayat terpapar Covid-19 di
Pasar Makanan Laut mengalami ARDS. Chen dkk. (2020) juga melaporkan 17 dari 99
pasien Covid-19 berkembang menjadi ARDS dan 11 orang diantaranya mengalami
kematian.
Telah diketahui dengan baik bahwa ARDS terkait erat dengan infeksi paru,
sistemik yang parah (Luodkk., 2017). Selain itu, sebagian kasus ARDS dikaitkan
dengan volume besar cairan yang digunakan selama resusitasi pasca trauma. Beberapa
kaska depensinyalanhulu dari sitokin dan senyawa proin flamasi memulai dan
memperkuat aktor-faktor tersebut. Meskipun banyak penelitian telah melaporkan
bahwa ARDS dianggap sebagai kondisi pernapasan yang mengancam jiwa,
patogenesisnya masih belum diketahui terkait respons inflamasi pada ARDS.
Kurangnya pendekatan terapeutik dan beberapa jalur pensinyalan yang diaktifkan
terkait dengan kompleksitas patogenik dari sindrom ini, karena kompleksitas ini
terutama tergantung pada jenis cedera paru (Huang dkk., 2017).

1.2 RumusanMasalah
a. Apa yang di maksud denganARDS ?
b. Bagaimana anatomi fisiologi
c. Apa etiologidariARDS ?
d. Apa meninfestasi klinis dari ARDS ?
e. Apa penatalaksanaan dari ARDS ?
f. Apa patofisiologi ARDS ?
g. Apa memeriksaakan penunjang ARDS ?
h. Apa klasisifikasi ARDS ?
i. Apa komplikasi ARDS ?
j. Bagaimana asuhan keperawatan ARDS ?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui apa yang di maksud dengan ARDS
b. Mengetahui anatomi fisiologi
c. Mengetahui etiologi dari ARDS ?
d. Mengetahui meninfestasi klinis dari ARDS ?
e. Mengetahui penatalaksanaan dari ARDS ?
f. Mengetahui patofisiologi ARDS ?
g. Mengetahui memeriksaakan penunjang ARDS ?
h. Mengetahui klasisifikasi ARDS ?
i. MengetahuikomplikasiARDS ?
j. Mengetahui asuhan keperawatan ARDS ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi ARDS

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakanparu total


akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,misalnya sepsis,
pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada,syok yang berkepanjangan,
terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darahmasif, bypass kardiopulmonal,
keracunan O , perdarahan pankreatitis akut,₂inhalasi gas beracun, serta konsumsi
obat-obatan tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh
berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan
kerusakan paru (AryantoSuwondo,2006)

ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru
yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,biasanya terjadi pada
orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajanpada berbagai penyebab pulmonal
atau non-pulmonal( Hudak, 1997).

ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan


disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang
disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik
interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,2000)

2.2 Anatomi Fisiologi

Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan respirasi
dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa tubuh
mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan
karbondioksida (Peate and Nair, 2011).

Gambar 2.1 Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson, 2014)
Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah. Sistem
pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah
terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).

a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama dalam sistem
respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Di hidung bagian
eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline kartilago yang terbungkus
oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
(1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi
stimulasi olfaktori (indra pembau); dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik
resonansi yang besar dan bergema. Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan
sebagai ruang yang besar pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior
pada rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra
and Derrickson, 2014)

b) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13 cm.
Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa. Otot rangka
yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila otot rangka
kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk
udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat
bagi tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson,
2014)

c) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian
berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan
corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan ini
mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk
menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis,
dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis
melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati
esofagus (Peate and Nair, 2011).

d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati udara dari
laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia sehingga dapat
menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong keatas melewati esofagus untuk
ditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan
yang menstimulasi batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and
Nair, 2011).

e) Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang
mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam masing-masing
paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah
cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan
bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam
cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis kronis.

f) Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga lobus di paru
sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua paru terdapat ruang
yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi jantung. Masing-masing paru
dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura.
Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu
sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini
mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu
sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu pleura 8 visceral dan parietal melekat
satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).

Gambar 2.3 Alveoli (Sherwood, 2010)

Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.


Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian akhir
bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil tempat dimana terjadi
pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel
tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan
dinding alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara
sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas. Sel alveolar tipe II
mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang mensekresi
cairan alveolar. Cairan alveolar ini mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga
permukaan antar sel tetap lembab dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan
merupakan campuran kompleks fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara ruang udara dan darah terjadi secara difusi melewati dinding alveolar
dan kapiler, dimana keduanya membentuk membran respiratori (Tortora dan Derrickson,
2014).

Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan yaitu
respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada proses metabolism
intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah serangkaian proses yang
terjadi saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel-sel
tubuh (Sherwood, 2014).

Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:

 Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru

 Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi darah dan
karbondioksida berdifusi dari darah ke paru

 Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru ke jaringan tubuh
atau sebaliknya

 Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan karbondioksida diambil
dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011)
2.3 Etiologi

ARDS berkemban sebagai akibat kerusakan pada epitelalveolar dan endotel mikrovaskular
yang diakibatkan trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. (sudoyo
aru) faktor resiko yang berhubungan dengan ARDS adalah :

a. Trauma langsung pada paru


1) Emboli karena pembekuan darah,lemak,udara,atau cairan amnion
2) Aspirasi asam lambung
3) Terhisap gas beracun
4) TBC miliar
5) Radang paru divus(sars)
6) Obstruksi saluran nafas atas
7) Asap roko yang mengandung kokain
8) Keracunan oksigen
9) Trauma paru
10) Ekspos radiasi
b. Trauma tidak langsung
1) Sepsis
2) Shock
3) DIC (Dissemineted Intra Vaskuler Coagulation)
4) Pankreatitis
5) Uremia
6) Overdosis obat
7) IdiopahaticI (tidak dikethui)
8) Bedah cardiobaipas yang lama
9) Tranfusi berulang
10) PIH (Pregnan Inducet Hipertencion)
11) Peningkatan tik
12) Terapi radiasi
13) Luka bakar dan luka berat

2.4 Manifestasi Klinis

a. Pirauintravulmonal yang nyata


b. Hipoksimia
c. Keregangan paru yang berkurangan secara progresif yang berakibat bertambahnya
kerja pernafasan
d. Dispnea serta takipnea yang berat akibat hipoksimia
e. Rongki basah
f. Kapasitas berkurang
g. Peningkatan p(A-a)O2, penurunan PaO2 dan penurunan PaCO2
h. Sinar kurang X dada menunjukan paru yang putih (keputihan) ateleksiskongestif yang
difus
i. Gambaran klinis lengkap dapat bermanivestasi 1-2 hari setelah cidera
2.5 Penatalaksanaan

 Penatalaksanaan 1
Target utama pengelolaan penderita ARDS adalah mengembangkan alveoli secara optimal
untuk mempertahankankan gas arteri dan oksigenasi jaringan yang adekuat, keseimbangan
cairan dan asam basa serta sirkulasi yang memadai sampai integritas membran kapiler utuh
kembali. Selain itu juga ditujukan untuk mengatasi faktor-faktor pencetus dan hal-hal lain
serta memberikan terapi penunjang. Ventilasi selalunya diberikan melalui orotrakeal intubasi
atau dengan 15 trakeostomi apabila terdapat ventilasi untuk jangka masa yang panjang yaitu
lebih dari 2 minggu.

Faktor-faktor penting dalam pengobatan ARDS setelah trauma, syok, atau sepsis berat adalah
sebagai berikut:

1. Mengendalikan masalah primer


2. Dehidrasi progresi fhati-hati sementara perfusi jaringan dipertahankan dengan baik.
3. Distensi optimal alveoli untuk meningkatkan kapasitas residu fungsional dan
mengoreksi atelektasis progresif.

 Penatalaksanaan 2
Pendekatan terapi terkin iuntuk ARDS meliputi perawatan suportif, penatalaksanaan
spesifik ,bantuan ventilator, dan terapi farmakologis terhadap kondisi yang mendasari ARDS.

1. Prinsip umum perawatan suportif bagipasien ARDS dengan atau tanpa MODS
meliputi :
a. Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS
b. Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi
nosocomial atau toksisitas oksigen
c. Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat keend-organ dengan cara
meminimalkan angka metabolic
d. Istirahat penting untuk mengurangi konsumsi oksigen dengan demikian akan
mengurangi kebutuhan oksigen
e. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan tubuh
f. Dukungan nutrisi yang adekuat dengan kebutuhan 35-45 kkal/kg sehari untuk
memenuhi kebutuhan normal (Tarragni et al.,2007 dalamabiden et al., 2016;
Zuriati et al., 2017)
2. Dukungan ventilasi berikan pada kondisi hipoksemia dan peningkatan upaya
pernapasan. Perawatan ventilasi yang direkomendasikan adalah membatasi distensi
alveolar dengan mempertahankan oksigenasi jaringan yang memadai. Volume tidal
rendah (≤ 6 ml/ kgbb) terbukti memiliki tingkat kematian yang lebih rendah daripada
volume tidak yang lebih tinggi. Volume tidal dan PEEP yang rendah diperlukan untuk
mencegah kolaps alveolar akibat hilangnya surfaktan dan akumulasi cairan di alveoli.
PEEP yang lebih tinggi jika PaO2/FiO2 < 200 mmHg.
Pemberian posisi prone direkomendasikan > 16 jam udara, defek disfusi sedang,
hipoksemia selama Latihan, toksisitas oksigen, sepsis, Multiple organ
failure ,penyakit paru permanen, abnormalitas fungsi paru, barotrauma, super infeksi,
fibrosis pulmonar, kolaps paru, infeksi bakteri, kehilangan massa otot dan kelemahan,
serta masalah memori dan fungsi kognitif (Zuriati et al., 2017)
2.6 Patofisiologi

ARDS terjadi akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yangmengakibatkan
kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahandalam jaring-jaring
kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yangjelas akibat kerusakan
pertukaran- pertukan gas dan pegalihan- pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS
menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps
alveolar.alveolar. Komplians Komplians paru menjadi menjadi sangat menurun atau paru -
paru menjadi menjadi kaku akibatnya akibatnya adalah penurunan karakteristikdalam
kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner &Suddart 616). Ada
3 fase dalam patogenesis ARDS :

a. Fase Eksudatif : Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium


danepitelium, inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
b. Fase Proliferatif : Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks
danproliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan
dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan
granulasi seluler/membran seluler/membran hialin. Fase proliferative
merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap,
ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax)
c. Fase Fibrotik/Recovery : Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami
remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsur angsur membaik dalam waktu 6 –
12 bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan cederanya.
Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai
ARDS (Philip etal, 1995) :

a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif yang
selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor kedalam
ruang interstisiel interstisiel antar kapiler dan alveoli, pada akhirnya kedalam
ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area
permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO menurun sehingga₂
mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi-perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis resiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang
tidak menghasilkan surfaktan, dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan
alveolar.
ARDS biasannya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,
meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum
awitan, misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten
sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi
sindrom dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak
sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara mendadak relaps ke dalam penyakit
pulmonary akut akibat seranan seknder seperti pneumotorak atau infeksi berat.
sebenarnya sistem vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah sampai
3 kali normalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor keluar masuk jaringan
intersisiel dan terjadi edama paru. (Jan Tambayog 2000,hal 109)

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah
Sampel darah yang diambil dari darah arteri. Hasil pemeriksaan ada beberapa komponen
utama:
1) PH (derajat keasaman) Alkalosis respiratori (PH > 7,4) pada tahap dini. Asidosis
respiratori/ metabolic pada tahap lanjut.
2) PA02 (tekanan parsial O2 arteri) Hipokkapnia (penurunan Pa02) < 200.
3) PACO2 (tekanan parsial CO2 arteri). Hipokapnia (penurunan PCO2) pada tahap awal
karena hiperventilasi. Hiperkapnia (peningkatan PCO2) menunjukan gagal ventilasi.
4) BE (Base excess) 5) FiO2 (Kadar O2 yang digunakan)

b. Pemeriksaan Rontgen Dada


Pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga terlihat adanya bayangan
infiltrate yang terletak ditengah region perihilar paru. Pada stadium lanjut, terlihat
penyebaran di interstisial secara bilateral dan infiltrate alveolar, menjadi rata dan dapat
mencakup keseluruhan lobus paru-paru.

c. Tes Fungsi Paru


Kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-paru menurun terutama FRC,
peningkatan anatomical dead space dihasilkan oleh area dimana timbul vasokontriksi dan
milkroemboli

2.8 Klasifikasi

Perjalanan ARDS yang merupakan edema paru non kardiogenik, dapat dibagi menjadi 4
tahap gambaran klinis yaitu :

a. Tahap 1 (Cedera dan Resusitasi).


Pada tahap ini terjadi injuri yang berat ditandai dengan gangguan metabolisme
dan perfusi jaringan. Karakteristik ditandai dengan adanya alkalosis respiratorik
akibat hiperventilasi (PaCO2 30-40 mmHg). PaO2 mungkin sedikit menurun atau
normal dan A-aDO2 dengan udara kamar meningkat sedikit atau sedang antara 20-40
mmHg. Tidak dijumpai kelainan pada pemeriksaan radiologik, kadang-kadang hanya
dijumpai kongesti atau atelektasis yang minimal.

b. Tahap 2 (Respiratory distress subklinik).


Hiperventilasi terus berlangsung atau sedikit lebih meningkat lagi, dengan
PaCO2 25-35 mmHg. A-aDO2 udara kamar meningkat 35-50 mmHg tetapi masih
sedikit atau tidak ada masalah pernafasan. Tahap ini disebut free interval dimana
tekanan darah, perfusi jaringan dan fungsi ginjal masih normal. Secara radiologis
mungkin masih normal, atau ada infiltrat difus yang minimal yang sesuai dengan
daerah atelektasis kecil yang multipel dan bendungan paru atau awal edema paru.
c. Tahap 3 (Respiratory Distress yang jelas).
Hiperventilasi bertambah dan penderita tampak mengalami gangguan
pernafasan secara klinik. Kesannya timbul secara mendadak. PaCO2 turun sampai 20-
35 mmHg, PaO2 mulai menurun 50-60 mmHg atau lebih rendah, A-aDO2 sering 40-
60 mmHg atau lebih besar, shunting paru 20-40% atau lebih. Pada foto thoraks
tampak edema paru dan infiltrat difus bertambah progresif. Kondisi pasien sangat
gawat tetapi belum irreversible.
d. Tahap 4 (Gagal nafas berat).
Insufisiensi menjadi berat dengan meningkatnya akumulasi CO2 dalam darah.
Pada tahap ini jumlah kapiler paru yang berfungsi menurun drastis. Dipakai parameter
PaCO2, sebab pada keadaan normal CO2 dikeluarkan dengan mudah sesuai dengan
ventilasi alveolar. Manifestasi klinisnya adalah dispnoe, takipnoe dan penurunan
PaO2 yang cepat sehingga membutuhkan bantuan ventilasi dengan tekanan tinggi. Ini
merupakan kondisi yang fatal dan dapat meninggal dalam 48 jam bila tidak diterapi.
Pada tahap ini asidosis metabolik bertambah berat dan penderita sangat memerlukan
peningkatan konsentrasi Oksigen untuk mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg.
Shunting lebih besar dari 50-60 % dan paru benar-benar gambaran opak pada foto
thoraks.

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada ARDS dan yang berkaitan dalam tatalaksananya
adalah :

a. Barotrauma akibat penggunaan PEEP atau CPAP yang tinggi


b. Komplikasi saluran napas atas akibat ventilasi mekanik jangka panjang seperti edema
laring dan stenosis seperti edama laring dan stenosis subglotis
c. Resiko infesi nosokomial yang meningkat : VAP (Ventilator-Associated Pneumonia),
ISK, flebitis. Infeksi nosokomial tersebut terjadi pada 55% kasus ARDS
d. Gagal ginjal terutama pada konteks sepsis
e. Multystem organ failure
f. Miopati yang berkaitan dengan blockade neuromuskular jangka panjang
g. Tromboemboli vena, perdarahan seluran cerna dan anemia

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan


paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada,
syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah
masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O , perdarahan pankreatitis akut,₂
inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto
Suwondo,2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan
pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler
(a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan
koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
2000
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan
paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada,
syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah
masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O , perdarahan pankreatitis akut,₂
inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto
Suwondo,2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan
pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler
(a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan
koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
2000
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan
paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada,
syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah
masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O , perdarahan pankreatitis akut,₂
inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto
Suwondo,2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan
pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler
(a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan
koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
2000
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan
paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada,
syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah
masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O , perdarahan pankreatitis akut,₂
inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto
Suwondo,2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan
pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler
(a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan
koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
2000
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan
paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada,
syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah
masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O , perdarahan pankreatitis akut,₂
inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto
Suwondo,2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan
pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler
(a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan
koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
2000
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan
paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada,
syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah
masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O , perdarahan pankreatitis akut,₂
inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto
Suwondo,2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan
pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler
(a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan
koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
2000

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan


paru total akibat berbagatiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada,
syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah
masif, bypass kardiopulmonal, keracunan O , perdarahan pankreatitis akut,₂
inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang
berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto
Suwondo,2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan
pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler
(a-c block) yang disebabkan oleh karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan
koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab,
200

Anda mungkin juga menyukai