Anda di halaman 1dari 25

Anatomi Fisiologi

Dosen : dr. Hj. Darmawati Rauf, Sp. PK

PENYAKIT ASMA
Oleh

KELOMPOK 2
Ihfah Khaerawaty Gau
Cindy Yunita Sumule
Dwi Mutiara
Eka Saputra
Elvira Yolanda Putri
Fatimah Suci Wahyuni Datu
Fauzan Adzima
Fitrah Ramadani
Hajrah
Hastarina
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITKENIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
MAKASSAR
Jl. Wijaya Kusuma Raya, No. 56
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya jualah sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul Penyakit Asma ini dapat terselesaikan.
Dalam penulisan makalahini kami tidak henti-hentinya mengucapkan
banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini termasuk kepada dosen Anatomi Fisiologi kami, Ibu
dr. Hj. Darmawati Rauf, Sp. PK. Penulisan makalah ini bertujuan memberikan
informasi tentang penyakit asma.
Kami sadar sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan sebagaimana pepatah Tak ada gading yang tak retak. Oleh
karenanya kami membuka tangan selebar-lebarnya guna menerima saran dan
kritik membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami mengharapkan agar makalah ini dapat berguna bagi para
mahasiswa khususnya di jurusan Analis Kesehatan.
Sekian dan Terima Kasih.

Makassar, 10 Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Sampul.

Kata Pengantar

ii

Daftar Isi.

iii

BAB I.

BAB II. 6
BAB III...

24

Daftar Pustaka

26

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan
mempunyai populasi yang terus meningkat (The Global Initiative for Asthma,
2004). Kasus asma diseluruh dunia menurut survey GINA (2004) mencapai
300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 penderita asma bertambah
menjadi 400 juta jiwa.
Saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar penyebab
kesakitan dan kematian di Indonesia (Depkes RI, 2007). Hal ini disebabkan
oleh pengelolaan asma yang tidak terkontrol yang di tambah dengan sikap
pasien dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahan penyakit
asma sehingga menyebabkan kesakitan yang berkelanjutan dan lebih parahnya
dapat menyebabkan kematian seketika pada penderitanya (Dahlan, 1998).
Di Amerika Serikat tercatat sekitar 2 juta penderita asma yang
mengunjungi Unit Gawat Darurat setiap tahunnya, dan sekitar 500.000
penderita asma yang harus menjalani rawat inap, dan sebagai peringkat ketiga
penyebab rawat inap. Di satu sisi, dunia kedokteran dan farmasi telah
mencapai kemajuan yang sangat signifikan dalam pemahaman mengenai asma
sebagai penyakit. Namun ironisnya, dari sisi lain, meski berjuta-juta dollar
telah dikeluarkan untuk berbagai studi dan riset mengenai asma, nyatanya
jumlah penderita baru asma di seluruh dunia terus meningkat dari tahun ke
tahun.
Penyakit asma sudah lama diketahui, namun saat ini pengobatan atau
terapi yang diberikan hanya untuk mengendalikan gejala (Sundaru, 2008).
Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi dapat
dikendalikan. Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan
secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis yaitu

dengan cara pemberian obat-obatan anti inflamasi tetapi juga menggunakan


terapi nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala asma (Sundaru
2008).
Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara
menghindari allergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara
teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, menghindari stres
dan olahraga (Wong, 2003). Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk
mengurangi gejala asma dengan meningkatkan sistem imunitas (Siswantoyo,
2007; The Asthma Foundation of Victoria, 2002) dan memperlancar sistem
respirasi (Suyoko, 1992).
Asma dapat diatasi dengan baik dan akan lebih sedikit mengalami
gejala asma apabila kondisi tubuhnya dalam keadaan sehat. Olahraga dan
aktivitas merupakan hal penting untuk membuat seseorang segar bugar dan
sehat. Melakukan olahraga merupakan bagian penanganan asma yang baik
(The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Namun anjuran olahraga terhadap
penderita asma masih menjadi kontroversi. Disatu pihak olahraga dapat
memicu gejala asma, namun di lain pihak olahraga dapat meningkatkan
kemampuan bernapas penderita asma sehingga sangat penting dilakukan
dalam upaya pengendalian asma.
Berdasarkan uraian di atas, maka akan dibahas lebih lanjut tentang
penyakit asm dan pengendaliannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang diambil
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bagaimana cara kerja paru-paru?


Apa pengertian asma?
Apa yang menyebabkan terjadinya serangan asma?
Bagaimanakah klasifiksi asma?
Bagaimana mekanisme terjadinya asma?
Apa sajakah cara untuk pengendalian penyakit asma?
5

C. Tujuan Pembahasan
Jika dilihat dari rumusan maslah diatas, maka tujuan penulis
membahas penyakit asma dan pengendaliannya adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Untuk mengetahui bagaimana cara kerja paru-paru


Untuk mengetahui bagaimana sluk beluk dari pengertian asma
Untuk mengetahui apa saja penyebab-penyebab terjadinya serangan asma
Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi dari penyakit asma
Untuk mengetahui tentang mekanisme tejadinya asma
Untuk mengetahui cara penanganan atau pengendalian penyakit asma

BAB II
PEMBAHASAN
A. Cara Kerja Paru-paru
6

1. Pengertian Paru-paru Manusia


Paru-paru adalah organ tubuh manusia yang terdapat di dalam
dada. Paru-paru ini mempunyai fungsi memasukkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida.
Paru-paru merupakan organ dalam sistem pernafasan dan termasuk
dalam sistem kitaran vertebrata yang bernafas. Ini berfungsi untuk
menukar oksigen dari udara dengan karbondioksida dari darah dengan
bantuan hemoglobin. Proses ini dikenali sebagai respirasi atau pernafasan.
Paru-paru terletak di dalam rongga dada (thoracic cavity),
dilindungi oleh struktur tulang selangka dan diliputi dua dinding yang
dikenal sebagai pleura. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh lapisan udara
yang dikenal sebagai rongga pleural yang berisi cairan pleural.
Manusia menghirup udara untuk mendapatkan oksigen, namun
tidak semua udara yang dihirup dapat digunakan oleh tubuh, karena udara
tercampur dengan berbagai jenis gas. Pada waktu kita bernapas, paru-paru
menarik udara dari ruang tenggorokan. Saat dihembuskan, rangka tulang
rusuk tertarik ke arah dalam, dan diafragma di bawah tulang rusuk
bergerak ke atas. Ketika paru-paru mengecil, udara yang ada di dalam
kantung udara sedikit demi sedikit terdorong ke luar melalui batang
tenggorokan.
Cara kerja paru-paru, jika oksigen sudah sampai pada bronkus,
maka oksigen siap untuk masuk ke dalam saluran paru-paru. Oksigen akan
berdifusi lewat pembuluh darah berupa kapiler-kapiler arteri dengan cara
difusi. Kapiler-kapiler ini terdapat pada alveolus yang merupakan cabang
dari bronkiolus. Pada alveolus ini akan terjadi pertukaran gas oksigen
dengan karbondioksida. Oksigen diikat oleh hemoglobindalam sel-sel
darah merah (eritrosit), lalu diedarkan ke seluruh sel-sel tubuh

yang

nantinya akan digunakan oleh mitokondoria alam respirasi tingkat seluler


untuk

menghasilkan

energi

berupa

ATP

(Adenosin

Triphospat).
7

Karbondioksida akan dibawa oleh kapiler vena untuk dibawa ke alveolus


dan akan dikeluarkan di alveolus melalui proses respirasi.
B. Pengertian Asma
Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani yang memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya
gejala sesak nafas, batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan
saluran nafas. Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau
pembengkakan saluran nafas yang reversibel sehingga menyebabkan
diproduksinya cairan kental yang berlebih (Prasetyo, 2010).
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel,
eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan
gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat
reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa
nama yang biasa kita pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma.
Asma bukan penyakit menular, tetapi faktor keturunan (genetic) sangat punya
peranan besar di sini.
Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan
respon yang sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan.
Saluran pernafasan tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi
udara yang masuk. Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan salah
satu atau gabungan dari berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas pendek,
tersengal-sengal, hingga nafas yang berbunyi ngik-ngik (Hadibroto et al,
2006).
Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang
dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris,
yakni:

a. Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan
disebabkan karena reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu
(alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap mereka yang
sehat.
Pada orang-orang tertentu, seperti pada penderita asma, sistem
imunitas bekerja lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Reaksi ini
disebabkan oleh alergen. Alergen bisa tampil dalam bentuk: mulai dari
serbuk bunga, tanaman, pohon, debu luar/dalam rumah, jamur, hingga
zat/bahan makanan. Ketika alergen memasuki tubuh pengidap alergi,
sistem imunitasnya memproduksi antibodi khusus yang disebut IgE.
Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada sel-sel batang.
Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru-paru dan saluran
pernafasan

lalu

membangkitkan

suatu

reaksi.

Batang-batang

sel

melepaskan zat kimia yang disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini
adalah histamin.
Akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah reaksi
penegangan / pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya produksi
lendir yang dikeluarkan jaringan lapisan sebelah dalam saluran tersebut.
b. Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi
lingkungan seperti cuaca, kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan
juga oleh aktivitas olahraga yang berlebihan.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi
ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan
paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paruparu (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah
terkena asma intrinsik.
Tujuan dari pemisahan golongan asma seperti yang disebut di atas adalah
untuk mempermudah usaha penyusunan dan pelaksanaan program pengendalian
asma yang akan dilakukan oleh dokter maupun penderita itu sendiri. Namun

dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks, sehingga tidak selalu
dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita
seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi
ada pada satu orang.
C. Sejarah Asma
Asma dikenali di Mesir Kuno dan diobati dengan meminum ramuan
dupa yang dikenal sebagai kifi. Penyakit ini secara resmi disebut sebagai
masalah pernafasan oleh [Hipokrates] sekitar tahun 450 Sebelum Masehi,
dengan nama Yunani yang berarti "terengah-engah" membentuk dasar dari
nama modernnya. Pada tahun 200 SM penyakit ini dipercaya setidaknya
sebagian berkaitan dengan emosi.
Pada tahun 1873, salah satu makalah pertama pengobatan modern
dalam subyek ini mencoba menjelaskan patofisiologi dari penyakit itu,
sementara satu pada tahun 1872 menyimpulkan bahwa asma bisa
disembuhkan dengan menggosok dada dengan obat gosok kloroform.
Perawatan medis pada tahun 1880, termasuk penggunaan intravena dari obat
yang disebut pilokarpin. Pada tahun 1886, F.H. Bosworth berteori bahwa ada
hubungan antara asma dan rinitis alergi. Epinefrin pertama kali digunakan
dalam pengobatan asma pada tahun 1905. Kortisteroid oral mulai digunakan
untuk kondisi ini pada tahun 1950an sementara kortisteroid hirup dan agonis
beta aksi pendek pilihan mulai banyak digunakan pada tahun 1960an.
Selama tahun 1930-50an, asma dikenal sebagai salah satu dari tujuh
besar penyakit psikosomatik. Penyebabnya dianggap sebagai psikologis,
dengan pengobatan sering berdasarkan psikoanalisa dan penyembuhan dengan
bicara lain. Karena para psikoanalis ini menginterpretasikan mengi asma
sebagai tangisan yang tertahan dari anak yang mencari ibunya, mereka
menganggap pengobatan depresi khususnya penting untuk individu yang
menderita asma.
D. Epidemiologi
Hingga tahun 2011, 235300 juta orang di seluruh dunia menderita
asma, dan sekitar 250.000 orang meninggal per tahun karena penyakit ini.

10

Tingkatnya berbeda-beda antar Negara dengan prevalensi antara 1 dan 18%.


Lebih sering ditemukan di negara maju dibandingkan negara berkembang.
Jadi tingkatnya terlihat lebih rendah di Asia, Eropa Timur dan Afrika. Di
negara maju penyakit ini lebih banyak diderita oleh mereka yang kurang
beruntung secara ekonomi sementara di negara berkembang lebih biasa
ditemukan di kalangan atas. Alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui. Lebih
dari 80% mortalitas terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah.
Walaupun asma dua kali lebih sering ditemukan di kalangan anak lakilaki dibandingkan anak perempuan, asma berat terjadi pada keduanya setara.
Sebaliknya wanita dewasa memiliki tingkat asma yang lebih tinggi
dibandingkan pria dan lebih sering ditemukan di kalangan orang muda
dibandingkan orang tua.
Tingkat asma global telah meningkat secara tajam antara tahun 1960an
dan 2008 sehingga penyakit ini diakui sebagai masalah kesehatan umum
utama sejak tahun 1970an. Tingkat asma sudah stabil di negara maju sejak
pertengahan 1990an dengan peningkatan terbaru terutama di negara
berkembang. Asma diderita sekitar 7% penduduk Amerika Serikat dan 5%
penduduk Inggris. Di Kanada, Australia dan Selandia Baru tingkatnya sekitar
1415%.

E. Penyebab Terjadinya Asma


Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang
menjadi pencetus asma, yaitu:
Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan
bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti
asma, tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala

11

bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul


seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam
waktu singkat. Namun saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat
terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan.
Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk
stimulus sehari-hari seperti: perubahan cuaca dan suhu udara, polusi udara,
asap rokok, infeksi saluran pernafasan, gangguan emosi, dan olahraga
yang berlebihan.
Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada
saluran pernafasan. Penyebab asma (inducer) bisa menyebabkan
peradangan (inflammation) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang
berlebihan)

dari

saluran

pernafasan.

Oleh

kebanyakan

kalangan

kedokteran, inducer dianggap sebagai penyebab asma sesungguhnya atau


asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma (inducer) dengan demikian
mengakibatkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi, dibanding gangguan pernafasan yang
diakibatkan oleh pemicu (trigger). Umumnya penyebab asma (inducer)
adalah alergen, yang tampil dalam bentuk: ingestan, inhalan, dan kontak
dengan kulit. Ingestan yang utama ialah makanan dan obat-obatan.
Sedangkan alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga,
tungau, serpih dan kotoran binatang, serta jamur.
F. Klasifikasi Asma
Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat asma) yaitu:
1. Intermiten
Intermitten ialah derajat asma yang paling ringan. Pada tingkatan derajat
asma ini, serangannya biasanya berlangsung secara singkat. Dan gejala ini
juga bisa muncul di malam hari dengan intensitas sangat rendah yaitu 2x
sebulan.
2. Persisten Ringan
Persisten ringan ialah derajat asma yang tergolong ringan. Pada tingkatan
derajat asma ini, gejala pada sehari-hari berlangsung lebih dari 1 kali

12

seminggu, tetapi kurang dari atau sama dengan 1 kali sehari dan
serangannya biasanya dapat mengganggu aktifitas tidur di malam hari.
3. Persisten Sedang
Persisten sedang ialah derajat asma yang tergolong lumayan berat. Pada
tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya di atas 1 x
seminggu dan hampir setiap hari. Serangannya biasanya dapat
mengganggu aktifitas tidur di malam hari.
4. Persisten Berat
Persisten berat ialah derajat asma yang paling tinggi tingkat keparahannya.
Pada tingkatan derajat asma ini, gejala yang muncul biasanya hampir
setiap

hari,

terus

menerus,

dan

sering

kambuh.

Membutuhkan

bronkodilator setiap hari dan serangannya biasanya dapat mengganggu


aktifitas tidur di malam hari.
G. Patofisiologi Asma
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast
dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme,
pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat
banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur
oleh impuls saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau
non alargi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi

yang

dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah


terhadap respon parasimpatis.
Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera
akan timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau

13

duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan


utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan
memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari
bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam
keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat
ekspirasi.
Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga
terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang
yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara
keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputihputihan.

H. Pengendalian Asma
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai
berikut:
1. Pengetahuan

14

Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan


penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan
(GINA, 2005).
2. Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani
penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang
mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang
dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).
3. Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi
gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan
gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi,
dan sebagainya (GINA, 2005).
4. Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap

penderita

asma,

dilakukan

berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada


penderita asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada
penderita

asma

mild

intermitten,

menggunakan

pilihan

obat

glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh Teofilin, kromones, atau


leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan pilihan obat
.
I. Pencegahan
Efektivitas langkah-langkah pencegahan timbulnya asma ternyata tidak
memiliki bukti kuat. Ada beberapa yang cukup kuat antara lain: pembatasan
pajanan terhadap rokok baik pada saat dalam kandungan dan setelah lahir,
menyusui, dan peningkatan pajanan terhadap tempat penitipan anak atau
keluarga besar. Namun, kedua langkah ini tidak didukung oleh bukti yang
cukup untuk dijadikan rekomendasi indikasi penyakit ini. Pajanan terhadap
binatang peliharaan pada usia dini juga mungkin bermanfaat. Namun,
pengamatan pajanan terhadap hewan peliharaan ini dalam keadaan yang
berbeda tidak memberikan hasil meyakinkan[94] dan rekomendasi yang
diberikan hanya memindahkan hewan peliharaan dari rumah pasien yang
memiliki gejala alergi terhadap piaraan tersebut. Pembatasan asupan selama

15

masa kehamilan atau pada saat menyusui juga tidak pernah terbukti efektif
sehingga tidak direkomendasikan. Pengurangan atau penghilangan senyawa
tertentu yang diketahui berasal dari tempat kerja pada orang-orang yang
sensitif bisa jadi memberikan hasil efektif.
J. Pengobatan Bagi Penderita Asma
Meskipun tidak ada obat untuk asma, gejala-gejala yang muncul
biasanya bisa disembuhkan. Untuk itu, harus ada suatu rancangan penanganan
khusus yang bisa disesuaikan untuk pemantauan dan pengelolaan gejala.
Rancangan ini harus memasukkan langkah pengurangan pajanan terhadap
alergen, pengujian untuk mengetahui tingkat keparahan gejala, dan
penggunaan obat-obatan. Rancangan pengobatan harus ditulis dan saran
penyesuaian pengobatan harus diberikan berdasarkan terjadinya perubahanperubahan pada gejala.
Cara pengobatan asma yang paling efektif yaitu menemukan
pemicunya,

misal

merokok,

hewan

peliharaan,

atau

aspirin,

dan

menghilangkan pajanan terhadap pemicu-pemicu tersebut. Jika menjauhi


pemicu masih belum cukup, baru disarankan untuk menggunakan obat. Obat
farmasi dipilih berdasarkan, antara lain, keparahan penyakit dan frekuensi
gejala. Pengobatan khusus untuk asma secara luas dikategorikan dalam obat
reaksi-cepat dan reaksi-lambat.
Bronkodilator direkomendasikan untuk pelega jangka pendek. Pada
pasien yang mendapatkan serangan sesekali, tidak diperlukan obat lain. Jika
penyakitnya ringan namun persisten (terjadi serangan lebih dari dua kali
dalam seminggu), maka disarankan menggunakan kortikosteroid hirup dosis
rendah atau antagonis leukotriene oral atau stabiliser sel mast. Bagi pasien
yang

mendapatkan

serangan

setiap

hari,

disarankan

menggunakan

kortikosteroid hirup dengan dosis yang lebih tinggi. Pada serangan asma
sedang atau berat, kortikosteroid oral turut ditambahkan ke dalam rancangan
pengobatan ini.
Modifikasi Gaya Hidup
Menjauhi pemicu merupakan komponen kunci dalam meningkatkan
kendali dan mencegah serangan. Pemicu yang paling umum antara lain

16

alergen, rokok (tembakau dan lainnya), polusi udara,penghambat beta non


selektif, dan makanan yang mengandung sulfit. Merokok dan menjadi
perokok pasif dapat mengurangi efektivitas obat seperti kortikosteroid.
Pengendalian tungau debu, termasuk penyaringan udara, bahan kimia
pembasmi tungau, pengisapan debu, pemakaian sprei, dan metode lainnya
tidak berpengaruh pada pengurangan gejala asma.
Obat
Obat yang digunakan untuk menangani asma dibagi menjadi dua
kelas umum yaitu: obat pelega napas cepat yang digunakan untuk
menangani gejala akut; dan obat pengendali jangka panjang yang
digunakan untuk mencegah perburukan lebih lanjut.
Reaksi-cepat
a. Reaksi-singkat agonis beta2-adrenoseptor

(SABA),

seperti

salbutamol (albuterol USAN) atau Nama yang Diadopsi Amerika


Serikat, merupakan pengobatan garis pertama untuk gejala asma.
b. Obat Antikolinergik, misalnya ipratropium bromida, memberikan
manfaat lain saat digunakan dalam kombinasi dengan SABA untuk
pasien yang mengalami gejala sedang atau berat. Bronkodilator
antikolinergik juga dapat digunakan jika pasien tidak dapat
menoleransi SABA.
c. Agonis adrenergik versi lama yang kurang selektif seperti epinefrin
hirup, memiliki tingkat kemanjuran yang setara dengan jenis
SABA.

Meski

demikian,

obat-obatan

tersebut

tidak

direkomendasikan karena kekahawatiran akan terjadinya stimulasi


berlebihan terhadap jantung.
Pengendali jangka panjang
a. Kortikosteroid secara umum dinilai sebagai obat paling efektif
yang tersedia untuk pengendali jangka panjang. Biasanya, bentuk
hirup lebih banyak dipakai kecuali untuk kasus penyakit berat yang
persisten yang mungkin membutuhkan kortikosteroid oral.
Biasanya, formula hirup direkomendasikan untuk digunakan satu
atau dua kali sehari, tergantung tingkat keparahan gejala.
b. Long-acting beta-adrenoceptor agonist (LABA) atau Agonis betaadrenoseptor reaksi-lambat seperti salmeterol dan formoterol dapat
17

memperkuat pengendalian asma, meskipun hanya pada orang


dewasa,

bila

dikombinasikan

dengan

kortikosteroid

hirup.

Manfaatnya pada anak-anak belum jelas. Jika digunakan tanpa


steroid, obat-obatan ini meningkatkan risiko terjadinya efek
samping, bahkan saat digunakan bersama kortikosteroid, risiko ini
tetap sedikit mengalami peningkatan.
c. Antagonis Leukotrien (seperti montelukast dan zafirlukast) bisa
jadi digunakan bersama kortikosteroid hirup sebagai tambahan, dan
secara khusus digunakan dalam satu rangkaian dengan LABA.
Tidak ada cukup bukti yang menguatkan manfaat penggunaan
obat-obatan ini untuk serangan asma akut. Pada anak-anak di
bawah lima tahun, obat-obatan ini menjadi terapi tambahan
kortikosteroid hirup yang lebih sering dipilih.
d. Stabiliser sel mast (seperti sodium kromolin) adalah pilihan lain
yang tidak begitu disukai dibandingkan kortikosteroid.
Metode konsumsi obat
Obat biasanya tersedia dalam bentuk metered-dose inhaler
(MDI) yang dikombinasikan dengan spacer asma atau dalam bentuk
dry powder inhaler atau DPI. Spacer adalah silinder plastik yang
mencampurkan obat dengan udara sehingga obat mudah diterima
dalam dosis penuh. Alat nebulizer juga bisa digunakan. Nebulizer dan
spacer sama-sama efektif untuk pasien dengan gejala ringan sampai
sedang, namun tidak ada cukup bukti untuk menentukan apakah
memang ada perbedaan jika diterapkan pada gejala berat.
Dampak merugikan
Penggunaan kortikosteroid hirup dengan dosis konvensional dalam
jangka panjang membawa risiko dampak merugikan yang ringan. Risiko
tersebut antara lain timbulnya katarak dan menurunnya tinggi perawakan
tubuh.
Pengobatan Alternatif
Banyak orang yang menderita asma, seperti mereka yang
mengalami gangguan kronis lain, menggunakan pengobatan alternatif;
survei menunjukkan sekitar 50% menggunakan terapi non-konvensional.
Hanya ada sedikit data untuk mendukung efektivitas terapi-terapi ini.
18

Bukti tidak mencukupi untuk mendukung penggunaan Vitamin C.


Akupuntur tidak dianjurkan untuk pengobatan karena bukti tidak
mencukupi untuk mendukung penggunaannya. Ioniser udara tidak
menunjukkan bukti memperbaiki gejala asma atau menguntungkan fungsi
paru-paru; ini berlaku baik untuk generator ion negatif maupun positif.
"Terapi manual", termasuk osteopatik, kiropraktik, fisioterapi dan
terapi pernafasan, tidak mempunyai cukup bukti yang mendukung
penggunaannya dalam pengobatan asma. Teknik pernafasan buteyko untuk
mengontrol hiperventilasi bisa menyebabkan penurunan penggunaan obat
namun tidak berpengaruh pada fungsi paru-paru. Sehingga sebuah panel
ahli

merasa

bahwa

bukti

tidak

mencukupi

untuk

mendukung

penggunaannya.
Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):
1. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi
gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru,
mengurangi

hiperresponsive

dan

mengurangi

gejala

asma

dan

meningkatkan kualitas hidup (GINA, 2005). Obat ini dapat menimbulkan


kandidiasis orofaringeal, menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas
atas dan dapat memberikan efek sistemik, menekan kerja adrenal atau
mengurangi aktivitas osteoblast (GINA, 2005).
2. Glukokortikosteroid Oral
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid
inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes, penekanan
kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma, obaesitas dan
kelemahan (GINA, 2005).
3. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma. Obat
ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive pada
imun nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat
pemakaian dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).
4. 2-Agonist Inhalasi

19

Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah


pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam,
meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada
bagian

musculoskeletal,

menstimulasi

kerja

cardiovascular

dan

hipokalemia (GINA, 2005).


5. 2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada
waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja
jantung, dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA,
2005).
6. Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma
bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan
pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping
berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada
level yang lebih dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi,
aritmia jantung, takikardi, kerusakan otak dan kematian.
7. Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk
mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan
menurunkan gejala asma (GINA, 2005).

Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (reliever) asma:


1. 2-Agonist Inhalasi Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini
digunakan untuk mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow,
hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung,
tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).
2. 2-Agonist Oral Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat
menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA,
2005).
3. Antikolinergic

20

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru.
Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus (GINA,
2005).
Bila asma tidak bereaksi dengan obat biasa, pilihan lain tersedia baik
untuk tata laksana darurat maupun untuk mencegah kambuh. Untuk tata laksana
darurat pilihan lain termasuk:
1. Oksigen untuk meringankan hipoksia bila saturasi jatuh di bawah 92%.
2. Magnesium sulfat pengobatan intravena telah menunjukkan efek
bronkodilasi bila digunakan sebagai tambahan pengobatan dalam serangan
asma akut berat.
3. Helioks, campuran helium dan oksigen, bisa juga dipertimbangkan dalam
kasus berat yang tidak menunjukkan respons.
4. Salbutamol intravena tidak didukung oleh bukti tersedia dan oleh karena
itu hanya digunakan dalam kasus ekstrim.
5. Metilksantin (seperti teofilin) dulu sering digunakan, tapi tidak
memberikan efek tambahan yang berarti untuk beta-agonis yang dihirup.
Penggunaannya dalam serangan asma akut masih kontroversial.
6. Anestetik disosiatif ketamin secara teori berguna bila intubasi dan ventilasi
mekanis diperlukan pada orang yang hampir mengalami gagalnafas;
namun, tidak ada bukti klinis untuk mendukungnya.[120]
Bagi orang yang menderita asma persisten berat yang tidak dapat dikontrol
dengan kortikosteroid dan LABA, bronkial termoplasti bisa menjadi pilihan.
Pengobatan ini melibatkan aplikasi energi panas terkontrol ke dinding saluran
nafas dalam serangkaian sesi bronkoskopi. Walaupun mungkin meningkatkan
frekuensi serangan dalam beberapa bulan pertama, frekuensi selanjutnya
tampaknya diturunkan. Efek lewat dari setahun belum diketahui.
Terapi Penanganan Terhadap Gejala
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini
dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap
gejala asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini
dilakukan di rumah penderita asma dengan menggunakan obat

21

bronkodilator seperti: 2 -agonist inhalasi dan glukokortikosteroid oral


(GINA, 2005).
Pemeriksaan Teratur
Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya
secara teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk
melihat perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).
Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan.
Pola hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma.
Dengan pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan
olahraga atau yang biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh
(The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stress akan
menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat
memperburuk asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh
penderita asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
Latihan fisik dapat membuat tubuh menjadi lebih bugar, sehingga
tubuh tidak menjadi lemas. Latihan fisik dapat merubah psikologis
penderita asma yang beranggapan tidak dapat melakukan kerja apapun,
anggapan ini dapat memperburuk keadaan penderita asma. Sehingga
dengan latihan fisik, kesehatan tubuh tetap terjaga dan asupan oksigen
dapat ditingkatkan sejalan dengan peningkatan kemampuan latihan fisik
(The Asthma Foundation of Victoria, 2002).
BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel,
eosinophils,

dan

T-lymphocytes

terhadap

stimuli

tertentu

dan

menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan


napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang.

22

2. Beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut
banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
asma ekstrinsik, asma intrinsik.
3. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma, yaitu: pemicu (trigger) dan penyebab (inducer).
4. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan penyakit (derajat asma)
yaitu: intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.
5. Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai
berikut: pengetahuan, monitor, menghindari faktor resiko, pengobatan
medis jangka panjang, metode pengobatan alternative, terapi penanganan
terhadap gejala dan pemeriksaan teratur.
B. Saran
Dengan mengetahui apa dan bagaimana penyakit asma, maka beberapa
saran penulis sebagai berikut:
1. Untuk para penderita. Jangan menganggap remeh penyakit yang Anda
derita. Namun, seringlah berkonsul dengan dokter yang menangani Anda.
Akan tetapi, jangan pula Anda terlalu memikirkan tentang penyakit anda,
karena itu akan bisa memicu asma Anda kambuh.
2. Untuk para keluarga penderita.
Perhatikanlah keluarga Anda yang menderita penyakt asma. Karena asma
adalah penykit yang serius. Namun, perhatian dan pengamanan Anda
jangan terlalu berlebihan karena bisa saja si penderita merasa tertekan dan
stres yang bisa mengakibatkan asmanya kambuh.
3. Untuk para dokter atau ahli medis
Rawatlah pasien anda dengan baik. Jangan pernah meremehkan
tingkatkeparahan penyakit asma yang diderita oleh pasien Anda.

23

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Dahlan, Zul. 1998. Masalah Asma di Indonesia dan Penanggulangan jelasnya..
Bandung: Subunit Pulmonologi Bagian/UPF Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Global Initiative For Asthma (GINA). 2005. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?
intId=1170 [15 Agustus 2012]
Hadibroto, Iwan. dan Alam, Syamsir. 2006. Asma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

24

Pengertian Paru-paru. http://paru-paru.com/pengertian-paru-paru-manusia/ [15


Agustus 2012]
Prasetyo, Budi. 2010. Seputar Masalah Asma : Mengenal Asma, Sebab-sebab,
Resiko-resiko, Dan Cara Mengantisipasinya. Yogyakarta: Diva Press.
Sundaru,

Heru.

2008.

Apa

yang

Perlu

Diketahui

Tentang

Asma.

http://www.depkes.go.id/index.php?
option=articles&task=viewarticle&artid=204&Itemid=3 [14 Agustus 2012]
Suyoko, E.M.D. 1992. Konsep Baru Penatalaksanaan Asma Bronial pada Anak.
Jakarta: Sub Bagian Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo.
The Asthma Foundation of Victoria. 2002. Penyakit Asma dan Gerak Badan.
http://www.asthma.org.au/Portals/0/AsthmaandExercise_IS_Indonesian.pdf

[14

Agustus 2012]
Wong, DN. 2003. Nursing Care of Infants and Children. St Louis Missauri, USA:
Mosby.

25

Anda mungkin juga menyukai