Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK PADA NY. S DI DUSUN JOHO DESA JOHO


KECAMATAN PACE KABUPATEN NGANJUK

Disusun Oleh :
DIAN WAHYUNINGRUM
NIM 201714401011

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SATRIA BHAKTI NGANJUK
2019
1. KONSEP LANJUT USIA (LANSIA)
A. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar,
2006). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang
berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah
usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses
menurunya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan
luar tubuh.
Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur
55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).
B. Batasan Lansia
WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/ biologis menjadi
4 kelompok yaitu :
1. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2. Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
C. Karakteristik Lansia
Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan
masalah kesehatan lansia adalah:
1. Jenis kelamin
Lansia lebih banyak pada wanita. Terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah
kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan perempuan. Misalnya lansia laki-
laki sibuk dengan hipertropi prostat, maka perempuan mungkin menghadapi
osteoporosis.
2. Status perkawinan
Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda atau duda akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.
3. Living arrangement:
misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama instri, anak atau kekuarga
lainnya.
4. Kondisi kesehatan
a) Kondisi umum: Kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain
dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi, buang air besar dan kecil.
b) Frekuensi sakit: Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak
produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
5. Keadaan ekonomi
a) Sumber pendapatan resmi: Pensiunan ditambah sumber pendapatan lain kalau
masih bisa aktif.
b) Sumber pendapatan keluarga: Ada bahkan tidaknya bantuan keuangan dari anak
atau keluarga lainnya atau bahkan masih ada anggota keluarga yang tergantung
padanya.
c) kemampuan pendapatan: Lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi, sementara
pendapatan semakin menurun. Status ekonomi sangat terancam, sehinga cukup
beralasan untuk melakukann berbagai perubahan besar dalam kehidupan,
menentukan kondisi hidup yang dengan perubahan status ekonomi dan kondisi
fisik
D. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain: (Setiabudhi,1999)
1. Permasalahan umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia
lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
2. Permasalahan khusus :
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.
E. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif
yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya
perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah, 2011)
1. Perubahan Fisik
a) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
b) Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan
kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
c) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut Jaringan
penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur.
d) Kartilago
jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi
berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,
konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
e) Tulang
berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah bagian dari penuaan
fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri,
deformitas dan fraktur.
f) Otot
perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada
otot mengakibatkan efek negatif.
g) Sendi
pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.

h) Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat.
i) Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap,
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan ruang
rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago
dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang.
j) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
1) Kehilangan gigi,
2) Indra pengecap menurun,
3) Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),
4) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah
k) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
l) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
m) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
2. Perubahan Kognitif
a) Memory (Daya ingat, Ingatan)
b) IQ (Intellegent Quocient)
c) Kemampuan Belajar (Learning)
d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
e) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
f) Pengambilan Keputusan (Decission Making)
g) Kebijaksanaan (Wisdom)
h) Kinerja (Performance)
i) Motivasi
3. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Pertama- tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
4. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,
1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca fransisca (2012).Asuhan keperawatan dengan gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta :


Salemba-Medika
Kowalak,Welsh,Mayer.2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta.EGC

Synopsis organ sistem neurologi.TAO. L,KENDALL. K. karisma publishing group. Jakarta.2014

Wilkinson,Nancy.2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta.EGC

Herdman T. Headher.2012.NANDA Internasional Doagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014.Jakarta.EGC
2. KONSEP MEDIS HIPERTENSI
A. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas


140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic 90
mmHg ( Smeltzer, 2001).
Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi
medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu
lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah
yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah
tinggi.
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang
artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian
hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif,
sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani, 2008).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah secara kronis dan persisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg
dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
B. Etiologi
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara
mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan
penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab
tertentu (hipertensi sekunder). ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi)
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain. ( Smeltzer, 2001).
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti;
beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-
sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. (Price, 2005)
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu (misalnya pil KB). ( Smeltzer, 2001)
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin)
atau norepinefrin (noradrenalin). (Price, 2005)
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :
1. Penyakit Ginjal
a. Stenosis arteri renalis
b. Pielonefritis
c. Glomerulonefritis
d. Tumor-tumor ginjal
e. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.
2. Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronism
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma
3. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
a. Peningkatan kecepatan denyut jantung
b. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
c. Peningkatan TPR yang berlangsung lama
C. Faktor predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi.
Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya
Hipertensi. (Smeltzer, 2001).
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang
olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan
Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada
saat kita tidak beraktivitas. (Price, 2005)
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal
ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota. (Price, 2005)

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi


Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan
antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih
tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.
( Smeltzer, 2001).
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. (Smeltzer, 2001).
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi. (Price, 2005)
E. Manefestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang
dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan
kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal. (Price, 2005)
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:

1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal. (Price, 2005)
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. (Price, 2005)
F. Klasifikasi
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau
Lebih *
Kategori Sistolik Diastolik
(mmhg) (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal 130-139 85-89
tinggi
Hipertensi
Tingkat 1 140-159 90-99
(ringan)
Tingkat 2 160-179 100-109
(sedang)
Tingkat 3 ≥180 ≥110
(berat)

Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan
sistolik dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah
kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan atau
lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining awal.
(Smeltzer, 2001).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari
120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya
terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada
tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam
jangka beberapa minggu. (Price, 2005)
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan
dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah;
tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau
bahkan menurun drastis. (Price, 2005)
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancy-induced
hypertension/PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya
reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi
peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah
meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah
diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-hormon
vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada
kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak terjadi
penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga
peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan
tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang
mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat
menyebabkan kejang, koma, dan kematian. (Smeltzer, 2001).
G. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah
diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient
ischemic attack (TIA).
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut
(IMA).
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas
kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
1. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol
total, HDL, LDL
2. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat
mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain,
seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
3. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)
kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium
serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan tri gliserit
(indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi),
urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor
penyebab hipertensi).
4. Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : kelemahan, keletihan, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit
serebrovaskular. Episode palpitasi, perspirasi.
Tanda : kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah diperlukan untuk
menegakan diagnosis). Hipotensi postural (mungkin berhubungna dengan regimen obat ). Nadi :
denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis ; perbedaan denyut seperti denyut femoral
melambat sebagai kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal, tibialis
posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Frekuensi/irama : takikardia berbagai disritmia. Bunyi
jantung : terdengar S2 pada dasar ; S3 (CHF dini); S4 (pergeseran ventrikel kiri/hipertrofi
ventrikel kiri). Murmur stenosis valvular. Ekstremitas ; perubahan warna kulit, suhu dingin
(vasokonstriksi perifer) ; pengisian kapiler mungkin melambat /tertunda (vasokonstriksi)
3. Integritas ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau marah kronik (dapat
mengindikasikan kerusakan serebral). Faktor-faktor stress multiple(hubungan, keuangan, yang
berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda : letupan suara hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak.
Gerak tangan empati, otot muka tegang (khusus sekitar mata), gerakan fisik cepat, pernapasan
menghela, peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti, infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal dimasa lalu).
5. Makanan dan Cairan
Gejala : makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak,
tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur); kandungan tinggi kalori. Mual,
muntah. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun).
Tanda : berat badan normal atau obesitas. Adanya edema (mungkin umum atau tertentu);
kongesti vena; glukosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah diabetik)
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pening/pusing. Berdenyut. Sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan stelah beberapa jam ). Episode kebas/kelemahan pada satu sisi
tubuh. Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur).
Tanda : status mental : perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau
memori (ingatan). Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan dan /atau reflex
tendon dalam. Perubahan-perubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri ringan
sampai berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat, dan hemoragi
tergantung pada berat/lamanya hipertensi.
7. Nyeri dan ketidaknyamanan
Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada
tungkai/klaudasi (indikasi arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah). Sakit kepala oksipital
berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Nyeri abdomen/massa (feokromositoma)
8. Pernafasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja. Takipnea, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksismal. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernapasan. Bunyi napas tambahan
(krekles/mengi). Sianosis.
9. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan. Episode parestesia unilateral transien. Hipotensi
posturnal.
10. Pembelajaran dan Penyuluhan
Gejala : faktor-faktor risiko keluarga :hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM, penyakit
serebrovaskular/ginjal.

C. Diagnosa dan Rencana Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasi
1 Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan
1.1. Kaji frekwensi kedalamam
1.
berhubungan dengan keperawatan diharapkan pola pernafasan dan ekspansi dada. pern
penurunan ekspansi paru nafas pasien kembali efektif, Catat upaya pernafasan dera
akibat oedem paru dengan kriteria hasil : termasuk penggunaan otot-otot yang
a. RR 16-20 x/mnt bantu atele
b. Tidak ada pernafasan cuping
1.2. Askultasi bunyi nafas dan
2. P
hidung, dan retraksi dada catat adanya bunyi nafas obstr
c. Bunyi nafas normal adventisius, spt :krekels,mengi, perd
(vesikuler) tidak ada bunyi gesekan pleural kega
nafas tambahan spt : krakels,
1.3. Berikan posisi semi fowler
ronchi bila tidak ada kontra indikasi 3. M
d. Ekspansi dada simetris 1.4. Kolaborasi pemberian pern
e. Secara verbal tidak ada oksigen
keluhan sesak 4. M
men
2 Gangguan perfusi serebral Setelah diberikan asuhan
2.1. Pantau TD, catat adanya
1.
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Perfusi hipertensi sistolik secara terus mem
penurunan suplai oksigen jaringan serebral pasien kembali menerus dan tekanan nadi yang
otak efektif, dengan kriteria hasil : yang semakin berat. flukt
GCS normal ( 15 ) 2.2. Pantau frekuensi jantung, auto
Nilai TIK dalam batas catat adanya Bradikardi, keru
normal ( 0-15 mmHg ) Tacikardia atau bentuk sereb
TTV normal ( RR 16-20 ) Disritmia lainnya. 2. P
2.3. Pantau pernapasan meliputi serin
pola dan iramanya dapa
2.4. Catat status neurologis adan
dengan teratur dan bandingkan otak
dengan keadaan normalnya mem
2.5. Berikan obat anti hipertensi sebe
3. N
men
gang
inter
4.
adan
kesa
dalam
peny
perk
sereb
5.
tekan
3 Penurunan curah jantung Setelah diberikan asuhan
3.1 Pantau TD. Ukur pada kedua
1.
berhubungan dengan keperawatan diharapkan curah tangan untuk evaluasi awal. mem
Peningkatan afterload, jantung pasien mulai normal Gunakan ukuran manset yang leng
vasokontriksi pembuluh dengan criteria hasil : tepat dan teknik yang akurat. bida
darah. 1. tidak adanya sianosis 3.2 Catat keberadaan, kualitas
2.
2. CRT < 2 dtk denyutan sentral dan perifer karo
3. Akral hangat 3.3 Auskultasi tonus jantung dan femo
4. RR Normal ( 16-20 x/mnt) bunyi nafas Deny
5. Tidak ada bunyi jantung
3.4 Amati warna kulit, men
tambahan kelembaban, suhu dan masa vaso
6. GCS normal (E,V,M = 15) pengisian kapiler dan k
7. Haluaran urine dalam batas
3.5 Pertahankan pembatasan
3. S4
normal (400 ml / 24 jam) warna aktivitas seperti istirahat di hipe
kuning jernih. tempat tidur/ kursi, jadwal hipe
periode istirahat tanpa men
gangguan, bantu pasien kong
melakukan aktivitas perawatan terja
diri sesuai kebutuhan
3.6 Berikan lingkungan tenang, ding
nyaman, kurangi aktivitas / peng
keributan lingkungan. Batasi berk
jumlah pengunjung dan men
lamanya tinggal. deko
3.7 Kolaborasi : jantu
Berikan obat-obat sesuai5. Me
indikasi seperti Diuretik dan yang
tiazid dan p
6. M
rang
relak
7.
send
lain
pasie
relat
mem
antih
mem
Vaso
kont
saraf
4 Nyeri akut / kronis Setelah diberikan asuhan
4.1 Kaji derajat nyeri 1. M
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Nyeri
4.2 Pertahankan tirah baring diras
peningkatan tekanan vascular pasien berkurang dengan selama fase akut mem
serebral dan iskemia miokard kriteria hasil : 4.3 Berikan tindakan2.
Mengungkapkan metode nonfarmakologi untuk stim
yang memberikan pengurangan menghilangkan sakit kepala3. T
Mengikuti regimen atau nyeri dada misal, kompres tekan
farmakologi yang diresepkan dingin pada dahi, pijat mem
Skala nyeri 0-1 punggung dan leher, teknik simp
Wajah tidak meringis / relaksasi (panduan imajinasi, men
wajah nampak rileks distraksi) dan aktivitas waktu kom
Menyatakan nyeri berkurang senggang. 4. A
4.4 Minimalkan aktivitas vaso
vasokontriksi yang dapat kepa
meningkatkan sakit kepala tekan
misalnya, mengejan saat BAB,5. M
batuk panjang, membungkuk. pasie
4.5 Kaji tanda-tanda vital vital
4.6 Kolaborasi : dapa
Analgesik,Antiansietas mis,6. Me
lorazepam, diazepam men
simp

5 Kelebihan volume cairan Setelah diberikan asuhan


5.1 Awasi denyut jantung, TD,1. Ta
berhubungan dengan edema keperawatan diharapkan pasien CVP kare
menunjukkan keseimbangan
5.2 Catat pemasukan dan men
volume cairan dengan kriteria : pengeluaran secara akurat. caira
Masukan dan haluaran
5.3 Awasi berat jenis urine hipo
seimbang 5.4 Timbang tiap hari dengan peru
BB stabil alat dan pakaian yang sama dan
Tanda vital dalam rentang
5.5 Kaji kulit, wajah area angi
normal ( N : 70 – 80 x mnt, R : tergantung untuk edema 2. Pe
16 – 20 x /mnt, S : 36 – 37,2,
5.6 Berikan obat sesuai indikasi gnja
T : 120 / 80 mmHg) (diuretik) caira
Oedema tidak ada 3. M
untu
4. Pen
adala
terba
lebih
ada r
5. Ed
jarin
tubu
lumb
6. M
caira
6 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan
6.1 Kaji respon pasien terhadap1. Men
berhubungan dengan keperawatan diharapkan pasien aktivitas, perhatikan frekuensi dalam
Kelemahan umum dan dapat berpartisipasi dalam nadi lebih dari 20 kali per terha
ketidakseimbangan antara aktivitas yang menit di atas frekuensi ada,
suplai dan kebutuhan diinginkan/diperukan dengan istirahat, peningkatan tekanan keleb
oksigen kriteria hasil : darah yang nyata selama deng
1. Melaporkan peningkatan /sesudah aktivitas, dpsnea atau2. T
dalam toleransi aktivitas yang nyeri dada, keletihan dan men
dapat diukur kelemahan yang berlebihan, juga
2. Menunjukkan penurunan diaforesis, pusing atau pingsan antar
dalam tanda-tanda intoleransi
6.2 Instruksikan pasien tentang oksig
fisiologi teknik penghematan energi ,3. M
misalnya menggunakan kursi kem
saat mandi, duduk saat mela
menyisir rambut atau4. Ke
menggosok gigi, melakukan men
aktivitas dengan perlahan jantu
6.3 Kaji sejauh mana aktivitas bant
yang dapat ditoleransi hany
6.4 Mendorong kemandirian kem
dalam melakukan aktivitas aktiv
7 Gangguan persepsi sensori : Setelah diberikan tindakan
7.1 Kaji kemampuan melihat
1.
penglihatan berhubungan keperawatan, diharapkan pasien kem
dengan penekanan saraf pengelihatan pasien semakin
7.2 Berikan kompres hangat renc
optikus membaik, dengan criteria : pada mata 2. M
Menyatakan pengelihatan
7.3 Bantu kebutuhan pasien area
semakin membaik dalam rentang pasien
3. M
Visus normal ( 6/6 ) mengalami penurunan kesa
Refraksi mata baik pengelihatan men
Tidak ada disorientasi
7.4 Kolaborasi dalam
4. M
waktu, orang dan tempat pemeriksaan mata dan oran
penggunaan alat bantu
pengelihatan
8 Risiko cedera berhubungan Setelah diberikan asuhan
8.1 Jauhkan dari benda-benda M
dengan penurunan kesadaran keperawatan diharapkan pasien tajam
, penglihatan ganda tidak mengalami cidera dengan
8.2 Berikan penerangan yg cukup bent
( diplopia ) kriteria hasil : 8.3 Usahakan lantai tidak licin M
1. Pasien tidak mengalami dan basah M
cedera. 8.4 Pasang side rail saat
2. Tidak 8.5 Anjurkan pada keluarga klien U
untuk selalu menemani klien keam
dalam beraktivitas
9 PK : Gagal Jantung Setelah diberikan tindakan
1.1 Pantau adanya tanda – tanda
1. Pe
keperawatan, diharapkan pasien gagal jantung mun
tidak mengalami gagal jantung1.2 Kolaborasi dengan dokter lebih
1. Nadi 70 – 80 x/mnt bagian dalam ( jantung) 2.
2. Nyeri tidak ada mun
3. Sianosis tidak ada thera
men
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta : EGC
Chung, E.K. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus
Andryanto, Jakarta : EGC
Doenges,M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius
Marvyn, Leonard. 1995. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta : Penerbit Arcan
NANDA.2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: definisi dan Klasifikasi. Jakarta :
EGC.
NANDA, 2007-2008. Diagnosa Nanda (Nic & Noc), Disertai Dengan Discharge Planning.
Price, S, A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 volume 1. Jakarta ; EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta :EGC
Sobel, Barry J, et all.1999. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta : Penerbit
Hipokrates
Tom, S. 1995. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta : Arcan
Peter.S. 1996. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta : Arcan.
Tucker, S.M, et all . 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi ,
Edisi V, Jakarta : EGC

A.

Anda mungkin juga menyukai