Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB 1

Dosen pengampu: Khotimah, S. Kep., Ns., M. Kes

Disusun oleh:

Ilham Qomarul Asfari (7319013)

Jamila (7319014)

Khozinatul Munna Alfi Zulaikho (7319015)

Leaning Prameswari (7319016)

Mira Kartikasari (7319017)

M. Farros Hanif Dayni Mahdali (7319018)

S1 KEPERAWATAN – FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM

JOMBANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke-hadirat allah yang maha kuasa atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas berjudul “Asuhan Keperawatan Asma” dengan
baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penyusunan tugas ini adalah untuk memenuhi
tugas kelompok keperawatan medikal bedah.

Dengan segala kerendahan hati penulis selaku penyusun tugas ini menyadari bahwa
tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas yang
serupa di masa yang akan datang.

Demikian, semoga segala yang tertulis di dalam tugas ini bermanfaat, selebihnya
mohon maaf yang sebenar-benarnya.

Jombang, 24 Oktober 2020

penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan teori Asma?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada asma?
C. Tujuan
1. Mampu mengetahui tinjauan teori asma.
2. Mampumengetahui asuhan keperawatan pada asma.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................3
A. Latar Belakang..................................................................................................3
B. Tujuan................................................................................................................6
C. Sistematika Penulisan........................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................................8
A. Pengertian..........................................................................................................8
B. Anatomi Fisiologi Paru.....................................................................................8
C. Etiologi............................................................................................................12
D. Patofisiologi.....................................................................................................14
E. Patoflowdiagram.............................................................................................16
F. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)............................................................16
G. Pemeriksaan Penunjang...................................................................................17
H. Penatalaksanaan Medis....................................................................................18
I. Komplikasi......................................................................................................18
J. Konsep Asuhan Keperawatan Asma...............................................................18
1. Pengkajian....................................................................................................18
2. Diagnosa Keperawatan................................................................................21
3. Intervensi.....................................................................................................21
BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................................25
BAB IV PEMBAHASAN KASUS...........................................................................43
BAB V PENUTUP....................................................................................................44
A. Kesimpulan......................................................................................................44
B. Saran................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................45
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun

di negara-negara sedang berkembang.

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel

imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel, serta

meningkatnya respon saluran napas (hipereaktivitas bronkus) terhadap berbagai

stimulant. Inflamasi kronik ini akan menyebabkan penyempitan (obstruksi) saluran napas

yang reversible, membaik secara spontan dengan atau tanpa pengobatan. Gejala yang

timbul dapat berupa batuk, sesak nafas dan mengi.

Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat

bersifat menetap dan menggaggu aktivitas bahkan kegiatan harian sehigga menurunkan

kualitas hidup, salah satu faktor pencetus serangan asma adalah kondisi psikologis klien

yang tidak stabil termasuk di dalamnya cemas.

Hal ini sering diabaikan oleh klien sehingga frekwensi kekambuhan menjadi lebih

sering dan klien jatuh pada keadaan yang lebih buruk, kondisi ini merupakan suatu rantai

yang sulit ditentukan mana yang menjadi penyebab dan mana yang merupakan akibat.

Keadaan cemas menyebabkan atau memperburuk serangan, serangan asthma dapat

menyebabkan kecemasan besar pada klien asthma padahal kecemasan justru

memperburuk keadaan. Cris Sinclair, (1990).


Kondisi sesak dapat menimbulkan kecemasan karena klien merasa adanya ancaman

kematian (Barbara C. Long, 1996).

Menurunkan tingkat kecemasan pada klien asma baik pada saat serangan ataupun

saat tidak terjadi serangan sangat penting. Sebab seperti yang telah dijelaskan di atas

maka lingkaran mengenai penyebab dan akibat cemas harus diputus. Dengan demikian

berarti memutus salah satu faktor pencetus asma dan memutus keadaan cemas yang

disebabkan oleh asma. Sehingga dapat memperpendek masa serangan dan memperkecil

frekwensi kekambuhan.

Sedangkan menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2006, Asma didefinisikan

sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan,

inflamasi kronik ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada

tertekan dan batuk, terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan

dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel

baik secara spontan maupun dengan pengobatan.

Di dunia meliputi di Inggris sekitar 2,5 juta penderita asma bronkiale yang perlu

pengobatan dan pengawasan rutin, 10% anak-anak dan 7% dewasa (Crockett A, 1997).

Di Amerika serikat diperkirakan 9,5 juta penduduk menderita asma, di Jerman 9 juta

penduduk, cemas yang berhubungan dengan sulit bernafas dilaporkan sebagai diagnosa

yang sering di tangani (50% - 74%) (Carpenito, 2000 : 128). Ini merupakan angka yang

cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien asma

secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual. Di Jawa Timur menurut penelitian

Amin Muhammad (2000) dilaporkan terdapat 13,5% dari 6144 responden menunjukkan

gejala asma.
Badan kesehatan sedunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia

menderita asma. Bahkan, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai

180.000 orang setiap tahun. Kondisi ini tidak hanya terjadi di negara berkembang, tapi

juga di negara maju sekalipun.

Pada tahun 2009 jumlah jumlah penderita asma pada lansia di Puskesmas

Kedungmundu Semarang dengan jumlah 46 orang penderita, diatas penyakit ISPA,

gastritis, hipertensi. Sedangkan pada tahun 2010 di bulan Januari sampai sekarang

terdapat 7 orang penderita.

Untuk itu perawatan asma untuk lansia haruslah komprehensif mengingat

komplikasi seperti gagal nafas, hipoksemia, yang dapat menyebabkan kematian, serta

harus melibatkan beberapa elemen seperti individu, keluarga dan perawat. Maka

sebagian perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara langsung

kepada individu dan keluarga tentang asma agar mampu meningkatkan pengetahuan,

kemampuan serta kemauan dalam melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga. Lima tugas

tersebut yaitu, mengenal masalah asma, memutuskan pengobatan yang baik, merawat

penderita asma, memodifikasi lingkungan, serta memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan dokter klinik.

B. Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian

Asma adalah kelainan berupa inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan

hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang dapat menimbulkan gejala

mengi, batuk, sesak napas dan dada terasa berat terutama pada malam dan atau dini hari

yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan. (Depkes RI,

2009)

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan

bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smeltzer, Suzanne, 2002)

B. Anatomi Fisiologi Paru

(Sumber : Watson.R. Anatomi Dan Fisiologi. Ed 10. Buku Kedokteran ECG. Jakarta,2002.

Hal 303)

Paru-paru adalah dua organ yang berbentuk seperti bunga karang besar yang terletak

di dalam torak pada sisi lain jantung dan pembuluh darah besar. Paru paru memanjang

mulai dari dari akar leher menuju diagfragma dan secara kasar berbentuk kerucut dengan

puncak di sebelah atas dan alas di sebelah bawah. Diantara paru-paru mediastinum, yang

dengan sempurna memisahkan satu sisi rongga torasik sternum di sebelah depan. Di
dalam mediastinum terdapat jantung, dan pembuluh darah besar, trakea dan esofagus,

dustuk torasik dan kelenjar timus. Paru-paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru-paru

sebelah kiri mempunyai dua lobus, yang dipisahkan oleh belahan yang miring. Lobus

superior terletak di atas dan di depan lobus inferior yang berbentuk kerucut. Paru-paru

sebelah kanan mempunyai tiga lobus. Lobus bagian bawah dipisahkan oleh fisura oblik

dengan posisi yang sama terhadap lobus inferior kiri. Sisa paru lainnya dipisahkan oleh

suatu fisura horisontal menjadi lobus atas dan lobus tengah. Setiap lobus selanjutnya

dibagi menjadi segmensegmen yang disebut bronko-pulmoner, mereka dipisahkan satu

sama lain oleh sebuah dinding jaringan koneknif , masing-masing satu arteri dan satu

vena. Masing-masing segmen juga dibagi menjadi unit-unit yang disebut lobulus (Snell,

R. 2006).

Fungsi utama paru adalah sebagai alat pernapasan yaitu melakukan pertukaran udara

(ventilasi), yang bertujuan menghirup masuknya udara dari atmosfer kedalam paru-paru

(inspirasi) dan mengeluarkan udara dari alveolar ke luar tubuh (ekspirasi).

(Sumber : Price.S.A, Wilson.L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Bagian 2 edisi 4. Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1995. Hal 646.)

Secara anatomi, fungsi pernapasan ini dimulai dari hidung sampai ke parenkim paru.

Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi

(pengantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pernapasan
dapat berarti pengangkutan oksigen (O2) ke sel dan pengangkutan CO2 dari sel kembali

ke atmosfer. Proses ini terdiri dari 4 tahap yaitu (Guyton ,2007) :

1. Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara ke dan dari alveoli.

Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh, karena masih

adanya udara yang tersisa didalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan walaupun

dengan ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut volume residu. Volume

ini penting karena menyediakan O2 dalam alveoli untuk mengaerasikan darah.

2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.

3. Pengangkutan O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh menuju ke dan dari sel-sel.

4. Regulasi pertukaran udara dan aspek-aspek lain pernapasan.

Dari aspek fisiologis, ada dua macam pernapasan yaitu (Rahajoe dkk, 1994) :

1. Pernapasan luar (eksternal respiration) yaitu penyerapan O2 dan pengeluaran CO2

dalam paru-paru.

2. Pernapasan dalam (internal respiration) yang aktifitas utamanya adalah pertukaran

gas pada metabolisme energi yang terjadi dalam sel.

Untuk melakukan tugas pertukaran udara, organ pernapasan disusun oleh beberapa

komponen penting antara lain :

1. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot dan saraf perifer

2. Parenkim paru yang terdiri dari saluran nafas, alveoli dan pembuluh darah.

3. Pleura viseralis dan pleura parietalis.

4. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh arteri utama. Sebagai organ pernapasan

dalam melakukan tugasnya dibantu oleh sistem kardiovaskuler dan sistem saraf
pusat. Sistem kardiovaskuler selain mensuplai darah bagi paru (perfusi), juga dipakai

sebagai media transportasi O2 dan CO2 sistem saraf pusat berperan sebagai

pengendali irama dan pola pernapasan (Guyton, 2007).

Dalam mekanika pernapasan terdapat tiga tekanan yang berperan penting dalam

ventilasi (Sherwood.L, 2011) :

1. Tekanan atmosfer (760 mmHg) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di

atmosfer pada benda di permukaan bumi. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan

penambahan ketinggian diatas permukaan laut karna lapisan-laisan dipermukaan

bumi juga semakin menipis.

2. Tekanan intra-alveolus/intrapulmonal (760 mmHg) adalah tekanan didalam alveolus.

Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar,

udara cepat mengalir menuruni gradien tekanannya setiap tekanan intra-alveolus

berbeda dari atmosfer;udara terus mengalir sampai kedua tekanan seimbang

(ekuilibrium).

3. Tekanan intrapleura (756 mmHg) adalah tekanan didalam kantung pleura.

Ditimbulkan dari luar paru didalam rongga thoraks.

Sebelum inspirasi terlihat otot-otot pernapasan relaks dan besar tekanan intra-

alveolus sama dengan tekanan atmosfer. Pusat irama dasar pernapasan (dorsal respiratory

group/DRG group/DRG di formasio retikularis medula oblongata) mengirimkan impuls

dari I neuron I-DRG melalui n.phrenicus ke otot- otot inspirasi dan ke neuron E-VRG

(ventral respiratory group). Diafragma dan m.external intercostal berkontraksi → rongga

thorak membesar → tekanan transmural (intra-pleura & intra-alveolar) meningkat →

jaringan paru → tekanan intra-alveolar↓ → udara masuk ke alveolus. Napas dalam


melibatkan otot inspirasi tambahan : m.sternocleidomastoideus dan m.scalenus

(Sherwood,L. 2011).

Pada akhir inspirasi otot-otot inspirasi relaks → tekanan transmural (intrapleura

intrapleura dan atmosfer) menurun → dinding dada menekan jaringan paru → tekanan

intra-alveolar meningkat → udara keluar. Impuls dari neuron E-VRG menghambat

neuron I-DRG sehingga menghentikan aktivitasnya dengan penglepasan rangsangan

inhibisi. Ekspirasi tenang tidak melibatkan otot-otot ekspirasi. Ekspirasi aktif melibatkan

otot-otot ekspirasi: m.internal intercostal dan m.abdominalis.

C. Etiologi

Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka,

secara umum pemicu asma adalah:

1. Faktor predisposisi

a. Genetik

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma

Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas

saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi

1) Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu

binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.


b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan

dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan

(seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).

c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan,

logam dan jam tangan

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan

alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini

menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus

alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti

histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

2. Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas

jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi

segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik

atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya

terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat,

ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas

pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan

selama 2-3 menit sebelum latihan.

3. Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi

pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo

bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan

hiperresponsif pada sistem bronkial.

4. Stress
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga

bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi

untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala

asmanya belum bisa diobati.

5. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

serangan Asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti

musim hujan, musim kemarau.

D. Patofisiologi

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme

otot polos edama dan inflamasi memakan jalan nafas dan eksudasi muncul intra minimal,

sel-sel radang dan deris selular. Obstruksi, menyebabkan pertambahan resistensi jalan

udara yang merendahkan volume ekspirasi paksa dan kecepatan aliran penutupan

prematur jalan udara, hiperinflasi paru. Bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat

elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan nafas bersifat difusi, obstruksi

menyebabkan perbedaan suatu bagian dngan bagian lain ini berakibat perfusi bagian paru

tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas terutama penurunan

CO2 akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi disaluran nafas antibodi COE berikatan dengan alergi

degrenakulasi sel mati, akibat degrenakulasi tersebut histomin dilepaskan. Histomin

menyebabkan konstruksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin juga

merangsang pembentukan mulkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler maka juga

akan terjadi kongesti dan pembanguan ruang intensium paru.


Individu yang mengalami asma mungkin memerlukan respon yang sensitif

berlebihan terhadap sesuatu alergi atau sel-sel mestinya terlalu mudah mengalami

degravitasi dimanapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut. Hasil akhirnya

adalah bronkapasme, pembentukan mukus edema dan obstruksi aliran udara (Amin

2013:47)

E. Patoflowdiagram

(Sumber : Amin Huda. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Nanda

NIC NOC Dalam Berbagai Kasus.Yogyakarta: Mediaction.)

F. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)

Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkial adalah batuk dispnea dan

mengi. Selain gejala di atas ada beberapa gejala yang menyertai diantaranya sebagai

berikut (Mubarak 2016:198) :

1. Takipnea dan Orthopnea

2. Gelisah

3. Nyeri abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.


4. Kelelahan

5. Tidak toleran terhadap aktivitas seperti makan berjalan bahkan berbicara.

6. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai

pernafasan lambat.

7. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.

8. Sionss sekunder

9. Gerak-gerak retensi karbon dioksida, seperti berkeringat, takinardi dan pelebaran

tekanan nadi.

10. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang

secara spontan

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Sputum

Pada pemeriksaan sputum ditemukan:

a. Kristal-kristal Charcot leyden yang merupakan degranulasi duri kristal eosinofil.

b. Terdapatnya spiral cursehman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel

cabang-cabang bronkus.

c. Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d. Terdapatnya neutrofil eosinofil.

2. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi sedangkan

leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma.

a. Gas analisa darah

Terdapat aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat PaCO2 maupun

penurunan PH menunjukan prognosis yang buruk.

b. Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDTI yang meninggi


c. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu serangan

dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

3. Foto Rontgen

Pada umumnya pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma

gambaran ini menunjukan hiperinflasi paru berupa radiolusen yang bertambah dan

pelebaran rongga interkostal serta diafragma yang menurun. (Amin 2013:49)

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan asma bronkial menurut : (Amin 2013:49)

1. Edukasi penderita

2. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara obyektif dengan mengukur fungsi

paru.

3. Mengurangi pengobatan jangka panjang untuk pencegahan.

4. Merencanakan pengobatan untuk serangan akut.

5. Menghindari dan mengendalikan pencetus asma bronkial

I. Komplikasi

Komplikasi menurut (manjoer 2007:477) yang mungkin timbul adalah:

1. Phemothora : Keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai.

2. Phemothoran : Dikenal juga sebagai enfisema mediustrum adalah kondisi dimana

udara hadir di mediastrium

3. Bronkitis : Lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-paru yang masih

mengalami bengkak.
J. Konsep Asuhan Keperawatan Asma
1. Pengkajian

a. Biodata klien (nama, umur, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain)


b. Keluhan utama (pada umumnya klien mengatakan sesak napas)
c. Riwayat penyakit masa lalu (apa klien pernah mengalami penyakit asma
sebelumnya atau mempunyai riwayat alergi)
d. Riwayat penyakit keluarga (adakah keluarga klien yang memiliki penyakit asma
sebelumnya)
e. Aktivitas istirahat
1) Gejala : ketidakmampuan melakukan aktivitas, ketidakmampuan untuk
tidur, keletihan, kelemahan, malaise.
2) Tanda : keletihan, gelisah, insomnia, kehilangan/kelemahan massa
otot
f. Sirkulasi
1) Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah
2) Tanda : peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi paru,
distensi vena leher, warna kulit/membran mukosa: normal/abu-
abu/sianosis, pucat dapat menunjukkan anemia
g. Integritas ego
1) Gejala : mual, muntah, perubahan pola tidur
2) Tanda : ansietas, ketakutan, peka rangsangan
h. Makanan cairan
1) Gejala : mual, muntah, nafsu makan buruk anoreksia,
ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
2) Tanda : turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan
berat badan
i. Hygiene
1) Gejala : penurunan kemampuan, penurunan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas
2) Tanda : kebersihan tubuh kurang, bau badan
j. Pernapasan
1) Gejala : nafas pendek, dispnea khusus saat beraktifitas, rasa dada
tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas, batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut, episode batuk
hilang timbul, iritan pernapasan dalam jangka panjang misalnya: merokok,
debu, sabes, asap, batuk, bulu-bulu, serbuk gergaji. Pengguna oksigen
pada malam hari terus menerus, faktor keturunan dari keluarga.
2) Tanda : pernafasan biasa cepat dan lambat, penggunaa otot bantu
pernapasan, kesulitan berbicara, pucat, syanosis pada bibir dan dasar kuku
k. Keamanan
1) Gejala : riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat factor
lingkungan, adanya berulangnya infeksi
2) Tanda : berkeringat, kemerahan
l. Seksualitas
1) Gejala : penurunan libido
m. Intervensi sosial
1) Gejala : ketergantungan, gagal dukungan dari orang terdekat, penyakit
2) Tanda : ketidakmampuan membuat suara atau mempertahankan suara
karena distres pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelainan hubungan
dengan anggota keluarga lain
2. Pemeriksaan fisik
a. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara tepat agarmemeperoleh riwayat penyakit
yang akurat pada pasien asma. Anamnesis pada pasien asma terutama mengenai
gejala sulit bernafas, mengi, atau batuk yang bersifat episodik dan berkaitan
dengan musim. Setelah memastikan seseorang mengalami mengi atau batuk,
selanjutnya adalah mengidentifikasi pola dan derajat gejala. Pola gejala di
bedakan gejala timbul saat infeksi virus, faktor pencetus timbulnya gejala batuk
dan mengi tersebut harus di tentukan. Faktor pencetus tersebut dapat berupa
aktifitas, emosi, debu, bulu binatang, suhu lingkungan, aerosol/aroma yang tajam,
asap rokok atau asap dari perapian. Derajat berat ringanya gejala harus di tentukan
untuk menentukan penatalaksanaan yang akan di berikan.
Adanya faktor resiko seperti riwayat penyakit alergi lainya dan riwayat asma
pada keluarga juga mendukung diagnosis asma.
b. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik abnormal yang paling sering di temui adalah wheeezing pada
auskultasi yang mengkonfirmasi adanya keterbatasan aliran udara pada saluran
pernafasan. Keterbatasan aliran udara di sebabkan penyempitan saluran nafas
karena kontraksi otot polos saluran nafas, odema dan hipersekresi mukus yang
menyebabkan meningkatnya usaha pernapasan. Karakteristik utama asma yaitu
mengi berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal menuju
diagnosis. Gejala
1) Pemeriksaan fungi paru
Diagnosis asma biasanya berdasarkan diagnosis klinis, namun
pemeriksaan fungi paru akan mendukung diagnosis asma. Tujuan
pemeriksaan fungi paru adalah untuk menilai derajat obstruksi jalan napas,
reversibilatas dan variabilitasnya. Reservibilitas adalah ukuran
peningkatan FEV₁ (atau PEV) dalam beberapa menit adalah inhalasi
bronkodilator kerja cepat seperti salbutamol 200-400 ug, atau dalam
beberapa hari atau minggu setelah inhalasi glukokortikosteroid.
Variabilitas adalah perbaikan atau perburukan gejala dan fungsi paru
dalam beberapa waktu, baik dalam satu hari, hari ke hari, bulan ke bulan,
maupun musiman. Variabilitas dinyatakan sebagai persen nilai terbaik dari
selisih nilai PEF pagi hari terendah dengan nilai PEF malam hari tertinggi.
Ada beberapa metode untuk mengevaluasi obstruksi jalan napas,
paling sering digunakan adalah spirometri untuk mengukur forced
expiratory volume in 1 second (FEV) dan forced vital capacity (FVC). Dan
pengukuran peak expiratory flow (PEF).
2) Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran napas
Penilaian respon bronkus dengan histamin, metakolin, latihan/olahraga,
udara kering dan dingin dapat membantu menegakkan diagnosis asma
pada pasien yang mempunyai gejala asma tetapi fungsi parunya tampak
normal. Pemeriksaan hiperrespinsivitas saluran nafas merefleksikan
sensitifitas saluran nafas terhadap faktor pencetus. Pengukuran ini
memiliki sensitivitas tinggi namun spesifisitasnya rendah, artinya hasil
negatif dapat membantu menyingkirkan diagnosis asma persisten,
sedangkan hasil positif tidak selalu berarti pasien tersebut menderita asma
karena hiperreaktivitas saluran nafas juga terdapat pada pasien rinitis
alergi dan penyakit paru obstruktif menahun.
3) Pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non invasif
Penilaian inflamasi saluran nafas pada asma juga dapat dilakukan dengan
cara memeriksa eosinofil atau neutrofil sputum, baik yang spontan maupun
yang diinduksi dengan garam hipertonik. Selain itu, pengukuran kadara
NO ekshalasi (FeNO) dan karbon monoksida (FeCO) juga merupakan cara
menilai inflamasi saluran nafas non-invasif, kadar NO cenderung
meningkat pada penderita asma, namun walaupun didapatkan eosinofila
pada sputum dan peningkatan kadar NO, hasil ini tidak spesifik untuk
dapat menegakkan diagnosis pasti asma.
4) Penilaian status alergi
Asma berhubungan kuat dengan rhinitis alergi, oleh karena itu adanya
alergi meningkatkan kemungkinan diagnosis asma, alergi pada pasien
dapat di identifikasi melalui tes kulit dan pemeriksaan lgE spesifik dalam
serum, selain itu penilaian status alergi ini dapat membantu
mengidentifikasi faktor pencetus yang menyebabkan asma pada pasien.
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada penyakit asma adalah:
1) Gangguan pertukaran gas b/d spasme bronkus
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sesak napas
3) Pola napas tidak efektif b/d meningkatnya usaha dan frekuensi pernapasan
4) gangguan integritas kulit/jaringan b/d stress
5) Penurunan curah jantung b/d curah jantung
6) Intoleransi aktifitas b/d lemahnya tubuh
7) Ansietas b/d takut sulit bernafas disebabkan gagal nafas yang berat
4. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa SLKI SIKI


1. Gangguan Pertukaran gas ekspektasi Terapi oksigen tindakan:
pertukaran gas meningkat Observasi
 Dispnea 5 (menurun)  Monitor kecepatan
 Bunyi napas tambahan aliran oksigen
5 (menurun)  Monitor posisi alat
 Gelisah 5 (menurun) terapi oksigen
 Napas cuping hidung  Monitor aliran oksigen
5 (menurun) secara periodik dan
 Takikardia 5 pastikan fraksi yang
(membaik) diberikan cukup
 Pola napas 5  Monitor efektifitas
(membaik) terapi oksigen
 Monitor tingkat
kecemasan akibat
terapi oksigen
 Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan
jalan napas
 Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
 Berikan oksigen
tambahan
 Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
di rumah
2. Bersihan jalan Bersihan jalan napas Manajemen asthma
napas tidak efektif ekspektasi meningkat tindakan
 Mengi 5 (menurun) Observasi
 Wheezing 5  Monitor frekuensi dan
(menurun) kedalaman napas
 Dispnea 5 (menurun)  Monitor tanda dan
 Ortopnea 5 (menurun) gejala hipoksia (mis.
 Sulit bicara 5 gelisah, agitasi,
(menurun) penurunan kesadaran)
 Gelisah 5 (menurun)  Monitor bunyi napas

 Frekuensi napas 5 tambahan (mis.

(membaik) wheezing, mengi)

 Pola napas 5  Monitor saturasi

(membaik) oksigen
Terapeutik
 Berikan posisi semi
fowler 30-45˚
 Pasang oksimetri nadi
 Lakukan penghisapan
lendir, jika perlu
 Berikan oksigen 6-15
L via sungkup untuk
mempertahankan
SpO₂: > 90%
 Pasang jalur intravena
untuk pemberian obat
dan hidrasi
 Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan
hitung darah lengkap
dan AGD
Edukasi
 Anjurkan
meminimalkan ansietas
yang dapat
meningkatkan
kebutuhan oksigen
 Anjurkan bernapas
lambat dan dalam
 Ajarkan teknik
pursued-lip breathing
 Ajarkan
mengidentifikasi dan
menghindari pemicu
(mis, debu, bulu
hewan, serbuk bunga,
asap rokok, polutan
udara, suhu lingkungan
ekstreem, alergi
makaan)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator sesuai
indikasi (mis,
albuierol,
metaproterenol)
 Kolaborasi pemberian
obat tambahan jika
tidak responsif dengan
bronkodilator (mis,
prednisolone,
methypredsole,
aminophyline)
3. Pola napas tidak Pola napas ekspektasi Pemantauan respirasi
efektif membaik tindakan
 Dispnea 5 (menurun) Observasi
 Penggunaan otot bantu  Monitor frekuensi,
napas 5 (menurun) irama, kedalaman, dan
 Ortopnea 5 upaya napas
( menurun)  Monitor pola napas
 Pernapasan cuping (seperti, bradipnea,
hidung 5 ( menurun) takipnea,
hiperventilasi,
 Frekuensi napas 5 kussmaul, cheyne-
(membaik) stokes, biot, ataksik)
 Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor nilai AGD
Terapeutik
 Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4. Gangguan Integritas kulit/jaringan Perawatan integritas kulit
integritas ekspektasi meningkat Tindakan
kulit/jaringan  Kerusakan lapisan Observasi
kulit 5 (menurun)  Identifikasi penyebab
 Nyeri 5 (menurun) gangguan integritas
 Perdarahan 5 kulit
(menurun) Terapeutik
 Kemerahan 5  Gunakan produk
(menurun) berbahan petroleum
atau minyak pada
kulit kering
 Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada
kulit sensitive
 Hindari produk kulit
berbahan alkohol pada
kulit kering
Edukasi
 Anjurkan
menggunakan
pelembab
 Anjurkan meminum
air yang cukup
5. Penurunan curah Curah jatung ekspektasi Manajemen syok obstruktif
jantung meningkat Tindakan
 Palpitasi 5 (menurun) Observasi
 Takikardia 5  Monitor status
(menurun) kardiopulmonal
 Dispnea 5 (menurun)  Monitor status
 Ortopnea 5 (menurun) oksigenasi

 Batuk 5 (menurun)  Monitor tingkat


kesadaran dan respon
pupil
 Identifikasi penyebab
sedini mungkin
Terapeutik
 Pertahankan jalan
napas peten
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
6. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Manajemen energi
ekspektasi meningkat Tindakan
 Saturasi oksigen 5 Observasi
(meningkat)  Identifikasi gangguan
 Dispnea saat aktivitas fungsi tubuh yang
5 (menurun) menegakibatkan
 Dispnea stelah kelelahan
aktivitas 5 (menurun)  Monitor kelelahan
 Frekuensi napas 5 fisik dan emosional
(membaik)  Monitor pola dan jam
tidur
Terapeutik
 Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
 Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur
Edukasi
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
 Ajarkan melakukan
koping untuk
mengurangi kelelahan
7. Ansietas Tingkat ansietas Terapi relaksasi Tindakan
ekspektasi menurun Observasi
 Perilaku gelisah 5  Identifikasi penurunan
(menurun) energi
 Palpitasi 5 (menurun)  Identifikasi Teknik
 Frekuensi pernapasan relaksasi yang pernah
5 (menurun) efektif di gunakan
 Tremor 5 (menurun)  Monitor respon
 Pucat 5 (menurun) terhadap terapi

 Pola tidur 5 relaksasi

(membaik) Terapeutik
 Ciptakan lingkungan
yang tenang
 Gunakan pakaian
longgar
Edukasi
 Anjurkan mengambil
posisi nyaman
 Demonstrasikan dan
latih Teknik relaksasi

5. implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap


pasien. Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam pelaksanaan sesuai rencana
keperawatan diantaranya yakni intervensi dilaksanakan sesuai rencana setelah
dilaksanakan validasi, kemampuan interpersonal, Teknik dan intelektual dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi klien di lindungi
serta dokumentasi serta intervensi dan respon pasien.

Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara konkrit dari rencana intervensi
yang telah di buat untuk mengatasi masalah Kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien.

1) Gangguan pertukaran gas b/d spasme bronkus


Implementasi:
 Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output
 Tempatkan klien pada semifowler
 Berikan terapi intravena sesuai anjuran, jika perlu
 Penghisapan sesuai indikasi
 Berikan obat-obatan yang di tentukan serta amati apabila ada tnda-tanda
toksisitas
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sesak napas
Implementasi:
 Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
 Atur posisi semifowler
 Bantu klien Latihan nafas dalam
 Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan
 Lakukan fisioterapi dada dengan Teknik postural drainase, perkusi dan fibrasi
dada
 Pemberian obat bronkodilator golongan B2
 Agen mukolitik dan ekspektoran
 kortikosteroid
3) Pola napas tidak efektif b/d meningkatnya usaha dan frekuensi pernapasan
Implementasi:
 Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
 Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius
 Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
 Bantu pasien mengatasi takut/ansietas
 Berikan oksigen tambahan
 Berikan humidifikasi tambahan
 Bantu fisioterapi dada
4) gangguan integritas kulit/jaringan b/d stress
implementasi:
 kaji kerusakan kulit/jaringan
 berikan obat oles
 anjurkan minum yang banyak
 anjurkan memakai pelembab
5) Penurunan curah jantung b/d curah jantung
Implementasi:
 Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
 Pantau status pernapasan tiap 4 jam
 Tempatkan klien pada semifowler
 Berikan oksigen tambahan
6) Intoleransi aktifitas b/d lemahnya tubuh
Implementasi:
 Berikan lingkungan yang nyaman
 Anjurkan posisi semifowler
 Evaluasi tingkat kelelahan
7) Ansietas b/d takut sulit bernafas disebabkan gagal nafas yang berat
Implementasi:
 Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang diagnose
 Akui rasa takut / masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
 Terima penyangkalan pasien tetapi jangan di kuatkan
 Berikan kenyamanan fisik pasien

6. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai