PENYAKIT ASMA
Oleh
KELOMPOK 2
Ihfah Khaerawaty Gau
Cindy Yunita Sumule
Dwi Mutiara
Eka Saputra
Elvira Yolanda Putri
Fatimah Suci Wahyuni Datu
Fauzan Adzima
Fitrah Ramadani
Hajrah
Hastarina
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITKENIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
MAKASSAR
Jl. Wijaya Kusuma Raya, No. 56
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya jualah sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Penyakit Asma ini dapat terselesaikan.
Dalam penulisan makalahini kami tidak henti-hentinya mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini termasuk kepada dosen Anatomi Fisiologi kami, Ibu
dr. Hj. Darmawati Rauf, Sp. PK. Penulisan makalah ini bertujuan memberikan
informasi tentang penyakit asma.
Kami sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan sebagaimana pepatah Tak ada gading yang tak retak. Oleh
karenanya kami membuka tangan selebar-lebarnya guna menerima saran dan
kritik membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami mengharapkan agar makalah ini dapat berguna bagi para
mahasiswa khususnya di jurusan Analis Kesehatan.
Sekian dan Terima Kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul.
Kata Pengantar
ii
Daftar Isi.
iii
BAB I.
BAB II. 6
BAB III...
24
Daftar Pustaka
26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan
mempunyai populasi yang terus meningkat (The Global Initiative for Asthma,
2004). Kasus asma diseluruh dunia menurut survey GINA (2004) mencapai
300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 penderita asma bertambah
menjadi 400 juta jiwa.
Saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar penyebab
kesakitan dan kematian di Indonesia (Depkes RI, 2007). Hal ini disebabkan
oleh pengelolaan asma yang tidak terkontrol yang di tambah dengan sikap
pasien dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahan penyakit
asma sehingga menyebabkan kesakitan yang berkelanjutan dan lebih parahnya
dapat menyebabkan kematian seketika pada penderitanya (Dahlan, 1998).
Di Amerika Serikat tercatat sekitar 2 juta penderita asma yang
mengunjungi Unit Gawat Darurat setiap tahunnya, dan sekitar 500.000
penderita asma yang harus menjalani rawat inap, dan sebagai peringkat ketiga
penyebab rawat inap. Di satu sisi, dunia kedokteran dan farmasi telah
mencapai kemajuan yang sangat signifikan dalam pemahaman mengenai asma
sebagai penyakit. Namun ironisnya, dari sisi lain, meski berjuta-juta dollar
telah dikeluarkan untuk berbagai studi dan riset mengenai asma, nyatanya
jumlah penderita baru asma di seluruh dunia terus meningkat dari tahun ke
tahun.
Penyakit asma sudah lama diketahui, namun saat ini pengobatan atau
terapi yang diberikan hanya untuk mengendalikan gejala (Sundaru, 2008).
Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi dapat
dikendalikan. Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan
secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis yaitu
C. Tujuan Pembahasan
Jika dilihat dari rumusan maslah diatas, maka tujuan penulis
membahas penyakit asma dan pengendaliannya adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cara Kerja Paru-paru
6
yang
menghasilkan
energi
berupa
ATP
(Adenosin
Triphospat).
7
a. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan
disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu
(alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang
sehat.
Pada orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem
imunitas bekerja lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini
disebabkan oleh alergen. Alergen bisa tampil dalam bentuk: mulai dari
serbuk bunga, tanaman, pohon, debu luar/dalam rumah, jamur, hingga
zat/bahan makanan. Ketika alergen memasuki tubuh pengidap alergi,
sistem imunitasnya memproduksi antibodi khusus yang disebut IgE.
Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada sel-sel batang.
Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran
pernafasan
lalu
membangkitkan
suatu
reaksi.
Batang-batang
sel
melepaskan zat kimia yang disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini
adalah histamin.
Akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi
penegangan / pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya produksi
lendir yang dikeluarkan jaringan lapisan sebelah dalam saluran tersebut.
b. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi
lingkungan seperti cuaca, kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan
juga oleh aktivitas olahraga yang berlebihan.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi
ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan
paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paruparu (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah
terkena asma intrinsik.
Tujuan dari pemisahan golongan asma seperti yang disebut di atas adalah
untuk mempermudah usaha penyusunan dan pelaksanaan program pengendalian
asma yang akan dilakukan oleh dokter maupun penderita itu sendiri. Namun
dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu
dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita
seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi
ada pada satu orang.
C. Sejarah Asma
Asma dikenali di Mesir Kuno dan diobati dengan meminum ramuan
dupa yang dikenal sebagai kifi. Penyakit ini secara resmi disebut sebagai
masalah pernafasan oleh [Hipokrates] sekitar tahun 450 Sebelum Masehi,
dengan nama Yunani yang berarti "terengah-engah" membentuk dasar dari
nama modernnya. Pada tahun 200 SM penyakit ini dipercaya setidaknya
sebagian berkaitan dengan emosi.
Pada tahun 1873, salah satu makalah pertama pengobatan modern
dalam subyek ini mencoba menjelaskan patofisiologi dari penyakit itu,
sementara satu pada tahun 1872 menyimpulkan bahwa asma bisa
disembuhkan dengan menggosok dada dengan obat gosok kloroform.
Perawatan medis pada tahun 1880, termasuk penggunaan intravena dari obat
yang disebut pilokarpin. Pada tahun 1886, F.H. Bosworth berteori bahwa ada
hubungan antara asma dan rinitis alergi. Epinefrin pertama kali digunakan
dalam pengobatan asma pada tahun 1905. Kortisteroid oral mulai digunakan
untuk kondisi ini pada tahun 1950an sementara kortisteroid hirup dan agonis
beta aksi pendek pilihan mulai banyak digunakan pada tahun 1960an.
Selama tahun 1930-50an, asma dikenal sebagai salah satu dari tujuh
besar penyakit psikosomatik. Penyebabnya dianggap sebagai psikologis,
dengan pengobatan sering berdasarkan psikoanalisa dan penyembuhan dengan
bicara lain. Karena para psikoanalis ini menginterpretasikan mengi asma
sebagai tangisan yang tertahan dari anak yang mencari ibunya, mereka
menganggap pengobatan depresi khususnya penting untuk individu yang
menderita asma.
D. Epidemiologi
Hingga tahun 2011, 235300 juta orang di seluruh dunia menderita
asma, dan sekitar 250.000 orang meninggal per tahun karena penyakit ini.
10
11
dari
saluran
pernafasan.
Oleh
kebanyakan
kalangan
12
seminggu, tetapi kurang dari atau sama dengan 1 kali sehari dan
serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.
3. Persisten Sedang
Persisten sedang ialah derajat asma yang tergolong lumayan berat. Pada
tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya di atas 1 x
seminggu dan hampir setiap hari. Serangannya biasanya dapat
mengganggu aktifitas tidur di malam hari.
4. Persisten Berat
Persisten berat ialah derajat asma yang paling tinggi tingkat keparahannya.
Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya hampir
setiap
hari,
terus
menerus,
dan
sering
kambuh.
Membutuhkan
yang
13
H. Pengendalian Asma
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai
berikut:
1. Pengetahuan
14
penderita
asma,
dilakukan
asma
mild
intermitten,
menggunakan
pilihan
obat
15
masa kehamilan atau pada saat menyusui juga tidak pernah terbukti efektif
sehingga tidak direkomendasikan. Pengurangan atau penghilangan senyawa
tertentu yang diketahui berasal dari tempat kerja pada orang-orang yang
sensitif bisa jadi memberikan hasil efektif.
J. Pengobatan Bagi Penderita Asma
Meskipun tidak ada obat untuk asma, gejala-gejala yang muncul
biasanya bisa disembuhkan. Untuk itu, harus ada suatu rancangan penanganan
khusus yang bisa disesuaikan untuk pemantauan dan pengelolaan gejala.
Rancangan ini harus memasukkan langkah pengurangan pajanan terhadap
alergen, pengujian untuk mengetahui tingkat keparahan gejala, dan
penggunaan obat-obatan. Rancangan pengobatan harus ditulis dan saran
penyesuaian pengobatan harus diberikan berdasarkan terjadinya perubahanperubahan pada gejala.
Cara pengobatan asma yang paling efektif yaitu menemukan
pemicunya,
misal
merokok,
hewan
peliharaan,
atau
aspirin,
dan
mendapatkan
serangan
setiap
hari,
disarankan
menggunakan
kortikosteroid hirup dengan dosis yang lebih tinggi. Pada serangan asma
sedang atau berat, kortikosteroid oral turut ditambahkan ke dalam rancangan
pengobatan ini.
Modifikasi Gaya Hidup
Menjauhi pemicu merupakan komponen kunci dalam meningkatkan
kendali dan mencegah serangan. Pemicu yang paling umum antara lain
16
(SABA),
seperti
Meski
demikian,
obat-obatan
tersebut
tidak
bila
dikombinasikan
dengan
kortikosteroid
hirup.
merasa
bahwa
bukti
tidak
mencukupi
untuk
mendukung
penggunaannya.
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):
1. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi
gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru,
mengurangi
hiperresponsive
dan
mengurangi
gejala
asma
dan
19
musculoskeletal,
menstimulasi
kerja
cardiovascular
dan
20
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru.
Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus (GINA,
2005).
Bila asma tidak bereaksi dengan obat biasa, pilihan lain tersedia baik
untuk tata laksana darurat maupun untuk mencegah kambuh. Untuk tata laksana
darurat pilihan lain termasuk:
1. Oksigen untuk meringankan hipoksia bila saturasi jatuh di bawah 92%.
2. Magnesium sulfat pengobatan intravena telah menunjukkan efek
bronkodilasi bila digunakan sebagai tambahan pengobatan dalam serangan
asma akut berat.
3. Helioks, campuran helium dan oksigen, bisa juga dipertimbangkan dalam
kasus berat yang tidak menunjukkan respons.
4. Salbutamol intravena tidak didukung oleh bukti tersedia dan oleh karena
itu hanya digunakan dalam kasus ekstrim.
5. Metilksantin (seperti teofilin) dulu sering digunakan, tapi tidak
memberikan efek tambahan yang berarti untuk beta-agonis yang dihirup.
Penggunaannya dalam serangan asma akut masih kontroversial.
6. Anestetik disosiatif ketamin secara teori berguna bila intubasi dan ventilasi
mekanis diperlukan pada orang yang hampir mengalami gagalnafas;
namun, tidak ada bukti klinis untuk mendukungnya.[120]
Bagi orang yang menderita asma persisten berat yang tidak dapat dikontrol
dengan kortikosteroid dan LABA, bronkial termoplasti bisa menjadi pilihan.
Pengobatan ini melibatkan aplikasi energi panas terkontrol ke dinding saluran
nafas dalam serangkaian sesi bronkoskopi. Walaupun mungkin meningkatkan
frekuensi serangan dalam beberapa bulan pertama, frekuensi selanjutnya
tampaknya diturunkan. Efek lewat dari setahun belum diketahui.
Terapi Penanganan Terhadap Gejala
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini
dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap
gejala asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini
dilakukan di rumah penderita asma dengan menggunakan obat
21
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel,
eosinophils,
dan
T-lymphocytes
terhadap
stimuli
tertentu
dan
22
2. Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut
banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
asma ekstrinsik, asma intrinsik.
3. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma, yaitu: pemicu (trigger) dan penyebab (inducer).
4. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat asma)
yaitu: intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.
5. Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai
berikut: pengetahuan, monitor, menghindari faktor resiko, pengobatan
medis jangka panjang, metode pengobatan alternative, terapi penanganan
terhadap gejala dan pemeriksaan teratur.
B. Saran
Dengan mengetahui apa dan bagaimana penyakit asma, maka beberapa
saran penulis sebagai berikut:
1. Untuk para penderita. Jangan menganggap remeh penyakit yang Anda
derita. Namun, seringlah berkonsul dengan dokter yang menangani Anda.
Akan tetapi, jangan pula Anda terlalu memikirkan tentang penyakit anda,
karena itu akan bisa memicu asma Anda kambuh.
2. Untuk para keluarga penderita.
Perhatikanlah keluarga Anda yang menderita penyakt asma. Karena asma
adalah penykit yang serius. Namun, perhatian dan pengamanan Anda
jangan terlalu berlebihan karena bisa saja si penderita merasa tertekan dan
stres yang bisa mengakibatkan asmanya kambuh.
3. Untuk para dokter atau ahli medis
Rawatlah pasien anda dengan baik. Jangan pernah meremehkan
tingkatkeparahan penyakit asma yang diderita oleh pasien Anda.
23
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Dahlan, Zul. 1998. Masalah Asma di Indonesia dan Penanggulangan jelasnya..
Bandung: Subunit Pulmonologi Bagian/UPF Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Global Initiative For Asthma (GINA). 2005. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?
intId=1170 [15 Agustus 2012]
Hadibroto, Iwan. dan Alam, Syamsir. 2006. Asma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
24
Heru.
2008.
Apa
yang
Perlu
Diketahui
Tentang
Asma.
http://www.depkes.go.id/index.php?
option=articles&task=viewarticle&artid=204&Itemid=3 [14 Agustus 2012]
Suyoko, E.M.D. 1992. Konsep Baru Penatalaksanaan Asma Bronial pada Anak.
Jakarta: Sub Bagian Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo.
The Asthma Foundation of Victoria. 2002. Penyakit Asma dan Gerak Badan.
http://www.asthma.org.au/Portals/0/AsthmaandExercise_IS_Indonesian.pdf
[14
Agustus 2012]
Wong, DN. 2003. Nursing Care of Infants and Children. St Louis Missauri, USA:
Mosby.
25