M DENGAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA KASUS CHF
DI RUANG MAKKAH RSI A. YANI SURABAYA
Mengetahui,
Dosen Pembimbing,
A. Latar Belakang
Jantung memiliki sebutan lain yaitu kardio, maka kita sering mendengar
istilah kardiovaskuler. Kardiovaskuler adalah sistem pompa darah dan saluran-
salurannya (sampai ukuran mikro). Sistem ini membawa makanan serta oksigen
dalam darah keseluruh tubuh (Russel, 2011). Jantung merupakan organ tubuh
manusia yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia dan pastinya
sangat berbahaya jika jantung kita mempunyai masalah mengingat bahwa banyak
kematian disebabkan oleh penyakit jantung (Nugroho, 2018).
Penyakit jantung adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi
jantung dan pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit jantung, tetapi yang
paling umum adalah penyakit jantung koroner dan stroke, namun pada beberapa
kasus ditemukan adanya penyakit kegagalan pada sistem kardiovaskuler
(Homenta, 2014).
Kegagalan sistem kardiovaskuler atau yang umumnya dikenal dengan istilah
gagal jantung adalah kondisi medis di mana jantung tidak dapat memompa cukup
darah ke seluruh tubuh sehingga jaringan tubuh membutuhkan oksigen dan nutrisi
tidak terpenuhi dengan baik. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung
kiri dan gagal jantung kanan (Mahananto & Djunaidy, 2017).
Data tahun 2019 menunjukkan bahwa 70 persen kematian didunia
disebabkan oleh penyakit tidak menular yaitu sebanyak 39,5 juta dari 56,4 juta
kematian. Dari seluruh kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut,
45% disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah dengan total 17,7 juta
dari 39,5 juta kematian (WHO, 2019).
Hasil riset kesehatan dasar kementrian kesehatan, data menunjukan prevalensi
penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia yaitu sebesar 1,5%
dari total penduduk. Data riskesdas 2019 mengungkapkan tiga provinsi dengan
prevalensi penyakit jantung tertinggi yaitu Provinsi Kalimantan Utara 2,2%,
Daerah Istimewa Yogyakarta 2%, dan Gorontalo 2%. Selain itu 8 provinsi lain
juga memliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional, salah
satunya Provinsi Kalimantan Timur yaitu 1,8% (Kemenkes RI, 2019).
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang serius. Kadang orang salah
mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal
jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan
beban kerjanya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal tergantung bagian
jantung mana yang mengalami gangguan (Russel, 2011).
Penyebab gagal jantung digolongkan berdasarkan sisi dominan jantung yang
mengalami kegagalan. Jika dominan pada sisi kiri yaitu : penyakit jantung
iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral,
miokarditis, kardiomiopati, amioloidosis jantung, keadaan curah tinggi
(tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Apabila dominan pada sisi kanan
yaitu : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit
katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD,PDA), hipertensi pulmonal,
emboli pulmonal masif (Chandrasoma, 2006) dalam (Aspani, 2016).
Pada gagal jantung kanan akan timbul masalah seperti : edema, anorexia,
mual, dan sakit didaerah perut. Sementara itu gagal jantung kiri menimbulkan
gejala cepat lelah, berdebar-debar, sesak nafas, batuk, dan penurunan fungsi
ginjal. Bila jantung bagian kanan dan kiri sama-sama mengalami keadaan gagal
akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak gejala
gagal jantung pada sirkulasi sitemik dan sirkulasi paru (Aspani, 2016).
Pasien dengan tanda dan gejala klinis penyakit gagal jantung akan
menunjukkan masalah keperawatan aktual maupun resiko yang berdampak pada
penyimpangan kebutuhan dasar manusia seperti penurunan curah jantung,
gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, perfusi perifer tidak efektif,
intoleransi aktivitas, hipervolemia, nyeri, ansietas, defisit nutrisi, dan resiko
gangguan integritas kulit (Aspani, 2016).
Pada pasien dengan gagal jantung perencanaan dan tindakan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu memperbaiki kontraktilitas
atau perfusi sistemik, istirahat total dalam posisi semi fowler, memberikan terapi
oksigen sesuai dengan kebutuhan, menurunkan volume cairan yang berlebih
dengan mencatat asupan dan haluaran (Aspani, 2016).
Istirahat total dalam posisi semi fowler dapat mengurangi keluhan yang
dialami pasien gagal jantung diantaranya, sesak nafas dan kesulitan tidur. Hal ini
sejalan dengan penelitian (Melanie, 2012) tentang sudut posisi tidur semi fowler
45° terhadap kualitas tidur dan tanda vital pasien gagal jantung diruang rawat
intensif RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Hasil Penelitian ini membuktikan
adanya pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pasien gagal
jantung. Namun, tidak ada pengaruh yang signifikan antara sudut posisi tidur
terhadap tanda vital. Oleh karena itu pengaturan sudut posisi tidur dapat
menghasilkan kualitas tidur yang baik, sehingga bisa dipertimbangkan sebagai
salah satu intervensi untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien.
Melihat ringkasan kasus di atas, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan
keperawatan pada Ny. M dengan kasus CHF.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien CHF untuk mengurangi sesak
nafas?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien CHF untuk mengurangi
sesak nafas.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran asuhan keperawatan dengan gangguan kebutuhan
oksigenasi pada pasien CHF
b. Mengetahui gambaran evaluasi pemberian oksigenasi pada pasien CHF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
B. Konsep CHF
1. Pengertian CHF
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup (Ongkowijaya & Wantania, 2016).
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung disebabkan oleh
gangguan yang menghabiskan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik)
(Sudoyo Aru,dkk 2009) dalam (Nurarif, a.h 2015).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan
tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspani, 2016).
2. Etiologi CHF
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut :
(Aspani, 2016)
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus
paten 2)
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya kardiomiopati.
Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
b. Aterosklerosis coroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan
mengubah daya kembang ruang jantung .
c. Hipertensi
Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load) Meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya
infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial
maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan
preload) sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban tekanan (after load).
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Manifestasi Klinik CHF
a. Gagal Jantung Kiri
1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi
oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3
atau “gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
(PND).
3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak.
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.
6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari).
7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejalagejala seperti:
gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas,
sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.
8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.
b. Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena.
1) Edema ekstremitas bawah
2) Distensi vena leher dan escites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena dihepar
4) Anorexia dan mual
5) Kelemahan
4. Klasifikasi CHF
Klasifikasi Fungsional gagal jantung menurut New York Heart Association
(NYHA), sebagai berikut :
Tabel 2.1 : Klasifikasi Fungsional gagal jantung
Kelas 1 Tidak ada batasan : aktivitas fisik yang biasa tidak
menyebabkan dipsnea napas, palpitasi atau keletihan
berlebihan
Kelas 2 Gangguan aktivitas ringan : merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan
dan palpitasi.
Kelas 3 Keterbatasan aktifitas fisik yang nyata : merasa nyaman
ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa
dapat menimbulkan gejala.
Kelas 4 Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa merasa
tidak nyaman : gejala gagal jantung kongestif ditemukan
bahkan pada saat istirahat dan ketidaknyamanan semakin
bertambah ketika melakukan aktifitas fisik apapun.
Sumber : (Aspiani,2016)
5. Patofisiologi CHF
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai
organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal
disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan
jantung normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada
penurunan curah jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer
yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal
akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-
mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila
curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka
volume sekuncup yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
preload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan
kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan
ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu
terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi
sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami
kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal
jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru
akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus
gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama
EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal
f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi
ginjal terapi diuretic
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan
indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas
tiroid sebagai pencetus gagal jantung
7. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut:
a. Terapi farmakologi :
Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin
converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor blocker
(ARB), glikosida jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia pada
pasien dengan keluhan konstipasi.
b. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan gaya hidup,
pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta
pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor resiko
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh
perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan
luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan
SIKI adalah :
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
. Keperawatan Hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas tindakan keperawatan (1.019014)
berhubungan dukungan mobilisasi Tindakan
dengan selama 1x 24 jam Obervasi
perubahan diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi irama,
membran gas meningkat dengan kedalaman dan upaya nafas
alveolus-kapiler kriteria hasil : 2. Monitor pola nafas
3. Monitor kemampuan batuk
Pertukaran Gas efektif
(L. 01003) 4. Monitor nilai AGD
1. Dipsnea menurun 5. Monitor saturasi oksigen
2. Bunyi nafas
tambahan menurun Terapeutik
3. Pola nafas 1. Dokumentasi hasil
membaik pemantauan
4. PCO2 dan O2 Edukasi
membaik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
efektif tindakan keperawatan (1.0011)
berhubungan dukungan mobilisasi Tindakan
dengan selama 1 x 24 jam Obervasi
hambatan upaya diharapkan pola nafas 1. Monitor pola nafas
nafas (mis: membaik dengan (frekuensi, kedalaman, usaha
nyeri saat kriteria hasil : nafas)
bernafas) 2. Monitor bunyi nafas
Pola Nafas tambahan (mis: gagling,
(L. 01004) mengi, Wheezing, ronkhi)
1. Frekuensi nafas 3. Monitor sputum (jumlah,
dalam rentang warna, aroma)
normal
2. Tidak ada Terapeutik
pengguanaan otot Posisikan semi fowler atau
bantu pernafasan fowler
3. Pasien tidak
menunjukkan tanda Edukasi
dipsnea Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
3. Penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung (1.02075)
curah jantung tindakan keperawatan Tindakan
berhubungan dukungan mobilisasi Obervasi
dengan selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi tanda/gejala
perubahan diharapkan curah primer penurunan curah
preload / jantung meningkat jantung
perubahan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi tanda/gejala
afterload / sekunder penurunan curah
perubahan Curah Jantung jantung
kontraktilitas (L.02008) 3. Monitor intake dan output
1. Tanda vital dalam cairan
rentang normal 4. Monitor keluhan nyeri dada
2. Kekuatan nadi
perifer meningkat Terapeutik
3. Tidak ada edema Berikan terapi terapi relaksasi
untuk mengurangi strees, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan berakitifitas fisik
secara bertahap
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR
IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. M Register Medik : 71-41-07
Usia : 79 Tahun Tanggal MRS : 25-08-2021
Jenis Kelamin : Perempuan Diagnosa Medik : CHF
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SD
Alamat : Jambangan, Surabaya
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Alasan masuk RS : Pasien mengeluhkan kaki bengkak dan sesak nafas
b. Riwayat kesehatan : Pasien mengatakan memiliki penyakit diabetes dan hipertensi
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Pasien mengatakan memiliki penyakit diabetes dan hipertensi sudah sejak lama
b. Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan minuman maupun obat
3. Alergi : Tidak ada alergi
Imunisasi : Pasien mengatakan lupa
Merokok/alkohol : Pasien tidak merokok dan mengonsumsi alkohol
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Dari pihak keluarga pasien sebelumnya ada yang
pernah mengalami penyakit yang sama dengan pasien yaitu hipertensi dari orang
tua pasien.
5. Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki : Klien atau klien
: Perempuan : Tinggal serumah
2. Istirahat Tidur
Lama tidur : 6 – 8 jam
Tidur siang : Ya Tidak
Kesulitan tidur di RS : Tidak Ya, alasan: ___________
Kesulitan tidur :
Menjelang tidur
Mudah terbangun
Tidak segar saat bangun
Eliminasi Uri
Frekuensi : Untuk BAK pasien terpasang kateter.Urine
berwarna kuning jernih, ± 500 cc.
Warna/darah : Kuning / Tidak ada darah
Riwayat penyakit : penyakit ginjal trauma
Penggunaan kateter : Ya Tidak
Kebutuhan pemenuhan eliminasi uri: mandiri tergantung dengan bantuan
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
2. Tanda Vital, Tinggi Badan, Berat Badan
Suhu : 36 °C Axilla Rectal Oral
Nadi : 70 kali/menit
Teratur Tidak Teratur Kuat Lemah
RR : 24 kali/menit
Normal Cyanosis Cheynestoke Kusmaul
Teratur Tidak Teratur
TD : 93/60 mmHg
a. Sistem tubuh
B1 (Breathing)
Hidung : Normal dan simetris tidak terdapat lesi
Trakea : Normal, tidak ada gangguan saat melakukan pernafasan
Nyeri v Dyspnea Orthopnea Cyanosis
Batuk Darah Napas Dangkal Retraksi Dada Sputum
Trakeostomi Respirator
Suara Napas Tambahan : Tidak ada suara napas tambahan
Wheezing lokasi : ___________________
Ronchi lokasi : ___________________
Rales lokasi : ___________________
Crackles lokasi : ___________________
Bentuk Dada
Simetris Tidak Simetris
√ Lainnya, Terpasang oksigen nasal kanul 4 lpm
B2 (Bleeding)
Nyeri Dada Pusing Sakit Kepala
Kram Kaki Palpitasi Clubbing Finger
Suara jantung
normal
lainnya, _______________________________
Edema
Palpebra Anasarka Ekstremitas Atas Ascites
√ Ekstremitas Bawah Tidak Ada Lainnya, ________________
Capillary Refill Time = >2 detik
B3 (Brain)
Composmentis Apatis Somnolen Spoor
Koma Gelisah
Glasgow Coma Scale
E= 4V=5M=6 Nilai Total = 15
Mata :
Sklera Putih Icterus Merah Perdarahan
Konjungtiva Pucat Merah Muda
Pupil Isokor Anisokor Miosis Midriasis
Leher : Tidak ada benjolan (tidak ada pembesaran vena jugularis)
Refleks (spesifik) : Normal
Persepsi sensori
Pendengaran : Normal ka/ki
Penciuman : Normal berfungsi dengan baik
Pengecapan : Manis Asin Pahit
Penglihatan : Normal ka/ki
Perabaan Panas Dingin Tekan
B4 (Bladder)
Produksi urine : 500 ml/hari Frekuensi : 5 – 6 kali/hari
Warna : Kuning Bau : Khas
Oliguria Poliuri Dysuria Hematuria Nocturia
Nyeri Kateter Menetes Panas Sering
Inkotinen Retensi Cystotomi Tidak Ada Masalah
Alat Bantu, Kateter
Lainnya, _________________________
B5 (Bowel)
Mulut dan Tenggorokan : Mulut bersih, tidak ada gigi palsu, gigi rapat berwarna
putih kekuningan, mukosa bibir lembab, tidak berbau mulut
Abdomen (IAPP) :
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, warna kulit merata,
tidakterdapat bekas luka.
Auskultasi : Peristaltik usus 10 kali permenit, terdengar jelas
Perkusi : Terdengar hasil ketukan “tympani” di semua kuadran
abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat edema, tidak terdapat
massa dan benjolan yang abnormal
Rectum : Pada anus dan rectum normal, tidak terdapat lesi, tidak
tedapat pembengkakan. Warna merah tua.
BAB : Belum bab Konsistensi :-
Diare Konstipasi Feses Berdarah Tidak Terasa Lavement
Kesulitan Melena Colostomy Wasir Pencahar
Tidak Ada Masalah
Alat Bantu, colostomy bag
Diet Khusus, rendah lemak dan rendah garam
B6 (Bone)
Kemampuan Pergerakan Sendi √ Bebas Terbatas
Parese : Ya Tidak
Paralise : Ya Tidak
Kekuatan otot : 5555 | 4444
5555 | 2222
Extremitas Atas : Tangan kanan mengalami kelemahan dan tangan kiri bisa
digerakkan secara leluasa. Kekuatan otot kanan 4 dan kiri 5. Tangan kiri terpasang
infus asering 20 tpm. Kuku pada jari tangan terlihat bersih
Patah Tulang Peradangan Perlukaan Tidak Ada Kelainan
Lokasi, ____________________________________
Extremitas Bawah : Kaki kanan mengalami kelemahan dankiritidak terjadi
kelemahan, anggota gerak lengkap, tidak terdapat edema, kekuatan otot kanan 2 dan
kiri 5. Kuku pada jari kaki terlihat bersih
Patah Tulang Peradangan Perlukaan Tidak Ada Kelainan
Lokasi, ____________________________________
Tulang Belakang : Tidak terkaji
Warna Kulit : Ikterik Cyanosis Pucat
Kemerahan Pigmentasi
Akral : Hangat Panas
Dingin Basah Dingin Kering
Turgor : √ Baik Cukup Buruk/Menurun
Sistem Endokrin
Terapi hormon : Tidak ada terapi hormon
Karakteristik Seks Sekunder : Normal
Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan Fisik :
Perubahan Ukuran Kepala, Tangan, Kaki Pada Saat Dewasa
Kekeringan Kulit Atau Rambut
Exopthalmus Polidipsi
Goiter Poliphagi
Hipoglikemia Poliuria
Intoleran Panas Postural Hipotensi
Intoleran Dingin Kelemahan
Sistem Reproduksi
Perempuan
Bentuk Normal Tidak Normal
Kebersihan Bersih Kotor
E. PSIKOSOSIAL SPIRITUAL
1. Sosial Interaksi
Kenal Tidak Kenal Lainnya, ___________
Dukungan Keluarga
Aktif Kurang Tidak Ada
Dukungan Kelompok/Teman/Masyarakat
Aktif Kurang Tidak Ada
Reaksi Saat Interaksi
Tidak Kooperatif Bermusuhan Mudah Tersinggung Defensif
Curiga Kontak Mata Lainnya, Tidak ada gangguan interaksi
Konflik Yang Terjadi
Peran Nilai Lainnya, tidak ada konflik peran dan nilai
2. Spiritual
Konsep Tentang Penguasaan Kehidupan
Allah Tuhan Dewa Lainnya, _______
Sumber Kekuatan/Harapan Saat Sakit
Allah Tuhan Dewa Lainnya, ____
Ritual Agama Yang Bermakna Saat Ini
Shalat Baca Kitab Suci Lainnya, _________________
Sarana/Peralatan/Orang Yang Diperlukan Untuk Melaksanakan Ritual Agama
Lewat Ibadah Rohaniawan Lainnya, _________________
Upaya Kesehatan Yang Bertentangan Dengan Keyakinan Agama
Makanan Tindakan Obat Lainnya, tidak ada
Keyakinan Bahwa Tuhan Akan Menolong Dalam Menghadapi Situasi Saat Ini
Ya Tidak
Keyakinan Bahwa Penyakit Dapat Disembuhkan
Ya Tidak
Persepsi Terhadap Penyebab Penyakit
Hukuman Cobaan Peringatan Lainnya, _____
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1. Kreatinin 0,97 mg/dl
2. Natrium 143,2 mmol/L
3. Kalium 2,30 mmol/L
4. Cholrida 107,2 mmol/L
5. Albumin 3,0 mg/dl
Rontgen
Diagnosa Klinis : CHF
Kesan :
a. Cor : membesar
b. Tampak peningkatan pulmonalvascularity, cephalisasi (+), bronchovascular patern
baik
G. TERAPI MEDIK
1. Lasik 3 x 1 amp
2. Plasbumin sirup 20% 50 cc 1 x 1 (2 hari)
3. Octalbin 25% 100 cc 1 flash
4. Futrolit 7 tpm
5. KCL 25 meq
6. Albuforce 3 x 2
7. Metformin 3 x 500 mg
8. Fasorbid 3 x 5 mg
9. CPG 1 x 25 mg
10. KSR 3 x 1 tab
ANALISA DATA
Data Objektif :
a. Keadaan umum : cukup,
composmentis
b. Pasien tampak lemah
c. Pasien terpasang oksigen
NRM 15 lpm
d. TTV
1) TD = 102/60 mmHg
2) Nadi = 70 x/menit
3) Suhu = 36,20C
4) RR= 24 x/menit
e. GDA = 98 mg/dl
f. SPO2 = 98%
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan
.
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis:
nyeri saat bernafas) ditandai dengan pasien dispnea (sesak nafas),
penggunaan otot bantu pernafasan (oksigen NRM 15 lpm), fase ekspirasi
memanjang, dan pola napas abnormal
INTERVENSI KEPERAWATAN
Edukasi
Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
CATATAN PERKEMBANGAN
Planning :
Observasi TTV
4. Pola nafas 29 September 2021 29 September 2021 Ratn
tidak efektif 07.00 WIB 07.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan
nafas)
Respon : pasien Objektif :
kooperatif 1. Pasien terpasang
Hasil : oksigen masker 8
SPO2 : 99% lpm
RR : 20 x/menit 2. SPO2 : 99%
2. Kolaborasi 3. Pasien terpasang
pemberian infus 7 tpm
bronkodilator, (Futrolit)
ekspetoran, 4. GCS : 456
mukolitik, jika perlu. 5. Terpasang DC (+)
Respon : pasien 6. Pasien tampak
kooperatif lemah
Hasil : 7. TTV
Pasien terpasang TD : 90/47 mmHg
oksigen masker 8 Suhu : 36,2 oC
lpm dan pasien RR : 20 x/menit
terpasang infus 7 Nadi : 80 x/menit
tpm (Futrolit)
Analisis :
Masalah teratasi
sebagian
Planning :
Observasi TTV
5. Pola nafas 30 September 2021 28 September 2021 Ratn
tidak efektif 07.00 WIB 07.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan
nafas)
Respon : pasien Objektif :
kooperatif 1. Pasien terpasang
Hasil : oksigen nasal 4 lpm
SPO2 : 98% 2. SPO2 : 98%
RR : 20 x/menit 3. Pasien terpasang
2. Kolaborasi infus 14 tpm
pemberian (Futrolit)
bronkodilator, 4. GCS : 456
ekspetoran, 5. Terpasang DC (+)
mukolitik, jika perlu. 6. Pasien tampak
Respon : pasien lemah
kooperatif 7. TTV
Hasil : TD : 100/47 mmHg
Pasien terpasang Suhu : 36,7 oC
oksigen nasal 4 lpm RR : 20 x/menit
dan pasien terpasang Nadi : 75 x/menit
infus 14 tpm
(Futrolit) Analisis :
Masalah teratasi
sebagian
Planning :
Observasi TTV
6. Pola nafas 01 Oktober 2021 01 Oktober 2021 Ratn
tidak efektif 15.00 WIB 15.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan
nafas)
Respon : pasien Objektif :
kooperatif 1. Pasien terpasang
Hasil : oksigen nasal 4 lpm
SPO2 : 99% 2. SPO2 : 99%
RR : 20 x/menit 3. Pasien terpasang
2. Kolaborasi infus 14 tpm
pemberian (Futrolit)
bronkodilator, 4. GCS : 456
ekspetoran, 5. Terpasang DC (+)
mukolitik, jika perlu. 6. Pasien tampak
Respon : pasien lemah
kooperatif 7. TTV
Hasil : TD : 107/62 mmHg
3. Pasien terpasang Suhu : 36,4 oC
oksigen nasal 4 lpm RR : 20 x/menit
dan pasien terpasang Nadi : 82 x/menit
infus 14 tpm
(Futrolit) Analisis :
Masalah teratasi
sebagian
Planning :
Observasi TTV
7. Pola nafas 02 Oktober 2021 02 Oktober 2021 Ratn
tidak efektif 15.00 WIB 15.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan
nafas)
Respon : pasien Objektif :
kooperatif 1. Pasien terpasang
Hasil : oksigen nasal 4 lpm
SPO2 : 99% 2. SPO2 : 99%
RR : 20 x/menit 3. Pasien terpasang
2. Kolaborasi infus 14 tpm
pemberian (Futrolit)
bronkodilator, 4. GCS : 456
ekspetoran, 5. Terpasang DC (+)
mukolitik, jika perlu. 6. Pasien tampak
Respon : pasien lemah
kooperatif 7. TTV
Hasil : TD : 107/62 mmHg
4. Pasien terpasang Suhu : 36,4 oC
oksigen nasal 4 lpm RR : 20 x/menit
dan pasien terpasang Nadi : 82 x/menit
infus 14 tpm
(Futrolit) Analisis :
Masalah teratasi
sebagian
Planning :
Observasi TTV
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia