Anda di halaman 1dari 2

Menurut (Mansjoer, 2001) Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada
bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih
sempit. Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet.
Saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada
emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan
pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan
kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli
mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru
secara kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen
mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan
mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan
asidosis respirastorius individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik kealiranmasuk dan
aliran keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan
tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai
dan dipertahankan selama ekspirasi.
Menurut (James & Marina, 2003) penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) berupa
perubahan patologis dari jalan napas dimana respon yang terjadi adalah batuk yang kronis dan
produksi sputum, lesi pada saluran napas yang lebih kecil akan menyebabkan obstruksi jalan
napas dan kerusakan emfisematosa permukaan paru. Abnormalitas ini juga akan berakibat pada
vaskularisasi pulmonal yang akan berkontribusi pada gagal jantung kanan. Meski lokasi dan
penampakan lesi berbeda, patogenesisnya tetap ditentukan oleh proses inflamasi yang terjadi.
Sedangkan menurut (GOLD, 2008) Masuknya komponen-komponen rokok ataupun
bahan-bahan iritan akan merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus akan mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan ini juga akan mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus ini kemudian akan berfungsi sebagai tempat
perkembangan dari mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi
terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan.
Rokok dan bahan iritan tersebut juga akan merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru. Rokok dan bahan iritan akan mengaktivasi makrofag yang kemudian akan
melepaskan mediator inflamasi, melengkapi mekanisme seluler yang menghubungkan merokok
dengan inflamasi pada PPOK. Neutrofil dan makrofag melepaskan berbagai proteinase kemudian
akan merusak jaringan ikat parenkim paru yang menyebabkan hilangnya elastisitas saluran udara
dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps. (GOLD, 2008)
Menurut (Corwin EJ, 2001) Peranan sel T sitotoksik (CD8) belum jelas, mungkin
berperan dalam apoptosis dan destruksi sel epitel dinding alveoli melalui pelepasan TNF. Ada
beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni peningkatan jumlah
neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas,
dan parenkim), dan limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim)

Anda mungkin juga menyukai