Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI PADA NY.

M DENGAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA KASUS CHF
DI RUANG MAKKAH RSI A. YANI SURABAYA

RATNA DWI HANDAYANI


NIM. 1120021038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dibuat dan disusun


sebagai bukti bahwa mahasiswa di bawah ini telah mengikuti Praktikum Profesi
Ners :
Nama Mahasiswa : Ratna Dwi Handayani
NIM : 1120021038
Kompetensi : Keperawatan Dasar Profesi
Waktu Pelaksanaan : 27 September – 10 Oktober 2021
Tempat : Ruang Makkah RSI A. Yani Surabaya

Surabaya, 28 September 2021


CI Ruangan Makkah, Mahasiswa,

Istifariana, S.Kep., Ns. Ratna Dwi Handayani


NIP. 19051010 NIM. 1120021038

Mengetahui,
Dosen Pembimbing,

Riska Rohmawati, S.Kep., Ns., M.Tr.Kep.


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jantung memiliki sebutan lain yaitu kardio, maka kita sering mendengar
istilah kardiovaskuler. Kardiovaskuler adalah sistem pompa darah dan saluran-
salurannya (sampai ukuran mikro). Sistem ini membawa makanan serta oksigen
dalam darah keseluruh tubuh (Russel, 2011). Jantung merupakan organ tubuh
manusia yang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia dan pastinya
sangat berbahaya jika jantung kita mempunyai masalah mengingat bahwa banyak
kematian disebabkan oleh penyakit jantung (Nugroho, 2018).
Penyakit jantung adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi
jantung dan pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit jantung, tetapi yang
paling umum adalah penyakit jantung koroner dan stroke, namun pada beberapa
kasus ditemukan adanya penyakit kegagalan pada sistem kardiovaskuler
(Homenta, 2014).
Kegagalan sistem kardiovaskuler atau yang umumnya dikenal dengan istilah
gagal jantung adalah kondisi medis di mana jantung tidak dapat memompa cukup
darah ke seluruh tubuh sehingga jaringan tubuh membutuhkan oksigen dan nutrisi
tidak terpenuhi dengan baik. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung
kiri dan gagal jantung kanan (Mahananto & Djunaidy, 2017).
Data tahun 2019 menunjukkan bahwa 70 persen kematian didunia
disebabkan oleh penyakit tidak menular yaitu sebanyak 39,5 juta dari 56,4 juta
kematian. Dari seluruh kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut,
45% disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah dengan total 17,7 juta
dari 39,5 juta kematian (WHO, 2019).
Hasil riset kesehatan dasar kementrian kesehatan, data menunjukan prevalensi
penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia yaitu sebesar 1,5%
dari total penduduk. Data riskesdas 2019 mengungkapkan tiga provinsi dengan
prevalensi penyakit jantung tertinggi yaitu Provinsi Kalimantan Utara 2,2%,
Daerah Istimewa Yogyakarta 2%, dan Gorontalo 2%. Selain itu 8 provinsi lain
juga memliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional, salah
satunya Provinsi Kalimantan Timur yaitu 1,8% (Kemenkes RI, 2019).
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang serius. Kadang orang salah
mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal
jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan
beban kerjanya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal tergantung bagian
jantung mana yang mengalami gangguan (Russel, 2011).
Penyebab gagal jantung digolongkan berdasarkan sisi dominan jantung yang
mengalami kegagalan. Jika dominan pada sisi kiri yaitu : penyakit jantung
iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral,
miokarditis, kardiomiopati, amioloidosis jantung, keadaan curah tinggi
(tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Apabila dominan pada sisi kanan
yaitu : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit
katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD,PDA), hipertensi pulmonal,
emboli pulmonal masif (Chandrasoma, 2006) dalam (Aspani, 2016).
Pada gagal jantung kanan akan timbul masalah seperti : edema, anorexia,
mual, dan sakit didaerah perut. Sementara itu gagal jantung kiri menimbulkan
gejala cepat lelah, berdebar-debar, sesak nafas, batuk, dan penurunan fungsi
ginjal. Bila jantung bagian kanan dan kiri sama-sama mengalami keadaan gagal
akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak gejala
gagal jantung pada sirkulasi sitemik dan sirkulasi paru (Aspani, 2016).
Pasien dengan tanda dan gejala klinis penyakit gagal jantung akan
menunjukkan masalah keperawatan aktual maupun resiko yang berdampak pada
penyimpangan kebutuhan dasar manusia seperti penurunan curah jantung,
gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, perfusi perifer tidak efektif,
intoleransi aktivitas, hipervolemia, nyeri, ansietas, defisit nutrisi, dan resiko
gangguan integritas kulit (Aspani, 2016).
Pada pasien dengan gagal jantung perencanaan dan tindakan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu memperbaiki kontraktilitas
atau perfusi sistemik, istirahat total dalam posisi semi fowler, memberikan terapi
oksigen sesuai dengan kebutuhan, menurunkan volume cairan yang berlebih
dengan mencatat asupan dan haluaran (Aspani, 2016).
Istirahat total dalam posisi semi fowler dapat mengurangi keluhan yang
dialami pasien gagal jantung diantaranya, sesak nafas dan kesulitan tidur. Hal ini
sejalan dengan penelitian (Melanie, 2012) tentang sudut posisi tidur semi fowler
45° terhadap kualitas tidur dan tanda vital pasien gagal jantung diruang rawat
intensif RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Hasil Penelitian ini membuktikan
adanya pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pasien gagal
jantung. Namun, tidak ada pengaruh yang signifikan antara sudut posisi tidur
terhadap tanda vital. Oleh karena itu pengaturan sudut posisi tidur dapat
menghasilkan kualitas tidur yang baik, sehingga bisa dipertimbangkan sebagai
salah satu intervensi untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien.
Melihat ringkasan kasus di atas, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan
keperawatan pada Ny. M dengan kasus CHF.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien CHF untuk mengurangi sesak
nafas?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien CHF untuk mengurangi
sesak nafas.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran asuhan keperawatan dengan gangguan kebutuhan
oksigenasi pada pasien CHF
b. Mengetahui gambaran evaluasi pemberian oksigenasi pada pasien CHF
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Oksigenasi


1. Definisi
Definisi dari kebutuhan oksigen adalah kebutuhan dasar manusia dalam
pemenuhan oksigen yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Potter dan Perry,
2009). Oksigen (O2) merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup
sel dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh
secara terus-menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses pernafasan.
Pada atmosfer, gas selain oksigen juga dapat karbon dioksida (CO), nitrogen (N),
dan unsur-unsur lain seperti argon dan belium (Tarwotp dan Wartonah, 2015).
Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dn
jaringan tubuh karenaa oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara
terus menrus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Di
atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon dioksida, nitrogen, dan unsur-
unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoo & Wartonah, 2015).
2. Penyebab Kebutuhan Oksigenasi
Menurut (Tarwoto & Wartonah, 2010) faktor-faktor yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi, yaitu:
a. Faktor fisiologi
1) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
nafas bagian atas.
2) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transpor O2
terganggu.
3) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka
dan lain-lain.
4) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, muskulus skeleton yang abnormal dan asma
b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stres
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
c. Faktor perilaku
1) Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi
yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang
tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.
2) Exercise: exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Merokok: nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
4) Substance abuse (alkohol dan obat-obatan): menyebabkan intakenutrisi/Fe
menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan
depresi pusat pernapasan.
5) Kecemasan: menyebabkan metabolisme meningkat
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja (polusi).
2) Suhu lingkungan.
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut.
3. Patofisiologi Kebutuhan Oksigen
Proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernapasan eksternal
dan pernapasan internal. Pernapasan eksternal adalah proses pertukaran gas secara
keseluruhan antara lingkungan eksternal dan pembuluh kapiler paru (kapiler
pulmonalis), sedangkan pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas
antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh (Saputra, 2013).
Tercapainya fungsi utama dari sistem pernapasan sangat tergantung dari
proses fisiologi sistem pernapasan itu sendiri yaitu ventilasi pulmonal, difusi gas,
transfortasi gas serta perfusi jaringan. Keempat proses oksigenasi ini didukung
oleh baik atau tidaknya kondisi jalan napas, keadaan udara di atmosfir, otot-otot
pernapasan, fungsi sistem kardiovaskuler serta kondisi dari pusat pernapasan
(Atoilah & Kusnadi, 2013). Sel di dalam tubuh sebagian besarnya memperoleh
energi melalui reaksi kimia yang melibatkan oksigenasi dan pembuangan
karbondioksida. Proses Pertukaran gas dari pernapasan terjadi di lingkungan dan
darah (Ernawati, 2012).
a. Pernapasan eksternal Pernapasan eksternal dapat dibagi menjadi tiga tahapan,
yaitu ventilasi pulmoner, difusi gas, dan transfor oksigen serta karbon
dioksida ( Saputra, 2013).
1) Ventilasi
Ventilasi merupakan pergerakan udara masuk dan kemudian keluar dari paru-
paru (Tarwoto & Wartonah, 2011). Keluar masuknya udara dari atmosfer kedalam
paru-paru terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang menyebabkan
udara bergerak dari tekanan yang tinggi ke daerah yang bertekanan lebih rendah.
Satu kali pernapasan adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Inspirasi
merupakan proses aktif dalam menghirup udara dan membutuhkan energi yang
lebih banyak dibanding dengan ekspirasi. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali
inspirasi ± 1 – 1,5 detik, sedangkan ekspirasi lebih lama yaitu ± 2 – 3 detik dalam
usaha mengeluarkan udara (Atoilah, 2013).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), ada tiga kekuatan yang berperan
dalam ventilasi, yaitu ; compliance ventilasi dan dinding dada, tegangan
permukaan yang disebabkan oleh cairan alveolus, dan dapat diturunkan oleh
adanya surfaktan serta pengaruh otot-otot inspirasi.
a) Compliance atau kemampuan untuk meregang merupakan sifat yang dapat
diregangkannya paru-paru dan dinding dada, hal ini terkait dengan volume
serta tekanan paru-paru. Struktur paru-paru yang elastic akan memungkinkan
paru-paru untuk meregang dan mengempis yang menimbulkan perbedaan
tekanan dan volume, sehingga udara dapat keluar masuk paru-paru.
b) Tekanan surfaktan. Perubahan tekanan permukaan alveolus mempengaruhi
kemampuan compliance paru. Tekanan surfaktan disebabkan oleh adanya
cairan pada lapisan alveolus yang dihasilkan oleh sel tipe II.
c) Otot-otot pernapasan. Ventilasi sangat membutuhkan otot-otot pernapasan
untuk megembangkan rongga toraks.
2) Difusi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), difusi adalah proses pertukaran
oksigen dan karbon dioksida dari alveolus ke kapiler pulmonal melalui
membrane, dari area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi yang
rendah. Proses difusi dari alveolus ke kapiler paru-paru antara oksigen dan karbon
dioksida melewati enam rintangan atau barier, yaitu ; melewati surfaktan,
membran alveolus, cairan intraintestinal, membran kapiler, plasma, dan membran
sel darah merah. Oksigen berdifusi masuk dari alveolus ke darah dan karbon
dioksida berdifusi keluar dari darah ke alveolus. Karbon dioksida di difusi 20 kali
lipat lebih cepat dari difusi oksigen, karena CO2daya larutnya lebih tinggi.
Beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi adalah sebagai berikut ;
a) Perbedaan tekanan pada membran. Semakin besar perbedaan tekanan maka
semakin cepat pula proses difusi.
b) Besarnya area membrane. Semakin luas area membrane difusi maka akan
semakin cepat difusi melewati membran.
c) Keadaan tebal tipisnya membran. Semakin tipis maka akan semakin cepat
proses difusi.
d) Koefisien difusi, yaitu kemampuan terlarut suatu gas dalam cairan membran
paru. Semakin tinggi koefisien maka semakin cepat difusi terjadi.
3) Transfor oksigen
Sistem transfor oksigen terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskuler.
Penyampaian tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke dalm paru-paru
(ventilasi), darah mengalir ke paru-paru dan jaringan (perfusi), kecepatan difusi,
serta kapasitas kandungan paru ( Perry & Potter, 2009).
Menurut Atoilah (2013), untuk mencapai jaringan sebagian besar (± 97 %)
oksigen berikatan dengan haemoglobin, sebagian kecil akan berikatan dengan
plasma (± 3 %). Setiap satu gram Hb dapat berikatan dengan 1,34 ml oksigen bila
dalam keadaan konsentrasi drah jenuh (100 %). Ada beberapa faktor-faktor yang
memengaruhi transportasi oksigen, yaitu :
a) Cardiac Output
Saat volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang maka jumlah
oksigen yang ditransport juga akan berkurang.
b) Jumlah eritrosit atau HB
Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb akan berkurang
juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c) Latihan fisik
Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya pembuluh
darah sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan lancar menuju daerah
tujuan.
d) Hematokrit
Perbandingan antara zat terlarut atau darah dengan zat pelarut atau plasma
darah akan memengaruhi kekentalan darah, semakin kental keadaan darah maka
akan semakin sulit untuk ditransportasi.
e) Suhu lingkungan
Panas lingkungan sangat membantu memperlancar peredaran darah.
b. Pernapasan internal
Pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas antara pembuluh darah
kapiler dan jaringan tubuh. Setelah oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah,
darah yang banyak mengandung oksigen akan diangkut ke seluruh tubuh hingga
mencapai kapiler sistemik. Di bagian ini terjadi pertukaran oksigen dan karbon
dioksida antara kapiler sistemik ke sel jaringan, sedangkan karbon dioksida
berdifusi dari sel jaringan ke kapiler sistemik (Saputra,2013). Pertukaran gas dan
penggunaannya di jaringan merupakan proses perfusi. Proses ini erat kaitannya
dengan metabolisme atau proses penggunaan oksigen di dalam paru (Atoilah &
Kusnadi, 2013).
4. Penatalaksanaan Pemenuhan Oksigen
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan
pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 >
21 %. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan
mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja
napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau
SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
a. Perubahan frekuensi atau pola napas
b. Perubahan atau gangguan pertukaran gas
c. Hipoksemia
d. Menurunnya kerja napas
e. Menurunnya kerja miokard
f. Trauma berat
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode,
diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas
dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lender atau subtioning (Abdullah,
2014).
g. Inhalasi oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran pernapsan dengan
menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan
memenuhi kebutuhan oksigen dan mencega terjadinya hipoksia (Hidayat, 2009).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi oksigen
yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah
Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen dan
masih mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini
diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen
diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana,
sungkup muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong
non rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula.
Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat memberikan oksigen
dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana
Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau dengan aliran 5
– 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Sungkup muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang terus
mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi,
oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi
pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing
Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup terbuka
pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang fungsinya
mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi.
Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen
80 – 100%.
2) Sistem aliran tinggi
Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan
tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah
dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2
– 15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang
menuju sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur
sesuai dengan warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%,
kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.
a. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
cara postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan
sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi
pola pernapasan dan membersihkan jalan napas (Hidayat, 2009).
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada punggung
pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh yang dilakukan secara
bergantian dengan tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus sehingga
pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara memberikan
getaran yang kuat dengan menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada dada
pasien secara mendatar, tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan turbulensi
udara yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus terlepas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret dari
berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan dalam
pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen paru.
4) Napas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi
alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan
efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk efektif merupakan cara yang
dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara efektif
dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau
benda asing di jalan napas (Hidayat, 2009).
5) Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lender sendiri.
Tindakan ini memiliki tujuan untukmembersihkan jalan napas dan memenuhi
kebutuhan oksigen (Hidayat, 2009).
5. Komplikasi
Gangguan yang Biasa Menimpa Sistem Respirasi Pernapasan merupakan
proses pertukaran udara yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh.
Sistem ini bekerja dengan cara menyaring udara sehingga memberikan oksigen
bagi tubuh. Produk buangan dari sistem respirasi berupa karbondioksida
dikeluarkan saat mengembuskan napas. juga berfungsi menyesuaikan suhu dan
kelembapan tubuh dengan udara sekitar. Fungsi lainnya yang tidak kalah penting
yakni sebagai indra penciuman (hidung), penghasil suara, serta membantu dalam
mengatur keseimbangan dan pemeliharaan fungsi berbagai sistem organ di dalam
tubuh. Untuk dapat bernapas dengan baik, saluran pernapasan yang sehat berperan
sangat penting. Saluran pernapasan terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
adalah saluran napas atas yang meliputi area mulut, hidung, tenggorokan, laring,
dan trakea. Bagian kedua adalah saluran pernapasan bawah yang meliputi bronkus
(cabang tenggorok), bronkiolus, dan alveoli di paru-paru.
a) Gangguan Respirasi yang Sering Terjadi
Jika salah satu bagian dari organ respirasi bermasalah, secara otomatissistem
respirasi pun akan terganggu. Berikut beberapa gangguan respirasi:
b) Flu (influenza)
Penyakit influcnza disebabkan oleh virus dan mudah sekali menular.
Penularan bisa melalui kontak langsung ke cairan atau melalui cairan yang keluar
dari penderita saat batuk atau bersin. Saat flu, hidung dipenuhi lendir sehingga
mengganggu pernapasan.
c) Faringitis
Keluhan utama pada penyakit ini adalah nyeri tenggorokan. Faringitis
seringkali disebabkan olch infeksi virus, namun dapat juga disebabkan oleh
bakteri, sehingga untuk penanganannya dibutuhkan antibiotik. Beberapa kasus
faringitis disebabkan oleh alergi atau iritasi pada tenggorokan.
d) Laringitis
Laringitis adalah gangguan pernapasan yang menyerang laring atau pita
suara. Peradangan yang terjadi biasanya discbabkan oleh penggunaan pita suara
berlebihan, iritasi, atau infeksi pada laring. Suara serak atau parau bahkan hilang
Sama sekali adalah gejala umum yang muncul jika seseorang mengalami
laringitis.
e) Asma
Asma disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Sesak napas menjadi
tanda umum dari penyakit ini. Biasanya sesak napas dibarengi oleh mengi
(wheezing) yang merupakan suara khas bernada tinggi saat pasien mengeluarkan
napas.
f) Bronkitis
Bronkitis adalah peradangan pada bronkus, yang merupakan saluran udara
dari dan ke paru-paru. Bronkitis umumnya dicirikan dengan batuk berdahak yang
kadang dahaknya bisa berubah warna.
g) Emfisema
Emfisema menyerang kantung udara alias alveoli. Seseorang yang terkena
emfisema tidak selalu menunjukkan gejala yang khas. Namun seiring perjalanan
penyakitnya, biasanya penderita kondisi ini lambat laun akan mengalami sesak
saat bernapas.
h) Pneumonia
Pneumonia, atau yang biasa disebut dengan radang paru-paru, merupakan
peradangan akibat infeksi. Batuk berdahak, demam, dan sesak napas adalah gejala
umum dari pneumonia. Ciri lain dari penyakit ini adalah dahak kental yang dapat
berwarna kuning, hijau, cokelat, atau bernoda darah.
i) Kanker Paru-paru
Merupakan salah satu jenis kanker paling berbahaya dengan angka kematian
yang tinggi. Terjadinya kanker paru-paru pada seseorang berkaitan erat dengan
merokok baik aktif maupun pasif, riwayat kanker paru-paru di keluarga, riwayat
paparan zat kimia dan gas beracun seperti asbestos dan radon, atau menghirup
udara berpolusi dalam jangka panjang.
6. Masalah Kebutuhan Oksigenasi
a. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan
oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan
oksigen dalam tingkat sel, ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit
(sianosis). Secara umum, terjadinya hipoksia disebabkan oleh menurunnya kadar
Hb, menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, menurunnya perfusi
jaringan, atau gangguan ventilasi yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen.
b. Perubahan Pola Pernapasan
1) Takipnea, merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali
per menit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan atelektasis atau
terjadinya emboli.
2) Bradipnea, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari sepuluh
kali per menit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan peningkatan tekanan
intrakranial yang disertai narkotik atau sedatif.
3) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan
jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Proses ini
ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi, napas pendek, nyeri dada,
menurunnya konsentrasi CO2, dan lain-lain. Keadaan demikian dapat
disebabkan oleh adanya infeksi, keseimbangan asam basa, atau gangguan
psikologis. Hiperventilasi dapat menyebabkan hipokapnia, yaitu
berkurangnya CO2 tubuh di bawah batas normal, sehingga rangsangan
terhadap pusat pernapasan menurun.
4) Pernapasan Kussmaul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang
dapat ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
5) Hipoventilasi, merupakan upaya mbuh untuk mengeluarkan karbon dioksida
dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak
cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai dengan adanya nyeri kepala,
penurunan kesadaran, disorientasi, atau ketidakseimbangan elektrolit yang
dapat terjadi akibat atelektasis, lumpuhnya otot-otot pernapasan, depresi pusat
permapasan, peningkatan tahanan jalan udara, penurunan tahanan jaringan
paru dan toraks, serta penurunan compliance paru dan toraks. Keadaan
demikian dapat menyebabkan hiperkapnia, yaitu retensi. CO2 dalam tubuh
sehingga pCO, meningkat (akibat hipoventilasi) dan mengakibatkan depresi
susunan saraf pusat.
a. Dispnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat beriapas. Hal ini dapat
disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja
berat/berlebihan, dan pengaruh psikis.
b. Ortopnea, merupakan kesulitan benapas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri dan pola ini sering ditemukan pada sescorang yang mengalami
kongestif paru.
c. Cheyne-stokes, merupakan siklus pemapasan yang amplitudonya mula-mula
naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
d. Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan
pergerakan dinding paru yang berlawanan arah dari keadaan nomal, sering
ditemukan pada keadaan atelektasis.
e. Pernapasan biot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan
cheyne-stokes. tetapi amplitudonya tidak teratur. Pola ini sering dijumpai
pada rangsangan selaput otak. tekanan intrakranial yang meningkat, trauma
kepala, dan lain-lain.
f. Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada
salur pernapasan. Pola ini pada umumnya ditemukan pada kasus spasme
trakea atau obstruksi laring.

B. Konsep CHF
1. Pengertian CHF
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal
mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan
pengisian cukup (Ongkowijaya & Wantania, 2016).
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung disebabkan oleh
gangguan yang menghabiskan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik)
(Sudoyo Aru,dkk 2009) dalam (Nurarif, a.h 2015).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan
tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspani, 2016).
2. Etiologi CHF
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut :
(Aspani, 2016)
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus
paten 2)
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah,
gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya kardiomiopati.
Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
b. Aterosklerosis coroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan
mengubah daya kembang ruang jantung .
c. Hipertensi
Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load) Meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya
infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial
maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan
preload) sedangkan stenosis aorta menyebabkan beban tekanan (after load).
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Manifestasi Klinik CHF
a. Gagal Jantung Kiri
1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar saturasi
oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi jantung S3
atau “gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
(PND).
3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat berubah
menjadi batuk berdahak.
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.
6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam hari).
7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejalagejala seperti:
gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas,
sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.
8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.
b. Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena.
1) Edema ekstremitas bawah
2) Distensi vena leher dan escites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena dihepar
4) Anorexia dan mual
5) Kelemahan
4. Klasifikasi CHF
Klasifikasi Fungsional gagal jantung menurut New York Heart Association
(NYHA), sebagai berikut :
Tabel 2.1 : Klasifikasi Fungsional gagal jantung
Kelas 1 Tidak ada batasan : aktivitas fisik yang biasa tidak
menyebabkan dipsnea napas, palpitasi atau keletihan
berlebihan
Kelas 2 Gangguan aktivitas ringan : merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan
dan palpitasi.
Kelas 3 Keterbatasan aktifitas fisik yang nyata : merasa nyaman
ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa
dapat menimbulkan gejala.
Kelas 4 Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa merasa
tidak nyaman : gejala gagal jantung kongestif ditemukan
bahkan pada saat istirahat dan ketidaknyamanan semakin
bertambah ketika melakukan aktifitas fisik apapun.
Sumber : (Aspiani,2016)

5. Patofisiologi CHF
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai
organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal
disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan
jantung normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada
penurunan curah jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer
yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal
akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-
mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila
curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka
volume sekuncup yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
preload (jumlah darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan
kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan
ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu
terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi
sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami
kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal
jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru
akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu
ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus
gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama
EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal
f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi
ginjal terapi diuretic
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan
indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas
tiroid sebagai pencetus gagal jantung

7. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut:
a. Terapi farmakologi :
Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin
converting enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor blocker
(ARB), glikosida jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia pada
pasien dengan keluhan konstipasi.
b. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan gaya hidup,
pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta
pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor resiko

C. Konsep Asuhan Keperawatan Teori Kebutuhan Oksigenasi


1. Pengkajian
Menurut Brunner & Suddarth (2016). Pengkajian keperawatan untuk
pasien asama berfokus pada pemantauan kefekasian terapi dan kemampuan pasien
utuk memahami dan menjelaskan strategi menejemen diri. Tanda dan gejala
kongesti paru dan kelebihan beban cairan harus segera dilaporkan yang akan
mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen atau timbulnya masalah oksigenasi.
Pengkajian keperawatan pada pasien gagal jantung dengan masalah oksigenasi
meliputi :
a. Anamnesis
1) Informasi Biografi
Identitas klien yang perlu dikaji meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir,
nomor register, usia, agama, alamat, status perkawinan, pekerjaan, dan tanggal
masuk rumah sakit.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama lain yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan
kebutuhan oksigen dan karbondioksida antara lain batuk, peningkatan produksi
sputum, dispnea, hemoptisis, wheezing, stridor, dan chest pain (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017).

3) Riwayat Kesehatan Sekarang


Keluh.an yang muncul pada pasien gangguan kebutuhan oksigen pada saat
dikaji adalah adanya sesak napas yang akan menggangu proses tidur, kesulitan
makan karena sesak napas, sesak napas saat beraktivitas serta munculnya rasa
cemas karena sesak napas
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien dengan penyakit asma memiliki kebiasan atau pola hidup yang
kurang sehat seperti gaya hidup merokok atau terpapar polusi udara, adanya
riwayat penyakit jantung yang akan dapat mengindikasikan adanya gangguan
pada fungsi pernapasan (Pudiastuti, 2011).
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit keturunan
seperti adanya riwayat jantung, hipertensi, DM, dan gagal ginjal.
6) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Harsono (2011) sebaiknya dilakukan secara
persistem dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
a) B1 (Breathing)
1. Inspeksi : Retraksi dinding dada (karena peningkatan aktivitas pernapasan,
dispnes, atau obstruksi jalan napas), pergerakan tidak simetris antara dada kiri
dan dada kanan.
2. Palpasi : Taktil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara
melewati saluran/rongga pernapasan).
3. Perkusi : Bunyi perkusi bisa resona, hiperresonan, dullness .
4. Auskultasi : Suara napas bisa normal (vesikuler, bronkovesikuler, bronchial)
atau tidak normal (crackles, ronkhi, wheezing, friction rub).
b) B2 (Blood)
c) Inspeksi : Adanya ketidaksimetrisan pada dada, adanya jaringan parut pada
dada, iktus kordis terlihat.
d) Palpasi : Takikardia, iktus kordis teraba kuat dan tidak teratur serta cepat.
e) Perkusi : Bunyi jantung pekak, batas jantung mengalami pergeseran yang
menunjukkan adanya hipertrofi jantung.
f) Auskultasi : Bunyi jantung irregular dan cepat, adanya bunyi jantung S3 atau
S4
g) B3 (Brain)
(1) Pengkajian tingkat kesadaran.
Keasadaran komposmentis dengan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) 15-14,
kesadaran apatis dengan nilai GCS 13-12, kesadaran delirium dengan nilai GCS
11-10, kesadaran somnolen dengan nilai GCS 9-7, kesadaran sopor dengan nilai
GCS 6-5, kesadaran semi koma atau koma ringan dengan nilai GCS 4, dan yang
terakhir kesadaran koma dengan nilai GCS 3.
h) B4 (Bladder)
Pasien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara yang dikarenakan
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan serta ketidakmampuan
mengendalikan kandung kemih dikarenakan kontrol motorik dan postural.
Inkontinesia urine yang berkelanjutan menunjukkan kerusakan neurologis yang
luas.
i) B5 (Bowel)
Pada pasien akan didapatkan keluhan kesulitas menelan, nafsu makan
menurun, mual, dan muntah pada fase akut. Terjadi konstipasi pada pola defeksasi
akibat penurunan peristaltik usus. Inkontinesia alvi yang berkelanjutan
menunjukkan kerusakan neurologis yang luas.
j) B6 (Bone)
Disfungsi motorik yang umum terjadi adalah hemiplegia dikarenakan lesi.
7) Ketergantungan aktivitas
Pengkajian Activity Of Dailiy Living (ADL) penting untuk mengetahui tingkat
ketergantungan, yaitu seberapa bantuan itu diperlukan dalam aktivitas sehari-hari.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau
efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
2) EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram
3) Pemeriksaan laboratorium : Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut
dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin meningkat,
peninkatan bilirubin dan enzim hati.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
berdasarkan SDKI adalah :
a. Gangguan pertukaran gas
b. Pola nafas tidak efektif
c. Penurunan curah jantung
d. Nyeri akut
e. Hipervolemia
f. Perfusi perifer tidak efektif
g. Intoleransi aktivitas
h. Ansietas
i. Defisit nutrisi
j. Risiko gangguan kerusakan intergitas jaringan dan kulit

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh
perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan
luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan
SIKI adalah :
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi
. Keperawatan Hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas tindakan keperawatan (1.019014)
berhubungan dukungan mobilisasi Tindakan
dengan selama 1x 24 jam Obervasi
perubahan diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi irama,
membran gas meningkat dengan kedalaman dan upaya nafas
alveolus-kapiler kriteria hasil : 2. Monitor pola nafas
3. Monitor kemampuan batuk
Pertukaran Gas efektif
(L. 01003) 4. Monitor nilai AGD
1. Dipsnea menurun 5. Monitor saturasi oksigen
2. Bunyi nafas
tambahan menurun Terapeutik
3. Pola nafas 1. Dokumentasi hasil
membaik pemantauan
4. PCO2 dan O2 Edukasi
membaik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
efektif tindakan keperawatan (1.0011)
berhubungan dukungan mobilisasi Tindakan
dengan selama 1 x 24 jam Obervasi
hambatan upaya diharapkan pola nafas 1. Monitor pola nafas
nafas (mis: membaik dengan (frekuensi, kedalaman, usaha
nyeri saat kriteria hasil : nafas)
bernafas) 2. Monitor bunyi nafas
Pola Nafas tambahan (mis: gagling,
(L. 01004) mengi, Wheezing, ronkhi)
1. Frekuensi nafas 3. Monitor sputum (jumlah,
dalam rentang warna, aroma)
normal
2. Tidak ada Terapeutik
pengguanaan otot Posisikan semi fowler atau
bantu pernafasan fowler
3. Pasien tidak
menunjukkan tanda Edukasi
dipsnea Anjurkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
3. Penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung (1.02075)
curah jantung tindakan keperawatan Tindakan
berhubungan dukungan mobilisasi Obervasi
dengan selama 1 x 24 jam 1. Identifikasi tanda/gejala
perubahan diharapkan curah primer penurunan curah
preload / jantung meningkat jantung
perubahan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi tanda/gejala
afterload / sekunder penurunan curah
perubahan Curah Jantung jantung
kontraktilitas (L.02008) 3. Monitor intake dan output
1. Tanda vital dalam cairan
rentang normal 4. Monitor keluhan nyeri dada
2. Kekuatan nadi
perifer meningkat Terapeutik
3. Tidak ada edema Berikan terapi terapi relaksasi
untuk mengurangi strees, jika
perlu

Edukasi
1. Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan berakitifitas fisik
secara bertahap

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR

Nama Mahasiswa : Ratna Dwi Handayani RS : RSI A. Yani


NIM : 1120021038 Ruangan : Makkah
Tanggal : 28 September 2021 Jam : 08.00 WIB
Pengkajian

IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. M Register Medik : 71-41-07
Usia : 79 Tahun Tanggal MRS : 25-08-2021
Jenis Kelamin : Perempuan Diagnosa Medik : CHF
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SD
Alamat : Jambangan, Surabaya

A. STATUS KESEHATAN SAAT INI


1. Keluhan utama : Kaki bengkak
2. Lama keluhan : 2-3 hari
3. Kualitas keluhan : Pasien mengeluhkan kaki bengkak
4. Faktor pencetus : Penyakit yang diderita
5. Faktor pemberat : Penyakit yang diderita
6. Upaya yang dilakukan: Belum ada tindakan yang dilakukan dan belum pernah
menjalankan tindakan medis seperti operasi

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Alasan masuk RS : Pasien mengeluhkan kaki bengkak dan sesak nafas
b. Riwayat kesehatan : Pasien mengatakan memiliki penyakit diabetes dan hipertensi
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Pasien mengatakan memiliki penyakit diabetes dan hipertensi sudah sejak lama
b. Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi makanan minuman maupun obat
3. Alergi : Tidak ada alergi
Imunisasi : Pasien mengatakan lupa
Merokok/alkohol : Pasien tidak merokok dan mengonsumsi alkohol
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Dari pihak keluarga pasien sebelumnya ada yang
pernah mengalami penyakit yang sama dengan pasien yaitu hipertensi dari orang
tua pasien.
5. Genogram :

Keterangan :
: Laki-laki : Klien atau klien
: Perempuan : Tinggal serumah

C. BASIC PROMOTING PHYSIOLOGY OF HEALTH


1. Aktivitas dan Latihan
Kemampuan Ambulasi dan Activity Daily Living
Rumah Rumah sakit
Makan/minum Teratur Teratur
Mandi 2 kali sehari 3-4 kali sehari
Berpakaian/berdandan Teratur Dibantu
Toileting 4 kali 5 kali
Mobilitas di tempat tidur Teratur Teratur
Berpindah Teratur Teratur
Berjalan Teratur Teratur
Naik tangga Jarang Jarang
Rumah Rumah sakit
Pekerjaan Tidak ada Tidak ada
Olah raga rutin Jarang Jarang
Alat bantu jalan Tidak ada Tidak ada
Kemampuan melakukan ROM Teratur Teratur

2. Istirahat Tidur
Lama tidur : 6 – 8 jam
Tidur siang :  Ya  Tidak
Kesulitan tidur di RS :  Tidak  Ya, alasan: ___________
Kesulitan tidur :
 Menjelang tidur
 Mudah terbangun
 Tidak segar saat bangun

3. Keamanan dan Nyeri


Nyeri :  Paliatif, _____________________________
 Provokatif, ___________________________
Quality :
Region :
Scale :
Time :
4. Nutrisi
Frekuensi Makan : 3-4x sehari
BB/TB/IMT : 54 kg / 156 cm / 22 kg/m2
BB 1 bulan terakhir : √ Tetap  Turun  Meningkat
Jenis makanan : Sayur dan lauk pauk
Pantangan/alergi : Makanan berlemak dan tinggi garam
Nafsu makan : √ Baik  Kurang Baik
Masalah pencernaan :  Mual  Muntah  Stomatitis  Nyeri Telan
Riwayat operasi/trauma : Tidak pernah melakukan operasi
Diet RS : Makanan tinggi serat, rendah lemak dan garam
 Habis  ½ Porsi  ¾ Porsi  Tidak Habis
Kebutuhan pemenuhan makan  Mandiri  Tergantung  Dengan Bantuan
5. Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa
Frekuensi minum : 2-3x sehari
Konsumsi air/hari : <300 ml perhari
Turgor kulit : Menurun
Support IV line :  Ya  Tidak
Jenis: Ansering Dosis: 20 tpm
6. Oksigenasi
Sesak napas : √ Ya  Tidak
Frekuensi : Teratur
Kapan terjadinya :-
Faktor pencetus :-
Faktor pemberat :-
Batuk :  Ya  Tidak
Sputum :  Ya  Tidak
Nyeri dada :  Ya  Tidak
7. Eliminasi
Eliminasi Alvi
Frekuensi : Selama dirumah sakit pasien belum pernah BAB
Warna/konsistensi :-
Penggunaan pencahar :  Ya  Tidak
Gangguan eliminasi :  konstipasi  diare  inkontinensia bowel
Kebutuhan pemenuhan eliminasi alvi:  mandiri  tergantung  dengan bantuan

Eliminasi Uri
Frekuensi : Untuk BAK pasien terpasang kateter.Urine
berwarna kuning jernih, ± 500 cc.
Warna/darah : Kuning / Tidak ada darah
Riwayat penyakit :  penyakit ginjal  trauma
Penggunaan kateter :  Ya  Tidak
Kebutuhan pemenuhan eliminasi uri:  mandiri  tergantung  dengan bantuan

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
2. Tanda Vital, Tinggi Badan, Berat Badan
Suhu : 36 °C  Axilla  Rectal  Oral
Nadi : 70 kali/menit
 Teratur  Tidak Teratur  Kuat  Lemah
RR : 24 kali/menit
 Normal  Cyanosis  Cheynestoke  Kusmaul
 Teratur  Tidak Teratur
TD : 93/60 mmHg
a. Sistem tubuh
B1 (Breathing)
Hidung : Normal dan simetris tidak terdapat lesi
Trakea : Normal, tidak ada gangguan saat melakukan pernafasan
 Nyeri v Dyspnea  Orthopnea  Cyanosis
 Batuk Darah  Napas Dangkal  Retraksi Dada  Sputum
 Trakeostomi  Respirator
Suara Napas Tambahan : Tidak ada suara napas tambahan
 Wheezing lokasi : ___________________
 Ronchi lokasi : ___________________
 Rales lokasi : ___________________
 Crackles lokasi : ___________________
Bentuk Dada
 Simetris  Tidak Simetris
√ Lainnya, Terpasang oksigen nasal kanul 4 lpm
B2 (Bleeding)
 Nyeri Dada  Pusing  Sakit Kepala
 Kram Kaki  Palpitasi  Clubbing Finger
Suara jantung
 normal
 lainnya, _______________________________
Edema
 Palpebra  Anasarka  Ekstremitas Atas  Ascites
√ Ekstremitas Bawah  Tidak Ada  Lainnya, ________________
Capillary Refill Time = >2 detik
B3 (Brain)
 Composmentis  Apatis  Somnolen  Spoor
 Koma  Gelisah
Glasgow Coma Scale
E= 4V=5M=6 Nilai Total = 15
Mata :
Sklera  Putih  Icterus  Merah  Perdarahan
Konjungtiva  Pucat  Merah Muda
Pupil  Isokor  Anisokor  Miosis  Midriasis
Leher : Tidak ada benjolan (tidak ada pembesaran vena jugularis)
Refleks (spesifik) : Normal
Persepsi sensori
Pendengaran : Normal ka/ki
Penciuman : Normal berfungsi dengan baik
Pengecapan :  Manis  Asin  Pahit
Penglihatan : Normal ka/ki
Perabaan  Panas  Dingin  Tekan

B4 (Bladder)
Produksi urine : 500 ml/hari Frekuensi : 5 – 6 kali/hari
Warna : Kuning Bau : Khas
 Oliguria  Poliuri  Dysuria  Hematuria  Nocturia
 Nyeri  Kateter  Menetes  Panas  Sering
 Inkotinen  Retensi  Cystotomi  Tidak Ada Masalah
 Alat Bantu, Kateter
Lainnya, _________________________
B5 (Bowel)
Mulut dan Tenggorokan : Mulut bersih, tidak ada gigi palsu, gigi rapat berwarna
putih kekuningan, mukosa bibir lembab, tidak berbau mulut
Abdomen (IAPP) :
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, warna kulit merata,
tidakterdapat bekas luka.
Auskultasi : Peristaltik usus 10 kali permenit, terdengar jelas
Perkusi : Terdengar hasil ketukan “tympani” di semua kuadran
abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat edema, tidak terdapat
massa dan benjolan yang abnormal
Rectum : Pada anus dan rectum normal, tidak terdapat lesi, tidak
tedapat pembengkakan. Warna merah tua.
BAB : Belum bab Konsistensi :-
 Diare  Konstipasi  Feses Berdarah  Tidak Terasa  Lavement
 Kesulitan  Melena  Colostomy  Wasir  Pencahar
 Tidak Ada Masalah
 Alat Bantu, colostomy bag
 Diet Khusus, rendah lemak dan rendah garam
B6 (Bone)
Kemampuan Pergerakan Sendi √ Bebas  Terbatas
Parese :  Ya  Tidak
Paralise :  Ya  Tidak
Kekuatan otot : 5555 | 4444
5555 | 2222
Extremitas Atas : Tangan kanan mengalami kelemahan dan tangan kiri bisa
digerakkan secara leluasa. Kekuatan otot kanan 4 dan kiri 5. Tangan kiri terpasang
infus asering 20 tpm. Kuku pada jari tangan terlihat bersih
 Patah Tulang  Peradangan  Perlukaan  Tidak Ada Kelainan
Lokasi, ____________________________________
Extremitas Bawah : Kaki kanan mengalami kelemahan dankiritidak terjadi
kelemahan, anggota gerak lengkap, tidak terdapat edema, kekuatan otot kanan 2 dan
kiri 5. Kuku pada jari kaki terlihat bersih
 Patah Tulang  Peradangan  Perlukaan  Tidak Ada Kelainan
Lokasi, ____________________________________
Tulang Belakang : Tidak terkaji
Warna Kulit :  Ikterik  Cyanosis  Pucat
 Kemerahan  Pigmentasi
Akral :  Hangat  Panas
 Dingin Basah  Dingin Kering
Turgor : √ Baik  Cukup  Buruk/Menurun
Sistem Endokrin
Terapi hormon : Tidak ada terapi hormon
Karakteristik Seks Sekunder : Normal
Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan Fisik :
 Perubahan Ukuran Kepala, Tangan, Kaki Pada Saat Dewasa
 Kekeringan Kulit Atau Rambut
 Exopthalmus  Polidipsi
 Goiter  Poliphagi
 Hipoglikemia  Poliuria
 Intoleran Panas  Postural Hipotensi
 Intoleran Dingin  Kelemahan

Sistem Reproduksi
Perempuan
Bentuk  Normal  Tidak Normal
Kebersihan  Bersih  Kotor
E. PSIKOSOSIAL SPIRITUAL
1. Sosial Interaksi
 Kenal  Tidak Kenal  Lainnya, ___________
Dukungan Keluarga
 Aktif  Kurang  Tidak Ada
Dukungan Kelompok/Teman/Masyarakat
 Aktif  Kurang  Tidak Ada
Reaksi Saat Interaksi
 Tidak Kooperatif Bermusuhan  Mudah Tersinggung  Defensif
 Curiga  Kontak Mata  Lainnya, Tidak ada gangguan interaksi
Konflik Yang Terjadi
 Peran  Nilai  Lainnya, tidak ada konflik peran dan nilai
2. Spiritual
Konsep Tentang Penguasaan Kehidupan
 Allah  Tuhan  Dewa  Lainnya, _______
Sumber Kekuatan/Harapan Saat Sakit
 Allah  Tuhan  Dewa  Lainnya, ____
Ritual Agama Yang Bermakna Saat Ini
 Shalat  Baca Kitab Suci  Lainnya, _________________
Sarana/Peralatan/Orang Yang Diperlukan Untuk Melaksanakan Ritual Agama
 Lewat Ibadah  Rohaniawan  Lainnya, _________________
Upaya Kesehatan Yang Bertentangan Dengan Keyakinan Agama
 Makanan  Tindakan  Obat  Lainnya, tidak ada
Keyakinan Bahwa Tuhan Akan Menolong Dalam Menghadapi Situasi Saat Ini
 Ya  Tidak
Keyakinan Bahwa Penyakit Dapat Disembuhkan
 Ya  Tidak
Persepsi Terhadap Penyebab Penyakit
 Hukuman  Cobaan  Peringatan  Lainnya, _____

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1. Kreatinin 0,97 mg/dl
2. Natrium 143,2 mmol/L
3. Kalium 2,30 mmol/L
4. Cholrida 107,2 mmol/L
5. Albumin 3,0 mg/dl

Rontgen
Diagnosa Klinis : CHF
Kesan :
a. Cor : membesar
b. Tampak peningkatan pulmonalvascularity, cephalisasi (+), bronchovascular patern
baik

G. TERAPI MEDIK
1. Lasik 3 x 1 amp
2. Plasbumin sirup 20% 50 cc 1 x 1 (2 hari)
3. Octalbin 25% 100 cc 1 flash
4. Futrolit 7 tpm
5. KCL 25 meq
6. Albuforce 3 x 2
7. Metformin 3 x 500 mg
8. Fasorbid 3 x 5 mg
9. CPG 1 x 25 mg
10. KSR 3 x 1 tab

ANALISA DATA

No Data Penyebab Masalah


.
1. Data Subjektif : Hambatan upaya Pola nafas tidak
a. Pasien mengatakan sesak nafas (mis: nyeri efektif
nafas, kaki sebalah kiri saat bernafas)
bengkak

Data Objektif :
a. Keadaan umum : cukup,
composmentis
b. Pasien tampak lemah
c. Pasien terpasang oksigen
NRM 15 lpm
d. TTV
1) TD = 102/60 mmHg
2) Nadi = 70 x/menit
3) Suhu = 36,20C
4) RR= 24 x/menit
e. GDA = 98 mg/dl
f. SPO2 = 98%

DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan
.
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis:
nyeri saat bernafas) ditandai dengan pasien dispnea (sesak nafas),
penggunaan otot bantu pernafasan (oksigen NRM 15 lpm), fase ekspirasi
memanjang, dan pola napas abnormal

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi
. Keperawatan Hasil
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
efektif keperawatan dukungan (1.0011)
berhubungan mobilisasi selama 1 x 24 Tindakan
dengan jam diharapkan pola nafas Obervasi
hambatan upaya membaik dengan kriteria 1. Monitor pola nafas
nafas (mis: nyeri hasil : (frekuensi, kedalaman,
saat bernafas) usaha nafas)
Pola Nafas 2. Monitor bunyi nafas
(L. 01004) tambahan (mis: gagling,
1. Frekuensi nafas dalam mengi, Wheezing, ronkhi)
rentang normal 3. Monitor sputum (jumlah,
2. Tidak ada pengguanaan warna, aroma)
otot bantu pernafasan
3. Pasien tidak Terapeutik
menunjukkan tanda Posisikan semi fowler atau
dipsnea fowler

Edukasi
Anjurkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
CATATAN PERKEMBANGAN

No Diagnosa Implementasi Evaluasi


Paraf
. Keperawatan Keperawatan Keperawatan
1. Pola nafas 28 September 2021 28 September 2021 Ratn
tidak efektif 07.00 WIB 07.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan dan
nafas) sesak berkurang
Respon : pasien
kooperatif Objektif :
Hasil : 1. Pasien terpasang
SPO2 : 98% oksigen masker 8
RR : 20 x/menit lpm
2. Memonitor suara 2. SPO2 : 98%
nafas tambahan 3. Pasien terpasang
Respon : pasien infus 7 tpm (Pz +
merasakan sumbatan KCL 25 meq)
pada dadanya 4. GCS : 456
Hasil : terdapat suara 5. Terpasang DC (+)
ronkhi 6. Pasien tampak
3. Menganjurkan lemah
pasien melakukan 7. TTV
teknik efektif TD : 90/60 mmHg
(interevsi mandiri) Suhu : 36,2 oC
Respon : pasien RR : 20 x/menit
kooperatif Nadi : 64 x/menit
Hasil : perawat
megajarkan tindakan
teknik batuk efektif Analisis :
4. Kolaborasi Masalah teratasi
pemberian sebagian
bronkodilator,
ekspetoran, Planning :
mukolitik, jika perlu. Intervensi dilanjutkan
Respon : pasien dan kolaborasi dalam
kooperatif pemberian terapi
Hasil :
Pasien terpasang
oksigen masker 8
lpm dan pasien
terpasang infus 7
tpm (PZ + drip KCL
52 meq 14 tpm) (2x)
2. Pola nafas 28 September 2021 28 September 2021 Ratn
tidak efektif 16.00 WIB 16.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha sesak berkurang dan
nafas) lainnya tidak ada
Respon : pasien keluhan
kooperatif
Hasil : Objektif :
SPO2 : 98% 1. Pasien terpasang
RR : 20 x/menit oksigen masker 8
2. Menganjurkan lpm
pasien untuk 2. SPO2 : 98%
melakuak teknik 3. Pasien terpasang
batuk efektif secara infus 7 tpm
mandiri (Futrolit)
Respon : pasien 4. GCS : 456
kooperatif 5. Terpasang DC (+)
Hasil : pasien dapat 6. Pasien tampak
melakukan teknik lemah
batuk efektif secara 7. TTV
mandiri TD : 90/40 mmHg
3. Kolaborasi Suhu : 36,7 oC
pemberian RR : 20 x/menit
bronkodilator, Nadi : 70 x/menit
ekspetoran,
mukolitik, jika perlu. Analisis :
Respon : pasien Masalah teratasi
kooperatif sebagian
Hasil :
Pasien terpasang Planning :
oksigen masker 8 Observasi TTV
lpm dan pasien
terpasang infus 7
tpm (Futrolit)

3. Pola nafas 28 September 2021 28 September 2021 Ratn


tidak efektif 22.00 WIB 22.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan
nafas)
Respon : pasien Objektif :
kooperatif 1. Pasien terpasang
Hasil : oksigen masker 8
SPO2 : 99% lpm
RR : 20 x/menit 2. SPO2 : 99%
2. Kolaborasi 3. Pasien terpasang
pemberian infus 7 tpm
bronkodilator, (Futrolit)
ekspetoran, 4. GCS : 456
mukolitik, jika perlu. 5. Terpasang DC (+)
Respon : pasien 6. Pasien tampak
kooperatif lemah
Hasil : 7. TTV
Pasien terpasang TD : 90/47 mmHg
oksigen masker 8 Suhu : 36,2 oC
lpm dan pasien RR : 20 x/menit
terpasang infus 7 Nadi : 80 x/menit
tpm (Futrolit)
Analisis :
Masalah teratasi
sebagian

Planning :
Observasi TTV
4. Pola nafas 29 September 2021 29 September 2021 Ratn
tidak efektif 07.00 WIB 07.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan
nafas)
Respon : pasien Objektif :
kooperatif 1. Pasien terpasang
Hasil : oksigen masker 8
SPO2 : 99% lpm
RR : 20 x/menit 2. SPO2 : 99%
2. Kolaborasi 3. Pasien terpasang
pemberian infus 7 tpm
bronkodilator, (Futrolit)
ekspetoran, 4. GCS : 456
mukolitik, jika perlu. 5. Terpasang DC (+)
Respon : pasien 6. Pasien tampak
kooperatif lemah
Hasil : 7. TTV
Pasien terpasang TD : 90/47 mmHg
oksigen masker 8 Suhu : 36,2 oC
lpm dan pasien RR : 20 x/menit
terpasang infus 7 Nadi : 80 x/menit
tpm (Futrolit)
Analisis :
Masalah teratasi
sebagian
Planning :
Observasi TTV
5. Pola nafas 30 September 2021 28 September 2021 Ratn
tidak efektif 07.00 WIB 07.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan
nafas)
Respon : pasien Objektif :
kooperatif 1. Pasien terpasang
Hasil : oksigen nasal 4 lpm
SPO2 : 98% 2. SPO2 : 98%
RR : 20 x/menit 3. Pasien terpasang
2. Kolaborasi infus 14 tpm
pemberian (Futrolit)
bronkodilator, 4. GCS : 456
ekspetoran, 5. Terpasang DC (+)
mukolitik, jika perlu. 6. Pasien tampak
Respon : pasien lemah
kooperatif 7. TTV
Hasil : TD : 100/47 mmHg
Pasien terpasang Suhu : 36,7 oC
oksigen nasal 4 lpm RR : 20 x/menit
dan pasien terpasang Nadi : 75 x/menit
infus 14 tpm
(Futrolit) Analisis :
Masalah teratasi
sebagian

Planning :
Observasi TTV
6. Pola nafas 01 Oktober 2021 01 Oktober 2021 Ratn
tidak efektif 15.00 WIB 15.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan
nafas)
Respon : pasien Objektif :
kooperatif 1. Pasien terpasang
Hasil : oksigen nasal 4 lpm
SPO2 : 99% 2. SPO2 : 99%
RR : 20 x/menit 3. Pasien terpasang
2. Kolaborasi infus 14 tpm
pemberian (Futrolit)
bronkodilator, 4. GCS : 456
ekspetoran, 5. Terpasang DC (+)
mukolitik, jika perlu. 6. Pasien tampak
Respon : pasien lemah
kooperatif 7. TTV
Hasil : TD : 107/62 mmHg
3. Pasien terpasang Suhu : 36,4 oC
oksigen nasal 4 lpm RR : 20 x/menit
dan pasien terpasang Nadi : 82 x/menit
infus 14 tpm
(Futrolit) Analisis :
Masalah teratasi
sebagian

Planning :
Observasi TTV
7. Pola nafas 02 Oktober 2021 02 Oktober 2021 Ratn
tidak efektif 15.00 WIB 15.00 WIB
a
1. Memonitor pola Subjektif :
nafas (frekuensi, Pasien mengatakan
kedalaman, usaha tidak ada keluhan
nafas)
Respon : pasien Objektif :
kooperatif 1. Pasien terpasang
Hasil : oksigen nasal 4 lpm
SPO2 : 99% 2. SPO2 : 99%
RR : 20 x/menit 3. Pasien terpasang
2. Kolaborasi infus 14 tpm
pemberian (Futrolit)
bronkodilator, 4. GCS : 456
ekspetoran, 5. Terpasang DC (+)
mukolitik, jika perlu. 6. Pasien tampak
Respon : pasien lemah
kooperatif 7. TTV
Hasil : TD : 107/62 mmHg
4. Pasien terpasang Suhu : 36,4 oC
oksigen nasal 4 lpm RR : 20 x/menit
dan pasien terpasang Nadi : 82 x/menit
infus 14 tpm
(Futrolit) Analisis :
Masalah teratasi
sebagian

Planning :
Observasi TTV
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai