Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN TUGAS KE-2

PENATALAKSANAAN PASIEN KRITIS DENGAN ACUTE


RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

Dosen Pengampu : Maulidah, S.Kep., Ns., M.Kep

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Teori


Mata Kuliah Asuhan Keperawatan Anestesi Kritis

Disusun oleh :
Kelompok II
Nama Anggota :
1. Norma Susila Ukhuwah .I (1911604011)
2. Fadhilah Asyifah Dewanti (1911604012)
3. Heni Supatmiyati (1911604013)
4. Hasniyatul Fitri (1911604014)
5. Dea Ananda Putri (1911604015)
6. Trianisa Denta Lintang .M (1911604016)
7. Fajar Anggri Syahrial (1911604017)
8. Rizal Azkal Fadilah (1911604018)
9. Venny Mae Sari Walfarianto (1911604019)
10. Rania Norviani (1911604020)

PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
TA 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah suatu sindrom,
kumpulan observasi klinis dan fisiologis yang menggambarkan sebuah keadaan
patologis. ARDS pertama kali dideskripsikan pada tahun 1967 oleh Asbaugh yang
memaparkan 12 kasus dengan gejala gawat napas, gagal napas hipoksemik, dan
infiltrat patchy bilateral pada foto thoraks pasien dengan rentang usia 11 hingga 48
tahun (Hart & Black, 2019). Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
merupakan cedera paru-pau yang terjadi secara akut, difusi inflamasi yang terjadi
peningkatan permeabilitas vaskular paru dan kehilangan udara pada jaringan paru
(Meyer et al., 2021).
ARDS mempengaruhi sekitar 200.000 pasien disetiap tahun di Amerika
Serikat, menyebabkan hampir 75.000 kematian disetiap tahunnya. Mortalitas akibat
ARDS terjadi sekitar 35% hingga 46%. Pasien yang hidup dapat mengalami
morbiditas fisik, neuropsikiatrik, dan neurokognitif yang berat dan persisten, dan
menyebabkan gangguan kualitas hidup yang signifikan sampai 5 tahun setelah pasien
sembuh dari ARDS (Rakhmatullah & Sudjud, 2019). Dalam penelitian (Hartini et al.,
2014) data tahun 2005 menyebutkan angka kejadian ARDS bervariasi antara 17-78
kasus per 100.000 penduduk per tahun dengan insiden tertinggi terjadi di Amerika
Serikat. Data dari The ARDS Network, mortalitas pasien ARDS di Australia sebesar
34%, di China sebesar 52%, dan di India sebesar 47,8%. Di Indonesia data dari bagian
rekam medis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menyebutkan bahwa
mortalitas pasien yang terdiagnosis ARDS ditahun 2011 sebesar 57,8%.
Acute Respiratory Distress Syndrome atau yang lebih dikenal dengan ARDS
yaitu suatu keadaan kegawatdaruratan di bidang pulmonologi yang disebabkan oleh
adanya akumulasi cairan di dalam alveoli yang menyebabkan terjadinya gangguan
dalam pertukaran gas sehingga distribusi oksigen ke jaringan menjadi berkurang
(Cleopas Martin Rumende & Putu Eka Krisnha Wijaya, 2019). Acute Respiratory
Distress Syndrome menjadi suatu keadaan yang menyebbakan terjadinya sesak napas
berat dan sulit untuk bernapas, sehingga penderitanya harus mendapatkan perawatan
di Intensive Care Unit (ICU) serta memiliki angka kematian yang tinggi mencapai
60% (Kemenkes.go.id, 2022).
Dalam (Kemenkes.go.id, 2022) menyebutkan bahwa ada beberapa kondisi dan
penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya Acute Respiratory Distress Syndrome,
seperti sepsis, pneumonia, luka bakar, tersedak atau kondisi nyaris tenggelam,
menerima transfusi darah dengan volume darah yang berlebihan, serta pankreatitis.
ARDS dapat menimbulkan gejala yang bervariasi pada setiap penderitanya,
tergantung dengan penyebab, tingkat keparahan, hingga faktor penyakit lain yang
diderita. Secara umum ada beberapa gejala dan tanda yang dimunculkan oleh ARDS
yaitu, munculnya napas pendek dan cepat, terjadinya sesak napas, tekanan darah
menjadi rendah (hipotensi), tubuh terasa sangat lelah, keringat keluar secara
berlebihan, terjadi sianosis atau warna kebiruan pada bibir dan kuku, munculnya nyeri
pada dada, denyut jantung meningkat (takikardia), menjadi batuk, demam, sakit
kepala atau pusing, dan menjadi bingung (Kemenkes.go.id, 2022).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Cleopas Martin Rumende & Putu Eka
Krisnha Wijaya, 2019) menuliskan bahwa faktor resiko yang disebabkan oleh ARDS
yaitu usia tua atau lansia, jenis kelamin perempuan (terutama pada kasus trauma),
riwayat merokok, serta riwayat alkoholik.
Menurut (Aryasa, 2019) dilakukan penatalaksanaan ARDS yang ditujuan
untuk memperbaiki fungsi ventilasi, perfusi jaringan, keseimbangan airan serta asam
basa, dan mengatasi faktor penyebab. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
terhadap berbagai sistem organ seperti sistem respirasi, sistem gastrointestinal,
kardiovaskuler, hingga multiple organ failure. Prognosis yang kurang baik karena
mortalitas masih tinggi walaupun dengan dilaksanakannya terapi intensif.
DAFTAR PUSTAKA

Aryasa, T. (2019). Penatalaksanaan ARDS. In Universitas Udayana.


http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/26546/1/1d8273f6f6117b50583211d7d2d804b7.pdf
Cleopas Martin Rumende & Putu Eka Krisnha Wijaya. (2019). Acute respiratory distress
syndrome. Indonesia Journal Chest, 6(2).
Hart, R., & Black, E. (2019). Acute respiratory distress syndrome. Anaesthesia and Intensive
Care Medicine, 20(11), 658–662. https://doi.org/10.1016/j.mpaic.2019.09.006
Hartini, K., Amin, Z., Pitoyo, C. W., & Rumende, C. M. (2014). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Mortalitas Pasien ARDS di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Chest, 1(1), 21–26.
Kemenkes.go.id. (2022). ARDS - Acute Respiratory Distress Syndrome.
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/365/ards--acute-respiratory-distress-syndrome
Meyer, N. J., Gattinoni, L., & Calfee, C. S. (2021). Acute respiratory distress syndrome. The
Lancet, 398(10300), 622–637. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(21)00439-6
Rakhmatullah, R., & Sudjud, R. W. (2019). Diagnosis dan Tatalaksana ARDS Diagnosis and
Management of ARDS. Anestesia Dan Critical Care, 37(2), 58–68.

Anda mungkin juga menyukai