Anda di halaman 1dari 152

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. S DENGAN GOUT
ARTHRITIS
DI UPTD GRIYA WERDHA SURABAYA

DISUSUN OLEH :
SHERLINDA ANJAR APRILIA
NIM. P27820719033

TINGKAT III SEMESTER 6 SARJANA TERAPAN


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP LANSIA

A. Konsep Dasar Lanjut Usia


1. Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang
pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua
merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap (Azizah,
2011).

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang


yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok
umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut aging process atau proses penuaan (Nugroho, 2008).

2. Batasan Lanjut Usia


WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis
menjadi 4 kelompok yaitu :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (eldery) berusia antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

3. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia


Menurut (Azizah, 2011), perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
antara lain:
1) Perubahan Fisik
a. Sistem Indera
Sistem indera yang mengalami kemunduran antara lain penglihatan,
pendengaran, dan integumen. Penglihatan lansia menurun saat jarak
jauh maupun jarak dekat, maka dari itu lansia perlu dibantu
penggunaan kaca mata dan sistem penerangan yang baik. Pada
sistem pendengaran lansia juga mengalami gangguan pada suara-
suara yang tidak jelas. Sistem integumen pada lansia mengalami
tidak elastis dan kering keriput.
b. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi pada lansia adanya perubahan jaringan
penghubung (kolagen dan jaringan penghubung), kartilago, otot dan
sendi. Perubahan ini menyebabkan turun fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak nyeri dan kesulitan bergerak dari
duduk ke berdiri.
c. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
Penurunan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu massa
jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan
kemampuan peregangan jantung menjadi berkurang karena
penambahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin. Hal ini
mengakibatkan konsumsi oksigen menurun sehingga kapasitas paru
menurun. Perubahan yang terjadi pada sistem respirasi
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks menurun.
d. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi terlihat pada kehilangan gigi sehingga lansia
tidak mampu mengunyah dengan baik. Perubahan lain yang terjadi
meliputi penurunan indera pengecap. Adapun perubahan lain pada
asam lambung, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
e. Sistem Perkemihan
Pada sistem ini yang mengalami perubahan meliputi menurunnya
laju filtrasi, ekskresi, dan rearbsorpsi oleh ginjal. Hal ini
menyebabkan kehilangan kemampuan untuk mengekskresi obat atau
produk metabolisme obat, pola berkemih tidak normal seperti
banyak berkemih malam hari
f. Sistem Saraf
Penurunan yang terjadi pada sistem saraf mengakibatkan terjadinya
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas
fisik.
g. Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi yang terjadi pada lansia yaitu menciutnya ovary
dan uterus dan terjadi atrofi pada payudara. Sedangkan pada laki-
laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa walaupun sudah
mulai menurun. Dorongan seksual pada laki-laki terjadi sampai usia
70 tahun keatas.

2) Perubahan Kognitif
a. Memori (Daya Ingat)
Daya ingat adalah kemampuan seseorang untuk menyimpan dan
menghadirkan kembali peristiwa yang pernah terjadi pada hidupnya.
Pada lansia yang seringkali terjadi yaitu penurunan fungsi kognitif.
Ingatan jangka panjang kurang mengalami perubahan sedangkan
ingatan jangka pendek memburuk.
b. Kemampuan Pemahaman
Kemampuan pemahaman lansia menurun disebabkan oleh
konsentrasi dan sistem pendengaran lansia menurun. Sebaiknya saat
berkomunikasi dengan lansia dilakukan kontak mata agar lansia
dapat membaca bibir lawan bicaranya.
c. Pemecacahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah mengalami penurunan disebabkan
penurunan daya ingat dan fungsi penginderaan.
d. Kinerja
Penurunan kinerja pada lansia bisa terlihat secara kualitatif maupun
kuantitatif. Perubahan yang terjadi sangatlah wajar, hal ini terjadi
dikarenakan perubahan organ-organ biologis dan perubahan yang
bersifat patologis.
e. Motivasi
Motivasi yang terjadi pada lansia kurang mendapat dukungan
kekuatan fisik maupun psikologis sehingga banyak hal yang
diinginkan berhenti di tengah jalan.

3) Perubahan Spiritual
Spiritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan
proses individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan.
Harapan memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau
religius untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup
sampai kematian.

4) Perubahan Psikososial
a. Pensiun
Lansia merasa kehilangan kontak sosial dari area kerjanya dan
mereka merasakan kekosongan saat menjalani aktivitasnya.
b. Perubahan Aspek Kepribadian
Perubahan aspek kepribadian menyebabkan perubahan fungsi
kognitif yang menurun dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi
persepsi, proses belajar, pemahaman yang menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi lambat. Sedangkan fungsi psikomotor
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti tindakan,
koordinasi, gerakan tubuh yang menyebabkan lansia terlihat kurang
cekatan.
c. Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat
Perubahan yang terjadi pada lansia yakni fungsi indera yang
menurun yang dapat mengakibatkan munculnya gangguan
fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Hal ini dapat
mengakibatkan menarik diri dari sosialnya.
d. Perubahan Minat
Perubahan minat yang terjadi pada lansia bisa terlihat dari penurunan
minat untuk memperbaiki penampilan dan minat untuk ingin
mendapat hiburan juga ikut berkurang. Namun minat untuk
pemenuhan kebutuhan meningkat pada lansia. Perubahan minat ini
dapat mempengaruhi pola hidupnya.

5) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik. Salah satunya pada wanita, fungsi seksual
wanita mengalami penurunan saat terjadi menopause.

4. Tipe-tipe Lansia
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap
datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan
apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, mental, sosial, dan ekonominya.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu),
serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri) (Maryam, 2008).

5. Kebutuhan Lansia
Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya, yaitu
kebutuhan makan, perlindungan perawatan , kesehatan dan kebutuhan
sosial. Kebutuhan sosial mencakup beberapa aspek yaitu hubungan dengan
orang lain, hubungan antar pribadi dalam keluarga, teman-teman sebaya dan
hubungan denganorganisasi sosial. Berikut penjelasan kebutuhan lansia:
a. Kebutuhan Utama
1. Kebutuhan biologis/fisiologis : seperti makanan yang bergizi,
kebutuhan pakaian, perumahan/tempat berteduh dan kebutuhan
seksual
2. Kebutuhan ekonomi : berupa penghasilan yang memadai atau
suatukreatifitas yang bisa menghasilkan
3. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan dan pengobatan
4. Kebutuhan psikologis : berupa kasih sayang, adanya tanggapan
dari orang lain, ketentraman, merasa berguna, memiliki jati diri,
serta statusyang jelas
5. Kebutuhan social : berupa peranan dalam hubungan dengan orang
lain, hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman sebaya, dan
hubungn dengan organisasi sosial.
b. Kebutuhan Sekunder
1. Kebutuhan dalam melakukan aktivitas
2. Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi
3. Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti
informasi dan pengetahuan
4. Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status,
perlindungan hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan-
kegiatan kemasyarakatan
5. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami
akan makna keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-
hal yang tidak diketahui/ diluar kehidupan termasuk kematian
LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM GERIATRI

A. Konsep Dasar Sindrom Geriatri


1. Pengertian Sindrom Geriatri
Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua
yangdapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan
dengankecacatan. (amplan klinis yang tidak khas sering membuat
sindromgeriatri tidak terdiagnosis. (Vina, 2015).

Sindrom geriatric meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinesia,


ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat
menyebabkanangka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk
pada usia tuayang lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa
sistem organ.Sindrom geriatric mungkin memiliki kesamaan patofisiologi
meskipunpresentasi yang berbeda, dan memerlukan interventasi dan
strategi yangberfokus terhadap faktor etiologi (Darmojo B, 2009).

2. Jenis dan Klasifikasi Sindrom Geriatri


Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering
dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut
Solomon dkk: The “13i” yang terdiri dari Immobility (imobilisasi),
Instability (instabilitas dan jatuh), Intelectual impairement (gangguan
intelektual seperti demensia dan delirium), Incontinence (inkontinensia
urin dan alvi), Isolation (depresi), Impotence (impotensi),
Immunodeficiency (penurunan imunitas), Infection (infeksi), Inanition
(malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic
disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision and
smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman) (Setiati dkk.,
2006).
a. Immobility (imobilisasi)
Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari
atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan
fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan
dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Lansia yang terus-
menerus berada ditempat tidur (disebut beradapada keadaan (bed
ridden). Berakibat atrofi otot, decubitus,malnutrisi, serta pnemonia.
Faktor resikonya dapat berupaosteortritis, gangguan penglihatan,
fraktur, hipotensi postural,anemia, stroke, nyeri, demensia, lemah otot,
vertigo, keterbatsanruang lingkup, PPOK, gerak sendi hipotiroid dan
sesak napas,imobilisasi pada lansia diakibatkan oleh adanya gangguan
nyeri,kekakuan, ketidakseimbangan, serta kelainan psikolog.
b. Instability (instabilitas dan jatuh)
Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan
jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada
pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan).
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan
riwayat jatuh adalah: mengobati berbagai kondisi yang mendasari
instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang
sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin (Kane et al.,
2008; Cigolle et al., 2007).
c. Incontinence (inkontinensia urin dan alvi)
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga
menimbulkan masalah sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin
merupakan salah satu sindroma geriatrik yang sering dijumpai pada usia
lanjut. Diperkirakan satu dari tiga wanita dan 15-20% pria di atas 65
tahun mengalami inkontinensia urin. Inkontinensia urin merupakan
fenomena yang tersembunyi, disebabkan oleh keengganan pasien
menyampaikannya kepada dokter dan di lain pihak dokter jarang
mendiskusikan hal ini kepada pasien (Kane et al., 2008; Cigolle et al.,
2007). International Consultation on Incontinence, WHO
mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai hilangnya tak sadar feses
cair atau padat yang merupakan masalah sosial atau higienis. Definisi
lain menyatakan, Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan
atau ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui
anus. Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan
inkontinensia urin (Kane et al., 2008)
d. Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan
delirium)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan
fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit
otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran.
Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia mencakup
berkurangnya kemampuan untuk mengenal berpikir, menyimpan atau
mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh,
pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas (Geddes et al.,2005;
Blazer et al., 2009).
e. Infection (infeksi)
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan
kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi
akibat beberapa hal antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang
cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi,
menurunnya daya komunikasi usia sehingga sulit/jarang mengeluh,
sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua
penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur
badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia
lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai peningkatan suhu badan,
malah suhu badan dibawah 360C lebih sering dijumpai. Keluhan dan
gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa konfusi/delirium
sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi
lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada pasien
usia lanjut (Kane et al., 2008).
f. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi
gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada
kelompok usia 70 tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun.
Pada dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama untuk semua
umur, kecuali ditambah presbikusis untuk kelompok geriatri.
Otosklerosis biasanya ditemui pada usia dewasa muda, ditandai dengan
terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan gangguan
pendengaran konduktif, dan jika penyakit menyebar ke telinga bagian
dalam, juga dapat menimbulkan gangguan sensorineural. Penyakit
Ménière adalah penyakit telinga bagian dalam yang menyebabkan
gangguan pendengaran berfluktuasi, tinnitus dan pusing. Gangguan
pendengaran karena bising yang disebabkan oleh energi akustik yang
berlebihan yang menyebabkan trauma permanen pada sel-sel rambut.
Presbikusis sensorik yang sering sekali ditemukan pada geriatri
disebabkan oleh degenerasi dari organ korti, dan ditandai gangguan
pendengaran dengan frekuensi tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya
gangguan pendengaran sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi.
Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatric adalah
dengan cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan
bedah berupa implantasi koklea (Salonen, 2013).

Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda


dari pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh
yang disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan
obat-obatan yang digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada
pasien geriatri sulit dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu
penyakit yang diderita banyak dan biasanya kronis, obat diresepkan
oleh beberapa dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala
yang dirasakan pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk
menghilangkan efek samping obat justru ditambah obat baru. Karena
itu diusulkan prinsip pemberian obat yang benar pada pasien geriatri
dengan cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap, jangan
memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu
lama, kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan
perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh
berobat dan hatihati mengguakan obat baru (Setiati dkk.,2006).
g. Isolation (depresi)
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia
lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup,
anak, bahkan binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk
menarik diri dari lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan
menjadi depresi. Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa
direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi
depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri akibat
depresi yang berkepanjangan.
h. Inanition (malnutrisi)
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut
karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak
disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis
nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat
badan yang tidak diinginkan (Kane et al., 2008). Pada pasien,
kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien dengan gangguan
menelan, sehingga menurunkan nafsu makan pasien.
i. Impecunity (kemiskinan)
Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang
produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik
untuk beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya
mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang
lansia masih dapat bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya
yang harus dikurangi sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa
seseorang yang tetap menggunakan otaknya hingga usia lanjut dengan
bekerja, membaca, dsb., tidak mudah menjadi “pikun” . Selain masalah
finansial, pensiun juga berarti kehilangan teman sejawat, berarti
interaksi sosial pun berkurang memudahakan seorang lansia mengalami
depresi.
j. Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic)
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatric
yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu
mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang
ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat
tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia
haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme
di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati
sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain
penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah
glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan
melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat
dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.
k. Insomnia (gangguan tidur)
Pada lansia dapat disebabkan oleh faktor yang terdiri dari nyerikronis,
sesak napas pada penyakit paru obstruktif kronis,gangguan psikiatrik
(gangguan cemas dan depresi), penyakitneurologi (parkinson’s disease,
alzheimer disease) danobat-obatan kortikosteroid dan diuretik) (Dini,
A.A., 2013).
l. Immunodeficiency (penurunan imunitas)
Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal
yang mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut
seperti atrofi thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T)
meskipun tidak begitu bermakna (tampak bermakna pada limfosit T
CD8) karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid lainnya.
Begitu juga dengan barrier infeksi pertama pada tubuh seperti kulit dan
mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin yang berfungsi
mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas- yang melemah.
Hal yang sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan
jumlah antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap
rentannya seseorang terhadap agen-agen penyebab infeksi, sehingga
penyakit infeksi menempati porsi besar pada pasien lansia.
m. Impotence (impotensi)
Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual
pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti
gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah. Disfungsi ereksi
psikogenik merupakan penyebab utama pada
gangguanorganik,walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan.
Disfungsi ereksijenis ini yang berpotensi reversible potensial biasanya
yangdisebabkan oleh kecemasan,depresi, rasa bersalah,
masalahperkawinan atau juga akibat dari rasa takutakan gagal
dalamhubungan seksual.
n. Irritable bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya
tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot
polos usus besar, penybeab lain yang mungkin adalah gangguan syaraf
sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis,
stres, fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf, colitis

3. Etiologi dan Faktor Resiko


a. Imobilisasi
Berbagai faktor baik fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada pasien usia lanjut. Beberapa penyebab
utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Penyakit Parkinson, artritis
reumatoid, gout, dan obat‐obatan antipsikotik seperti haloperidol juga
dapat menyebabkan kekakuan. Rasa nyeri, baik dari tulang
(osteoporosis, osteomalasia, Paget’s disease, metastase kanker tulang,
trauma), sendi (osteoartritis, artritis reumatoid, gout), otot (polimalgia,
pseudoclaudication) atau masalah pada kaki dapat menyebabkan
imobilisasi. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
gangguan fungsi mental seperti pada depresi tentu sangat sering
menyebabkan terjadinya imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan atau kemalasan petugas kesehatan dapat pula menyebabkan
orang usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah
maupun di rumah sakit. Efek samping beberapa obat misalnya obat
hipnotik dan sedatif dapat pula menyebabkan gangguan mobilisasi.
b. Instability (Instabilitas Dan Jatuh)
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa
faktor, antara lain:
1) Kecelakaan (merupakan penyebab utama)
- Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
- Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan
akibat proses menua, misalnya karena mata kurang jelas, benda-
benda yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh
2) Nyeri kepala dan/atau vertigo
3) Hipotensiorthostatic:
- Hipovolemia / curah jantung rendah
- Disfungsi otonom terlalu lama berbaring
- Pengaruh obat-obat hipotensi
4) Obat-obatan
- Diuretik / antihipertensi
- Antidepresan trisiklik
- Sedativa
- Antipsikotik
- Obat-obat hipoglikemik
- Alkohol
5) Proses penyakit
- Aritmia
- Stenosis
- Stroke
- Parkinson
- Spondilosis
- Serangan kejang
6) Idiopatik
7) Sinkope
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
- Terbakar matahari
c. Incontinence (Inkontinensia Urin Dan Alvi)
Pada lansia biasanya terjadi penurunan kemampuan berkemih. Pada
lansia terjadi proses enua yang berdampak pada perubahan hampir
seluruh organ tubuh termasuk organ berkemih yang menyebabkan
lansia mengalami inkontinensia urin. Perubahan ini diantaranya adalah
melemahnya otot dasar panggul yang menjaga kandung kemih dan
pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada kandung
kemih yang menimbulkan rangsangan berkeih sebelum waktunya dan
meninggalkan sisa. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna
menyebabkan urine di dalam kanddung kemih yang cukup banyak
sehingga dengan pengisian sedikit saja sudah merangsang untuk
berkeih. Hipertrofi prostat juga dapat mengakibatkan banyaknya sisa air
kemih di kandung keih sebagai akibat pengosongan yang tidak
sempurna (Setiati,2000).
d. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan
faktor faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis,
infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi
pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh
faktor-faktor tersebut diatas. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60
tahun. Progesifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan
jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan
perempuan.

Kornea, lensa iris, aquous humormvitorous humor akan mengalami


perubahan seiring bertambahnya usia, karena bagian utama yang
mengalami perubahan/penurunan sensifitas yang menyebabkan lensa
pada mata, produksi aquosus humor juga mengalami penurunan tetapi
tidak terlalu terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra
okuler lensa umum. Bertambahnya usia akan mempengarui fungsi
organ pada mata seseorang yang ber usia 60 tahun, fungsi
kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau
muda, penurunan tersebut meliputi ukuran – ukuranpupil dan
kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses akomodasi merupakan
kemampuan untukmelihat benda – benda dari jarak dekat maupun jauh

4. Manifestasi Klinis
Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada
berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah
pada penurunan berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi
pengurangan massa otak, aliran darah otak, densitas koneksi dendritik,
reseptor glukokortikoid hipokampal, dan terganggunya autoregulasi
perfusi. Timbul proliferasi astrosit dan berubahnya neurotransmiter,
termasuk dopamin dan serotonin. Terjadi peningkatan aktivitas monoamin
oksidase dan melambatnya proses sentral dan waktu reaksi.

Pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi


intelektual; berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang
menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi hilang
selama transmisi; berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi
baru dan mengambil informasi dari memori. Kemampuan mengingat
kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat
kejadian yang baru saja terjadi. ingat kejadian yang baru saja terjadi. Pada
fungsi penglihatan terjadi gangguan adaptasi gelap; pengeruhan pada
lensa: ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jarak dekat
(presbiopia);berkurangnya sensitivitas terhadap kontras dan lakrimasi.
Hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara bilateral timbul pada funsgsi
pendengaran. Di samping itu pada usia lanjut terjadi kesulitan untuk
membedakan sumber bunyi dan terganggunya kemampuan membedakan
target dari noise.

Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung
(pacemaker) di nodus SA berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri;
kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri bertambah lama; respons inotropik,
kronotropik, terhadap stimulasi beta-adrenergik berkurang; menurunnya
curah jantung maksimal; peningkatan atrial natriuretic peptide (ANP)
serum dan resistensi vaskular perifer. (Pada fungsi paru-paru terjadi
penurunan forced expiration volume 1 second (FEVI) dan forced volume
capacity (FVC); berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi silia dan
meningkatnya volume residual. Adanya ‘ventilation-perfusion
mismatching’ yang menyebabkan PaO2 menurun seiring bertambahnya
usia : 100 – (0,32 x umur).

Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah ke


hati, terganggunya bersihan (clearance) obat oleh hati sehingga
membutuhkan metabolisme fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya
respons terhadap cedera pada mukosa lambung, berkurangnya massa
pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya kontraksi kolon yang
efektif dan absorpsi kalsium. Menurunnya bersihan kreatinin (creatinin
clearance) dan laju filtrasi glomerulus (GFR) 10ml/dekade terjadi dengan
semakin bertambahnya usia seseorang. Penurunan massa ginjal sebanyak
25%, terutama dari korteks dengan peningkatan relative perfusi nefron
jukstamedular. Aksentuasi pelepasan anti diuretic hormone (ADH) sebagai
respons terhadap dehidrasi berkurang dan meningkatnya ketergantungan
prostaglandin ginjal untuk mempertahankan perfusi.
Pada saluran kemih dan kelamin timbul perpanjangan waktu refrakter
untuk ereksi pada pria, berkurangnya intensitas orgasme pada pria maupun
wanita, berkurangnya sekresi prostat di urin dan pengosongan kandung
kemih yang tidak sempurna serta peningkatan volume residual urin.
Toleransi glukosa terganggu (gula darah puasa meningkat 1 mg/dl/dekade;
gula darah postprandial meningkat 10 mg/dl/dekade). Insulin serum
meningkat, HbA1C meningkat, IGF-1 berkurang. Penurunan yang
bermakna pada dehidroepiandrosteron (DHEA), hormon T3, testosteron
bebas maupun yang bioavailable, dan produksi vitamin D oleh kulit serta
peningkatan hormon paratiroid (PTH). Ovarian failure disertai
menurunnya hormone ovarium.

Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor
spinal, berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki, berkurangnya
sensitivitas termal (hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi potensial
yang termielinasi dan meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin.
Massa otot berkurang secara bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya
serat otot. Efek penuaan paling kecil pada otot diafragma; berkurangnya
sintesis rantai berat miosin, inervasi, meningkatnya jumlah miofibril per
unit otot dan berkurangnya laju basal metabolic (berkurang 4%/dekade
setelah usia 50). Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas yang
dimediasi sel, rendahnya produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi,
berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, berkurangnya produksi sel B
oleh sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6 dalam sirkulasi.

Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi


menetap yang tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas seharihari,
dan dapat berpikiran atau melakukan percobaan bunuh diri. Pada lansia
gejala depresi lebih banyak terjadi pada orang dengan penyakit kronik,
gangguan kognitif, dan disabilitas. Kesulitan konsentrasi dan fungsi
eksekutif lansia depresi akan membaik setelah depresi teratasi. Gangguan
depresi lansia dapat menyerupai gangguan kognitif seperti demensia,
sehingga dua hal tersebut perlu dibedakan. Para lansia depresi sering
menunjukkan keluhan nyeri fisik tersamar yang bervariasi, kecemasan, dan
perlambatan berpikir. Perubahan pada lansia depresi dapat dikategorikan
menjadi perubahan fisik, perubahan dalam pemikiran, perubahan dalam
perasaan, dan perubahan perilaku.

5. Patofisiologi
Patatofisologi yang terjadi pada setiap orang bisa berbeda, tetapi antara
lain mencangkup (Stanley, Mickey.2006)
- Penurunan fungsi otonom yang berhubungan dengan usia danmungkin
disertai hilangnya elastisatas dinding pembuluh darah
- Gangguan dari aktivitas baro-refleks akibat tirah baring yang
terlalulama. Keadaan ini sering terdapat pada penderita lansia
yangtekanan darahnya dipertahankan dengan vasokontriksi yang
hampermaksimal (misaknya setelah terkena infark miocard). Tak
terdapatlagi cadangan otot jantung , sehingga pada saat bangun
tiudrtekanan tidak bisa dipertahankan lagi.
- Hipovalemia dan atau hiponatremia sebagai akibat berbagai
keadaan,antara lain pemberian diuretika
- Berbagai obat yang bersifat hipotensif, antara lain tiasid dandiuretika,
fenotiasin, antidepresan trisiklik, butirofenon, lefodopa,dan
bromokriptin
- Akibat berbagai penyakit yang menggangu saraf otonom.

6. Pemeriksaan Penunjang
Geriatri komprehensif mencakup: kesehatan fisik, mental, status
fungsional, kegiatan sosial, dan lingkungan.Tujuan asesmen ialah
mengetahui kesehatan penderita secara holistic supaya dapat
memberdayakan kemandirianpenderita selama mungkin dan mencegah
disabilitas-handicap diwaktu mendatang Asesmen ini bersifat tidak
sekedar multi-disiplin tetapi interdisiplin dengan koordinasi serasi antar
disiplin dan lintas pelayanan kesehatan (Darrmojo, B. 2009).
Anamnesis dilengkapi dengan berbagai gangguan yang terdapat : menelan,
masalah gigi, gigi palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang
terbatas pada anggota badan dan lain-lain.
a) Penilaian sistem : Penilaian system dilaksanakan secara urut, mulai
dari system syaraf.
b) Pusat, saluran nafas atas dan bawah, kardiovaskular, gastrointestinal
(seperti inkontinensia alvi, konstipasi), urogenital (seperti
inkontinensia urin). Dapat dikatakan bahwa penampilan penyakit dan
keluhan penderita tidaktentu berwujud sebagai penampilan organ yang
terganggu.
c) Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok,
minum alkohol).
d) Anamnesis Lingkungan perlu meliputi keadaan rumah tempat tinggal.
e) Review obat-obat yang telah dan sedang digunakan perlu sekali
ditanyakan, bila perlu, penderita atau keluarganya.
f) Ada tidaknya perubahan perilaku.
Anamnesis Nutrisi:( Siti, Maryam Rdkk. 2008)
a. Pada gizi perlu diperhatikan :
1) Keseimbangan (baik jumlah kalori maupun makronutrien)
2) Cukup mikronutrien (vitamin dan mineral)
3) Perlu macam makanan yang beranekaragam.
4) Kalori berlebihan atau dikurangi disesuaikan dengan
kegiatanAHSnya, dengan tujuan mencapai berat badan ideal.
5) Keadaan gigi geli, mastikasi dan fungsi gastro-intestinal.
6) Apakah ada penurunan atau kenaikan berat badan.
b. Pengkajian Nutrisi (Kuswardhani, RAT. 2011)
Pengkajian nutrisi dilakukan dengan memeriksa indeks massatubuh.
Rumus Indeks Masa Tubuh (IMT) : Berat Badan (kg)[TinggiBadan
(m)2]2 IMT : 18-23 (normal).
7. Penatalaksanaan
Kondisi multipatologi mengakibatkan seorang usia lanjut mendapatkan
berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi non-farmakologi dapat
menjadi pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun
obat tetap menjadi pilihan utama sehingga polifarmasi sangat sulit
dihindari. Prinsip penggunaan obat yang benar dan tepat pada usia lanjut
harus menjadi kajian multi/interdisiplin yang mengedepankan pendekatan
secara holistik (Siti, Maryam Rdkk. 2008).
a. Pengelolaan inkontinensia urin
Pengelolaan inkontinensia urin pada penderita usia lanjut, secara garis
besar dapat dikerjakan sebagai berikut (Suryanto, 2008).
1) Program rehabilitasi, antara lain:
a) Melatih perilaku berkemih.
b) Modifikasi tempat berkemih (komodo, urinal).
c) Melatih respons kandung kemih.
d) Latihan otot-otot dasar panggul.
2) Katerisasi, baik secara berkala (intermitten) atau menetap
(indweling).
3) Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, estrogen.
4) Pembedahan, misalnya: untuk mengangkat penyebab sumbatan atau
keadaan patologik lain, pembuatan sfingter artefisiil dan lain-lain.
5) Lain-lain, misalnya penyesuaian lingkungan yang mendukung untuk
kemudahan berkemih, penggunaan pakaian dalam dan bahan-bahan
penyerap khusus untuk mengurangi dampak inkontinensia.
b. Jatuh
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeliminasi
faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang
terdiri dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi
medik, psikiatrik dan lain-lain), sosiomedik dan ahli lain yang terkait
serta keluarga penderita. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya
berbeda untuk setiap kasus karena perbedaan faktor faktor yang
mengakibatkan jatuh. Lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik,
multifaktoral sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,
rehabilitasi dan perbaikan lingkungan. Pada kasus lain intervensi
diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya
pembatasan bepergian, penggunaan alat bantu gerak dan sebagainya.
Faktor Pelindung Terhadap Cedera Retak.
1) Terapiestrogen
2) Berat badan setelah usia
3) Berjalan untuk latihan
4) Asupan kalsium yang cukup
Pengobatan untuk gangguan berjalan
1) Manajemen gangguan berjalan termasuk peningkatan kemampuan
fungsional dan pengobatan penyakit tertentu,namun banyak kondisi
yang menyebabkan kelainan gaya berjalan hanya sebagian dapat
diobati.
2) Peningkatan substansial terjadi dalam pengobatan gangguan
sekunder untuk vitamin B12 dan folat, penyakit tiroid, radang sendi
lutut, penyakit Parkinson dan polineuropati inflamasi.
3) Peningkatan Sedang, tetapi dengan cacat sisa, dapat terjadi setelah
perawatan bedah untuk myelopathy serviks, stenosis lumbar, dan
hidrosefalus tekanan normal.
c. Sleep Disturbance
1) Perawatan Non-farmakologis
a) Hilangkan faktor yang dicurigai: mengobati penyakit yang
mendasari, menghentikan atau mengubah obat, menghentikan
alkohol, kafein atau penggunaan nikotin.
b) Perubahan Kebiasaan: mengembangkan rutinitas persiapan
tidur, gunakan kamar tidur untuk tidur saja, mengembangkan
cerita tidur untuk mempromosikan keadaan pikiran, mengurangi
tidur siang hari, dan mengembangkan latihan rutin sehari-hari.
2) Pengobatan farmakologis
a) Hanya direkomendasikan untuk penggunaan jangka pendek
pada pasien yang lebih tua.
b) Benzodiazepin dengan aksi pendek atau menengah seperti
Temazepam (7,5-15 mg), dengan jangka waktu maksimum dua
minggu untuk menghindari ketergantungan.
c) Antihistamin dapat diterima untuk digunakan sesekali, namun
cepat kehilangan khasiat.
d) Anti-depresan, misalnya, Trazadone, adalah pilihan yang
baik untuk insomnia kronis.
d. Pencegahan Komplikasi Imobilisasi
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi penatalaksanaan
farmakologik dan non farmakologik. Upaya non farmakologis yang
dapat dilakukan adalah dengan beberapa terapi fisik dan latihan jasmani
secara teratur. Pada pasien yang mengalami tirah baring total,
perubahan posisi secara teratur dan latihan di tempat tidur. Selain itu,
mobilisasi dini berupa turun dari tempat tidur, berpindah dari tempat
tidur ke kursi dan latihan fungsional dapat dilakukan secara bertahap.

Untuk mencegah terjadinya dekubitus, hal yang harus dilakukan adalah


menghilangkan penyebab terjadinya ulkus yaitu bekas tekanan pada
kulit. Untuk itu dapat dilakukan perubahan posisi lateral 300 C,
penggunaan kasur anti dekubitus, atau menggunakan bantal berongga.
Pada pasien dengan kursi roda dapat dilakukan reposisi tiap jam atau
diistirahatkan dari duduk. Melatih pergerakan dengan memiringkan
pasien ke kiri dan ke kanan serta mencegah terjadinya gesekan juga
dapat mencegah dekubitus. Pemberian minyak setelah mandi atau
mengompol dapat dilakukan untuk mencegah maserasi. Kontrol
tekanan darah secara teratur dan penggunaan obat‐obatan yang dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah serta mobilisasi dini perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotensi.
Monitor asupan cairan dan makanan yang mengandung serat perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya konstipasi. Selain itu juga perlu
dilakukan evaluasi dan pengkajian terhadap kebiasaan buang air besar
pasien. Pemberian nutrisi yang adekuat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien imobilisasi. Tata laksana
farmakologis yang dapat diberikan terutama pencegahan terhadap
terjadinya trombosis. Pemberian antikoagulan yaitu Low dose heparin
(LDH) dan low molecular weight heparin (LMWH) merupakan
profilaksis yang aman dan efektif untuk pasien geriatri
denganimobilisasi namun harus mempertimbangkan fungsi hati, ginjal
dan interaksi dengan obat lain (Stanley, Mickey.2006).
e. Delirium
Penggunaan benzodiazepin seharusnya dihindari, kecuali bila sumber
deliriumnya adalah reaksi putus zat alkohol atau sedatif atau ketika
agitasi yang berat tidak dapat dikontrol oleh obat neuroleptik. Hal ini
disebabkan karena benzodiazepin dapat menyebabkan reaksi
berkebalikan yang memperburuk delirium. Reaksi berkebalikan yang
diakibatkan oleh benzodiazepin adalah sedasi yang berlebihan yang
dapat menyulitkan penilaian status kesadaran pasien itu sendiri (Dewi,
S.R., 2014).

Pada beberapa penelitian penggunaan obat neuroleptik, obat yang


sering dipakai pada kasus delirium adalah Haloperidol. Haloperidol
digunakan karena profil efek sampingnya yang lebih disukai dan dapat
diberikan secara aman melalui jalur oral maupun parenteral. Dosis yang
biasa diberikan adalah 0,5 - 1,0 mg per oral (PO) atau intra muscular
maupun intra vena (IM/IV); titrasi dapat dilakukan 2 sampai 5 mg tiap
satu jam sampai total kebutuhan sehari sebesar 10 mg terpenuhi.
Setelah pasien lebih baik kesadarannya atau sudah mampu menelan
obat oral maka haloperidol dapat diberikan per oral dengan dosis
terbagi 2-3 kali perhari sampai kondisi deliriumnya teratasi.
Haloperidol intravena lebih sedikit menyebabkan gejala ekstrapiramidal
daripada penggunaan oral (Stanley, Mickey.2006)
f. Infeksi
Pengobatan infeksi pada lansia juga merupakan masalah karena
meningkatkan bahaya toksisitas obat antimikroba pada lansia. Terapi
antibiotik tergantung pada kuman patogen yang didapati. Pasien harus
dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyarat isyarat
lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membantu
kekurangan informasi dengarnya. Perlu diperagakan bagaimana struktur
bahasa menimbulkan hambatan-hambatan tertentu pada pembicara.
Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami
cenderung melengkapi pesan yang diucapkan. Bila informasi dengar
yang diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka
petunjuk petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh
aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat
berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya. (Dini, A.A., 2013).

8. Komplikasi
Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada sistem
pernafasanmisalnya penurunan ventilasi, atelektasis dan pneumonia.
Komplikasiendokrin dan ginjal, peningkatan diuresis, natriuresis dan
pergeserancairan ekstraseluler, intoleransi glukosa, hiperkalsemia dan
kehilangankalsium, batu ginjal serta keseimbangan nitrogen negatif
Komplikasigastrointestinal yang dapat timbul adalah anoreksia, konstipasi
danluka tekan (ulkus dekubitus). Pada sistem saraf pusat, dapat
terjadideprivasi sensorik, gangguan keseimbangan dan koordinasi
(Rizka,2015).
LAPORAN PENDAHULUAN
GOUT ARTHRITIS

A. Pengertian Gout Arthritis


Penyakit Asam Urat atau dalam dunia medis disebut penyakit Pirai/penyakit
(Arthritis Gout) adalah penyakit sendi yang disebabkan oleh tingginya asam
urat didalam darah. Kadar asam urat yang tinggi di dalam darah melebihi
batas normal menyebabkan penumpukan asam urat di dalam persendian dan
organ tubuh lainnya. Penumpukan asam urat inilah yang membuat sendi sakit,
nyeri, dan meradang. Pada kasus yang parah, penderita penyakit ini tidak bisa
berjalan, persendian terasa sangat sakit jika bergerak, mengalami kerusakan
pada sendi, dan cacat (Sutanto, 2013).

Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme purin yang


ditandai dengan hiperurisemi dan serangan sinopitis akut berulang-ulang.
Penyakit ini paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai lanjut usia
dan wanita pasca Menopause (Nurarif, 2015).

B. Etiologi Gout Arthritis


Secara garis besar penyebab terjadinya asam urat (Gout) disebabkan oleh
factor primer dan faktor sekunder, faktor primer 99% nya belum diketahui
(idiopatik). Namun, diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan
faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat
mengakibatkan peningkatan produksi asam urat atau bisa juga disebabkan
oleh kurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh. Faktor sekunder, meliputi
peningkatan produksi asam urat, terganggunya proses pembuangan asam urat
dam kombinasi kedua peyebab tersebut (Susanto, 2013).

Menurut Prasetyono 2012, berikut beberapa penyebab munculnya asam urat :


1. Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat purin. Tubuh
manusia sebenarnya sudah menyediakan 85% senyawa purin untuk
kebutuhan sehari-hari. Ini berarti, kebutuhan tubuh akan purin yang
berasal dari makanan hanya sekisar 15%. Jika lebih dari 15% maka tubuh
akan kelebihan zat ini.
2. Mengkonsumsi alkohol juga dapat meningkatkan resiko terkena penyakit
asam urat. Sebab, alkohol menyebabkan pembuangan asam urat lewat urin
menjadi berkurang, sehingga asam urat tetap bertahan dalam peredaran
darah dan penumpukan persendian.

C. Manifestasi Klinis Gout Arthritis


Menurut Hadibroto, penyakit ini umumnya ditandai dengan rasa nyeri hebat
yang tiba-tiba menyerang sebuah sendi pada saat tengah malam, biasanya
pada ibu jari kaki (sendi) metatarsofalangeal pertama atau jari kaki (sendi
tarsal). Jumlah sendi yang meradang kurang dari empat (oligoartritis), dan
serangannya di satu sisi (unilateral). Kulit berwarna kemerahan, terasa panas,
bengkak, dan sangat nyeri. Pembengkakan sendi umumnya terjadi secara
asimetris (satu sisi tubuh). Berikut beberapa tanda dan gejala asam urat :
1. Sendi terasa nyeri, ngilu, linu, kesemutan, bahkan membengkak berwarna
kemerahan (meradang).
2. Biasanya, persendian terasa nyeri saat pagi hari (baru bangun tidur) atau
malam hari.
3. Rasa nyeri pada sendi terjadi berulang-ulang.
4. Yang diserang biasanya sendi jari kaki, jari tangan, lutut, tumit,
pergelangan tangan, dan siku.
5. Pada kasus yang parah, persendian terasa sangat sakit saat bergerak,
bahkan penderita sampai tidak bisa jalan. Tulang di sekitar sendi juga bisa
kropos atau mengalami pengapuran tulang.

D. Patofisiologi Gout Arthritis


Kelainan pada sendi metatarsofangeal terjadi akibat ditemukan penimbunan
Kristal pada membrane sinovia dan tulang rawan artikular. Pada fase lanjut
akan terjadi erosi tulang rawan, proliverasi sinovia dan pembentukan panus,
erosi kistik tulang serta perubahan gout sekunder. Selanjutnya, terjadi tofus
dan fibrosis serta ankilosis pada tulang kaki.
Adanya gout pada sendi kaki menimbulkan respon lokal, sistemik dan
psikologis. Respon inflamasi lokal menyebabkan kompresi saraf sehingga
menimbulkan respon nyeri. Degenerasi kartilago sendi dan respon nyeri
menyebabkan gangguan mobilitas fisik. Peningkatan metabolism
menyebabkan pemakaian energy berlebih sehingga klien cenderung
mengalami malaise, anoreksia dan status nutrisi klien tidak seimbang.
Pembentukan panus pada pergelangan kaki menyebabkan masalah citra tubuh
dan prognosis penyakit menimbulkan respons ansietas (Muttaqim,2012:396).

E. Pathway Gout Arthritis


(Lampiran)

F. Komplikasi Gout Arthritis


Menurut Rotschild (2013), komplikasi dari arthritis gout meliputi severe
degenerative arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi.
Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi
akut juga berperan dalam proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan
sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang. Kristal monosodium
urat dapat mengaktifkan kondrosit untuk mengeluarkan IL-1, merangsang
sintesis nitric oxide dan matriks metalloproteinase yang nantinya
menyebabkan dekstruksi kartilago, Kristal monosodium urat mengaktivasi
osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolic
yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.

Gout Arthritis telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya


batu ginjal. Penderita dengan gout arthritis membentuk batu ginjal karena urin
memiliki pH rendah yang mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut.
Terdapat tiga hal yang signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada
penderita dengan uric acid nepbrolitbiasis yaitu hiperurikosuria (disebabkan
karena peningkatan kandungan asam urat dalam urin), rendahnya pH (yang
mana menurunkan kelarutan asam urat), dan rendahnya volume urin
(menyebabkan peningkatan konsentrasi asam urat pada urin).
G. Penatalaksanaan Gout Arthritis
Menurut Helmi (2013:301-302), sasaran terapi gout arthritis yaitu
mempertahankan kadar asam urat dalam serum dibawah 6 mg/dl dan nyeri
yang diakibatkan oleh penumpukan asam urat. Tujuan terapi yang ingin
dicapai yaitu mengurangi peradangan dan nyeri sendi yang dtimbulkan oleh
penumpukan Kristal monosodium urat monohidrat. Kristal tersebut ditemukan
pada jaringan kartilago, subkutan dan jaringan particular, tendon, tulang,
ginjal serta beberapa tempat lainnya. Selain itu terapi gout juga bertujuan
untuk mencegah tingkat keparahan penyakit lebih lanjut karena penumpukan
kristal dalam medulla ginjal akan menyebabkan Chronic Urate Nephropathy
serta meningkatkan resiko terjadinya gagal ginjal. Terapi obat dilakukan
dengan mengobati nyeri yang timbul terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan
dengan pengobatan dan penurunan kadar asam urat dalam serum darah.
1. Terapi Farmakologis
Pengobatan arthritis gout dilakukan antara lain :
a. Nonsteroid Anti-inflammatory Drugs (NSAID). Terdapat beberapa
NSAID, namun tidak semua memiliki infektifitas dan keamanan yang
baik untuk terapi gout akut.
b. Colchicine. Colchicine tidak direkomendasikan untuk terapi jangka
panjang gout akut. Colchicine hanya digunakan selama saat kritis
untuk mencegah serangan gout.
c. Corticosteroid. Kortikosteroid sering digunakan untuk menghilangkan
gejala gout akut dan akan mengontrol serangan.
d. Probenecid. Digunakan terutama pada kondisi insufisiensi ginjal GFR
<50ml/min.
e. AllopurinoL. Sebagai penghambat xantin oksidase, allopurinol segera
menurunkan plasma urat dan konsentrasi asam urat disaluran urin,
serta mamfasilitasi mobilisasi benjolan.
f. Uricosuric. Obat ini memblok reabsorbsi tubular dimana urat disaring
sehingga mengurangi jumlah urat metabolic, mencegah pembentukan
benjolan baru dan memperkecil ukuran benjolan yang telah ada.
Apabila intervensi dan diagnosis gout arthritis dilakukan pada fase
awal, intervensi ortopedi jarang dilakukan. Pembedahan dengan bedah
dilakukan pada kondisi gout arthritis kronis.
2. Terapi Non-Farmakologis
1) Diet dibagi para penderita gangguan asam urat mempunyai syarat-
syarat sebagai berikut:
a. Pembatasan urin. Apabila telah terjadi pembengkakan sendi,
maka penderita gangguan asam urat harus melakukan diet bebas
purin.
b. Kalori sesuai dengan kebutuhan. Jumlah asupan kalori harus
benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada
tinggi dan berat badan.
c. Tinggi karbohidrat. Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong,
roti, dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita asam urat
karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine
d. Rendah protein. Protein terutama yang berasal dari hewan dapat
meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan
yang mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi
misalnya daging kambing, ayam, ikan, hati, keju,udang, telur.
e. Rendah lemak. Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat
melalui urine.
f. Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega
sebaiknya dihindari.
g. Tinggi Cairan. Konsumsi cairan yang yang banyak dapat
membantu membuang asam urat melalui urin. Oleh karena itu,
disarankan untuk menghabiskan minum minimal sebanyak 2,5
liter atau 10 gelas satu hari.
h. Tanpa alkohol. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar
asam urat mereka yang mengkonsumsi alkohol lebih tinggi,
dibandingkan mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol . Hal ini
dikarenakan alkohol akan meningkatkan asam laktat. Asam laktat
ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh.
2) Menurut teori Andarmoyo (2013) manajemen non farmakologi gout
arthritis yaitu diantaranya dengan mengajarkan teknik distraksi,
relaksasi, bimbingan antisipasi, dan terapi kompres hangat. Kompres
hangat merupakan tindakan keperawatan dengan memberikan
kompres hangat yang digunakan untuk memenuhi rasa nyaman dan
mengurangi rasa nyeri tindakan ini digunakan untuk klien yang
mengalami nyeri (Hidayat, 2012).
PATHWAY GOUT ARTHRITIS

Diet tinggi purin Peningkatan pemecahan sel Peningkatan pemecahan sel Konsumsi alkohol

Katabolisme purin Asam urat dalam sel keluar Tidak diekresi melalui urine Peningkata asam laktat seagai produk
samping metabolisme
Penyakit ginjal
(glumerulonefritis dan gagal
ginjal)
Asam urat dalam serum Kemampuan ekresi asam
meningkat (Hiperurisemia) urat terganggu/menurun

GOUT ARTHRITIS Kurangnya terpapar informasi MK : Defisit Pengetahuan

Di jaringan lunak Hipersaturasi dalam plasma


dan persendian dan garam urat di cairan tubuh
Penumpukan dan
pengendapan MSU Terbentuknya kristal Dibungkus oleh berbagai protein
monosodium urat (MSU) (termasuk IgG)
Pembentukan tophus
Merangsang neutrofil
Respon inflamasi meningkat (leukosit PMN)

Pembesaran dan Terjadi fagositosis kritas


MK : Hipertermia
pembenjolan sendi oleh leukosit

MK : Nyeri akut Deformitas sendi


Terjadi saat malam hari Kontraktur sendi Kekakuan sendi
Terbentuk fagolisosom

Fibrosis dan/atau MK : Gangguan


MK : Gangguan Merusak selaput protein
ankilosis tulang mobilitas fisik
pola tidur kristal

MK : Gangguan Terjadi ikatan hydrogen anatar


integritas jaringan permukaan kristal dengan
membrane lisosom

Membrane lisosom robek,


terjadi pelepasan ensim dan
oksida radikal kesitoplasma

Peningkatan kerusakan
jaringan
Sumber : (Hidayah, 2019)
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

KLIEN DENGAN GOUT ARTHRITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, dan pekerjaan.
Pada umumnya serangan Gout Arthritis yang terjadi pada laki-laki mulai
dari usia pubertas hingga usia 40-69 tahun, sedangkan pada wanita
serangan Gout Arthritis umumnya terjadi pasca Menopause. Untuk jenis
kelamin sendiri laki-laki memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari
pada wanita, sebab wanita memiliki hormon esterogen dimana hormon
tersebut yang dapat membantu proses pengeluaran asam urat melalui
urine sehingga asam urat di dalam darah dapat terkontrol.
2. Status Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada klien Gout Arthritis adalah
nyeri yang dirasakan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot dan tulang,
termasuk di dalamnya sendi dan otot sendi. Sifat dari nyeri umumnya
seperti pegal/ ditusuk-tusuk/ panas/ ditarik-tarik. Gangguan nyeri
yang terus berlangsung menyebabkan aktivitas sehari-hari terhambat.
Biasanya terjadi kekakuan dipagi hari, rasa nyeri, dan pembengkakan
pada persendian.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita gout arthritis, biasanya menderita
hipertensi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah keluarga dari generasi terdahulu mempunyai keluhan yang
sama dengan klien karena penyakit gout arthritis berhubungan dengan
genetik.
5. Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan penyakit
klien dalam keluarga dan masyarakat. Respon yang didapat meliputi
adanya kecemasan individu dengan rentang variasi tingkat kecemasan
yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, dan
ketidaktahuan akan program pengobatan dan prognosis penyakit serta
peningkatan asam urat terhadap sirkulasi. Adanya perubahan peran dalam
keluarga akibat adanya nyeri dan gangguan mobilitas fisik memberikan
respon terhadap konsep diri yang mal adaptif
6. Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutrisi klien apakah klien sering mengonsumsi makanan
yang mengandung tinggi purin.
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, dari
ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe).
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan kadar asam urat dalam darah.
b. Tes cairan sinovial , fisis, inflamasi, infeksi.
c. X-rays, MRI, Bone Scan untuk melihat perubahan pada struktur
tulang dan kartilago.

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien Gout Arthritis
menurut SDKI adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (D.0077)
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri sendi (D.0054)
4. Gangguan rasa aman nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
(D.0074)
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada persendian (D.0055)
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kuarang terpapar informasi
(D.0111)
C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan 3x24 jam, (1.08238)
dengan agen diharapkan masalah Observasi :
cedera biologis keperawatan klien teratasi 1. Identifikasi skala,
(D.0077) dengan kriteria hasil durasi,
Tingkat Nyeri menurun karakteristik, dan
(L.08066) daerah nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi durasi
2. Tekanan darah membaik nyeri non verbal
3. Nyeri menurun, skala nyeri 3. Identifikasi faktor
ringan (1) yang memperberat
4. Meringis menurun dan memperingan
nyeri
Terapeutik:
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(Kompres hangat,
teknik nafas dalam)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitas istirahat
dan tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
pemicu dan periode
nyeri
2. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik bila perlu

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan (Kozier, 2011). Implementasi keperawatan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).
E. Evaluasi Keperawatan
Komponen kelima dari proses keperawatan ialah evaluasi. Evaluasi didasarkan
pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat.
Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang
perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Maglaya, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Astuty, W., 2019. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gout Arthritis. [Online]
Available at: http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/307/1/Untitled.pdf
[Accessed 7 Maret 2022].

Darmojo, B., 2015. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: s.n.

Hidayah, N., 2019. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gout Arthritis.
[Online]
Available at: http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/314/1/KARYA%20TULIS%20ILMIAH%20%282%20files%2
0merged%29.pdf
[Accessed 7 Maret 2022].

Khalifah, S. N., 2016. Keperawatan Gerontik. 1 ed. Jakarta: Pusdik SDM


Kesehatan.

PPNI, T. P. S. D., 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP


PPNI.

PPNI, T. P. S. D., 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :


DPP PPNI.

PPNI, T. P. S. D., 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP


PPNI.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY. S DENGAN GOUT ARTHRITIS
DI UPTD GRIYA WREDHA JAMBANGAN SURABAYA

Nama Mahasiswa : Sherlinda Anjar Aprilia

NIM : P27820719033

Tempat Praktek : UPTD Griya Wredha Jambangan Surabaya

Tanggal Pengkajian : 7 Maret 2022

Tanggal MRS : 19 Oktober 2021

1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. S
Umur : 66 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Bhaskara, Surabaya
Tanggal datang : 19 Oktober 2021 Lama tinggal di panti : 4 bulan

2. DATA KELUARGA
Nama : Evi Agustin
Hubungan : Anak
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bhaskara, Surabaya

3. STATUS KESEHATAN SEKARANG


Keluhan utama : Nyeri pada sendi hilang timbul
Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan : Klien
mengetahui tentang penyakit dan cara penanganannya
Obat-obatan : Metformin, Catrophil, Remason
4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES
MENUA)
FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum

Ya Tidak
Kelelahan : 
Perubahan BB : 
Perubahan nafsu makan : 
Masalah tidur : 
Kemampuan ADL : 
KETERANGAN : Klien mengatakan nafsu makannya
saat di panti menurun karena sering
tidak diberi sayur yaitu makanan
kesukaan klien. Dan pola tidurnya tidak
tentu atau sering terbangun saat malam
hari. Klien mengatakan bangun malam
untuk menunaikan sholat tahajud.

2. Integumen

Ya Tidak
Lesi / luka : 
Pruritus : 
Perubahan pigmen : 
Memar : 
Pola penyembuhan lesi : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada integumen

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan : 
Abnormal : 
Pembengkakan kel. limfe : 
Anemia : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada pola
hematopoenic

4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : 
Pusing : 
Gatal pada kulit kepala : 
KETERANGAN : Klien mengatakan kulit kepala nya
gatal karena ketombe

5. Mata
Ya Tidak
Perubahan pengelihatan : 
Pakai kacamata : 
Kekeringan mata : 
Nyeri : 
Gatal : 
Photobobia : 
Diplopia : 
Riwayat infeksi : 
KETERANGAN : Klien mengatakan mempunyai kedua
matanya katarak, namun mata kanannya
sudah dilakukan operasi sekitar 2 bulan
yang lalu sedangkan yang mata kiri
belum
6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : 
Discharge : 
Tinitus : 
Vertigo : 
Alat bantu dengar : 
Riwayat infeksi : 
Kebiasaan membersihkan 
telinga
Dampak pada ADL : 
KETERANGAN : Klien mengatakan membersihkan
telinganya seminggu sekali
menggunakan cutton bud

7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : 
Discharge : 
Epistaksis : 
Obstruksi : 
Snoring : 
Alergi : 
Riwayat infeksi : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada hidung

8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : 
Kesulitan menelan : 
Lesi : 
Perdarahan gusi : 
Caries : 
Perubahan rasa : 
Gigi palsu : 
Riwayat infeksi : 
Pola sikat gigi : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada mulut dan
tenggorokan

9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan : 
Nyeri tekan : 
Massa : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada leher

10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk : 
Nafas pendek : 
Hemoptisis : 
Wheezing : 
Asma : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada pernafasan

11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : 
Palpitasi : 
Dipsnoe : 
Paroximal nocturnal : 
Orthopnea : 
Murmur : 
Edema : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada
kardiovaskuler

12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : 
Nausea / vomiting : 
Hemateemesis : 
Perubahan nafsu makan : 
Massa
Jaundice : 
Perubahan pola BAB : 
Melena : 
Hemorrhoid : 
Pola BAB : Klien mengatakan BAB seminggu
sekali karena tidak makan sayur
KETERANGAN : Klien mengatakan nafsu makannya
saat di panti menurun

13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : 
Frekuensi : 
Hesitancy : 
Urgency : 
Hematuria : 
Poliuria : 
Oliguria : 
Nocturia : 
Inkontinensia : 
Nyeri berkemih : 
Pola BAK : 6-8 kali dalam sehari
KETERANGAN : Klien mengatakan sering buang air
kecil

14. Reproduksi
(perempuan)
Ya Tidak
Lesi : 
Discharge : 
Postcoital bleeding : 
Nyeri pelvis : 
Prolap : 
Riwayat menstruasi : Klien mengatakan terakhir menstruasi
pada umur 50 tahun
Aktifitas seksual : 
Pap smear : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada pola
reproduksi

15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri sendi : 
Bengkak : 
Kaku sendi : 
Deformitas : 
Spasme : 
Kram : 
Kelemahan otot : 
Masalah gaya berjalan : 
Nyeri punggung : 
Pola latihan : 
Dampak ADL : Saat mengangkat barang berat sendi
terasa nyeri
KETERANGAN : Klien mengatakan nyeri sendi saat
malam hari atau saat klien merasa
kedinginan

16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache : 
Seizures : 
Syncope : 
Tic/tremor : 
Paralysis : 
Paresis : 
Masalah memori : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada persyarafan

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


Psikososial Ya Tidak
Cemas : 
Depresi : 
Ketakutan : 
Insomnia : 
Kesulitan dalam : 
mengambil keputusan
Kesulitan konsentrasi : 
Mekanisme koping : Adaptif
Persepsi tentang : Klien mengatakan dan menyadari
kematian bahwa kematian terjadi pada setiap
orang dan itu sudah ditakdirkan oleh
Allah SWT.
Dampak pada ADL : ADL dilakukan secara mandiri, tidak
meminta bantuan orang lain.
Spiritual
Aktivitas ibadah : Klien rutin dan tidak pernah tertinggal
sholat 5 waktu wajib dan 2 sholat
sunnah yaitu tahajud dan dhuha
Hambatan : Tidak ada hambatan
KETERANGAN : Klien merasa cemas dan depresi saat
ada sidak barang pribadi karena
menurut beliau barang yang beliau
punya di ambil paksa oleh panti tanpa
diberitahu kejelasannya disimpan atau
dibuang.

6. LINGKUNGAN
• Kamar : Bersih, rapi, tertata
• Kamar mandi : Bersih
• Dalam rumah wisma : Bersih
• Luar rumah : Bersih, rindang

7. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES


1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (ndeks Barthel)
No. Kriteria Dengan Mandiri Skor
Bantuan Yang
Didapat
1. Makan 5 10 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, 5-10 15 15
atau sebaliknya
3. Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5 5
gosok gigi)
4. Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, 5 10 10
menyeka tubuh, menyiram)
5. Mandi 0 5 5
6. Berjalan dipermukaan datar (jika tidak bisa, 0 5 5
dengan kursi roda)
7. Naik turun tangga 5 10 10
8. Menggenakan pakaian 5 10 10
9. Kontrol bowel (BAB) 5 10 10
10. Kontrol bladder (BAK) 5 10 10
Jumlah 45 90 90
Kategori :
• Ketergantungan total
• Ketergantungan parsial Mandiri
• Mandiri

2. Aspek kognitif
MMSE (Mini Mental Status Exam)
No. Aspek Nilai Nilai Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
1. Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2022
Hari : Senin
Musim : Hujan
Bulan : Maret
Tanggal : Lupa
2. Orientasi 5 5 Dimana sekarang kita berada ?
Negara : Indonesia
Panti : Jompo
Propinsi : Jawa Timur
Wisma : Griya Werda
Kabupaten/kota : Surabaya
3. Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal kursi,
meja, kertas), kemudian ditanyakan
kepada klien, menjawab
1) Kursi 
2) Meja 
3) Kertas 
4. Perhatian 5 5 Meminta klien berhitung mulai dari 100
dan kemudian kurangi 7 sampai 5 tingkat
kalkulasi Jawaban :
1) 93 
2) 86 
3) 79 
4) 72 
5) 65 
5. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga
obyek pada point ke-3 (tiap point nilai 1)
Jawaban :
1) Kursi 
2) Meja 
3) Kertas 
6. Bahasa 9 8 Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukkan benda tersebut)
Jawaban :
1) Bolpoint 
2) Pensil 
3) Meminta klien mengulangi kata
berikut :
“tidak ada, dan, jika, atau, tetapi”
Klien menjawab : “tidak ada, dan, jika,
atau, tetapi” 

Meminta klien untuk mengikuti perinth


berikut yang terdiri 3 langkah
4) Ambil kertas ditangan anda 
5) Lipat dua 
6) Taruh lantai 
Perintahkan pada klien untuk hal berikut
(bila aktivitas sesuai perintah nilai satu
point)
7) “tutup mata anda” 
8) Perintahkan kepada klien untuk
menulis kalimat 
9) Menyalin gambar 2 segi lima saling
bertumpuk

Total nilai 30 28
Intrepretasi hasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 -17 : gangguan kognitif berat
Kesimpulan : Tidak ada ganguan kognitif

3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No. Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1. 7-2-2022 / 12.28 WIB 72 detik
2.
3.
Rata-rata waktu TUG
Interpretasi hasil :
Interpretasi hasil
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukkan hasil sebagai berikut :
> 13,5 detik Resiko tinggi jatuh
> 24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu 6 bulan
> 30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan dalam
mobilisasi dan melakukan ADL

4. Kecemasan, GDS
Pengkajian Depresi
No. Pertanyaan Jawaban
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas 1 0 0
dan kesenangan
3. Anda merasa bahwa hidup hampa/kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang 0 1 0
waktu
6. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi 1 0 1
pada anda
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang 0 1 1
waktu
8. Anda sering merasa butuh bantuan 1 0 0
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada 1 0 0
keluar melakukan sesuatu hal
10. Anda merasaa memiliki banyak masalah 1 0 0
dengan ingatan anda
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat 0 1 0
luar biasa
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat 0 1 0
energik/bersemangat
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih dari diri 1 0 0
anda
Jumlah 3
Interpretasi :
Jika diperoleh skor 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi

5. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia :
No. Indikator skor Pemeriksaan
1. Menderita sakit atau kondisi yang 2 0
mengakibatkan perubahan jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0
3. Makan sedikit buah, sayur, atau olahan 2 1
susu
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan 2 0
minum minuman berakohol setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau 2 0
giginya sehingga tidak dapat makan
makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang 4 0
untuk membeli makanan
7. Lebih sering makan sendirian 1 0
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi 1 1
minum obat 3 kali atau lebih setiap
harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 kg 2 1
dalam enam bulan terakhir
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik 2 0
yang cukup untuk belanja, memasak atau
makan sendiri
Total Skor 3
Interpretasi :
0-2 : Good
3-5 : Moderate nutritional risk
6> : High nutritional risk

6. Hasil Pemeriksaan Diagnostik


No. Jenis Pemeriksaan Tanggal Hasil
Diagnostik Pemeriksaan
1. Tekanan darah 7 Maret 2022 / 130/70
11.00 WIB
2. Tekanan darah 8 Maret 2022 / 130/80
12.45 WIB
3. Gula darah sewaktu dalam 8 Maret 2022 / 95 mg/dL
darah 12.45 WIB
4. Asam urat dalam darah 8 Maret 2022 / 10,1 mg/dL
12.45 WIB
5. Kolesterol dalam darah 8 Maret 2022 / 169 g/dL
12.45 WIB
ANALISA DATA

Nama/Umur : Ny. S
Ruang : Mawar Blok B UPTD Griya Werda Jambangan Surabaya

No. Penggelompokkan Data Kemungkinan Masalah


Penyebab Keperawatan
1. DS : Proses penyakit asam Nyeri kronis
1. Klien mengatakan sendinya urat (D.0078)
terasa nyeri saat tengah
malam hari, kedinginan atau Hipersaturasi dalam
saat mengangkat benda yang plasma dan garam urat di
berat. cairan tubuh
2. Klien mengatakan menderita
asam urat sudah 2 tahun yang Terbentuk kristal
lalu monosodium urat (MSU)
dijaringan lunak dan
DO : sendi
1. Pengkajian nyeri PQRST:
• P : Proses penyakit asam Penumpukan dan
urat pengendapan MSU
• Q : Seperti ditusuk
(Cenut-cenut) Pembentukan tophus
• R : Sendi pada bahu
• S: Skala 4 dari 10 Respon inflamasi

• T : Hilang timbul meningkat

2. Asam urat : 10,1 mg/dL


3. Tekanan darah : 130/70 Pembesaran dan terdapat

mmHg benjolan sendi

Nyeri

2. DS : Nyeri akut akibat asam Gangguan pola


Klien mengatakan susah tidur, urat tidur (D.0055)
sering terbangun saat tengah
malam
Terjadi saat malam hari
DO :
1. Tampak kantung mata klien Gangguan pola tidur
menghitam
2. Tekanan darah : 130/70
mmHg
3. DS : Pembatasan makanan Defisit Nutrisi
Klien mengatakan nafsu makan yang dikonsumsi klien (D.0019)
menurun saat berada di panti dengan asam urat
karena sering tidak ada sayur dan
makanannya terasa hambar Nafsu makan menurun

Do : Berat badan menurun


1. Klien tampak tidak
menghabiskan makanan Defisit nutrisi
2. Klien BAB 1 kali seminggu
3. Berat badan klien 66kg
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama/Umur : Ny. S
Ruang : Mawar Blok B UPTD Griya Werda Jambangan Surabaya

No. Diagnosis Masalah Ditemukan Masalah Teratasi


Keperawatan
Tanggal Paraf Tanggal Paraf

1. Nyeri kronis 8 Maret 2022


berhubungan dengan
kondisi
muskuloskeletal
kronis (D.0078)
2. Defisit nutrisi 8 Maret 2022
berhubunga dengan
faktor psikologis
(nafsu makan
menurun) (D.0019)
3. Gangguan pola tidur 8 Maret 2022
berhubungan dengan
kurangnya kontrol
tidur (D.0055)
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama/Umur : Ny. S
Ruang : Mawar Blok B UPTD Griya Werda Jambangan Surabaya
No. Diagnosis Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Keperawatan Rasional
Hasil
1. Nyeri kronis Tujuan : Manajemen Nyeri (1.08238)
berhubungan dengan Setelah dilakukan
kondisi tindakan keperawatan Observasi :
muskuloskeletal kronis 3x8 jam tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengetahui penyebab
(nyeri sendi akibat menurun (L.08066) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri nyeri dari asam urat
kadar asam urat tinggi) 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mnegetahui skala nyeri
(D.0078) Kriteria Hasil : 3. Identifikasi faktor yang memperberat yang dirasakan dan rencana
1. Keluhan nyeri dan memperingan nyeri pengobatan selanjutnya
menurun 4. Monitor nilai asam urat 3. Mengetahui faktor nyeri yang
2. Kesulitan tidur ditimbulkan
menurun 4. Dapat memonitor asam urat
3. Tekanan darah klien
normal (120/80) Terapeutik :
4. Nafsu makan 1. Berikan terapi nonfarmakologis untuk 1. Untuk mengurangi rasa nyeri
membaik, makanan mengurangi nyeri (terapi pijat/akupresur saat timbul
dihabiskan dan pemberian obat tradisional ekstrak
5. Pola tidur membaik rebusan jahe)
(Normal : 7-8 jam) 1. Klien perlu mengetahui agar
Edukasi : dapat mengurang atau
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu mencegah nyeri secara
nyeri mandiri
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk 2. Agar klien dapat
mengurangi rasa nyeri mempraktekkan secara
mandiri

1. Membantu proses
Kolaborasi : penyembuhan atau
1. Kolabolarasi pemberian analgetik mengurangi rasa nyeri
2. Defisit nutrisi Tujuan : Manajemen nutrisi (1.03119)
berhubunga dengan Setelah dilakukan
faktor spikologis (nafsu tindakan keperawatan Observasi :
makan menurun) 3x8 jam nafsu makan 1. Monitor asupan makanan 1. Mengetahui perkmbangan
(D.0019) membaik (L.03024) 2. Monitor berat badan nafsu makan klien
2. Mengetahui peningkatan
Kriteria Hasil : berat badan klien
1. Keinginan makan
meningkat
2. Makan yang
diberikan
dihabiskan
3. Gangguan pola tidur Tujuan : Dukungan tidur (1.05174)
berhubungan dengan Setalah dilakukan
kurangnya kontrol tidur tindakan keperawatan Observasi :
(D.0055) 3x8 jam pola tidur 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 1. Mengetahui pola aktivitas dan
membaik (L.05045) 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur pola tidur klien
(fisik atau psikologis) 2. Mengetahui penyebab klien
Kriteria Hasil : 3. Monitor tanda-tanda vital pola tidurnya terganggu
1. Keluhan sulit tidur 3. Memantau kesehtan klien
meningkat Terapeutik :
2. Keluhan pola tidur 1. Tetapkan jadwal tidur rutin 1. Dengan menerapkan jadwal
berubah meningkat diharapkan pola tidur dapat
3. Tekanan darah batas teratur
normal (120/80 Edukasi :
mmHg) 1. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau car 1. Membantu klien untuk mudah
4. Pola tidur normal 7- nonfarmakologi dalam mnegatur pola tisurnya
8 jam/hari kembali
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
LAPORAN PENDAHULUAN
DAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. M DENGAN GOUT
ARTHRITIS
DI UPTD GRIYA WERDHA SURABAYA

DISUSUN OLEH :
SHERLINDA ANJAR APRILIA
NIM. P27820719033

TINGKAT III SEMESTER 6 SARJANA TERAPAN


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP LANSIA

A. Konsep Dasar Lanjut Usia


1. Pengertian Lanjut Usia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara
tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan
suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental, dan sosial secara bertahap (Azizah, 2017).

Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang


telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging
process atau proses penuaan (Nugroho, 2018).

2. Batasan Lanjut Usia


WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis menjadi
4 kelompok yaitu :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (eldery) berusia antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

3. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia


Menurut (Azizah, 2017), perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia antara
lain:
1) Perubahan Fisik
a. Sistem Indera
Sistem indera yang mengalami kemunduran antara lain penglihatan,
pendengaran, dan integumen. Penglihatan lansia menurun saat jarak jauh
maupun jarak dekat, maka dari itu lansia perlu dibantu penggunaan kaca
mata dan sistem penerangan yang baik. Pada sistem pendengaran lansia
juga mengalami gangguan pada suara-suara yang tidak jelas. Sistem
integumen pada lansia mengalami tidak elastis dan kering keriput.
b. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi pada lansia adanya perubahan jaringan
penghubung (kolagen dan jaringan penghubung), kartilago, otot dan
sendi. Perubahan ini menyebabkan turun fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak nyeri dan kesulitan bergerak dari duduk
ke berdiri.
c. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
Penurunan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu massa jantung
bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan
peregangan jantung menjadi berkurang karena penambahan pada jaringan
ikat dan penumpukan lipofusin. Hal ini mengakibatkan konsumsi oksigen
menurun sehingga kapasitas paru menurun. Perubahan yang terjadi pada
sistem respirasi mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks menurun.
d. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi terlihat pada kehilangan gigi sehingga lansia tidak
mampu mengunyah dengan baik. Perubahan lain yang terjadi meliputi
penurunan indera pengecap. Adapun perubahan lain pada asam lambung,
peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
e. Sistem Perkemihan
Pada sistem ini yang mengalami perubahan meliputi menurunnya laju
filtrasi, ekskresi, dan rearbsorpsi oleh ginjal. Hal ini menyebabkan
kehilangan kemampuan untuk mengekskresi obat atau produk
metabolisme obat, pola berkemih tidak normal seperti banyak berkemih
malam hari
f. Sistem Saraf
Penurunan yang terjadi pada sistem saraf mengakibatkan terjadinya
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik.
g. Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi yang terjadi pada lansia yaitu menciutnya ovary dan
uterus dan terjadi atrofi pada payudara. Sedangkan pada laki-laki, testis
masih dapat memproduksi spermatozoa walaupun sudah mulai menurun.
Dorongan seksual pada laki-laki terjadi sampai usia 70 tahun keatas.
2) Perubahan Kognitif
a. Memori (Daya Ingat)
Daya ingat adalah kemampuan seseorang untuk menyimpan dan
menghadirkan kembali peristiwa yang pernah terjadi pada hidupnya. Pada
lansia yang seringkali terjadi yaitu penurunan fungsi kognitif. Ingatan
jangka panjang kurang mengalami perubahan sedangkan ingatan jangka
pendek memburuk.
b. Kemampuan Pemahaman
Kemampuan pemahaman lansia menurun disebabkan oleh konsentrasi
dan sistem pendengaran lansia menurun. Sebaiknya saat berkomunikasi
dengan lansia dilakukan kontak mata agar lansia dapat membaca bibir
lawan bicaranya.
c. Pemecacahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah mengalami penurunan disebabkan
penurunan daya ingat dan fungsi penginderaan.
d. Kinerja
Penurunan kinerja pada lansia bisa terlihat secara kualitatif maupun
kuantitatif. Perubahan yang terjadi sangatlah wajar, hal ini terjadi
dikarenakan perubahan organ-organ biologis dan perubahan yang bersifat
patologis.
e. Motivasi
Motivasi yang terjadi pada lansia kurang mendapat dukungan kekuatan
fisik maupun psikologis sehingga banyak hal yang diinginkan berhenti di
tengah jalan.

3) Perubahan Spiritual
Spiritualitas pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan proses
individual yang berkembang sepanjang rentang kehidupan. Harapan
memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religius untuk
bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.

4) Perubahan Psikososial
a. Pensiun
Lansia merasa kehilangan kontak sosial dari area kerjanya dan mereka
merasakan kekosongan saat menjalani aktivitasnya.
b. Perubahan Aspek Kepribadian
Perubahan aspek kepribadian menyebabkan perubahan fungsi kognitif
yang menurun dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi persepsi, proses
belajar, pemahaman yang menyebabkan reaksi dan perilaku lansia
menjadi lambat. Sedangkan fungsi psikomotor berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti tindakan, koordinasi, gerakan tubuh yang
menyebabkan lansia terlihat kurang cekatan.
c. Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat
Perubahan yang terjadi pada lansia yakni fungsi indera yang menurun
yang dapat mengakibatkan munculnya gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Hal ini dapat mengakibatkan menarik diri dari
sosialnya.
d. Perubahan Minat
Perubahan minat yang terjadi pada lansia bisa terlihat dari penurunan
minat untuk memperbaiki penampilan dan minat untuk ingin mendapat
hiburan juga ikut berkurang. Namun minat untuk pemenuhan kebutuhan
meningkat pada lansia. Perubahan minat ini dapat mempengaruhi pola
hidupnya.

5) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik. Salah satunya pada wanita, fungsi seksual wanita
mengalami penurunan saat terjadi menopause.

4. Tipe-tipe Lansia
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan
jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap
datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa
saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, mental, sosial, dan ekonominya.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta
tipe putus asa (benci pada diri sendiri) (Maryam, 2018).

5. Kebutuhan Lansia
Kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan manusia pada umumnya, yaitu
kebutuhan makan, perlindungan perawatan , kesehatan dan kebutuhan sosial.
Kebutuhan sosial mencakup beberapa aspek yaitu hubungan dengan orang lain,
hubungan antar pribadi dalam keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan
denganorganisasi sosial. Berikut penjelasan kebutuhan lansia:
a. Kebutuhan Utama
1. Kebutuhan biologis/fisiologis : seperti makanan yang bergizi,
kebutuhan pakaian, perumahan/tempat berteduh dan kebutuhan seksual
2. Kebutuhan ekonomi : berupa penghasilan yang memadai atau suatu
kreatifitas yang bisa menghasilkan
3. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan dan pengobatan
4. Kebutuhan psikologis : berupa kasih sayang, adanya tanggapan dari
orang lain, ketentraman, merasa berguna, memiliki jati diri, serta status
yang jelas
5. Kebutuhan social : berupa peranan dalam hubungan dengan orang lain,
hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman sebaya, dan hubungn
dengan organisasi sosial.
b. Kebutuhan Sekunder
1. Kebutuhan dalam melakukan aktivitas
2. Kebutuhan dalam mengisi waktu luang/rekreasi
3. Kebutuhan yang bersifat kebudayaan, seperti informasi
dan pengetahuan
4. Kebutuhan yang bersifat politis, yaitu meliputi status, perlindungan
hukum, partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan
5. Kebutuhan yang bersifat keagamaan/spiritual, seperti memahami akan
makna keberadaan diri sendiri di dunia dan memahami hal-hal yang
tidak diketahui/ diluar kehidupan termasuk kematian
LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM GERIATRI

A. Konsep Dasar Sindrom Geriatri


1. Pengertian Sindrom Geriatri
Sindrom geriatri adalah serangkaian kondisi klinis pada orang tua yangdapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan dikaitkan dengankecacatan. (amplan
klinis yang tidak khas sering membuat sindromgeriatri tidak terdiagnosis.
(Vina, 2019).

Sindrom geriatric meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinesia,


ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkanangka
morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tuayang lemah.
Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ.Sindrom geriatric
mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipunpresentasi yang berbeda,
dan memerlukan interventasi dan strategi yangberfokus terhadap faktor etiologi
(Darmojo B, 2019).

2. Jenis dan Klasifikasi Sindrom Geriatri


Dalam bidang geriatri dikenal beberapa masalah kesehatan yang sering
dijumpai baik mengenai fisik atau psikis pasien usia lanjut. Menurut Solomon
dkk: The “13i” yang terdiri dari Immobility (imobilisasi), Instability
(instabilitas dan jatuh), Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti
demensia dan delirium), Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation
(depresi), Impotence (impotensi), Immunodeficiency (penurunan imunitas),
Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi), Impaction (konstipasi), Insomnia
(gangguan tidur), Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement
of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan
penciuman) (Setiati dkk., 2017).
a. Immobility (imobilisasi)
Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi
fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Lansia yang terus-menerus
berada ditempat tidur (disebut beradapada keadaan (bed ridden). Berakibat
atrofi otot, decubitus,malnutrisi, serta pnemonia. Faktor resikonya dapat
berupaosteortritis, gangguan penglihatan, fraktur, hipotensi postural,anemia,
stroke, nyeri, demensia, lemah otot, vertigo, keterbatsanruang lingkup,
PPOK, gerak sendi hipotiroid dan sesak napas,imobilisasi pada lansia
diakibatkan oleh adanya gangguan nyeri,kekakuan, ketidakseimbangan,
serta kelainan psikolog.
b. Instability (instabilitas dan jatuh)
Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh
pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia
lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah: mengobati
berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi
fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu,
sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman
seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin (Kane et
al., 2018; Cigolle et al., 2017).
c. Incontinence (inkontinensia urin dan alvi)
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan
masalah sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin merupakan salah satu
sindroma geriatrik yang sering dijumpai pada usia lanjut. Diperkirakan satu
dari tiga wanita dan 15-20% pria di atas 65 tahun mengalami inkontinensia
urin. Inkontinensia urin merupakan fenomena yang tersembunyi, disebabkan
oleh keengganan pasien menyampaikannya kepada dokter dan di lain pihak
dokter jarang mendiskusikan hal ini kepada pasien (Kane et al., 2008;
Cigolle et al., 2007). International Consultation on Incontinence, WHO
mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai hilangnya tak sadar feses cair
atau padat yang merupakan masalah sosial atau higienis. Definisi lain
menyatakan, Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau
ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui anus.
Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia
urin (Kane et al., 2018)
d. Intelectual impairement (gangguan intelektual seperti demensia dan
delirium)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi
intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang
tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak
hanya masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya
kemampuan untuk mengenal berpikir, menyimpan atau mengingat
pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi
perasa, dan terganggunya aktivitas (Blazer et al., 2019).
e. Infection (infeksi)
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan kematian
no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa
hal antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak,
menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya
komunikasi usia sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda
infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai
dengan meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai
pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak disertai
peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 360C lebih sering
dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas antara lain berupa
konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu makan tiba-tiba,
badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering terjadi pada
pasien usia lanjut (Kane et al., 2018).
f. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi
gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada
kelompok usia 70 tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada
dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama untuk semua umur, kecuali
ditambah presbikusis untuk kelompok geriatri. Otosklerosis biasanya
ditemui pada usia dewasa muda, ditandai dengan terjadinya remodeling
tulang di kapsul otik menyebabkan gangguan pendengaran konduktif, dan
jika penyakit menyebar ke telinga bagian dalam, juga dapat menimbulkan
gangguan sensorineural. Penyakit Ménière adalah penyakit telinga bagian
dalam yang menyebabkan gangguan pendengaran berfluktuasi, tinnitus dan
pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang disebabkan oleh energi
akustik yang berlebihan yang menyebabkan trauma permanen pada sel-sel
rambut. Presbikusis sensorik yang sering sekali ditemukan pada geriatri
disebabkan oleh degenerasi dari organ korti, dan ditandai gangguan
pendengaran dengan frekuensi tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya
gangguan pendengaran sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi.
Penatalaksanaan untuk gangguan pendengaran pada geriatric adalah dengan
cara memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan bedah berupa
implantasi koklea (Salonen, 2019).

Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari
pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang
disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan
yang digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri sulit
dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang diderita banyak
dan biasanya kronis, obat diresepkan oleh beberapa dokter, kurang
koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang dirasakan pasien tidak jelas,
pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan efek samping obat justru
ditambah obat baru. Karena itu diusulkan prinsip pemberian obat yang benar
pada pasien geriatri dengan cara mengetahui riwayat pengobatan lengkap,
jangan memberikan obat sebelum waktunya, jangan menggunakan obat
terlalu lama, kenali obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah,
naikkan perlahan-lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh
berobat dan hatihati mengguakan obat baru (Setiati dkk.,2017).
g. Isolation (depresi)
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia lanjut
adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan
binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari
lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga
yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien
akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat
melakukan usaha bunuh diri akibat depresi yang berkepanjangan.
h. Inanition (malnutrisi)
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia lanjut
karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak disengaja.
Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan
asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak
diinginkan (Kane et al., 2018). Pada pasien, kekurangan nutrisi disebabkan
oleh keadaan pasien dengan gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu
makan pasien.
i. Impecunity (kemiskinan)
Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi kurang
produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan fisik untuk
beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya mengandalkan
hidup dari tunjangan hari tuanya. Pada dasarnya seorang lansia masih dapat
bekerja, hanya saja intensitas dan beban kerjanya yang harus dikurangi
sesuai dengan kemampuannya, terbukti bahwa seseorang yang tetap
menggunakan otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja, membaca, dsb.,
tidak mudah menjadi “pikun” . Selain masalah finansial, pensiun juga berarti
kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosial pun berkurang
memudahakan seorang lansia mengalami depresi.
j. Iatrogenic disorder (gangguan iatrogenic)
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatric yaitu
multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu
mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan
antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat
mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-hati dan
rasional karena obat akan dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia
terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning)
akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal
(jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan
melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat
dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.
k. Insomnia (gangguan tidur)
Pada lansia dapat disebabkan oleh faktor yang terdiri dari nyerikronis, sesak
napas pada penyakit paru obstruktif kronis,gangguan psikiatrik (gangguan
cemas dan depresi), penyakitneurologi (parkinson’s disease, alzheimer
disease) danobat-obatan kortikosteroid dan diuretik) (Dini, A.A., 2020).
l. Immunodeficiency (penurunan imunitas)
Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang
mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti
atrofi thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak
begitu bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T
tetap terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier
infeksi pertama pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks
batuk dan bersin yang berfungsi mengeluarkan zat asing yang masuk ke
saluran nafas- yang melemah. Hal yang sama terjadi pada respon imun
terhadap antigen, penurunan jumlah antibodi. Segala mekanisme tersebut
berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-agen penyebab
infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi besar pada pasien lansia.
m. Impotence (impotensi)
Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada
usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan
hormon, syaraf, dan pembuluh darah. Disfungsi ereksi psikogenik
merupakan penyebab utama pada gangguanorganik,walaupun faktor
psikogenik ikut memegang peranan. Disfungsi ereksijenis ini yang
berpotensi reversible potensial biasanya yangdisebabkan oleh
kecemasan,depresi, rasa bersalah, masalahperkawinan atau juga akibat dari
rasa takutakan gagal dalamhubungan seksual.
n. Irritable bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak
jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot polos usus
besar, penybeab lain yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus,
gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas
yang dapat merangsang syaraf, colitis

3. Etiologi dan Faktor Resiko


a. Imobilisasi
Berbagai faktor baik fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada pasien usia lanjut. Beberapa penyebab utama imobilisasi
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan
masalah psikologis. Penyakit Parkinson, artritis reumatoid, gout, dan obat-
obatan antipsikotik seperti haloperidol juga dapat menyebabkan kekakuan.
Rasa nyeri, baik dari tulang (osteoporosis, osteomalasia, Paget’s disease,
metastase kanker tulang, trauma), sendi (osteoartritis, artritis reumatoid,
gout), otot (polimalgia, pseudoclaudication) atau masalah pada kaki dapat
menyebabkan imobilisasi. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi tentu sangat
sering menyebabkan terjadinya imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang
berlebihan atau kemalasan petugas kesehatan dapat pula menyebabkan orang
usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun di
rumah sakit. Efek samping beberapa obat misalnya obat hipnotik dan sedatif
dapat pula menyebabkan gangguan mobilisasi.
b. Instability (Instabilitas Dan Jatuh)
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor,
antara lain:
1) Kecelakaan (merupakan penyebab utama)
- Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
- Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan
akibat proses menua, misalnya karena mata kurang jelas, benda-benda
yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh
2) Nyeri kepala dan/atau vertigo
3) Hipotensiorthostatic:
- Hipovolemia / curah jantung rendah
- Disfungsi otonom terlalu lama berbaring
- Pengaruh obat-obat hipotensi
4) Obat-obatan
- Diuretik / antihipertensi
- Antidepresan trisiklik
- Sedativa
- Antipsikotik
- Obat-obat hipoglikemik
- Alkohol
5) Proses penyakit
- Aritmia
- Stenosis
- Stroke
- Parkinson
- Spondilosis
- Serangan kejang
6) Idiopatik
7) Sinkope
- Penurunan darah ke otak secara tiba-tiba
- Terbakar matahari
c. Incontinence (Inkontinensia Urin Dan Alvi)
Pada lansia biasanya terjadi penurunan kemampuan berkemih. Pada lansia
terjadi proses enua yang berdampak pada perubahan hampir seluruh organ
tubuh termasuk organ berkemih yang menyebabkan lansia mengalami
inkontinensia urin. Perubahan ini diantaranya adalah melemahnya otot dasar
panggul yang menjaga kandung kemih dan pintu saluran kemih, timbulnya
kontraksi abnormal pada kandung kemih yang menimbulkan rangsangan
berkeih sebelum waktunya dan meninggalkan sisa. Pengosongan kandung
kemih yang tidak sempurna menyebabkan urine di dalam kanddung kemih
yang cukup banyak sehingga dengan pengisian sedikit saja sudah
merangsang untuk berkeih. Hipertrofi prostat juga dapat mengakibatkan
banyaknya sisa air kemih di kandung keih sebagai akibat pengosongan yang
tidak sempurna (Setiati,2020).
d. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan
faktor faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi,
bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi
pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh
faktor-faktor tersebut diatas. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.
Progesifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis
kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.

Kornea, lensa iris, aquous humormvitorous humor akan mengalami


perubahan seiring bertambahnya usia, karena bagian utama yang mengalami
perubahan/penurunan sensifitas yang menyebabkan lensa pada mata,
produksi aquosus humor juga mengalami penurunan tetapi tidak terlalu
terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum.
Bertambahnya usia akan mempengarui fungsi organ pada mata seseorang
yang ber usia 60 tahun, fungsi
kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau
muda, penurunan tersebut meliputi ukuran – ukuranpupil dan kemampuan
melihat dari jarak jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan
untukmelihat benda – benda dari jarak dekat maupun jauh

4. Manifestasi Klinis
Semakin bertambah usia seseorang semakin banyak terjadi perubahan pada
berbagai sistem dalam tubuh. Perubahan yang terjadi cenderung mengarah pada
penurunan berbagai fungsi tersebut. Pada sistem saraf pusat terjadi
pengurangan massa otak, aliran darah otak, densitas koneksi dendritik, reseptor
glukokortikoid hipokampal, dan terganggunya autoregulasi perfusi. Timbul
proliferasi astrosit dan berubahnya neurotransmiter, termasuk dopamin dan
serotonin. Terjadi peningkatan aktivitas monoamin oksidase dan melambatnya
proses sentral dan waktu reaksi.
Pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi
intelektual; berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan
proses informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi;
berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil
informasi dari memori. Kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik
dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi. ingat
kejadian yang baru saja terjadi. Pada fungsi penglihatan terjadi gangguan
adaptasi gelap; pengeruhan pada lensa: ketidakmampuan untuk fokus pada
benda-benda jarak dekat (presbiopia);berkurangnya sensitivitas terhadap
kontras dan lakrimasi. Hilangnya nada berfrekuensi tinggi secara bilateral
timbul pada funsgsi pendengaran. Di samping itu pada usia lanjut terjadi
kesulitan untuk membedakan sumber bunyi dan terganggunya kemampuan
membedakan target dari noise.

Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung
(pacemaker) di nodus SA berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri; kontraksi dan
relaksasi ventrikel kiri bertambah lama; respons inotropik, kronotropik,
terhadap stimulasi beta-adrenergik berkurang; menurunnya curah jantung
maksimal; peningkatan atrial natriuretic peptide (ANP) serum dan resistensi
vaskular perifer. (Pada fungsi paru-paru terjadi penurunan forced expiration
volume 1 second (FEVI) dan forced volume capacity (FVC); berkurangnya
efektivitas batuk dan fungsi silia dan meningkatnya volume residual. Adanya
‘ventilation-perfusion mismatching’ yang menyebabkan PaO2 menurun seiring
bertambahnya usia : 100 – (0,32 x umur).

Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah ke hati,
terganggunya bersihan (clearance) obat oleh hati sehingga membutuhkan
metabolisme fase I yang lebih ekstensif. Terganggunya respons terhadap cedera
pada mukosa lambung, berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik,
berkurangnya kontraksi kolon yang efektif dan absorpsi kalsium. Menurunnya
bersihan kreatinin (creatinin clearance) dan laju filtrasi glomerulus (GFR)
10ml/dekade terjadi dengan semakin bertambahnya usia seseorang. Penurunan
massa ginjal sebanyak 25%, terutama dari korteks dengan peningkatan relative
perfusi nefron jukstamedular. Aksentuasi pelepasan anti diuretic hormone
(ADH) sebagai respons terhadap dehidrasi berkurang dan meningkatnya
ketergantungan prostaglandin ginjal untuk mempertahankan perfusi.
Pada saluran kemih dan kelamin timbul perpanjangan waktu refrakter untuk
ereksi pada pria, berkurangnya intensitas orgasme pada pria maupun wanita,
berkurangnya sekresi prostat di urin dan pengosongan kandung kemih yang
tidak sempurna serta peningkatan volume residual urin. Toleransi glukosa
terganggu (gula darah puasa meningkat 1 mg/dl/dekade; gula darah
postprandial meningkat 10 mg/dl/dekade). Insulin serum meningkat, HbA1C
meningkat, IGF-1 berkurang. Penurunan yang bermakna pada
dehidroepiandrosteron (DHEA), hormon T3, testosteron bebas maupun yang
bioavailable, dan produksi vitamin D oleh kulit serta peningkatan hormon
paratiroid (PTH). Ovarian failure disertai menurunnya hormone ovarium.

Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor spinal,
berkurangnya sensasi getar, terutama di kaki, berkurangnya sensitivitas termal
(hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi potensial yang termielinasi dan
meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot berkurang secara
bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan paling
kecil pada otot diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat miosin, inervasi,
meningkatnya jumlah miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal
metabolic (berkurang 4%/dekade setelah usia 50). Pada sistem imun terjadi
penurunan imunitas yang dimediasi sel, rendahnya produksi antibodi,
meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat,
berkurangnya produksi sel B oleh sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6
dalam sirkulasi.

Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi menetap
yang tidak naik, gangguan nyata fungsi atau aktivitas seharihari, dan dapat
berpikiran atau melakukan percobaan bunuh diri. Pada lansia gejala depresi
lebih banyak terjadi pada orang dengan penyakit kronik, gangguan kognitif, dan
disabilitas. Kesulitan konsentrasi dan fungsi eksekutif lansia depresi akan
membaik setelah depresi teratasi. Gangguan depresi lansia dapat menyerupai
gangguan kognitif seperti demensia, sehingga dua hal tersebut perlu dibedakan.
Para lansia depresi sering menunjukkan keluhan nyeri fisik tersamar yang
bervariasi, kecemasan, dan perlambatan berpikir. Perubahan pada lansia depresi
dapat dikategorikan menjadi perubahan fisik, perubahan dalam pemikiran,
perubahan dalam perasaan, dan perubahan perilaku.

5. Patofisiologi
Patatofisologi yang terjadi pada setiap orang bisa berbeda, tetapi antara lain
mencangkup (Stanley, Mickey.2017)
- Penurunan fungsi otonom yang berhubungan dengan usia danmungkin
disertai hilangnya elastisatas dinding pembuluh darah
- Gangguan dari aktivitas baro-refleks akibat tirah baring yang terlalulama.
Keadaan ini sering terdapat pada penderita lansia yangtekanan darahnya
dipertahankan dengan vasokontriksi yang hampermaksimal (misaknya
setelah terkena infark miocard). Tak terdapatlagi cadangan otot jantung ,
sehingga pada saat bangun tiudrtekanan tidak bisa dipertahankan lagi.
- Hipovalemia dan atau hiponatremia sebagai akibat berbagai keadaan,antara
lain pemberian diuretika
- Berbagai obat yang bersifat hipotensif, antara lain tiasid dandiuretika,
fenotiasin, antidepresan trisiklik, butirofenon, lefodopa,dan bromokriptin
- Akibat berbagai penyakit yang menggangu saraf otonom.

6. Pemeriksaan Penunjang
Geriatri komprehensif mencakup: kesehatan fisik, mental, status fungsional,
kegiatan sosial, dan lingkungan.Tujuan asesmen ialah mengetahui kesehatan
penderita secara holistic supaya dapat memberdayakan kemandirianpenderita
selama mungkin dan mencegah disabilitas-handicap diwaktu mendatang
Asesmen ini bersifat tidak sekedar multi-disiplin tetapi interdisiplin dengan
koordinasi serasi antar disiplin dan lintas pelayanan kesehatan (Darrmojo, B.
2019).
Anamnesis dilengkapi dengan berbagai gangguan yang terdapat : menelan,
masalah gigi, gigi palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang
terbatas pada anggota badan dan lain-lain.
a) Penilaian sistem : Penilaian system dilaksanakan secara urut, mulai dari
system syaraf.
b) Pusat, saluran nafas atas dan bawah, kardiovaskular, gastrointestinal
(seperti inkontinensia alvi, konstipasi), urogenital (seperti inkontinensia
urin). Dapat dikatakan bahwa penampilan penyakit dan keluhan penderita
tidaktentu berwujud sebagai penampilan organ yang terganggu.
c) Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok,
minum alkohol).
d) Anamnesis Lingkungan perlu meliputi keadaan rumah tempat tinggal.
e) Review obat-obat yang telah dan sedang digunakan perlu sekali ditanyakan,
bila perlu, penderita atau keluarganya.
f) Ada tidaknya perubahan perilaku.
Anamnesis Nutrisi:( Siti, Maryam Rdkk. 2018)
a. Pada gizi perlu diperhatikan :
1) Keseimbangan (baik jumlah kalori maupun makronutrien)
2) Cukup mikronutrien (vitamin dan mineral)
3) Perlu macam makanan yang beranekaragam.
4) Kalori berlebihan atau dikurangi disesuaikan dengan kegiatanAHSnya,
dengan tujuan mencapai berat badan ideal.
5) Keadaan gigi geli, mastikasi dan fungsi gastro-intestinal.
6) Apakah ada penurunan atau kenaikan berat badan.
b. Pengkajian Nutrisi (Kuswardhani, RAT. 2021)
Pengkajian nutrisi dilakukan dengan memeriksa indeks massatubuh. Rumus
Indeks Masa Tubuh (IMT) : Berat Badan (kg)[TinggiBadan (m)2]2 IMT :
18-23 (normal).

7. Penatalaksanaan
Kondisi multipatologi mengakibatkan seorang usia lanjut mendapatkan
berbagai jenis obat dalam jumlah banyak. Terapi non-farmakologi dapat
menjadi pilihan untuk mengatasi masalah pada pasien usia lanjut, namun obat
tetap menjadi pilihan utama sehingga polifarmasi sangat sulit dihindari. Prinsip
penggunaan obat yang benar dan tepat pada usia lanjut harus menjadi kajian
multi/interdisiplin yang mengedepankan pendekatan secara holistik (Siti,
Maryam Rdkk. 2018).
a. Pengelolaan inkontinensia urin
Pengelolaan inkontinensia urin pada penderita usia lanjut, secara garis besar
dapat dikerjakan sebagai berikut (Suryanto, 2018).
1) Program rehabilitasi, antara lain:
a) Melatih perilaku berkemih.
b) Modifikasi tempat berkemih (komodo, urinal).
c) Melatih respons kandung kemih.
d) Latihan otot-otot dasar panggul.
2) Katerisasi, baik secara berkala (intermitten) atau menetap
(indweling).
3) Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, estrogen.
4) Pembedahan, misalnya: untuk mengangkat penyebab sumbatan atau
keadaan patologik lain, pembuatan sfingter artefisiil dan lain-lain.
5) Lain-lain, misalnya penyesuaian lingkungan yang mendukung untuk
kemudahan berkemih, penggunaan pakaian dalam dan bahan-bahan
penyerap khusus untuk mengurangi dampak inkontinensia.
b. Jatuh
Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau mengeliminasi
faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan ini harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri
dari dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik,
psikiatrik dan lain-lain), sosiomedik dan ahli lain yang terkait serta keluarga
penderita. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap
kasus karena perbedaan faktor faktor yang mengakibatkan jatuh. Lebih
banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktoral sehingga
diperlukan terapi gabungan antara obat, rehabilitasi dan perbaikan
lingkungan. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah
terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian, penggunaan alat
bantu gerak dan sebagainya.
Faktor Pelindung Terhadap Cedera Retak.
1) Terapiestrogen
2) Berat badan setelah usia
3) Berjalan untuk latihan
4) Asupan kalsium yang cukup
Pengobatan untuk gangguan berjalan
1) Manajemen gangguan berjalan termasuk peningkatan kemampuan
fungsional dan pengobatan penyakit tertentu,namun banyak kondisi
yang menyebabkan kelainan gaya berjalan hanya sebagian dapat
diobati.
2) Peningkatan substansial terjadi dalam pengobatan gangguan sekunder
untuk vitamin B12 dan folat, penyakit tiroid, radang sendi lutut,
penyakit Parkinson dan polineuropati inflamasi.
3) Peningkatan Sedang, tetapi dengan cacat sisa, dapat terjadi setelah
perawatan bedah untuk myelopathy serviks, stenosis lumbar, dan
hidrosefalus tekanan normal.
c. Sleep Disturbance
1) Perawatan Non-farmakologis
a) Hilangkan faktor yang dicurigai: mengobati penyakit yang
mendasari, menghentikan atau mengubah obat, menghentikan
alkohol, kafein atau penggunaan nikotin.
b) Perubahan Kebiasaan: mengembangkan rutinitas persiapan tidur,
gunakan kamar tidur untuk tidur saja, mengembangkan cerita tidur
untuk mempromosikan keadaan pikiran, mengurangi tidur siang hari,
dan mengembangkan latihan rutin sehari-hari.
2) Pengobatan farmakologis
a) Hanya direkomendasikan untuk penggunaan jangka pendek pada
pasien yang lebih tua.
b) Benzodiazepin dengan aksi pendek atau menengah seperti
Temazepam (7,5-15 mg), dengan jangka waktu maksimum dua
minggu untuk menghindari ketergantungan.
c) Antihistamin dapat diterima untuk digunakan sesekali, namun cepat
kehilangan khasiat.
d) Anti-depresan, misalnya, Trazadone, adalah pilihan yang
baik untuk insomnia kronis.
d. Pencegahan Komplikasi Imobilisasi
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi penatalaksanaan
farmakologik dan non farmakologik. Upaya non farmakologis yang dapat
dilakukan adalah dengan beberapa terapi fisik dan latihan jasmani secara
teratur. Pada pasien yang mengalami tirah baring total, perubahan posisi
secara teratur dan latihan di tempat tidur. Selain itu, mobilisasi dini berupa
turun dari tempat tidur, berpindah dari tempat tidur ke kursi dan latihan
fungsional dapat dilakukan secara bertahap.

Untuk mencegah terjadinya dekubitus, hal yang harus dilakukan adalah


menghilangkan penyebab terjadinya ulkus yaitu bekas tekanan pada kulit.
Untuk itu dapat dilakukan perubahan posisi lateral 300 C, penggunaan kasur
anti dekubitus, atau menggunakan bantal berongga. Pada pasien dengan
kursi roda dapat dilakukan reposisi tiap jam atau diistirahatkan dari duduk.
Melatih pergerakan dengan memiringkan pasien ke kiri dan ke kanan serta
mencegah terjadinya gesekan juga dapat mencegah dekubitus. Pemberian
minyak setelah mandi atau mengompol dapat dilakukan untuk mencegah
maserasi. Kontrol tekanan darah secara teratur dan penggunaan obat‐obatan
yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah serta mobilisasi dini
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hipotensi.
Monitor asupan cairan dan makanan yang mengandung serat perlu dilakukan
untuk mencegah terjadinya konstipasi. Selain itu juga perlu dilakukan
evaluasi dan pengkajian terhadap kebiasaan buang air besar pasien.
Pemberian nutrisi yang adekuat perlu diperhatikan untuk mencegah
terjadinya malnutrisi pada pasien imobilisasi. Tata laksana farmakologis
yang dapat diberikan terutama pencegahan terhadap terjadinya trombosis.
Pemberian antikoagulan yaitu Low dose heparin (LDH) dan low molecular
weight heparin (LMWH) merupakan profilaksis yang aman dan efektif
untuk pasien geriatri denganimobilisasi namun harus mempertimbangkan
fungsi hati, ginjal dan interaksi dengan obat lain (Stanley, Mickey.2017).
e. Delirium
Penggunaan benzodiazepin seharusnya dihindari, kecuali bila sumber
deliriumnya adalah reaksi putus zat alkohol atau sedatif atau ketika agitasi
yang berat tidak dapat dikontrol oleh obat neuroleptik. Hal ini disebabkan
karena benzodiazepin dapat menyebabkan reaksi berkebalikan yang
memperburuk delirium. Reaksi berkebalikan yang diakibatkan oleh
benzodiazepin adalah sedasi yang berlebihan yang dapat menyulitkan
penilaian status kesadaran pasien itu sendiri (Dewi, S.R., 2019).

Pada beberapa penelitian penggunaan obat neuroleptik, obat yang sering


dipakai pada kasus delirium adalah Haloperidol. Haloperidol digunakan
karena profil efek sampingnya yang lebih disukai dan dapat diberikan secara
aman melalui jalur oral maupun parenteral. Dosis yang biasa diberikan
adalah 0,5 - 1,0 mg per oral (PO) atau intra muscular maupun intra vena
(IM/IV); titrasi dapat dilakukan 2 sampai 5 mg tiap satu jam sampai total
kebutuhan sehari sebesar 10 mg terpenuhi. Setelah pasien lebih baik
kesadarannya atau sudah mampu menelan obat oral maka haloperidol dapat
diberikan per oral dengan dosis terbagi 2-3 kali perhari sampai kondisi
deliriumnya teratasi. Haloperidol intravena lebih sedikit menyebabkan
gejala ekstrapiramidal daripada penggunaan oral (Stanley, Mickey.2017)
f. Infeksi
Pengobatan infeksi pada lansia juga merupakan masalah karena
meningkatkan bahaya toksisitas obat antimikroba pada lansia. Terapi
antibiotik tergantung pada kuman patogen yang didapati. Pasien harus
dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyarat isyarat
lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membantu
kekurangan informasi dengarnya. Perlu diperagakan bagaimana struktur
bahasa menimbulkan hambatan-hambatan tertentu pada pembicara.
Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami
cenderung melengkapi pesan yang diucapkan. Bila informasi dengar yang
diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka petunjuk
petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh aspek
rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat berinteraksi
lebih efektif dengan lingkungannya. (Dini, A.A., 2020).

8. Komplikasi
Imobilisasi dapat mengakibatkan komplikasi pada sistem pernafasanmisalnya
penurunan ventilasi, atelektasis dan pneumonia. Komplikasiendokrin dan
ginjal, peningkatan diuresis, natriuresis dan pergeserancairan ekstraseluler,
intoleransi glukosa, hiperkalsemia dan kehilangankalsium, batu ginjal serta
keseimbangan nitrogen negatif Komplikasigastrointestinal yang dapat timbul
adalah anoreksia, konstipasi danluka tekan (ulkus dekubitus). Pada sistem saraf
pusat, dapat terjadideprivasi sensorik, gangguan keseimbangan dan koordinasi
(Rizka,2018).
LAPORAN PENDAHULUAN
GOUT ARTHRITIS

A. Definisi Gout Arthritis


Menurut American College of Rheumatology, gout adalah suatu penyakit dan
potensi ketidakmampuan akibat radang sendi yang sudah dikenal sejak lama,
gejalanya biasanya terdiri dari episodik berat dari nyeri inflamasi satu sendi. Gout
adalah bentuk inflamasi artritis kronis, bengkak dan nyeri yang paling sering di
sendi besar jempol kaki. Namun, gout tidak terbatas pada jempol kaki, dapat juga
mempengaruhi sendi lain termasuk kaki, pergelangan kaki, lutut, lengan,
pergelangan tangan, siku dan kadang di jaringan lunak dan tendon. Biasanya hanya
mempengaruhi satu sendi pada satu waktu, tapi bisa menjadi semakin parah dan
dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi beberapa sendi. Gout merupakan istilah
yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Penyakit asam urat atau gout
merupakan penyakit akibat penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh
sehingga menyebabkan nyeri sendi disebut Gout artritis (Wiraputra, 2017).

Asam urat merupakan senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme
purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (asam deoksiribonukleat).
Gout dapat bersifat primer, sekunder, maupun idiopatik. Gout primer merupakan
akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat
penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan
asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses
penyakit lain atau pemakaian obat-obatan tertentu sedangkan gout idiopatik adalah
hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada
kelainan fisiologis atau anatomi yang jelas (Wiraputra, 2017).

B. Etiologi Gout Arthritis


Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat digolongkan menjadi 2, yaitu:
1. Gout primer
Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini diduga berkaitan
dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan
gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi
asam urat. Hiperurisemia atau berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh
dikatakan dapat menyebabkan terjadinya gout primer.
Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih belum jelas
diketahui. Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan
hiperurisemia primer. Gout primer yang merupakan akibat dari hiperurisemia
primer, terdiri dari hiperurisemia karena penurunan ekskresi (80-90%) dan
karena produksi yang berlebih (10-20%).

Hiperurisemia karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1% yaitu


karena peningkatan aktivitas varian dari enzim phosporibosylpyrophosphatase
(PRPP) synthetase, dan kekurangan sebagian dari enzim hypoxantine
phosporibosyltransferase (HPRT). Hiperurisemia primer karena penurunan
ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan menyebabkan
gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan hiperurisemia.
Hiperurisemia akibat produksi asam urat yang berlebihan diperkirakan
terdapat 3 mekanisme:
a. Pertama, kekurangan enzim menyebabkan kekurangan inosine
monopospate (IMP) atau purine nucleotide yang mempunyai efek feedback
inhibition proses biosintesis de novo.
b. Kedua, penurunan pemakaian ulang menyebabkan peningkatan jumlah
PRPP yang tidak dipergunakan. Peningkatan jumlah PRPP menyebabkan
biosintesis de novo meningkat.
c. Ketiga, kekurangan enzim HPRT menyebabkan hipoxantine tidak bisa
diubah kembali menjadi IMP, sehingga terjadi peningkatan oksidasi
hipoxantine menjadi asam urat.

2. Gout sekunder
Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang
menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan
peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang
menyebabkan sekresi menurun. Hiperurisemia sekunder karena peningkatan
biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim
HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glukosa-6 phosphate
pada glycogen storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-
1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia sekunder
karena produksi berlebih dapat disebabkan karena keadaanyang menyebabkan
peningkatan pemecahan ATP atau pemecahan asam nukleat dari dari intisel.
Peningkatan pemecahan ATP akan membentuk AMP dan berlanjut
membentuk IMP atau purine nucleotide dalam metabolisme purin, sedangkan
hiperurisemia akibat penurunan ekskresi dikelompokkan dalam beberapa
kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus,
penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian obatobatan.

C. Manifestasi Klinis Gout Arthritis


Gout terjadi dalam empat tahap. Tidak semua kasus berkembang menjadi tahap
akhir. Perjalanan penyakit asam urat mempunyai 4 tahapan,yaitu :
1. Tahap 1 (Tahap Gout Artritis akut)
Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan
setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum 25 tahun merupakan bentuk
tidak lazim artritis gout, yang mungkin merupakan manifestasi adanya
gangguan enzimatik spesifik, penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin.
Pada 85-90% kasus, serangan berupa artritis monoartikuler dengan predileksi
MTP-1 yang biasa disebut podagra. Gejala yang muncul sangat khas, yaitu
radang sendi yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat.
Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang
hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak,
merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, menggigil dan
merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan endap darah. Sedangkan
gambaran radiologis hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak
periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa
terapi sekalipun.

Pada perjalanan penyakit selanjutnya, terutama jika tanpa terapi yang adekuat,
serangan dapat mengenai sendi-sendi yang lain seperti pergelangan
tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan beberapa sendi
sekaligus. Serangan menjadi lebih lama durasinya, dengan interval serangan
yang lebih singkat, dan masa penyembuhan yang lama. Diagnosis yang
definitive/gold standard, yaitu ditemukannya Kristal urat (MSU) di cairan
sendi atau tofus.

2. Tahap 2 (Tahap Gout interkritikal)


Pada tahap ini penderita dalam keadaan sehat selama rentang waktu tertentu.
Rentang waktu setiap penderita berbeda-beda. Dari rentang waktu 1-10 tahun.
Namun rata-rata rentang waktunya antara 1-2 tahun. Panjangnya rentang
waktu pada tahap ini menyebabkan seseorang lupa bahwa dirinya pernah
menderita serangan gout Artritis akut. Atau menyangka serangan pertama kali
yang dialami tidak ada hubungannya dengan penyakit Gout Artritis.

3. Tahap 3 (Tahap Gout Artritis Akut Intermitten)


Setelah melewati masa Gout Interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala,
maka penderita akan memasuki tahap ini yang ditandai dengan serangan
artritis yang khas seperti diatas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat
serangan (kambuh) yang jarak antara serangan yang satu dengan serangan
berikutnya makin lama makin rapat dan lama serangan makin lama makin
panjang, dan jumlah sendi yang terserang makin banyak. Misalnya seseorang
yang semula hanya kambuh setiap setahun sekali, namun bila tidak berobat
dengan benar dan teratur, maka serangan akan makin sering terjadi biasanya
tiap 6 bulan, tiap 3 bulan dan seterusnya, hingga pada suatu saat penderita akan
mendapat serangan setiap hari dan semakin banyak sendi yang terserang.

4. Tahap 4 (tahap Gout Artritis Kronik Tofaceous)


Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau
lebih. Pada tahap ini akan terbentuk benjolan-benjolan disekitar sendi yang
sering meradang yang disebut sebagai Thopi. Thopi ini berupa benjolan keras
yang berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal
monosodium urat. Thopi ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan
tulang disekitarnya. Bila ukuran thopi semakin besar dan banyak akan
mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakana sepatu lagi.

D. Patofisiologi Gout Arthritis


Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa kurang
dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl. Apabila konsentrasi asam urat
dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl dapat menyebabkan penumpukan kristal
monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan
atau penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam
urat mengendap dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan
terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang berulang – ulang,
penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan mengendap
dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Akibat penumpukan
Nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis.
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari
depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada beberapa pasien gout atau dengan
hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal
dan patella yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan
demikian, gout ataupun pseudogout dapat timbul pada keadaan asimptomatik.
Terdapat peranan temperatur, pH, dan kelarutan urat untuk timbul serangan gout.
Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur lebih rendah pada sendi perifer
seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan mengapa kristal monosodium urat
diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal
monosodium urat pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan
trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.

E. Pathway Gout Arthritis


(Lampiran)

F. Komplikasi Gout Arthritis


Penderita gout minimal mengalami albuminuria sebagai akibat gangguan fungsi
ginjal. Terdapat tiga bentuk kelainan ginjal yang diakibatkan hiperurisemia dan
gout, yaitu
a. Nefropati urat yaitu deposisi kristal urat pada interstitial medulla dan pyramid
ginjal, merupakan proses yang kronis, ditandai oleh adanya reaksi sel giant di
sekitarnya.
b. Nefropati asam urat, yaitu presipitasi asam urat dalam jumlah yang besar pada
duktus kolektivus dan ureter, sehingga menimbulkan keadaan gagal ginjal
akut. Disebut juga sindrom lisis tumor dan sering didapatkan pada pasien
leukemia dan limfoma pascakemoterapi.
c. Nefrolitiasis, yaitu batu ginjal yang didapatkan pada 10-25% dengan gout
primer.

G. Penatalaksanaan Gout Arthritis


Secara umum, penanganan gout artritis adalah memberikan edukasi, pengaturan
diet, istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak
terjadi kerusakan sendi ataupun komplikasi lain. Pengobatan gout arthritis akut
bertujuan menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat,
antara lain: kolkisin, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), kortikosteroid atau
hormon ACTH. Obat penurun asam urat seperti alupurinol atau obat urikosurik
tidak dapat diberikan pada stadium akut. Namun, pada pasien yang secara rutin
telah mengkonsumsi obat penurun asam urat, sebaiknya tetap diberikan. Pada
stadium interkritik dan menahun, tujuan pengobatan adalah menurunkan kadar
asam urat, sampai kadar normal, guna mencegah kekambuhan. Penurunan kadar
asam urat dilakukan dengan pemberian diet rendah purin dan pemakaian obat
alupurinol bersama obat urikosurik yang lain.
a. Nonstereoidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs)
NSAIDs dimulai dengan dosis maksimum pada tanda pertama dari serangan,
dan dosis diturunkan pada saat gejala sudah mulai mereda. Namun pemberian
obat harus terus diberikan sampai 48 jam setelah gejala sudah tidak muncul
lagi.
b. Kolkisin
Kolkisin terbukti efektif digunakan untuk menangani akut gout artritis,
kolkisin dapat memberikan efek meredakan nyeri dalam waktu 48 jam untuk
sebagian pasien. Kolkisin akan menghambat polimerisasi mikrotubul dengan
mengikat mikrotubul subunit mikroprotein dan mencegah agregasinya.
Kolkisin juga menghalangi pembentukan kristal, mengurangi mobilitas dan
adhesi leukosit polimorfonuklear dan menghambat fosoforilasi tirosin dan
generasi leukotriene B4. Dosis efektif kolkisin pada pasien dengan akut gout
artritis sama dengan penyebab gejala pada saluran gastrointestinal, sehingga
pemberian obat ini diberikan secara oral dengan dosis inisiasi 1 mg dan diikuti
dengan dosis 0,5 mg setiap dua jam sampai rasa tidak nyaman pada perut atau
diare membaik atau dengan dosis maksimal yang diberikan perharinya adalah
6 mg – 8 mg. sebagian besar pasien akan merasakan nyerinya berkurang dalam
18 jam dan diare dalam 24 jam. Peradangan nyeri sendi berkurang secara
bertahap dari 75 % - 80 % dalam waktu 48 jam. Pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal atau hati, ataupun pada pasien usia tua, pemberian kolkisin pada
dosis ini dikatakan aman meskipun akan menimbulkan sedikit
ketidaknyamanan pada pasien.
c. Kortikosteroid dan Hormon Adenokortikotropik
Pada pasien yang kontraindikasi dengan menggunakan kolkisin, atau pada
pasien yang gagal diterapi dengan kolkisin dapat diberikan ACTH. Prednison
20 – 40 mg per hari dapat diberikan 3 – 4 kali dalam sehari. Dosis kemudian
diturunkan secara bertahap setiap 1 – 2 minggu. ACTH diberikan secara
intramuscular dengan dosis 40 – 80 IUm dengan dosis inisial 40 IU setiap 6 –
12 jam untuk beberapa hari. Pasien dengan gout di 1 atau 2 sendi besar dapat
mengambil keuntungan dari drainase, yang diikuti dengan injeksi intraarticular
triamcinolone 10 -40 mg atau dexamethasone 2 – 10 mg yanhg dikombinasikan
dengan lidokain.2,13,15 Gout biasanya akan merespon dengan pemberian
dosis single dari kolkisin, NSAIDs atau kortikosteroid. Akan tetapi apabila
terapi ditunda atau merupakan serangan yang berat, 1 agen mungkin tidak bisa
efektif. Pada situasi ini diperlukan terapi kombinasi dan terapi nyeri juga perlu
ditambahkan.
Pathway Gout Arthritis

Diet tinggi purin Peningkatan pemecahan sel Peningkatan pemecahan sel Konsumsi alkohol

Katabolisme purin Asam urat dalam sel keluar Tidak diekresi melalui urine Peningkata asam laktat seagai produk
samping metabolisme
Penyakit ginjal
(glumerulonefritis dan gagal
ginjal)
Asam urat dalam serum Kemampuan ekresi asam
meningkat (Hiperurisemia) urat terganggu/menurun

GOUT ARTHRITIS Kurangnya terpapar informasi MK : Defisit Pengetahuan

Di jaringan lunak Hipersaturasi dalam plasma


dan persendian dan garam urat di cairan tubuh
Penumpukan dan
pengendapan MSU Terbentuknya kristal Dibungkus oleh berbagai protein
monosodium urat (MSU) (termasuk IgG)
Pembentukan tophus
Merangsang neutrofil
Respon inflamasi meningkat (leukosit PMN)

Pembesaran dan Terjadi fagositosis kritas


MK : Hipertermia
pembenjolan sendi oleh leukosit

MK : Nyeri akut Deformitas sendi


Terjadi saat malam hari Kontraktur sendi Kekakuan sendi
Terbentuk fagolisosom

Fibrosis dan/atau MK : Gangguan


MK : Gangguan Merusak selaput protein
ankilosis tulang mobilitas fisik
pola tidur kristal

MK : Gangguan Terjadi ikatan hydrogen anatar


integritas jaringan permukaan kristal dengan
membrane lisosom

Membrane lisosom robek,


terjadi pelepasan ensim dan
oksida radikal kesitoplasma

Peningkatan kerusakan
jaringan
Sumber : (Hidayah, 2019)
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
KLIEN DENGAN GOUT ARTHRITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, dan pekerjaan.
Pada umumnya serangan Gout Arthritis yang terjadi pada laki-laki mulai
dari usia pubertas hingga usia 40-69 tahun, sedangkan pada wanita
serangan Gout Arthritis umumnya terjadi pasca Menopause. Untuk jenis
kelamin sendiri laki-laki memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari
pada wanita, sebab wanita memiliki hormon esterogen dimana hormon
tersebut yang dapat membantu proses pengeluaran asam urat melalui urine
sehingga asam urat di dalam darah dapat terkontrol.
2. Status Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada klien Gout Arthritis adalah
nyeri yang dirasakan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot dan tulang,
termasuk di dalamnya sendi dan otot sendi. Sifat dari nyeri umumnya
seperti pegal/ ditusuk-tusuk/ panas/ ditarik-tarik. Gangguan nyeri yang
terus berlangsung menyebabkan aktivitas sehari-hari terhambat.
Biasanya terjadi kekakuan dipagi hari, rasa nyeri, dan pembengkakan
pada persendian.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita gout arthritis, biasanya menderita
hipertensi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah keluarga dari generasi terdahulu mempunyai keluhan yang
sama dengan klien karena penyakit gout arthritis berhubungan dengan
genetik.
5. Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan penyakit
klien dalam keluarga dan masyarakat. Respon yang didapat meliputi
adanya kecemasan individu dengan rentang variasi tingkat kecemasan yang
berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, dan
ketidaktahuan akan program pengobatan dan prognosis penyakit serta
peningkatan asam urat terhadap sirkulasi. Adanya perubahan peran dalam
keluarga akibat adanya nyeri dan gangguan mobilitas fisik memberikan
respon terhadap konsep diri yang mal adaptif
6. Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutrisi klien apakah klien sering mengonsumsi makanan yang
mengandung tinggi purin.
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, dari
ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe).
8. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan kadar asam urat dalam darah.
b. Tes cairan sinovial , fisis, inflamasi, infeksi.
c. X-rays, MRI, Bone Scan untuk melihat perubahan pada struktur tulang
dan kartilago.

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien Gout Arthritis menurut
SDKI adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (D.0077)
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri sendi (D.0054)
4. Gangguan rasa aman nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
(D.0074)
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada persendian (D.0055)
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kuarang terpapar informasi
(D.0111)
C. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
berhubungan keperawatan 3x24 jam, (1.08238)
dengan agen diharapkan masalah Observasi :
cedera biologis keperawatan klien teratasi 1. Identifikasi skala,
(D.0077) dengan kriteria hasil durasi,
Tingkat Nyeri menurun karakteristik, dan
(L.08066) daerah nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi durasi
2. Tekanan darah membaik nyeri non verbal
3. Nyeri menurun, skala 3. Identifikasi faktor
nyeri ringan (1) yang memperberat
4. Meringis menurun dan memperingan
nyeri
Terapeutik:
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(Kompres hangat,
teknik nafas dalam)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitas istirahat
dan tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
pemicu dan periode
nyeri
2. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik bila perlu

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan.

E. Evaluasi Keperawatan
Komponen kelima dari proses keperawatan ialah evaluasi. Evaluasi didasarkan
pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat.
Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang
perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Wiraputra, I. B. M. A., 2017. Gout Arthritis. [Online]


Available at:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/9c3328ce6af0718e
aed776e316fa075a.pdf
[Accessed 14 Maret 2022].

Astuty, W., 2019. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gout Arthritis. [Online]
Available at: http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/307/1/Untitled.pdf
[Accessed 7 Maret 2022].

Hidayah, N., 2019. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gout Arthritis.
[Online]
Available at: http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/314/1/KARYA%20TULIS%20ILMIAH%20%282%20files%2
0merged%29.pdf
[Accessed 7 Maret 2022].

PPNI, T. P. S. D., 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP


PPNI.

PPNI, T. P. S. D., 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP


PPNI.

PPNI, T. P. S. D., 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP


PPNI.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY.M DENGAN GOUT ARTHRITIS
DI UPTD GRIYA WREDHA JAMBANGAN SURABAYA

Nama Mahasiswa : Sherlinda Anjar Aprilia

NIM : P27820719033

Tempat Praktek : UPTD Griya Wredha Jambangan Surabaya

Tanggal Pengkajian : 14 Maret 2022

Tanggal MRS : 19 Juli 2021

1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. M
Umur : 73 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Bangkalan, Madura
Tanggal datang : 19 Juli 2021 Lama tinggal di panti : 8 bulan

2. DATA KELUARGA
Nama : Rusmianti
Hubungan : Keponakan
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Kebraon, Surabaya

3. STATUS KESEHATAN SEKARANG


Keluhan utama : Nyeri pada lutut kaki sebelah kanan dan punggung
Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan : Klien kurang
mengetahui tentang penyakit dan cara penanganannya
Obat-obatan : Vitamin C, Amlodipine 10mg
4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES
MENUA)
FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum

Ya Tidak
Kelelahan : 
Perubahan BB : 
Perubahan nafsu makan : 
Masalah tidur : 
Kemampuan ADL : 
KETERANGAN : Klien mengatakan berat badannya dulu
43 kg sekarang 40 kg. Klien mengatakan
tidak dapat makan lele dan pindang.
Klien mengatakan tidak ada gangguan
pada pola tidur karena beliau tidurnya
nyenyak, namun sering kali terbangun
jika terasa nyeri

2. Integumen

Ya Tidak
Lesi / luka : 
Pruritus : 
Perubahan pigmen : 
Memar : 
Pola penyembuhan lesi : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada integumen

3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan : 
Abnormal : 
Pembengkakan kel. limfe : 
Anemia : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada pola
hematopoenic

4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : 
Pusing : 
Gatal pada kulit kepala : 
KETERANGAN : Klien mengatakan sering merasa pusing
pada malam hari dan hilang timbul.

5. Mata
Ya Tidak
Perubahan pengelihatan : 
Pakai kacamata : 
Kekeringan mata : 
Nyeri : 
Gatal : 
Photobobia : 
Diplopia : 
Riwayat infeksi : 
KETERANGAN : Klien mengatakan mata sebelah kiri
terkena glaukoma sedangkan mata
sebalah kanan terkena katarak dari 3
tahun yang lalu.
6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : 
Discharge : 
Tinitus : 
Vertigo : 
Alat bantu dengar : 
Riwayat infeksi : 
Kebiasaan membersihkan 
telinga
Dampak pada ADL : 
KETERANGAN : Klien mengatakan membersihkan
telinganya seminggu sekali
menggunakan cutton bud

7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : 
Discharge : 
Epistaksis : 
Obstruksi : 
Snoring : 
Alergi : 
Riwayat infeksi : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada hidung

8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : 
Kesulitan menelan : 
Lesi : 
Perdarahan gusi : 
Caries : 
Perubahan rasa : 
Gigi palsu : 
Riwayat infeksi : 
Pola sikat gigi : Klien mengatakan sudah tidak sikat
gigi semenjak berada di Panti karena
banyaknya karang gigi sehingga jika
digosok, gigi akan ikut terlepas. Klien
hanya berkumur 2x dalam sehari.
KETERANGAN : Gigi klien karies dan sudah banyak
yang terlepas.

9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan : 
Nyeri tekan : 
Massa : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada leher

10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk : 
Nafas pendek : 
Hemoptisis : 
Wheezing : 
Asma : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada pernafasan
11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : 
Palpitasi : 
Dipsnoe : 
Paroximal nocturnal : 
Orthopnea : 
Murmur : 
Edema : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada
kardiovaskuler

12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : 
Nausea / vomiting : 
Hemateemesis : 
Perubahan nafsu makan : 
Massa
Jaundice : 
Perubahan pola BAB : 
Melena : 
Hemorrhoid : 
Pola BAB : Klien mengatakan BAB 4 kali sehari
KETERANGAN : Klien mengatakan jika makanan yang
diberikan pindang atau lele tidak mau
makan, karena gatal-gatal. Berat badan
klien sebelum masuk panti 43 kg saat di
panti 40 kg
13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : 
Frekuensi : 
Hesitancy : 
Urgency : 
Hematuria : 
Poliuria : 
Oliguria : 
Nocturia : 
Inkontinensia : 
Nyeri berkemih : 
Pola BAK : 4-6 kali dalam sehari
KETERANGAN : Klien mengatakan 6 kali buang air kecil
karena mengonsumsi obat hipertensi

14. Reproduksi
(perempuan)
Ya Tidak
Lesi : 
Discharge : 
Postcoital bleeding : 
Nyeri pelvis : 
Prolap : 
Riwayat menstruasi : Klien mengatakan terakhir menstruasi
pada umur 55 tahun
Aktifitas seksual : 
Pap smear : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada pola
reproduksi

15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri sendi : 
Bengkak : 
Kaku sendi : 
Deformitas : 
Spasme : 
Kram : 
Kelemahan otot : 
Masalah gaya berjalan : 
Nyeri punggung : 
Pola latihan :Klien mengatakan pola latihan atau
aktivitas klien terdapat gangguan pada
muskuloskeletal atau pada sendi-sendi
klien dan punggung karena aktivitas
terbanyak klien adalah duduk
Dampak ADL : Klien mengatakan aktivitas ibadahnya
dilakukan dengan duduk
KETERANGAN : Klien mengatakan nyeri sendi pada
lutut sebelah kanan dan nyeri punggung
saat malam hari atau saat klien duduk
terlalu lama, nyeri dirasakan 1 bulan
terakhir. Pengkajian nyeri :
• P : Proses penyakit asam urat
• Q : Seperti ditusuk (Cenut-
cenut)
• R : Lutut sebelah kanan dan
punggung
• S: Skala 7 dari 10
• T : Setiap hari dari 1 bulan
terakhir
16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache : 
Seizures : 
Syncope : 
Tic/tremor : 
Paralysis : 
Paresis : 
Masalah memori : 
KETERANGAN : Tidak ada gangguan pada persyarafan

5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL


Psikososial Ya Tidak
Cemas : 
Depresi : 
Ketakutan : 
Insomnia : 
Kesulitan dalam : 
mengambil keputusan
Kesulitan konsentrasi : 
Mekanisme koping : Adaptif
Persepsi tentang kematian : Klien mengatakan berserah diri kepada
Allah SWT
Dampak pada ADL : ADL dilakukan secara mandiri, tetapi
untuk mencuci dan menjemur tidak bisa
Spiritual
Aktivitas ibadah : Klien rutin dan tidak pernah tertinggal
sholat 5 waktu wajib dan 2 sholat sunnah
yaitu tahajud dan dhuha
Hambatan : Aktivitas ibadah dilakukan secara
duduk
KETERANGAN : Klien merasa cemas dan depresi saat
ingat cucu dan saat teman sekamarnya
berantem.

6. LINGKUNGAN
• Kamar : Bersih, rapi, tertata
• Kamar mandi : Bersih
• Dalam rumah wisma : Bersih
• Luar rumah : Bersih, rindang

7. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES


1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (ndeks Barthel)
No. Kriteria Dengan Mandiri Skor
Bantuan Yang
Didapat
1. Makan 5 10 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, 5-10 15 15
atau sebaliknya
3. Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5 5
gosok gigi)
4. Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, 5 10 10
menyeka tubuh, menyiram)
5. Mandi 0 5 5
6. Berjalan dipermukaan datar (jika tidak bisa, 0 5 5
dengan kursi roda)
7. Naik turun tangga 5 10 5
8. Menggenakan pakaian 5 10 10
9. Kontrol bowel (BAB) 5 10 10
10. Kontrol bladder (BAK) 5 10 10
Jumlah 45 90 85
Kategori :
• Ketergantungan total = >45
• Ketergantungan parsial = 45 - >90 Mandiri
• Mandiri = 90
2. Aspek kognitif
MMSE (Mini Mental Status Exam)
No. Aspek Nilai Nilai Kriteria
Kognitif Maksimal Klien
1. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun : 2022
Hari : Senin
Musim : Hujan
Bulan : Maret
Tanggal : 14
2. Orientasi 5 5 Dimana sekarang kita berada ?
Negara : Indonesia
Panti : Jompo
Propinsi : Jawa Timur
Wisma : Griya Werda
Kabupaten/kota : Surabaya
3. Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal kursi,
meja, kertas), kemudian ditanyakan
kepada klien, menjawab
1) Kursi 
2) Meja 
3) Kertas 
4. Perhatian 5 5 Meminta klien berhitung mulai dari 100
dan kemudian kurangi 7 sampai 5 tingkat
kalkulasi Jawaban :
1) 93 
2) 86 
3) 79 
4) 72 
5) 65 
5. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga
obyek pada point ke-3 (tiap point nilai
1)
Jawaban :
1) Kursi 
2) Meja 
3) Kertas 
6. Bahasa 9 7 Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukkan benda tersebut)
Jawaban :
1) Bolpoint 
2) Pensil 
3) Meminta klien mengulangi kata
berikut :
“tidak ada, dan, jika, atau, tetapi”
Klien menjawab : “tidak ada, dan, jika,
atau, tetapi” 

Meminta klien untuk mengikuti perinth


berikut yang terdiri 3 langkah
4) Ambil kertas ditangan anda 
5) Lipat dua 
6) Taruh lantai 
Perintahkan pada klien untuk hal berikut
(bila aktivitas sesuai perintah nilai satu
point)
7) “tutup mata anda” 
8) Perintahkan kepada klien untuk
menulis kalimat X
9) Menyalin gambar 2 segi lima saling
bertumpuk X

Total nilai 30 28 Tidak ada ganguan kognitif


Intrepretasi hasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 -17 : gangguan kognitif berat

3. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
No. Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1. 14-3-2022 / 10.10 WIB 65 detik
2. 15-3-2022 / 13.00 WIB 72 detik
3. 16-3-2022 / 15.00 WIB 75 detik
Rata-rata waktu TUG 70 detik
Interpretasi hasil : Diperkirakan membutuhkan bantuan dalam
mobilisasi dan melakukan ADL
Interpretasi hasil
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukkan hasil sebagai berikut :
> 13,5 detik Resiko tinggi jatuh
> 24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu 6 bulan
> 30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan dalam
mobilisasi dan melakukan ADL

4. Kecemasan, GDS
Pengkajian Depresi
No. Pertanyaan Jawaban
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas 1 0 0
dan kesenangan
3. Anda merasa bahwa hidup hampa/kosong 1 0 1
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang 0 1 0
waktu
6. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi 1 0 0
pada anda
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang 0 1 0
waktu
8. Anda sering merasa butuh bantuan 1 0 1
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada 1 0 1
keluar melakukan sesuatu hal
10. Anda merasaa memiliki banyak masalah 1 0 0
dengan ingatan anda
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat 0 1 0
luar biasa
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat 0 1 0
energik/bersemangat
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih dari diri 1 0 0
anda
Jumlah 4
Interpretasi :
Jika diperoleh skor 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi
5. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia :
No. Indikator skor Pemeriksaan
1. Menderita sakit atau kondisi yang 2 0
mengakibatkan perubahan jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0
3. Makan sedikit buah, sayur, atau olahan 2 0
susu
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan 2 0
minum minuman berakohol setiap
harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau 2 2
giginya sehingga tidak dapat makan
makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang 4 0
untuk membeli makanan
7. Lebih sering makan sendirian 1 0
8. Mempunyai keharusan menjalankan 1 1
terapi minum obat 3 kali atau lebih
setiap harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 kg 2 0
dalam enam bulan terakhir
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan 2 0
fisik yang cukup untuk belanja,
memasak atau makan sendiri
Total Skor 2
Interpretasi :
0-2 : Good
3-5 : Moderate nutritional risk
6> : High nutritional risk
Kesimpulan : Good

6. Hasil Pemeriksaan Diagnostik


No. Jenis Pemeriksaan Tanggal Hasil
Diagnostik Pemeriksaan
1. Tekanan darah 14 Maret 2022 / 120/80
10.10 WIB
2. Asam urat dalam darah 14 Maret 2022 / 8,3 mg/dL
10.10 WIB
3. Kolesterol dalam darah 14 Maret 2022 / 172 g/dL
10.10 WIB
ANALISA DATA

Nama/Umur : Ny. M
Ruang : Seruni Blok C UPTD Griya Werda Jambangan Surabaya

No. Penggelompokkan Data Kemungkinan Penyebab Masalah


Keperawatan
1. DS : Proses penyakit asam urat Nyeri akut
1. Klien mengatakan nyeri sendi (D.0077)
pada lutut sebelah kanan dan Hipersaturasi dalam
nyeri punggung pada malam plasma dan garam urat di
hari atau pada saat terlalu lama cairan tubuh
duduk
2. Klien mengatakan nyeri Terbentuk kristal
dirasakan sejak 1 bulan terakhir monosodium urat (MSU)
dijaringan lunak dan sendi
DO :
1. Pengkajian nyeri PQRST: Penumpukan dan
• P : Proses penyakit asam pengendapan MSU
urat
• Q : Seperti ditusuk (Cenut- Pembentukan tophus
cenut)
• R : Lutut sebelah kanan Respon inflamasi
dan punggung meningkat

• S: Skala 7 dari 10
• T : Setiap hari dari 1 bulan Pembesaran dan terdapat

terakhir benjolan sendi

2. Asam urat : 8,3 mg/dL


3. Tekanan darah : 120/80 mmHg Nyeri

4. Klien tampak meringis


2. DS : Katarak dan Glaukoma Resiko jatuh
Klien mengatakan pengelihatannya (D.0143)
kabur semakin hari semakin
bertambah, jika melihat cahaya
terang semakin tidak dapat melihat gangguan persepsi sensori

DO : ADL dibantu
1. Klien tampak meraba saat
berjalan atau mencari sesuatu Resiko jatuh
2. Klien menggunakan kruk saat
berjalan
3. Klien tampak membutuhkan
bantuan kecuali ke kamar
mandi
4. Pemeriksaan TUG 70 detik
3. DS : Gout Arthritis Defisit
Klien mengatakan kurang tidak Pengetahuan
tahu terkait penyakit yang diderita, (D.0111)
Kurangnya terpapar
klien mengatakan tidak mengetahui informasi
cara penanganan terkait
Defisit Pengetahuan
penyakitnya

DO :
1. Klien tampak kurang
membatasi makanan yang
dikonsumsinya
2. Klien tampak lebih sering
berdiam diri di kamar
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama/Umur : Ny. M
Ruang : Seruni Blok C UPTD Griya Werda Jambangan Surabaya
No. Diagnosis Masalah Ditemukan Masalah Teratasi
Keperawatan
Tanggal Paraf Tanggal Paraf

1. Nyeri akut 14 Maret


berhubungan dengan 2022
agen pencedera
fisiologis kronis
ditandai dengan klien
mengeluh nyeri
(D.0077)
2. Defisit pengetahuan 14 Maret
berhubungan dengan 2022
kurang terpapar
informasi ditandai
dengan menunjukkan
persepsi yang keliru
terhadap masalah yang
dihadapi (D.0111)
3. Resiko jatuh 14 Maret
berhubungan dengan 2022
gangguan pengelihatan
(glaukoma dan katarak)
dan penggunaan alat
bantu berjalan (D.0143)
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama/Umur : Ny. M
Ruang : Seruni Blok C UPTD Griya Werda Jambangan Surabaya
No. Diagnosis Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Keperawatan Rasional
Hasil
1. Nyeri akut Tujuan : Manajemen Nyeri (1.08238)
berhubungan dengan Setelah dilakukan
agen pencedera tindakan keperawatan Observasi :
fisiologis kronis 3x8 jam tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengetahui penyebab
ditandai dengan klien menurun (L.08066) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri nyeri dari asam urat
mengeluh nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui skala
(D.0077) Kriteria Hasil : 3. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri yang dirasakan dan
1. Keluhan nyeri dan memperingan nyeri rencana pengobatan
menurun 4. Monitor nilai asam urat selanjutnya
2. Meringis menurun 5. Monitor keberhasilan terapi 3. Mengetahui faktor nyeri
3. Skala nyeri 0 dari komplementer yang sudah diberikan yang ditimbulkan
10
4. Tekanan darah 4. Dapat memonitor asam urat
normal (120/80) klien
Terapeutik : 5. Mengetahui terapi
1. Berikan terapi nonfarmakologis untuk dilanjutkan atau tidak
mengurangi nyeri (terapi kompres
hangat jahe dan pemberian minuman 1. Untuk mengurangi rasa nyeri
tradisional rebusan air jahe) saat timbul

Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk 1. Klien perlu mengetahui agar
mengurangi rasa nyeri dapat mengurang atau
mencegah nyeri secara
mandiri
2. Agar klien dapat
Kolaborasi : mempraktekkan secara
1. Kolabolarasi pemberian analgetik, jika mandiri
perlu
1. Membantu proses
penyembuhan atau
mengurangi rasa nyeri
2. Defisit pengetahuan Tujuan : Edukasi Kesehatan (1.12383)
berhubungan dengn Setelah dilakukan
kurang terpapar tindakan keperawatan Observasi :
informasi ditandai 2x8 jam tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan 1. Untuk mengetahui cara
dengan menunjukkan pengetahuan membaik menerima informasi pemberian edukasi yang
persepsi yang keliru (L.12111) efektif untuk dapat diterima
terhadap masalah yang klien
dihadapi (D.0111) Kriteria Hasil : Terapeutik :
1. Perilaku sesuai 1. Sediakan materi dan media pendidikan 1. Menyediakan materi agar
anjuran meningkat kesehatan edukasi yang diberikan lebih
2. Kemampuan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai terstruktur dan lebih mudah
menjelaskan kesepakatan dipahami
pengetahuan 3. Berikan kesempatan untuk bertanya 2. Memberikan kesempatan
tentang suatu topik klien untuk bertanya dapat
meningkat mengetahui keefektifan
edukasi yang telah diberikan
3. Perilaku sesuai
dengan 1. Perilaku hidup sehat sangat
pengetahuan Edukasi : penting
meningkat 1. Jelaskan perilaku hidup sehat
meningkat
4. Persepsi yang
keliru terhadap
masalah menurun
3. Resiko jatuh Tujuan : Pencegahan jatuh (1.1909)
berhubungan dengan Setalah dilakukan
gangguan pengelihatan tindakan keperawatan Observasi :
(glaukoma dan 3x8 jam tingkat jatuh 1. Identifikasi faktor resiko jatuh 1. Mengetahui faktor yang
katarak) dan (L.014138) membuat klien memiliki
penggunaan alat bantu reiko terjatuh
berjalan (D.0143) Kriteria Hasil : Terapeutik :
1. Jatuh saat berjalan 1. Gunakan alat bantu berjalan (kruk) 1. Membantu klien untuk
menurun menuntun jalan dan
2. Jatuh saat berdiri menopang badan klien
Edukasi :
3. Jatuh saat duduk 1. Anjurkan memanggil perawat jika 1. Mencegah resiko jatuh pada
menurun membutuhkan bantuan klien
4. Jatuh saat dikamar
mandi menurun
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama/Umur : Ny. M
Ruang : Seruni Blok C UPTD Griya Werda Jambangan Surabaya
No. Diagnosis Waktu Implementasi Keperawatan
Keperawatan
1. Nyeri akut Selasa,
berhubungan 15 Maret
dengan agen 2022
pencedera
fisiologis kronis 10.00 WIB 1. Monitor tanda-tanda vital dan
ditandai dengan monitor kadar asam urat
klien mengeluh Hasil : Asam urat : 8,3 mg/dL,
nyeri (D.0077) Tekanan darah : 120/80 mmHg
13.00 WIB 2. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensistas
nyeri
Hasil :
• P : Proses penyakit asam urat
• Q : Seperti ditusuk (Cenut-cenut)
• R : Lutut sebelah kanan dan
punggung
• S: Skala 7 dari 10
• T : Setiap hari dari 1 bulan
terakhir
3. Mengidentifikasi skala nyeri
Respon : Skala 7 dari 10
4. Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
Hasil : Klien mengatakan nyeri
timbul saat kedingian pada malam
hari
5. Edukasi penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Respon : Klien tampak kooperatif
6. Mengajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri (terapi
pijat)
Hasil : Klien tampak kooperatif dan
dapat memperagakan kembali dengan
baik
2. Defisit Selasa,
pengetahuan 15 Maret
berhubungan 2022
dengn kurang
terpapar 13.10 WIB 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
informasi menerima informasi
ditandai dengan Hasil : Klien tampak menyetujui jika
menunjukkan diadakan penyuluhan
persepsi yang 2. Membuat kontrak waktu terkait
keliru terhadap jadwal pendidikan kesehatan sesuai
masalah yang kesepakatan
dihadapi Hasil : Klien menyetujui perjanjian
(D.0111) yang telah dibuat bersama
3. Resiko jatuh Selasa,
berhubungan 15 Maret
dengan gangguan 2022
pengelihatan
(glaukoma dan 10.00 WIB 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
katarak) dan Hasil : Klien mengatakan memiliki
penggunaan alat gangguan pengelihatan. Mata sebelah
bantu berjalan kiri mengalami glaucoma dan mata
(D.0143) sebelah kanan mengalami katarak
2. Fasilitasi alat bantu berjalan (kruk)
Hasil : Klien tampak kooperatif
3. Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan
Respon : Klien tampak paham dan
mengerti
4. Nyeri akut Rabu,
berhubungan 16 Maret
dengan agen 2022
pencedera
fisiologis kronis 13.00 WIB 1. Monitor tanda-tanda vital
ditandai dengan Hasil : Tekanan darah 130/80 mmHg
klien mengeluh 14.04 WIB 2. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
nyeri (D.0077) durasi, frekuensi, kualitas, intensistas
nyeri
Hasil :
• P : Proses penyakit asam urat
• Q : Seperti ditusuk (Cenut-cenut)
• R : Lutut sebelah kanan dan siku
• S: Skala 5 dari 10
• T : Tadi malam
3. Mengidentifikasi skala nyeri
Respon : Skala 5
19.00 WIB 4. Memberikan terapi nonfarmakologis
(terapi kompres hangat jahe)
Respon : Klien tampak menikmati
dan mengatakan nyerinya berkurang
5. Ajarkan teknik nonfarmakolgis untuk
mengurangi rasa nyeri
Respon : Klien tampak kooperatif
6. Memberikan terapi nonfarmakologis
(pemberian minuman tradisional
rebusan air jahe)
Respon : Klien tampak meminumnya
sampai habis
5. Defisit Rabu,
pengetahuan 16 Maret
berhubungan 2022
dengn kurang
terpapar 13.00 WIB 1. Pemberian edukasi dengan materi
informasi asam urat
ditandai dengan Respon : Klien kooperatif
menunjukkan 2. Memberikan kesempatan klien untuk
persepsi yang bertanya
keliru terhadap Respon : Klien tampak kooperatif
masalah yang 3. Menjelaskan perilaku hidup sehat
dihadapi Respon : Klien tampak kooperatif
(D.0111)
6. Resiko jatuh Rabu,
berhubungan 16 Maret
dengan gangguan 2022
pengelihatan
(glaukoma dan 13.00 WIB 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
katarak) dan Hasil : TUG 70 detik, klien
penggunaan alat mengunakan alat bantu berjalan yaitu
bantu berjalan kruk
(D.0143) 2. Fasilitiasi alat bantu berjalan (kruk)
Respon : Klien tampak menggunakan
kruk
3. Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan
Respon : Klien tampak kooperatif
7. Nyeri akut Kamis,
berhubungan 17 Maret
dengan agen 2022
pencedera
fisiologis kronis 14.00 WIB 1. Mengidentifikasi skala nyeri
ditandai dengan Hasil : Skala nyeri 0
klien mengeluh 2. Monitor tanda-tanda vital
nyeri (D.0077) Hasil : Tekanan darah 120/80
3. Monitor kadar asam urat
Hasil : Kadar asam urat 5,8 mg/dL
4. Monitor keberhasilan terapi yang
sudah diberikan
Respon : Klien mengatakan sudah
tidak nyeri
9. Resiko jatuh Kamis,
berhubungan 17 Maret
dengan gangguan 2022
pengelihatan
(glaukoma dan 14.00 WIB 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
katarak) dan Hasil : TUG 70 detik, klien
penggunaan alat mengunakan alat bantu berjalan yaitu
bantu berjalan kruk
(D.0143) 2. Fasilitasi alat bantu berjalan (kruk)
Respon : Klien tampak menggunakan
kruk
3. Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan
Respon : Klien tampak kooperatif
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama/Umur : Ny.M
Ruang : Seruni BLOK C UPTD Griya Werda Jambangan Surabaya
Tanggal Diagnosa Evaluasi Keperawatan dan Paraf
Keperawatan Catatan Perkembangan
Selasa, 15 Nyeri akut Subjektif :
Maret 2022 berhubungan 1. Klien mengatakan nyeri sendi
dengan agen pada lutut sebelah kanan dan
pencedera nyeri punggung pada malam
fisiologis kronis hari atau pada saat terlalu
ditandai dengan lama duduk
klien mengeluh 2. Klien mengatakan nyeri
nyeri (D.0077) dirasakan sejak 1 bulan
terakhir

Objektif :
1. Klien tampak meringis saat
nyeri
2. Pengkajian nyeri PQRST:
• P : Proses penyakit asam
urat
• Q : Seperti ditusuk
(Cenut-cenut)
• R : Lutut sebelah kanan
dan punggung
• S: Skala 7 dari 10
• T : Setiap hari dari 1 bulan
terakhir
3. Asam urat : 8,3 mg/dL
4. Tekanan darah : 120/80
mmHg
5. Klien tampak mengerti dan
paham saat diedukasi terkait
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
6. Klien tampak mengerti dan
paham saat di ajari teknik
nonfarmakologis terapi pijat

A : Masalah keperawatan belum


teratasi

P:Intervensi dilanjutkan
Selasa, 15 Defisit S:
Maret 2022 pengetahuan 1. Klien mengatakan belum
berhubungan mengetahui terkait
dengn kurang penyakitnya dan cara
terpapar informasi penyembuhannya
ditandai dengan
menunjukkan O :
persepsi yang 1. Klien tampak bingung saat
keliru terhadap ditanya
masalah yang 2. Klien memiliki gangguan
dihadapi (D.0111) pengelihatan sehingga edukasi
yang diberikan nantinya hanya
berupa verbal dan tanya jawab
3. Klien tampak setuju saat
membuat kesepakatan jadwal
edukasi yang akan diberikan
yaitu pada hari rabu pukul
13.00 WIB
A : Masalah keperawatan belum
teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
Selasa, 15 Resiko jatuh S:
Maret 2022 berhubungan 1. Klien mengatakan memiliki
dengan gangguan gangguan pengelihatan pada
pengelihatan kedua mata nya, mata sebelah
(glaukoma dan kanan katarak dan mata
katarak) dan sebelah kiri glaukoma
penggunaan alat 2. Klien mengatakan aktifitasnya
bantu berjalan hanya berada di dalam kamar
(D.0143) dan juga ke toilet karena jika
keluar kamar klien takut
menabrak

O:
1. Klien tampak dapat beranjak
dari kasur lalu ke toilet secara
mandiri
2. Klien tampak dapat
melakukan aktifitasnya secara
mandiri kecuali mencuci dan
menjemur pakaian
3. Klien tampak dapat makan
sendiri
4. Klien tampak menggunakan
kruk saat berjalan
5. Klien tampak paham saat
dianjurkan jika membutuhkan
bantuan untuk memanggil
perawat
A : Masalah keperawatan belum
teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
Rabu, 16 Nyeri akut Subjektif :
Maret 2022 berhubungan 1. Klien mengatakan tadi malam
dengan agen terasa nyeri pada lutut sebelah
pencedera kanan siku
fisiologis kronis 2. Klien mengatakan tadi malam
ditandai dengan menerapkan terapi pijat saat
klien mengeluh nyerinya timbul
nyeri (D.0077)
Objektif :
1. Tekanan darah 130/80
2. Monitor tanda dan gejala nyeri
• P : Proses penyakit asam
urat
• Q : Seperti ditusuk
(Cenut-cenut)
• R : Lutut sebelah kanan
dan siku
• S: Skala 5 dari 10
• T : Tadi malam
3. Klien tampak menikmati saat
diberikan teknik
nonfarmakologis terapi
kompres hangat jahe
4. Klien tampak meminum
ramuan herbal yang diberikan
(air rebusan jahe)
A : Masalah keperawatan belum
teratasi

P :Intervensi dilanjutkan
Rabu, 16 Defisit S:
Maret 2022 pengetahuan 1. Klien mengatakan paham dan
berhubungan mengerti terkait materi yang
dengn kurang telah diberikan
terpapar informasi 2. Klien mengatakan akan
ditandai dengan melaksanakan apa saja yang
menunjukkan tidak boleh dan dianjurkan
persepsi yang
keliru terhadap O :
masalah yang 1. Klien kooperaktif saat diberi
dihadapi (D.0111) edukasi dengan materi asam
urat
2. Klien tampak aktif dalm
bertanya saat kegiatan edukasi
3. Klien tampak paham dan
mampu menjelaskan ulang
terkait edukasi yang telah
diberikan tadi

A : Masalah keperawatan teratasi

P : Intervensi dihentikan
Rabu, 16 Resiko jatuh S:
Maret 2022 berhubungan 1. Klien mengatakan aktifitasnya
dengan gangguan dapat diselesaikan tanpa
pengelihatan hambatan
(glaukoma dan
katarak) dan O:
penggunaan alat 1. Klien tampak dapat beranjak
bantu berjalan dari kasur lalu ke toilet secara
(D.0143) mandiri
2. Klien tampak dapat
melakukan aktifitasnya secara
mandiri kecuali mencuci dan
menjemur pakaian
3. Klien tampak dapat makan
sendiri
4. Klien tampak menggunakan
kruk saat berjalan

A:
Masalah keperawatan belum
teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
Kamis, 17 Nyeri akut Subjektif :
Maret 2022 berhubungan 1. Klien mengatakan nyeri nya
dengan agen sudah tidak timbul
pencedera 2. Klien mengatakan sangat puas
fisiologis kronis saat diberikan terapi kemarin
ditandai dengan
klien mengeluh Objektif :
nyeri (D.0077) 1. Tekanan darah 120/80
2. Monitor skala nyeri Skala 0
dari 10
3. Monitor kadar asam urat 5,8
mg/dL

Assesment :
Masalah keperawatan teratasi

Planning :
Intervensi dihentikan
Kamis, 17 Resiko jatuh S:
Maret 2022 berhubungan 1. Klien mengatakan aktifitasnya
dengan gangguan dapat diselesaikan tanpa
pengelihatan hambatan
(glaukoma dan 2. Klien mengatakan sangat
katarak) dan senang kemarin saat diajak
penggunaan alat mahasiswa keluar kamar
bantu berjalan untuk mengikuti TAK senam
(D.0143) hipertensi

O:
1. Klien tampak dapat beranjak
dari kasur lalu ke toilet secara
mandiri
2. Klien tampak dapat
melakukan aktifitasnya secara
mandiri kecuali mencuci dan
menjemur pakaian
3. Klien tampak dapat makan
sendiri
4. Klien tampak menggunakan
kruk saat berjalan

A:
Masalah keperawatan teratasi

P:
Intervensi dihentikan
LAMPIRAN

DOKUMENTASI KEPERAWATAN PADA NY. M

1. Melakukan pengkajian pada Ny. M

2. Melakukan pemeriksaan cek darah pada Ny.M

3. Melakukan implementasi keperawatan edukasi Keperawatan dengan materi


Asam Urat
4. Melakukan implementasi keperawatan edukasi pijat untuk mengurangi nyeri

5. Melakukan implementasi keperawatan terapi kompres hangat jahe

6. Melakukan Implementasi terapi relaksasi pijat


7. Melakukan implementasi keperawatan pemberian minuman herbal air rebusan
jahe
LAMPIRAN

SOP TERAPI KOMPRES HANGAT JAHE

A. PENGERTIAN
Kompres hangat jahe merupakan salah satu terapi komplementer berasal dari
air hangat dan jahe segar yang di parut sehingga efek panasnya lebih kuat dari
air hangat biasa.

B. TUJUAN

⚫ Menurunkan rasa nyeri pada penderita asam urat

⚫ Memberikan rasa nyaman

⚫ Memberi efek hangat

C. INDIKASI

⚫ Klien yang memiliki penyakit peradangan, seperti radang persendian baik


akibat gout arthritis, rheumatoid arthritis atau osteoarthritis

⚫ Keram otot

⚫ Pasien dengan perut kembung

⚫ Pasien yang kedinginan (suhu tubuh rendah)

D. KONTRAINDIKASI

⚫ Perdarahan

⚫ Bengkak

⚫ Gangguan pembuluh darah

⚫ Memar

E. PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


⚫ Alat

a. Parutan jahe

b. Baskom kecil

c. Handuk kecil / kain

⚫ Bahan

a. Jahe 100 gram

b. Air secukupnya

F. PERSIAPAN PASIEN

⚫ Pastikan identitas klien

⚫ Kaji kondisi klien terakhir

⚫ Beritahu dan jelaskan pada klien atau keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan

⚫ Jaga privasi klien

⚫ Posisikan klien senyaman mungkin

⚫ Pasien sebaiknya dalam keadaan berbaring, duduk atau dalam posisi yang
nyaman

G. CARA BEKERJA

Tahap Orientasi

1. Berikan salam, panggil klien dengan nama kesukaannya

2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat

3. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien dan keluarga

4. Berikan kesempatan kepada klien atau keluarga untuk bertanya sebelum


terapi dilakukan
Tahap Kerja

5. Siapkan jahe 100 gram

6. Cuci jahe dengan air sampai bersih

7. Parut jahe

8. Siapkan wadah dan isi dengan air hangat suhu 40 – 50oC

9. Masukkan jahe yang sudah di parut ke dalam kain/handuk kecil

10. Celupkan kedalam air hangat

11. Kemudian tempelkan ke daerah sendi yang terasa nyeri

12. Pengompresan dilakukan selama 20 menit

13. Lakukan secara berulang sampai nyeri sendi hilang

14. Setelah selesai bereskan semua peralatan

15. Kompres hangat jahe dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore agar
hasilnya maksimal.

Terminasi

16. Jelaskan pada klien bahwa terapi sudah selesai dilakukan

17. Kaji respon klien setelah dilakukan terapi

18. Berikan reinforcement positif kepada klien

19. Rapikan pakaian klien dan kembalikan ke posisi yang nyaman

20. Rapikan alat-alat

H. HASIL

1. Evaluasi hasil kegiatan dan respon klien setelah tindakan

2. Lakukan kontrak untuk terapi selanjutnya


3. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik

I. DOKUMENTASI

1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan

2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif)

3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP


LAMPIRAN

SOP PEMBUATAN WEDANG JAHE

A. PENGERTIAN

Jahe adalah tanaman dengan sejuta khasiat yang telah dikenal sejak lama. Jahe
merupakan salah satu tanaman rempah indonesia. Eksrtaknya sudah banyak
dimanfaatkan dalam industri obat-obatan,Jahe memiliki nama ilmiah Zingiber
Officinale.

B. TUJUAN
1. Mengurangi gejala mual muntah dalam kehamilan trimester pertama
2. Mengurangi gejala morning sickness pada saluran pencernaan
C. PETUGAS

1. Mahasiswa yang sedang melakukan penelitian

2. Petugas kesehatan yang memahami

D. PERALATAN

1. 1 siung jahe

2. Gula

3. Panci kecil

4. Gelas

5. 1 sendok gula

E. PROSEDUR PELAKSANAAN

PENILAIAN SIKAP

1. Memperkenalkan diri pada klien

2. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan

3. Melakukan inform consent


a. Tahap Kerja

1. Menjaga privasi

2. Cuci tangan

3. Menyediakan jahe dan gula pasir secukupnya

4. Memotong jahe dengan air yang mengalir sampai bersih

5. Memotong jahe kecil yang sudah disiapkan sebanyak 2,5 gram yang
dipotong tipis-tipis

6. Masukan jahe kedalam panci kecil kemudian

7. Rebus air 250 ml

8. Kemudian tambahkan gula pasir 1 sendok makan (10 gram)

9. Mengaduk jahe dan gula pasir dalam panci kecil

10. Masak hingga mendidik (15 menit)

11. Wedang jahe siap di hidangkan

12. Sajikan ke ibu hamil

13. Cuci tangan

PENILAIAN TEKNIK

1. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti

2. Menjelaskan secara sistematik

3. Percaya diri dan tidak ragu-ragu

4. Mendokumentasikan tindakan dan hasil

F. DOKUMEN TERKAIT

Gendrawati,Fitri.2018.Tanaman Ajaib.jakarta timur:Pustaka Makmur


LAMPIRAN

SAP

(SATUAN ACARA PENYULUHAN)

Pokok bahasan : Asam Urat

Sasaran : Ny.M

Tempat : Ruang Seruni Blok C UPTD Griya Werda Jambangan Surabaya

Hari/Tanggal : Rabu, 17 Maret 2022 pukul 13.00 WIB

A. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan Ny. M mampu memahami tentang
penyakit asam urat.

B. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan mampu:
1. Mengetahui tentang penyakit asam urat
2. Mengetahui pembagian asam urat
3. Mengetahui tanda dan gejala asam urat
4. Mengetahui penyebab asam urat
5. Mengetahui komplikasi asam urat
6. Mengetahui diet bagi penderita asam urat

C. Materi (terlampir)
Asam urat

D. Metode
1. Diskusi
2. Tanya jawab

E. Media/alat
Langsung/Verbal/Lisan

F. Kegiatan penyuluhan

No. Tahap Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Sasaran


1. Pembukaan 3 1. Membuka kegiatan 1. Menjawab
Menit dengan salam
mengucapkan salam 2. Mendengarkan
2. Memperkenalkan
diri
3. Menjelaskan tujuan
dari penyuluhan
4. Menyebutkan
materi yang akan
disampaikan
3. Penyampaian 10 1. Menjelaskan 1. Mendengarkan
materi Menit tentang penyakit
asam urat
2. Menjelaskan
tentang pembagian
asam urat
3. Menjelaskan
tentang tanda dan
gejala asam urat
4. Menjelaskan
tentang penyebab
asam urat
5. Menjelaskan
tentang komplikasi
asam urat
6. Menjelaskan
tentang diet bagi
penderita asam urat
4. Evaluasi 5 1. Mempersilahkan 1. Mengajukan
Menit Ny. M untuk pertanyaan
mengajukan 2. Mendengarkan
pertanyaan
2. Menjawab
pertanyaan
3. Penutup 2 1. Menyimpulkan 1. Menjawab
menit materi yang telah salam
disampaikan
bersama Ny. M
2. Menutup
penyuluhan dengan
salam

G. Evaluasi
1. Proses : selama penyuluhan berlangsung berjalan dengan baik
2. Hasil : Klien dapat menyebutkan:
a. Mengetahui tentang asam urat
b. Mengetahui tentang pembagian asam urat
c. Mengetahui tentang tanda dan gejala asam urat
d. Mengetahui penyebab asam urat
e. Mengetahui komplikasi asam urat
f. Mengetahui tentang diet bagi penderita asm urat
MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian Asam Urat


Asam urat adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil
akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat pada inti sel-sel tubuh.

B. Pembagian asam urat


1. Penyakit asam urat primer
Sebanyak 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan
dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan
gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi
asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran
asam urat dari tubuh.
2. Penyakit asam urat sekunder
Penyakit ini disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam
urat karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang
tinggi. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam
nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino,
unsur pembentuk protein. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena
penyakit darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan
(alkohol, obat-obat kanker, vitamin B12). Penyebab lainnya adalah
obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar trigliserida yang
tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya
terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang
meninggi. Benda-benda keton yang meninggi akan menyebabkan asam
urat juga ikut meninggi. Jangka waktu antara seseorang dan orang lain
berbeda, ada yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10 tahun, tetapi
rata-rata berkisar 1-2 tahun.

C. Tanda dan gejala asam urat


1. Kesemutan dan linu
2. Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur
3. Sendi yang terkena asam urat terlihat bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri
luar biasa pada malam maupun pagi hari

D. Penyebab asam urat


1. Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan
asam urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya.
2. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi,
gangguan ginjal yang akan menyebabkan.

E. Komplikasi asam urat


Asam urat dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit ginjal. Tiga komplikasi
hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut, dan kronis
akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan asam urat
primer. Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa.
Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan
gangguan ginjal kronik.

F. Diet bagi penderita asam urat


1. Anjurkan pembatasan asupan purin: Hindari makanan yang mengandung
purin yaitu jeroan (jantung, hati, lidah, ginjal, usus), sarden, kerang, ikan
herring, kacang-kacangan, bayam, udang, dan daun melinjo.
2. Anjurkan asupan kalori sesuai kebutuhan: Jumlah asupan kalori harus
benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan
berat badan.
3. Anjurkan asupan tinggi karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti,
dan ubi sangat baik di konsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena
akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin.
4. Anjurkan asupan rendah protein, rendah lemak.
5. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
6. Hindari penggunaan alkohol.

Anda mungkin juga menyukai