Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

MEATAL STENOSIS
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Meatal stenosis adalah penyempitan abnormal dari lubang (meatus)
uretra. Jika penyempitan menjadi signifikan urine akan mengalami
hambatan aliran dari kantong kemih dan dapat menyebabkan kandung
kemih tidak kosong secara sempurna. Jika tidak segera ditangani hal ini
akan menyebabkan infeksi saluran kemih dan gangguan ginjal (Angel et
al, 2014).

Gambar 1. Meatal stenosis


Meatal Stenosis adalah suatu kondisi dimana terjadi penyempitan
lubang uretra, suatulubang pembuangan urine (air kencing) di ujung
uretra. Penyakit ini dapatmenyerang semua orang, baik pria maupun
wanita, namun penyakit inicenderung lebih sering terjadi pada laki-laki.
gejala umum yangbiasanyaterjadi pada penyakit ini adalah adanya
gangguan kekuatan dan arah aliran dari kemih. Penyempitan pada lubang
pembuangan urine akan membuat penderitanya merasa sangat tidak
nyaman saat melakukan buang air kecil, khususnya bagi kaum pria. Jika
keadaan sudah cukup parah, bahkan setelah buang air kecil dapat
terjadi pendarahan atau hematuria, juga adanya infeksi saluran kemih.
Stenosis meatus adalah suatu kondisi yang diperoleh relatif umum terjadi
di 9% -10% dari laki-laki yang disirkumsisi. Gangguan ini ditandai oleh
pancaran urin yang dibelokkan ke atas, sulit memulai kencing dan,
disuria dangan gangguan urgensi dan frekuensi berkemih yang
meningkat.
Stenosis meatus tidak membawa risiko kematian. Morbiditas
terbatas pada gejala klinis dan komplikasi bedah,termasuk perdarahan,
infeksi, dan kambuh. Anak-anak yang tidak terlatih toilet lebih
cenderung untuk memperoleh stenosis meatus setelah sunat karena
paparan dari urin terhadap mukosa meatus dalam popok

2. ETIOLOGI
Meatal stenosis dapat disebabkan oleh beberapa hal,
namunseringnya penyakit ini terjadi karena adanya peradangan yang
disebabkan oleh kegiatan sunat bayi yang baru lahir. Peradangan ini
kemudian dapat mengarah ke pertumbuhan jaringan normal dan juga
jaringan parut di uretra. Padaanak yang disirkumsisi, paparanterus-
menerusdariurinterhadap meatus dan trauma mekanisujung distal glans
terhadap hasil popokbasah (dermatitis amonia) mengakibatkan hilangnya
epitel meatus, danfusidaritepi ventral nya. Hal ini menghasilkan lubang
pinpoint di ujung glans.
Penyebab lain stenosis meatus meliputi:
a) Kegagalan operasi hipospadia
b) Trauma pada ujung glan penis
c) penggunaan katete rjangka panjang
d) Balanitisxeroticaobliterans.
Balanitisxeroticaobliterans (BXO), yang merupakan kondisi
abnormal glans penis yang menyebabkan perubahan warna keputihan
dan penampilan kering glans yang akhirnya dapat menyebabkan
stenosis meatus.
3. PATOFISIOLOGI
Setelah disirkumsisi, meatus atau muara akhir saluran kemih anak
yang tidak terlatih kekamar mandi terus-menerus akan terpapar terhadap
urin, yang lama kelamaan mengakibatkan peradangan (dermatitis
amonia) dan trauma mekanik akibat meatus menggosok terhadap popok
basah. Hal ini menyebabkan hilangnya lapisan epitel halus uretra distal.
Kehilangan lapisan epitel ini dapat mengakibatkan perlekatan kembali
dari lapisan epitel di sisi ventral oleh jaringan ikat (jaringanfibrotik)
akibat dari terputusnya susunan jaringan epitel tersebut, meninggalkan
lubang pinpoint di ujung glans. Karena kondisi ini sangat jarang terjadi
pada anak-anak tidak disirkumsisi, sirkumsisidiya kini menjadi factor
penyebab yang paling penting terjadinya stenosis meatus.
Penyebab hipotetis lain dari kondisi ini adalah iskemia akibat kerusakan
arteri frenularse lama srikumsisise hingga suplai darah yang kurang
kebagian distal glans penis sehingga menyebabkan pembentukan
jaringan ikat dan akhirnya menyebabkan stenosis meatus

4. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala pada meatal stenosis berhubungan dengan aliran
urine yang mengalami bendungan akibat penyempitan pada meatus
uretra, antara lain:.
a) Gangguan pancaran urin (dibelokkan ke atas), peningkatan kecepatan
aliran urin
b) Disuria
c) Perlu untuk berdiri kembali atau duduk saat buang air kecil
d) Nyeri terbakar pada meatus
e) Bercak darah di celana
f) Gangguan pengosongan kandung kemih (urgensi, prolonged dan
frequency, incontinence)
5. Komplikasi
a Residu urin. Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi
makin kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan
timbul residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih
ada urine dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini
tidak ada.
b Refluks vesiko ureteral. Dalam keadaan normal pada waktu buang air
kecil urine dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra
dimana terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi
refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali
ke ureter bahkan sampai ginjal.
c Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal. Dalam keadaan normal, buli-
buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan
buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat
mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan
dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka bulibuli
mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-
buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun
kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.

6. Pemeriksaan penunjang
a PemeriksaanFisik
Stenosis meatus dapat diketahui melalui pemeriksaan inpeksi, saat
terdapat meatus yang lebih kecil dari normal, terutama jika dilakukan
traksi lateral, tepi ventral meatus tampak menyatu.Pengamatan anak
saat berkemih sangat membantu dalam mengkonfirmasikan diagnosis
kelainan ini. Jika ingin dilakukan kalibrasi meatus, Litvak et al
melaporkan bahwa meatus pada anak berusia kurang dari 1 tahun
secara normal dapat dimasuki selang kateter 5F yang sudah dilumasi,
sedangkan pada anak usia 1-6 tahun, sebuah selang 8F harus lolos
tanpa kesulitan. Jika dicurigai terdapat gangguan eliminasi,
urodynamics non-invasif seperti uroflowmetri dengan elektromiografi
(pad elektroda) dan pengukuran kapasitas kandung kemih dan residu
urin setelah berkemih bisa ditunjukkan. Jika suspek infeksi, urinalisis
bisa dilakukan.
b Uroflowmetri
Uroflowmetriadalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi
dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada
pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan
pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi (Patel,
2005).
7. Penatalaksanaan
a Meatotomy
Meatotomy adalah pengobatan definitif untuk stenosis meatus.
Meatotomy adalah prosedur sederhana di mana ventrum dari meatus
dihancurkan (untuk hemostasis) selama 60 detik dengan mosquito
hemostat lurus dan kemudian disisihkan dengan gunting khusus
Prosedur ini dapat dilakukan menggunakan anestesi topikal lokal
dioleskan secara bebas dan menyeluruh pada seluruh permukaan glans
penis yang ditutup menggunakan kasa dan dibiarkan obatnya bekerja
selama setidaknya satu jam. Setelah satu jam, kasa tadi dibuang dan
penis disiapkan dan dibungkus menjadi bidang steril. Sepanjanng
prosedur ini, yakinkan anak dan katakan padanya apa yang akan
dilakukan. Dengan salah satu pisau hemostat langsung diletakkan ke
meatus dan menghancurkan ventrum dari meatus (sekitar 3 mm)
dengan menutup hemostat tersebut.
Gambar 2. Prosedur Meatotomy

Pisahkan daerah yang telah hancur dengan gunting khusus dan


dioleskan salep antibiotik. Setelah operasi, sangat penting bahwa
petugas kesehatan memisahkan tepi meatus dan mengoleskan salep
antibiotik dua kali sehari selama 2 minggu dan kemudian sekali sehari
selama 2 minggu untuk mencegah satu sisi meatotomy dari menempel
ke sisi yang lain. Bisa juga dengan melakukan pelebaran
menggunakan kateter atau ujung tabung salep mata selama 4-8
minggu. Disuria ringan mungkin hadir selama 1-2 hari setelah
meatotomy. Jika hasil disuria pada retensi urin, menempatkan anak
dalam bak air hangat dapat merangsang berkemih.
b Meatal Dilatation
Dilatasi dengan menggunakan balon kateter atau dialtor (plastik atau
metal) dimasukkan ke dalam uretra untuk membuka daerah yang
menyempit. Tersedia beberapa jenis bougie. Bougie bengkok
merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan
kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam,
mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit
melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil
dan terbuat dari bahan yang lebih lunak. Apabila striktur sedikit tidak
teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau lurus ukuran sedang
dan secara bertahap dinaikkan ukurannya. Dilatasi dengan bougie
logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar tambah
akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada
akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. (Jong, 2004).

Gambar 3. Meatal dilatation


B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1 Pengkajian
a. Biodata
Nama:
Umur dan tanggal lahir:
Jenis kelamin: kebanyakan terjadi pada laki-laki
Suku bangsa:
Pekerjaan:
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: meatal stenosis
b. Keluhan Utama: Keluhan penderita yang utama adalah antara
Gangguan pancaran urin (dibelokkan ke atas), peningkatan
kecepatan aliran urin, nyeri terbakar pada meatus, bercak darah di
celana
c. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga
keluhan muncul sejak kapan, hal-hal yang telah dilakukan oleh
pasien dan keluarga untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum
MRS.
d. Riwayat penyakit dahulu: Kegagalan operasi hipospadia, Trauma
pada ujung glan penis, penggunaan kateter jangka panjang, Balanitis
xerotica obliterans.
e. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga
pasien ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien atau
apakah keluarga ada yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien
f. Riwayat psikososial dan spiritual: Peranan pasien dalam keluarga,
status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial
terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan
tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah pasien
rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan
pathway adalah sebagai berikut (NANDA, 2013).
1. nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf nyeri
2. gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urin
3. kerusakan integritas kulit behubungan dengan insisi pembedahan
4. resiko infeksi berhungan dengan terputusnya continuitas jaringan
5. kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan filtrasi
glumerolus

3 Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan dan
N
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
o
(NOC)
1 gangguan Setelah Urinary
eliminasi dilakukan elimination
urin tindakan management 1. memantau
berhubunga keperawatan Aktivitas haluaran urin
n dengan selama ...x24 jam keperawatan: pasien apakah
retensi urin gangguan 1. monitor ada gangguan
eliminasi urin eliminasi atau tidak
teratasi : urin 2. memantau
a. kontinens termasuk adanya retensi
urin frekuensi, urin atau
b. eliminasi konsistensi, distensi
urin volume, dan kandung
yang dibuktikan warna, kemih
dengan indikator 2. monitor 3. mencari
sebagai berikut: adanya penyebab
(1-5 = tidak tanda dan masalah yang
pernah, jarang, gejala dihadapi pasin
kadang-kadang, retensi urin untuk
sering, atau 3. identifikasi menentukan
selalu) faktor yang terapi
Kriteria Hasil : menyebabk
Tujuan dan
N
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
o
(NOC)
– Pasien tidak an 4. memberikan
mengalami inkontinensi pendidikan
disuria, a urin kesehatan
– Pasien tidak 4. ajari pasien pada pasien
mengalami tentang agar
nokturia, tanda dan pengetahuann
– Pasien tidak gejala ya bertambah
mengalami infeksi 5. memantau
inkontinensi saluran waktu
a, kemih haluaran urin
– Pasien tidak 5. catat waktu pasien
mengalami terakhir kali 6. mengetahui
urgensi dan pasien BAK keseimbangan
frekuensi 6. Instruksikan pengeluan urin
– Pasien tidak pasien dan pasien
mengalami keluarga 7. membantu
retensi untuk selalu mengeluarkan
– Pasien dapat mencatat urin gangguan
berkemih jumlah urin eliminasi urin
setiap 3 jam 7. pasang 8. menentukan
– Pasien tidak kateter jika penyeba
kesulitan diperlukan 9. menentukan
pada saat 8. ambil terapi
berkemih sampel urin mdikamentosa
– Pasien dapat midstream untuk
bak dengan untuk mencegah
berkemih analisis lab komplikasi
9. kolaborasi 10. mengajari dan
dengan memantau
dokter jika kegiatan
ada tanda toileting
gejala pasien
infeksi
saluran
kemih
10. dampingi
pasien
dalam
peningkatan
toileting
secara rutin
Tujuan dan
N
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
o
(NOC)
2 Kerusakan Setelah Perawatan luka
integritas dilakukan insisi
jaringan tindakan 1) Memberikan
berhubunga keperawatan 1) Jelaskan informasi
n dengan selama 3 minggu prosedur terkait
luka insisi kerusakan tindakan pada tindakan dan
pembedaha integritas pasien menurunkan
n jaringan 2) Identifikasi kecemasan
membaik dengan adanya pasien
kriteria hasil: kemerahan, 2) Tanda
a. Suhu kulit pembengkakan, kemerahan,
normal tanda-tanda pembengkakan
(36,5-37,5 dehiscence , dan dehiscene
C) 3) Monitor adanya dapat
b. Elastisitas tanda-tanda menghambat
kulit baik infeksi penyembuhan
c. Perfusi 4) Lakukan luka
jaringan perawatan luka 3) Mencegah
baik 5) Ajarkan pasien terjadinya
d. Tumbuh tentang cara infeksi
rambut perawatan luka 4) Mempercepat
halus saat mandi penyembuhan
dikulit luka insisi dan
mencegah
terjadinya
infeksi
5) Memberi
informasi agar
pasien merasa
nyaman
3 Nyeri akut Setelah Manajemen nyeri
berhubunga dilakukan
n dengan tindakan 1) Lakukan 1) Mengetahui
trauma keperawatan pengkajian karakteristik
jaringan, selama 1x24 jam nyeri secara nyeri untuk
penekanan pasien dapat komprehensif pemilihan
saraf nyeri mengontrol nyeri termasuk lokasi, intervensi
dengan kriteria karakteristik, 2) Mengetahui
hasil: durasi, reaksi pasien
frekuensi, terhadap nyeri
a) Menggunaka kualitas dan yang dirasakan
n metode faktor 3) Guna memilih
non- presipitasi intervensi yang
Tujuan dan
N
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
o
(NOC)
analgetik 2) Observasi tepat yang
untuk reaksi non- dapat
mengurangi verbal dari digunakan
nyeri ketidaknyaman 4) Mengurangi
b) Menggunaka an faktor yang
n analgetik 3) Gunakan teknik dapat
sesuai komunikasi memperparah
kebutuhan terapeutik untuk nyeri pasien
c) Melaporkan mengetahui 5) Mengurangi
nyeri sudah pengalaman nyeri tanpa
terkontrol nyeri pasien obat-obatan
4) Kontrol 6) Mengurangi
lingkungan nyeri
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti
suhu ruangan,
pencahayaan,
dan kebisingan
5) Ajarkan teknik
non-
farmakologi
untuk
mengatasi nyeri
6) Kolaborasi
pemberian
analgetik
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary. 2008. Pasien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.


Chandrasoma, P. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.
Price, Sylvia. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis
proses-proses penyakit ed: 6. Jakarta : EGC.
Suwitra, K. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Nanda International. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2004. Nursing
Interventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United
States America
Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN PADA DIAGNOSA “MEATAL
STENOSIS” DIRUANG LONTARA 2 BAWAH DEPAN
RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

DISUSUN OLEH
ROSMITA DIHUMA
17.054

Ci Lahan Ci Institusi

(......………………………….) (........…………………….)

AKADEMI KEPERAWATAN MAKASSAR


YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR
2019

Anda mungkin juga menyukai