Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN ARTRITIS REUMATOID

DI WISMA GUNUNG TIGA

PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA

SABAI NAN ALUIH SICINCIN

OLEH :

RATIH KARTIKA RAHAYU

17101050102

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

( ) ( )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ALIFAH PADANG

2022
BAB I

KONSEP DASAR PADA LANSIA

A. Konsep Dasar Lansia

Definisi Lanjut Usia Menurut Azizah (2011), lanjut usia adalah bagian dari proses
tumbuh kembang, manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, akan tetapi berkembang dari
bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal tersebut normal, dengan perubahan
fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia adalah proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk meregenerasi sel-sel di dalam tubuh yang akan
menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi bahkan psikologis. Lanjut usia terjadi
secara alamiah dan tidak dapat dihindari oleh manusia (Mujahidullah, 2012).

Pada usia lanjut, terjadi proses menua atau proses yang bersifat regresif dan merupakan
proses yang bersifat fisik, mental, dan sosial. Proses menua adalah suatu proses alami pada
semua makhluk hidup (Setiawan, 2013). Laslett dikutip Setiawan (2013) menyatakan bahwa
menjadi tua merupakan proses perubahan biologis secara terus-menerus yang dialami
manusia pada semua tingkatan umur dan waktu.

Batasan Lanjut Usia Menurut WHO menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia
biologis menjadi 4 kelompok yaitu:

a) Usia pertengahan (Middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun


b) Lanjut usia (Elderly) berusia antara 60 sampai 74 tahun
c) Lanjut usia tua (Old) berusia 75 sampai 90 tahun
d) Usia sangat tua (Very old) lebih dari 90 tahun
Proses Menua (Aging Process) Penuaan adalah proses menghilangnya kemampuan
jaringan memperbaiki diri/mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
akibat infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring dengan proses 10 menua,
tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan yang biasa disebut sebagai penyakit
degenerative.
Ciri-ciri Lanjut Usia Menurut Reimer, et. al dikutip Azizah (2011), karakteristik sosial
masyarakat yang menganggap bahwa orang lebih tua jika menunjukkan ciri fisik seperti
rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi. Kriteria simbolik seseorang dianggap tua
ketika cucu pertamanya lahir, sedangkan dalam masyarakat kepulauan pasifik, seseorang
dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari garis keturunan keluarganya (Setiawan,
2013). Menurut Kuntjoro dikutip Azizah (2011), ada enam tipe kepribadian pada lanjut usia,
yaitu:
a) Tipe kepribadian konstruktif Individu ini memiliki integritas baik, menikmati
hidupnya, toleransi tinggi dan fleksibel. Tipe kepribadian ini hanya mengalami sedikit
gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b) Tipe kepribadian mandiri Ada kecenderungan mengalami post power sindrome,
apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan
otonomi.
c) Tipe kepribadian tergantung Tipe ini biasanya dipengaruhi dengan kehidupan
keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis, maka pada masa lansia tidak
bergejolak. Tipe ini pada saat mengalami pensiun biasanya tidak mempunyai inisiatif,
pasif tetapi masih tahu diri dan dapat diterima masyarakat.
d) Tipe kepribadian bermusuhan Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap
merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang tidak
diperhitungkan sehingga menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh dan curiga.
e) Tipe kepribadian defensif Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol,
bersifat kompulsif aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak menyenangi masa
pensiun.
f) Tipe kepribadian kritik diri Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena
perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan merasa korban dari keadaan.

Teori Proses Menua Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori biologi, teori psikologis, teori sosial, dan teori spiritual (Maryam, dkk., 2008).
1) Teori Biologis Teori biologis menjelaskan tentang proses perubahan fungsi,
lamanya usia dan kematian seseorang. Teori biologis mencakup teori genetik,
teori cross-linkage (rantai silang), teori radikal bebas, teori immunologi, teori
stress-adaptasi, teori wear and tear (pemakaian dan rusak).
2) Teori Psikologi Pada teori ini menjelaskan mengenai perubahan psikologis
yang terjadi dapat dihubungkan dengan keakuratan mental dan keadaan
fungsional yang efektif. Penurunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi,
kemampuan kognitif, memori dan belajar pada usia lanjut menyebabkan
mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi.
3) Teori Sosial Teori ini menjelaskan mengenai beberapa teori sosial yang
berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori stratifikasi usia (age stratification
theory), teor aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity
theory), teori perkembangan (development theory), teori interaksi sosial
(social exchange theory) dan teori penarikan diri (disengagement theory).
4) Teori Spiritual Pada teori ini menjelaskan mengenai komponen tumbuh
kembang dan spiritual kembang merujuk pada pengertian hubungan alam
semesta, persepsi dan individu tentang arti kehidupan
Perubahan Fisiologis Pada Lanjut Usia Seseorang yang mengalami lanjut usia akan
mengalami beberapa perubahan fisiologis (Mujahidullah, 2012), yaitu:
a) Perubahan Fisik
 Sel Jumlah lebih sedikit, ukuran lebih besar, mekanisme perbaikan sel
terganggu, menurunnya proporsi protein di otak, darah, otot, ginjal dan hati.
 Sistem Persyarafan Lambat dalam respons dan waktu untuk bereaksi,
mengecilnya saraf panca indera, kurang sensitif terhadap sentuhan, hubungan
persyarafan menurun.
 Sistem Pendengaran Gangguan pendengaran atau presbiakusis, terjadi
penumpukan seruman dan mengeras, hilang kemampuan pendengaran pada
telinga dalam terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tidak jelas dan
tinggi dan sulit mengerti kata-kata.
 Sistem Penglihatan Spingter pupil timbul sklerosis, hilang respons terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), kekeruhan pada lensa dan
menurunnya lapang pandang.
 Sistem Kardiovaskuler Menurunnya elastisitas dinding aorta, kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% pertahun, katub jantung menebal dan
menjadi kaku, tekanan darah meningkat dan kehilangan elastisitas pembuluh
darah.
 Sistem Pengaturan Suhu Tubuh Temperatur tubuh menurun secara fisiologis,
keterbatasan reflek menggigit dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
 Sistem Respirasi Menurunnya aktivitas dari silia-silia paru-paru dan
kehilangan elastisitas kekuatan otot pernafasan, menurunkan O2 pada arteri
menjadi 75 mmHg, alveoli ukurannya melebar, menurunnya batuk.
 Sistem Gastrointestinal Terjadi penurunan selera makan dan rasa haus, asupan
makanan dan kalori, mudah terjadi konstipasi, terjadi penurunan produksi
saliva, karies gigi, pertambahan waktu pengosongan lambung dan gerak
peristaltik usus.
 Sistem Muskuloskeletal Tulang makin rapuh dan kehilangan cairan, tafosis,
tubuh menjadi lebih pendek, persendian kaku dan membesar, tendon
mengerut dan sklerosis, atrofi serabut otot, pembengkakan persendian dan
pembengkakan akibat penumpukan kristal asam urat.
b) Perubahan Psikososial Seorang lansia akan mengalami penurunan produktivitas dan
identitas dalam pekerjaannya. Pada lansia akan mengalami kehilangan-kehilangan
seperti berikut:
 Kehilangan finansial (income berkurang).
 Kehilangan status.
 Kehilangan teman/kenalan/relasi.
 Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
 Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
 Perubahan dalam hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
 Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Meningkatnya biaya hidup pada
penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan.
 Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
 Gangguan syaraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian.
 Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
 Kehilangan hubungan dengan teman-teman dan keluarga besar.
 Kehilangan kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan terhadap gambaran diri
dan perubahan konsep diri.
c) Perubahan Spiritual
 Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
 Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam
bertindak dan berpikir dalam sehari-hari.
 Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun adalah universalizing,
perkembangan yang telah dicapai adalah bertindak dan berpikir dengan cara
memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.
BAB II

KONSEP DASAR ARTRITIS REUMATOID

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Anatomi dan Fisiologi
Suatu artikulasi, atau persendian, terjadi saat permukaan dari dua tulang bertemu,
adanya pergerakan atau tidak bergantung pada sambungannya. Persendian dapat
diklasifikasi menurut struktur dan menurut fungsi persendian.
Klasifikasi Struktural Persendian
a. Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
jaringan ikat fibrosa.
b. Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
jaringan kartilago.
c. Persendian sinovial memiliki rongga sendi dann diperkokoh dengan kapsul
dan ligamen artikular yang membungkusnnya.

Klasifikasi Fungsional Persendian


a. Sendi sinartrosis atau sendi mati.
1) Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa rapat
dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh sutura adalah sutura
sagital dan sutura parietal.
2) Sinkondrosis adalah sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan
kartilago hialin. Salah satu contohnya adalah lempeng epifisis sementara
antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang seorang anak. Saat
sinkondrosis sementara berosifikasi, maka bagian tersebut dinamakan
sinostosis.
3) Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respons terhadap torsi
dan kompresi.
4) Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus
kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan terjadinya
sedikit gerakan. Contoh simfisis adalah simfisis pubis antara tulang-tulang
pubis dan diskus intervertebralis antar badan vertebra yang berdekatan.
5) Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan dihubungkan
dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh sindesmosis dapat
ditemukan pada tulang yang terletak bersisian dan dihubungkan dengan
membran interoseus, seperti pada tulang radiusdan ulna, serts tibia dan
fibula.
6) Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut juga sendi
sinovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial, suatu
kapsul sendi (artikular) yang menyambung kedua tulang, dan ujung tulang
pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.

Klasifikasi Persendian Sinovial


1) Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk bulat yang
masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain.
Memungkinkan rentang gerak yang lebih besar, menuju ke tiga arah. Contoh
sendi sferoidal adalah sendi panggul serta sendi bahu.
2) Sendi engsel. Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah saja dan dikenal
sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah persendian pada lutut dan siku.
3) Sendi kisar (pivot joint). Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang
memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral, misalnya persendian
tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid aksis.
4) Persendian kondiloid. Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang
memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang. Contohnya
adalah sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
5) Sendi pelana. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang termodifikasi
sehingga memungkinkan gerakan yang sama. Contohnya adalah persendian
antara tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
6) Sendi peluru. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi dalam batas
prosesus atau ligamen yang membungkus persendian. Persendian semacam ini
disebut sendi nonaksial; misalnya persendian invertebrata dan persendian antar
tulang-tulang karpal dan tulang-tulang tarsal.

2. Pengertian Artritis Reumatoid


Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi membran
sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas.
(Kusharyadi, 2015).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik yang kronis dan terutama
menyerang persendian, otot-otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah yang ada
disekitarnya. (Kowalak, 2016).

3. Etiologi Artritis Reumatoid


Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti.
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
a. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
b. Endokrin
Kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering
dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan
terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon
estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang
diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal
memang merupakan penyebab penyakit ini.
c. Autoimmun
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid
yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
d. Metabolik
e. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan
antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-
DR4 dengan artritis reumatoid seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki
resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.

4. Patofisiologi Artritis Reumatoid


Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis artritis reumatoid terjadi
akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut : Suatu antigen penyebab artritis
reumatoid yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen presenting
cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau
makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya.
Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan
determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk
suatu kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1
(IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan
terjadinya aktivasi sel CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi
reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+
akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan
menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini
akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-
2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-
interferon, tumor necrosis factor b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4),
granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator
lain yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan
merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi
antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi.
Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan
membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan
faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik
lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut.
Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini
dijumpai pada artritis reumatoid adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular
membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial. 
5. Pathway
6. Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka penyakit ini
akan berkembang menjadi empat tahap :
a. Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan
produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat
pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.
b. Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat.
Pasien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas
sendi.
c. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi
ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi,
perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya
kerusakan kartilago dan tulang.
d. Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat
mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang
meluas dan luka pada jaringan lunak seperti medula-nodula mungkin terjadi.

Pada lansia artritis reumatoid dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Kelompok 1
Artritis reumatoid klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian
besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula reumatoid yang
sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong ke arah
kerusakan sendi yang progresif.
b. Kelompok 2
Termasuk ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American
Rheumatologic Association untuk artritis reumatoid karena mereka
mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering
melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
c. Kelompok 3
Sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan panggul.
Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada pagi hari.
Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak,
nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrome karpal tunnel.
Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri yang dapat
dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednison dosis rendah atau
agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.

7. Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid


a. Pemeriksaan cairan synovial : 
1) Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang
menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
2) Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi
yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
3) Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan
berbanding terbalik dengan cairan sinovium.
b. Pemeriksaan darah tepi : 
1) Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun bila terdapat
splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome.
2) Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
c. Pemeriksaan kadar sero-imunologi : 
1) Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita dengan
nodul subkutan.
2) Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid
dini.

8. Komplikasi Artritis Reumatoid


Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs,
DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis
reumatoid.

9. Penatalaksanaan Artritis Reumatoid


Tujuan utama dari program penatalaksanaan  perawatan adalah sebagai berikut :
a. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
b. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari

penderita.
c. Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi.
d. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
1) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi
(perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis)
penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk
regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi
penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang
diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan
secara terus-menerus.
b) Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari,
tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat.
Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali
waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c) Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi
yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri
perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi
yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan dan
termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah
mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja.
Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang
memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
2) Penatalaksanaan Medik
a) Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada
penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai
walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain
dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek analgesik
yang sangat baik. OAINS terutama bekerja dengan menghambat enzim
siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin. Masih belum
jelas apakah hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal
ini, akan tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
 Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.
 Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi

(histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).


 Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
 Menghambat proliferasi seluler.
 Menetralisasi radikal oksigen.
 Menekan rasa nyeri
b) Penggunaan DMARD
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD
tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini
didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada
masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan
dua atau lebih DMARD secara simultan atau secara siklik seperti
penggunaan obat obatan imunosupresif pada pengobatan penyakit
keganasan. digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari
proses destruksi akibat artritis reumatoid. Beberapa jenis DMARD
yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:
 Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari

hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada


dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
 Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam

bentukenteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500


mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu
sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai
dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga
mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam jangka panjang
sampai remisi sempurna terjadi.
 D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250

mg atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250


sampai 300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua
sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk
mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300 mg/hari.
3) Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan.
Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik,
misalnya sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki
deviasi ulnar, dan sebagainya.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut
atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit, kontraktor/
kelaianan pada sendi.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
c. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis : finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan
( situasi ketidakmampuan )Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas
pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
d. Makanan/ cairan 
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
e. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan.
f. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi ).
h. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia (bradikinin).
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas sendi.
d. Risiko cedera berhubungan dengan kontraktur sendi.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat.
C. Rencana Keperawatan

No dx Tujuan dan Intervensi Rasional

Kriteria Hasil

1 Setelah diberikan asuhan 1.      Kaji keluhan 1.      Membantu


keperawatan selama 3x24 nyeri, kualitas, lokasi, menentukan
jam diharapkan skala nyeri intensitas dan waktu. kebutuhan manajemen
berkurang dengan kriteria Catat faktor yang nyeri dan keefektifan
hasil: mempercepat dan program.
tanda rasa sakit
1.      Skala nyeri
nonverbal.
berkurang
2.      Pantau TTV
2.      Pasien dapat
pasien
beristirahat
2.      Mengetahui
3.      Ekspresi meringis (-)
kondisi umum pasien
3.      Berikan posisi
4.      TTV dalam batas
3.      Penyakit
nyaman waktu
normal (TD : 120-
berat/eksaserbasi,
tidur/duduk di kursi.
140/60-80 mmHg, N :
tirah baring
Tingkatkan istirahat
60-100, RR : 16-24
diperlukan untuk
di tempat tidur sesuai
x/menit, T : 36,5-
membatasi nyeri atau
indikasi
37,5°C)
cedera sendi.
4.      Gunakan bantal,
karung pasir, bebat,
dan brace
4.      Mengistirahatkan
sendi yang sakit dan
5.      Berikan masase
mempertahankan
yang lembut
posisi netral.

5.      Meningkatkan
relaksasi atau
6.      Anjurkan mandi
mengurangi
air hangat/pancuran
ketegangan otot.
pada waktu bangun.
6.      Panas
Sediakan waslap
meningkatkan
hangat untuk
relaksasi otot dan
mengompres sendi
mobilitas,
yang sakit beberapa
menurunkan rasa sakit
kali sehari.
dan kekakuan di pagi
7.      Berikan obat
hari. Sensitivitas pada
sesuai
panas dapat hilang
petunjuk  seperti
dan luka dermal dapat
Asetilsalisilat
sembuh.
(aspirin) dan D-
7.      ASA bekerja
penisilamin
antiinflamasi dan efek
analgesik ringan
mengurangi kekakuan
dan meningkatkan
mobilitas serta D-
penisilamin untuk
mengontrol efek
sistemik reumatoid
artritis jika terapi
lainnya tidak berhasil

2 Setelah diberikan asuhan 1.      Evaluasi 1.      Tingkat aktivitas


keperawatan selama 3x24 pemantauan tingkat atau latihan
jam diharapkan kekuatan inflamasi/rasa sakit tergantung dari
otot pasien meningkat pada sendi. perkembangan proses
inflamasi.
 dengan kriteria hasil: 2.      Pertahankan tirah
baring/duduk. Jadwal 2.      Istirahant sistemik
1.      Mempertahankan
aktivitas untuk dianjurkan selama
fungsi posisi dengan
memberikan periode eksaserbasi akut dan
pembatasan kontraktur.
istirahat terus- seluruh fase penyakit
2.      Mempertahankan menerus dan tidur untuk mencegah
atau meningkatkan malam hari. kelelahan,
kekuatan dan fungsi dari mempertahankan
dan/atau kompensasi kekuatan.
bagian tubuh. 3.      Bantu rentang
3.      Meningkatkan
gerak aktif/pasif,
3.      Mendemostrasikan fungsi sendi, kekuatan
latihan resistif dan
teknik/perilaku yang otot dan stamina.
isometrik.
memungkinkan
melakukan aktivitas 4.      Dorong klien
mempertahankan 4.      Memaksimalkan
postur tegak dan fungsi sendi,
duduk tinggi, berdiri mempertahankan
serta berjalan. mobilitas.

5.      Konsul dengan
ahli terapi fisik atau
okupasi dan spesialis
5.      Memformulasi
vokasional. program latihan
berdasarkan
kebutuhan individual
dan mengidentifikasi

6.      Berikan obat bantuan mobilitas.

sesuai indikasi
6.      Menekan
(Steroid)
inflamasi sistemik

3 Setelah diberikan asuhan 1.      Dorong 1.      Berikan


keperawatan selama 3x24 pengungkapan kesempatan
jam diharapkan pasien mengenai proses mengidentifiaksi rasa
menerima perubahan penyakit dan harapan takut/kesalahan
tubuh  dengan kriteria hasil: masa depan. konsep dan
menhadapi secara
1.      Mengungkapkan 2.      Bantu pasien
langsung.
peningkatan rasa mengekspresikan
percaya diri dalam perasaan kehilangan.
kemampuan untuk
3.      Perhatikan 2.      Untuk
menghadapi penyakit,
perilaku menarik diri, mendapatkan
perubahan gaya hidup
penggunaan dukungan proses
dan kemungkinan
menyangkal/terlalu berkabung yang
keterbatasan.
memperhatikan adaptif
2.      Menerima tubuh.
3.      Menunjukkan
perubahan tubuh dan
emosional/metode
mengintegrasikan ke
koping maladaptif
dalam konsep diri.
sehingga
4.      Bantu dengan
3.      Mengembangkan kebutuhan perawatan membutuhkan
keterampilan perawatan yang diperlukan. intervensi lebih
diri agar dapat berfungsi lanjut/dukungan
5.      Rujuk pada
dalam masyarakat. psikologis.
konseling psikiatri
(misal perawat 4.      Mempertahankan
spesialis psikiatri, penampilan yang
psikologi, pekerja meningkatkan citra
sosial) diri.

6.      Berikan obat 5.      Pasien/keluarga


sesuai indikasi (misal membutuhkan
antiansietas) dukungan selama
berhadapan dnegan
.
proses jangka
panjang.

6.      Dibutuhkan saat
munculnya depresi
hebat sampai pasien
dapat menggunakan
kemampuan koping
efektif

4 Setelah diberikan asuhan 1.      Kaji respons 1.      Perubahan


keperawatan selama 3x24 emosional pasien kemampuan merawat
jam diharapkan pasien dapat terhadap kemampuan diri dapat
melaksanakan aktivitas merawat diri yang membangkitkan
perawatan diri dengan menurun dan diberi perasaan cemas dan
frustasi, dimana dapat
kriteria hasil: dukungan emosional. mengganggu
kemampuan lebih
1.      Melaksanakan 2.      Pertahankan
lanjut.
aktivitas perawatan diri mobilitas, kontrol
pada tingkat yang terhadap nyeri dan 2.      Mendukung
konsisten dengan program latihan. kemandirian fisik dan
kemampuan individual. emosional.
3.      Kaji hambatan
2.      Mendemonstrasikan terhadap partisipasi
perubahan teknik atau dalam perawatan diri.
3.      Meningkatkan
gaya hidup untuk Identifikasi
kemandirian yang
memenuhi kebutuhan modifikasi
akan meningkatkan
perawatan diri. lingkungan.
harga diri.
3.      Mengidentifikasikan 4.      Beri dorongan
sumber pribadi atau agar berpartisipasi
komunitas yang dapat dalam merawat diri.
4.      Partisipasi pasien
memenuhi kebutuhan Aktivitas yang
dalam merawat diri
perawatan diri. terjadwal
meningkatkan harga
memungkinkan
diri dan menurunkan
waktu untuk merawat
perasaan
diri.
ketergantungan.
5.      Konsultasi
dengan ahli terapi
okulasiR/Menentukan
alat bantu memenuhi
5.      Menentukan alat
kebutuhan individu.
bantu memenuhi
kebutuhan individu.
5 Setelah diberikan asuhan 1.      Lindungi klien 1.      Karena klien
keperawatan selama 3x24 dari kecelakaan jatuh. rentan untuk
jam diharapkan pasien tidak mengalami fraktur
menderita cidera dengan patologis bahkan oleh
kriteria hasil: benturan ringan
sekalipun. Bila klien
1.      Pantau faktor resiko
mengalami penurunan
perilaku pribadi dan
kesadaran pasanglah
lingkungan
tirali tempat tidurnya.
2.      Mengembangkan
2.      Perubahan posisi
dan mengikuti strategi
berguna untuk
pengendalian resiko
mencegah terjadinya
3.      Mempersiapkan 2.      Hindarkan klien
penekanan punggung
lingkungan yang aman dari satu posisi yang
dan memperlancar
menetap, ubah posisi
4.      Mengidentifikasikan aliran darah serta
klien dengan hati-
yang dapat mencegah terjadinya
hati.
meningkatkan reiko dekubitus.

cedera 3.      Kelemahan yang

5.      Menghindari cedera dialami oleh pasien

fisik hiperparatiroid dapat


mengganggu proses
3.      Bantu klien
pemenuhan ADL
memenuhi kebutuhan
pasien.
sehari-hari selama
4.      Aktivitas yang
terjadi kelemahan
berlebihan dapat
fisik.
memperparah
penyakit pasien.

4.      Atur aktivitas
5.      Mencegah
yang tidak terjadinya cedera pada
melelahkan klien. pasien

5.      Ajarkan cara
melindungi diri dari
trauma fisik seperti
cara mengubah posisi
tubuh, dan cara
berjalan serta
menghindari
perubahan posisi
yang tiba-tiba.

6 Setelah diberikan asuhan 1.      Tinjau proses 1.      Memberikan


keperawatan selama 3x24 penyakit, prognosis, pengetahuan dimana
jam diharapkan pasien dan dan harapan masa pasien dapat membuat
keluarga menunjukkan depan. pilihan berdasarkna
pemahaman tentang kondisi informasi.
dan perawatan dengan
2.      Tujuan kontrol
kriteria hasil: 2.      Diskusikan
penyakit adalah untuk
kebiasaan pasien
1.      Menunjukkan menekan inflamasi
dalam
pemahaman tentang atau jaringan lain
penatalaksanaan
kondisi dan perawatan. untuk
proses sakit melalui
mempertahankan
2.      Mengembangkan diet, obat, latihan dan
fungsi sendi dan
rencana untuk perawatan istirahat.
mencegah deformitas.
diri, termasuk
modifikasi gaya hidup 3.      Keuntungan dari
yang konsisten dengan 3.      Tekankan terpai obat tergantung
mobilitas atau pentingnya pada ketepatan dosis,
pembatasan aktivitas. melanjutkan misal : aspirin
manajemen diberikan secara
farmakoterapeutik. reguler untuk
mendukung kadar
terapeutik darah 18 -
25 mg.

4.      Mengurangi
4.      Berikan informasi
paksaan untuk
mengenai alat bantu,
menggunakan sendi
misal : tongkat atau
dan memungkinkan
palang keamanan.
pasien ikut serta
secara lebih nyaman
dalam aktivitas yang
dibutuhkan.

5.      Mencegah
5.      Diskusikan kepenatan,
menghemat memberikan
energi,  misal : duduk kemudahan perawatan
daripada berdiri untuk diri dan kemandirian.
mempersiapkan
makanan dan mandi

D. Implementasi Keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dan
merupakan tahapan dimana perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam
tindakan keperawatan nyata, langsung pada klien.Tindakan keperawatan itu sendiri
merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan yang telah diktentukan dengan maksud
agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. 
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
sudah berhasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan  perawat memonitor 
“kealpaan“  yang  terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan
pelaksanaan tindakan

DAFTAR PUSTAKA

- Anonymus, 2015. Makalah Rematoid Artritis. EGC


- Kowalak. 2016. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta.
- Kushariyadi. 2015. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika :
Jakarta.
- Nanda International (20017). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.
Jakarta:EGC
- Stanley, Mickey. 2016. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai