S DENGAN DIAGNOSA
KEPERAWATAN ASAM URAT DI DUSUN SARON KOTA MUNGKID
Disusun Oleh :
Nanda Wulandari
21.0604.0071
2022
A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
Lanjut usia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
memperatahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual, karena faktor tertentu Lansia tidak dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Seseorang dikatakan
Lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, Lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process
atau proses penuaan (Nugroho, 2008) dalam (Hidayah, 2019).
2. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan Lansia menjadi empat,
yaitu usia pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah
60-74 tahun. lanjut usia tua (old) adalah 75-90, usia sangat tua (very old) adalah diatas
90 tahun. Sedangkan menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, seseorang disebut Lansia bila telah memasuki atau
mencapai usia 60 tahun lebih (Hidayah, 2019).
3. Tipe Lanjut Usia
Menurut Nugroho (2008) dalam (Hidayah, 2019) lanjut usia dapat pula dikelompokan
dalam beberapa tipe yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,
kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe ini antara lain:
1) Tipe Optimis:
lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, mereka memandang
masa lanjut usia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai
kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya.
2) Tipe Konstruktif:
lanjut usia ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup, memiliki
toleransi yang tinggi, humoristik, fleksibel, dan tahu diri. Biasanya, sifat ini
terlihat sejak muda. Mereka dengan tenang menghadapi proses menua.
3) Tipe Ketergantungan:
lanjut usia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi selalu pasif,
tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyai inisiatif dan bila bertindak
yang tidak praktis. Ia senang pensiun, tidak suka bekerja, dan senang berlibur,
banyak makan, dan banyak minum.
4) Tipe Defensif:
lanjut usia biasanya sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan/jabatan yang
tidak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol,
memegang teguh kebiasaan, bersifat konpultif aktif, dan menyenangi masa
pensiun.
5) Tipe Militan dan serius:
lanjut usia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang, bisa menjadi
panutan.
6) Tipe Pemarah:
lanjut usia yang pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu menyalahkan
orang lain, menunjukan penyesuaian yang buruk. Lanjut usia sering
mengekspresikan kepahitan hidupnya.
7) Tipe Bermusuhan:
lanjut usia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan,
selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga. Biasanya, pekerjaan saat ia muda
tidak stabil. Menganggap menjadi tua itu bukan hal yang baik, takut mati, iri
hati pada orang yang muda, senang mengadu masalah pekerjaan, dan aktif
menghindari masa yang buruk.
8) Tipe Putus asa,
membenci dan menyalahkan diri sendiri: lanjut usia ini bersifat kritis dan
menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami penurunan
sosial-ekonomi, tidak dapat menyesuaiakan diri. Lanjut usia tidak hanya
mengalami kemarahan, tetapi juga depresi, memandang lanjut usia sebagai
tidak berguna karena masa yang tidak menarik. Biasanya perkawinan tidak
bahagia, merasa menjadi korban keadaan, membenci diri sendiri, dan ingin
cepat mati.
4. Proses Penuaan dan Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Proses penuaan merupakan proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan, yaitu masa
anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu.
Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan
fisiologis dari berbagai sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia.
Proses ini menjadi kemunduran fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai
dengan kulit mengendur, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan
memburuk, gerakan lambat, dan kelaianan berbagai fungsi organ vital. Sedangkan
kemunduran psikis terjadi peningkatan sensitivitas emosional, penurunan gairah,
bertambahnya minat terhadap diri, berkurangnya minat terhadap penampilan,
meningkatkan minat terhadap material, dan minat kegiatan rekreasi tidak berubah
(hanya orientasi dan subyek saja yang berbeda) (Mubarak, 2009). Namun, hal di atas
tidak menimbulkan penyakit. Oleh karena itu, Lansia harus senantiasa berada dalam
kondisi sehat, yang diartikan sebagai kondisi :
1) Bebas dari penyakit fisik, mental, dan sosial.
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3) Mendapatkan dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat.
Adapun dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan secara
sekunder. Penuaan primer akan terjadi bila terdapat perubahan pada tingkat sel,
sedangkan penuaan sekunder merupakan proses penuaan akibat faktor lingkungan
fisik dan sosial, stres fisik/psikis, serta gaya hidup dan diet dapat mempercepat proses
penuaan (Mubarak, 2009) dalam (Hidayah, 2019).
5. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
a Menurut Nugroho (2000) Perubahan Fisik pada lansia adalah :
1) Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra
seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel
otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2) Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh
terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan
3) Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun
4) Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau
nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada
usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan
otosklerosis.
5) Sistem Cardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas
pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan
tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170
mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
6) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat
yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor
yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh
menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7) Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas
lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas
tidak berganti.
8) Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi
menurun.
9) Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200
mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput
lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan
frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
10) Sistem Endokrin Produksi
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan
sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
11) Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi
dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan
cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat
berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
12) System Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan
tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami
sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah
kram dan tremor.
b Perubahan Psikososial
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda ( multiple pathology ), misalnya
tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok,
tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini
semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik
maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap
menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-
kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak
mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir
fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,
misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti: Gangguan jantung, gangguan
metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya
prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau
nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti
antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia.
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
d. Pasangan hidup telah meninggal.
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan
jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
3) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan
hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena
pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan,
peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa
pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah
diuraikan pada point tiga di atas. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang
takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada
juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap
tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif
maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak
negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih
berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar
diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi
waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan
tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-
masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk
menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif.
Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia
dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-
masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang
sangat banyak jenis dan macamnya (Suhardi, 2018).
4) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan.
Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan
aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa
terasing atau diasingkan Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas
pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya
ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak,
cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu
memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi
mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup
membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri,
seringkali menjadi terlantar (Suhardi, 2018).
B. Konsep Dasar Asam Urat (Gout Arthritis)
1. Pengertian
Gout Arthritis merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling sering
ditemukan yang ditandai dengan penumpukan Kristal Monosodium Urat di dalam
ataupun di sekitar persendian. Monosodium Urat ini berasal dari metabolisme Purin.
Hal penting yang mempengaruhi penumpukan Kristal Urat adalah Hiperurisemia dan
supersaturasi jaringan tubuh terhadap Asam Urat. Apabila kadar Asam Urat di dalam
darah terus meningkat dan melebihi batas ambang saturasi jaringan tubuh, penyakit
Gout Arthritis ini akan memiliki manifestasi berupa penumpukan Kristal
Monosodium Urat secara Mikroskopis maupun Makroskopis berupa Tofi (Zahara,
2013).
Gout Arthritis adalah penyakit sendi yang diakibatkan oleh tingginya kadar Asam
Urat dalam darah. Kadar Asam Urat yang tinggi dalam darah melebihi batas normal
yang menyebabkan penumpukan Asam Urat di dalam persendian dan organ lainnya
(Susanto, 2013). Jadi, dari definisi di atas maka Gout Arthritis merupakan penyakit
inflamasi sendi yang diakibatkan oleh tingginya kadar Asam Urat dalam darah, yang
ditandai dengan penumpukan Kristal Monosodium Urat di dalam ataupun di sekitar
persendian berupa Tofi (Hidayah, 2019).
2. Etiologi
Secara garis besar penyebab terjadinya Gout Arthritis disebabkan oleh faktor primer
dan faktor sekunder, faktor primer 99% nya belum diketahui (Idiopatik). Namun,
diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan peningkatan
produksi Asam Urat atau bisa juga disebabkan oleh kurangnya pengeluaran Asam
Urat dari tubuh. Faktor sekunder, meliputi peningkatan produksi Asam Urat,
terganggunya proses pembuangan Asam Urat dan kombinasi kedua penyebab
tersebut. Umumnya yang terserang Gout Artritis adalah pria, sedangkan perempuan
persentasenya kecil dan baru muncul setelah Menopause. Gout Artritis lebih umum
terjadi pada laki-laki, terutama yang berusia 40-50 tahun (Susanto, 2013) dalam
(Hidayah, 2019).
5. Manifestasi Klinis
Terdapat empat stadium perjalanan klinis Gout Arthritis yang tidak diobati (Nurarif,
2015) diantaranya:
1) Stadium pertama adalah Hiperurisemia Asimtomatik. Pada stadium ini Asam
Urat serum meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan Asam Urat
serum.
2) Stadium kedua Gout Arthritis Akut terjadi awitan mendadak pembengkakan
dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi
Metatarsofalangeal.
3) Stadium ketiga setelah serangan Gout Arthritis Akut adalah tahap Interkritikal.
Tidak terdapat gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari
beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan Gout
Arthritis berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
4) Stadium keempat adalah tahap Gout Arthritis Kronis, dengan timbunan Asam
Urat yang terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai.
Peradangan Kronis akibat Kristal-kristal Asam Urat mengakibatkan nyeri,
sakit, dan kaku juga pembesaran dan penonjolan sendi.
6. Patofisiologis
Adanya gangguan metabolisme Purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung
Asam Urat tinggi dan sistem ekskresi Asam Urat yang tidak adekuat akan
mengasilkan akumulasi Asam Urat yang berlebihan di dalam plasma darah
(Hiperurisemia), sehingga mengakibatkan Kristal Asam Urat menumpuk dalam tubuh.
Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon Inflamasi
(Sudoyo, dkk, 2009). Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan Gout
Arthritis. Salah satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi Asam Urat
dalam darah. Mekanisme serangan Gout Arthritis Akut berlangsung melalui beberapa
fase secara berurutan yaitu, terjadinya Presipitasi Kristal Monosodium Urat dapat
terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini
terjadi di rawan, sonovium, jaringan para-artikuler misalnya bursa, tendon, dan
selaputnya. Kristal Urat yang bermuatan negatif akan dibungkus oleh berbagai macam
protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon
terhadap pembentukan kristal. Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis
yang menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi Fagositosis
Kristal oleh leukosit (Nurarif, 2015). Kristal difagositosis olah leukosit membentuk
Fagolisosom dan akhirnya membran vakuala disekeliling oleh kristal dan membram
leukositik lisosom yang dapat menyebabkan kerusakan lisosom, sesudah selaput
protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara permukaan Kristal membram lisosom.
Peristiwa ini menyebabkan robekan membran dan pelepasan enzim-enzim dan
oksidase radikal kedalam sitoplasma yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan
sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan
(Nurarif, 2015).
Saat Asam Urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka Asam
Urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang akan
berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif di seluruh tubuh, penumpukan ini
disebut Tofi. Adanya Kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil
melepaskan lisosomnya. Lisosom ini tidak hanya merusak jaringan tetapi juga
menyebabkan inflamasi. Serangan Gout Arthritis Akut awalnya biasanya sangat sakit
dan cepat memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan
pertama ini timbul rasa nyeri berat yang menyebabkan tulang sendi terasa panas dan
merah. Tulang sendi Metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi,
kemudian mata kaki, tumit, lutut dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejala
yang dirasakan disertai dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi
cenderung berulang (Sudoyo, dkk, 2009). Periode Interkritikal adalah periode dimana
tidak ada gejala selama serangan Gout Arthritis. Kebanyakan penderita mengalami
serangan kedua pada bulan ke-6 sampai 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan
berikutnya disebut dengan Poliartikular yang tanpa kecuali menyerang tulang sendi
kaki maupun lengan yang biasanya disertai dengan demam. Tahap akhir serangan
Gout Arthritis Akut atau Gout Arthritis Kronik ditandai dengan Polyarthritis yang
berlangsung sakit dengan Tofi yang besar pada kartigo, membrane sinovial, tendon
dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari tangan, kaki, lutut, ulna, helices pada telinga,
tendon achiles dan organ internal seperti ginjal (Sudoyo, dkk, 2009) dalam (Hidayah,
2019).
7. Pathway
8. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif (2015) Penanganan Gout Arthritis biasanya dibagi menjadi
penanganan serangan Akut dan penanganan serangan Kronis. Ada 3 tahapan dalam
terapi penyakit ini :
1) Mengatasi serangan Gout Arthtitis Akut.
2) Mengurangi kadar Asam Urat untuk mencegah penimbunan Kristal Urat pada
jaringan, terutama persendian.
3) Terapi mencegah menggunakan terapi Hipourisemik.
a Terapi Non Farmakologi
Terapi non-farmakologi merupakan strategi esensial dalam penanganan Gout
Arthritis, seperti istirahat yang cukup, menggunakan kompres hangat,
modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan berat badan.
b Terapi Farmakologi
Penanganan Gout Arthritis dibagi menjadi penanganan serangan akut dan
penanganan serangan kronis.
1) Serangan Akut Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID,
misalnya Indometasin 200 mg/hari atau Diklofenak 150 mg/hari,
merupakan terapi lini pertama dalam menangani serangan Gout
Arthritis Akut, asalkan tidak ada kontra indikasi terhadap NSAID.
Aspirin harus dihindari karena eksresi Aspirin berkompetisi dengan
Asam Urat dan dapat memperparah serangan Gout Arthritis Akut.
Keputusan memilih NSAID atau Kolkisin tergantung pada keadaan
klien, misalnya adanya penyakit penyerta lain atau Komorbid, obat lain
juga diberikan klien pada saat yang sama dan fungsi ginjal. Obat yang
menurunkan kadar Asam Urat serum (Allopurinol dan obat Urikosurik
seperti Probenesid dan Sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada
serangan Akut (Nurarif, 2015).
2) Serangan Kronis
Kontrol jangka panjang Hiperurisemia merupakan faktor penting untuk
mencegah terjadinya serangan Gout Arthritis Akut, Gout Tophaceous
Kronis, keterlibatan ginjal dan pembentukan batu Asam Urat. Kapan
mulai diberikan obat penurun kadar Asam Urat masih kontroversi.
Penggunaan Allopurinol, Urikourik dan Feboxostat (sedang dalam
pengembangan) untuk terapi Gout Arthritis Kronis akan dijelaskan
berikut ini:
a) Allopurinol
b) Obat Urikosurik
9. Konsep Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gout Arthritis
a Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan, kemudian dalam
mengkaji harus memperhatikan data dasar dari klien, untuk informasi yang
diharapakan dari klien (Iqbal dkk, 2011). Fokus pengkajian pada Lansia dengan
Gout Arthritis:
1) Identitas
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan pekerjaan
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yang menonjol pada klien Gout Arthritis adalah nyeri dan
terjadi peradangan sehingga dapat menggangu aktivitas klien.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari
nyerinya umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tarik-tarik dan
nyeri yang dirasakan terus menerus atau pada saat bergerak, terdapat
kekakuan sendi, keluhan biasanya dirasakan sejak lama dan sampai
menggangu pergerakan dan pada Gout Arthritis Kronis didapakan benjolan
atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita oleh klien, apakah keluhan penyakit
Gout Arthritis sudah diderita sejak lama dan apakah mendapat pertolongan
sebelumnya dan umumnya klien Gout Arthritis disertai dengan Hipertensi.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah riwayat Gout Arthritis dalam keluarga.
6) Riwayat Psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan penyakit klien
dalam lingkungannya. Respon yang didapat meliputi adanya kecemasan
individu dengan rentan variasi tingkat kecemasan yang berbeda dan
berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik
akibat respon nyeri dan kurang pengetahuan akan program pengobatan dan
perjalanan penyakit. Adanya perubahan aktivitas fisik akibat adanya nyeri
dan hambatan mobilitas fisik memberikan respon terhadap konsep diri
yang maladaptif.
7) Riwayat Nutrisi
Kaji riwayat nutisi klien apakah klien sering menkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi Purin.
8) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari
ujung rambut hingga ujung kaki (head to toe). Pemeriksaan fisik pada
daerah sendi dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Inspeksi yaitu melihat
dan mengamati daerah keluhan klien seperti kulit, daerah sendi, bentuknya
dan posisi saat bergerak dan saat diam. Palpasi yaitu meraba daerah nyeri
pada kulit apakah terdapat kelainan seperti benjolan dan merasakan suhu
di daerah sendi dan anjurkan klien melakukan pergerakan yaitu klien
melakukan beberapa gerakan bandingkan antara kiri dan kanan serta lihat
apakah gerakan tersebut aktif, pasif atau abnormal.
9) Pemeriksaan Diagnosis
a) Asam Urat meningkat dalam darah dan urin.
b) Sel darah putih dan laju endap darah meningkat (selama fase akut).
c) Pada aspirasi cairan sendi ditemukan krital urat.
d) Pemeriksaan Radiologi
b Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan pasti
tentang status dan masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan
keperawatan. Dengan demikian, diagnosis keperawatan ditetapkan
berdasarkan masalah yang ditemukan. Diagnosis keperawatan akan
memberikan gambaran tentang masalah dan status kesehatan, baik yang nyata
(aktual) maupun yang mungkin terjadi (potensial) (Iqbal dkk, 2011). Menurut
NANDA (2015) diagnosa yang dapat muncul pada klien Gout Arthritis yang
telah disesuaikan dengan SDKI (2017) adalah:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (D.0077).
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian (D.0054)
3) Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130).
4) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
(D.0074).
5) Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan kelebihan cairan
(peradangan kronik akibat adanya kristal urat) (D.0129).
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada persendian (D. 0055)
c Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan
klien. (Iqbal dkk, 2011)
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK
A. Identitas klien
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 73 Tahun
c. Alamat : Saron, Rt 02, Rambeanak, Mungkid
d. Pendidikan : SD
e. Jenis kelamin : Perempuan
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Status perkawinan : Menikah
i. Tanggal pengkajian : 20 Januari 2022
B. Riwayat Keperawatan
1. Status kesehatan saat ini
Keluhan Utama : Nyeri di lutut kaki
Klien mengatakan nyeri pada kaki dibagian lutut, apabila berjalan terasa sakit. Klien
mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu aktivitasnya. Klien
mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan aktivitas. Nyeri terasa
seperti mencengkram, Klien mengatakan skala nyeri 5. Nyeri yang dirasakan hilang
timbul, Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.
2. Status kesehatan umum selama setahun lalu :
Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi dan asam
urat. Klien mengatakan susah untuk tidur dimalam hari dan sering terbangun pada
malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali. Klien mengatakan tidak pernah tidur
siang, karena tidak bisa tidur pada saat siang hari. Klien mengatakan kakinya
terkadang gemetar saat berjalan dan terasa nyeri dan mengganggu beraktivitas.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Ny. S mengatakan memiliki riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) .
4. Obat – obatan yang digunakan
Ny.S mengatakan sering mengkonsumsi minuman herbal tradisional buatan sendiri
untuk mengurangi nyeri asam urat .
5. Alergi
Ny. S mengatakan tidak mempunyai alergi baik terhadap makanan maupun obat –
obatan maupun lingkungan.
C. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 190/100 mmHg
Nadi : 85 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,50C
Sistem penglihatan
Posisi mata simetris, Kelopak mata ptosis. Gerakan kelopak mata normal.
Pergerakan kelopak mata normal, konjuctiva ananemis, kornea keruh/berkabut,
Kornea lebih berbentuk skeris. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa). Meningkatnya ambang
pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat
dalam cahaya gelap. Hilangnya daya akomodasi. Menurunnya lapang pandang &
berkurangnya luas pandang. Tidak menggunakan alat bantu, tidak terdapat tanda –
tanda peradangan.
Sistem pendengaran
Daun telinga bentuk normal, tidak sakit saat digerakan, bentuk normal, tidak ada
serumen berlebih, posisi simetris, klien mengatakan tidak ada masalah dalam
pendengaran, terjadi presbikusis atau penurunan pendengaran, tidak ada alat bantu
yang digunakan.
Sistem wicara
Tidak ada kesulitan / gangguan wicara pada pasien, komunikasi berlangsung dua
arah.
Sistem pernapasan
Klien mengatakan tenggorokan seperti terdapat dahak tapi tidak bisa keluar, hal itu
membuat klien merasa tidak nyaman. Klien merasa tidak sesak, tidak ada otot –otot
bantu pernafasan, suara nafas vesikuler, klien batuk dan pada saat batuk ia
mengatakan kepalanya sakit.
Sistem kardiovaskuler
a. Sirkulasi perifer
- Nadi : 85 x/menit
- Irama : Teratur
- Denyut : Lemah
- Distensi vena jugolaris : tidak ada
- Temperatur kulit : Hangat
- Warna kulit : Pucat
- CRT : < 2 detik
- Edema : tidak ada
b. Sirkulasi jantung
Tidak ada keluhan nyeri pada dadanya, ritme jantung teratur, bunyi lup dup pada
jantungnya dan tidak ada keluhan lainnya.
Sistem saraf pusat
a. Tingkat kesadaran : Composmentis
b. Reaksi pupil terhadap cahaya : sedikit berkurang akibat proses penuaan
c. GCS : E4V5M6
d. Peningkatan TIK : saat dikaji tidak ada tanda – tanda peningkatan
TIK
Sistem pencernaan
Keadaan mulut : Bau, lidah kotor
Gigi : Kebersihan, jumlah, gigi palsu
Bibir : Lembab, kering, pecah-pecah, sianosis
Gusi : Kemerahan, pucat, perdarahan
Keadaan saliva : Terjadi penurunan produksi saliva akibat proses penuaan
Nyeri daerah perut : Tidak ada
Sistem imunologi
Pada lansia terjadi penurunan sensitivitas pada sistem imun. Hal tersebut terjadi
karena adanya penurunan kemampuan kelenjar-kelenjar imun seperti kelenjar timus,
kelenjar limfe dan kelenjar limpa. Pada kelenjar timus terjadi penurunan ukuran
organ seiring dengan bertambahnya usia seseorang, sehingga kemampuan dalam
mendiferensiasikan sel limfosit T menurun (Fatmah, 2010).
Hb : Tidak terkaji
Ht : Tidak terkaji
Leukosit : Tidak terkaji
Eritrosit : Tidak terkaji
Trobosit : . Tidak terkaji
Keluhan sakit : Nyeri pada kepalanya, dan sakitnya bertambah ketika batuk
Perdarahan : Tidak ada
Sistem endokrin
Napas berbau keton : Tidak
Hypokalemi : Tidak
Hyperkalemi : Tidak
Polidipsi, poliphagi, poliuri : Tidak
Gangren : Tidak
Exoptalmus : Tidak
Pembesaran kelenjar tyroid : Tidak
Tremor : Tidak
Sistem urogenitalia
Perubahan pola kemih : Tidak terkaji, klien menggunakan pampers
Keadaan genitalia : bersih
Sistem integumen
Keadaan rambut : Rambut sudah banyak uban
Kuku : Bersih, tidak panjang
Turgor kulit : kurang elastis akibat proses penuaan
Warna kulit : kuning pucat
Keadaan kulit : Tidak ada Lesi, ulkus, gatal-gatal, dsb.
Sistem muskuloskietal
Pada saat dikaji klien tampak berbaring ditempat tidur, aktifitas dibantu, tonus otot
menurun, aktifitas duduk dan pindah posisi dibantu oleh keluarga. Tidak ada fraktur,
dan kelainan bentuk tulang.
D. Aspek Psiko-sosial-spiritual
- Psikologis
Saat ini Klien dekat dengan keluarganya, orang terdekatnya adalah suami, terbukti
bahwa klien ditemani oleh suami. Masalah – masalah yang dialami bisa diselesaikan
secara kekeluargaan. Klien merasa saat ini sudah semakin tua dia berharap bahwa
keluarga nya saling rukun satu sama lainnya.
Tahap I :
1) Apakah klien mengalami sukar tidur? Ya. Klien mengatakan mengalami gangguan
susah tidur pada malam hari, dan pada siang hari pun klien tidak bisa tidur.
2) Apakah klien merasa gelisah? Klien tidak merasa gelisah.
3) Apakah klien sering murung dan menangis? : Tidak
4) Apakah klien sering was-was atau khawatir? Tidak
Tahap II :
1) Klien mengatakan nyeri pada kepalanya terutama pada bagian tengkuk setelah
minum kopi. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada
bagian tengkuknya.
2) Klien tidak mengalami banyak masalah.
3) Klien tidak memiliki masalah dengan keluarga.
4) Klien tidak menggunakan obat tidur.
- Sosial
Kesibukan klien dalam mengisi waktu luang biasanya adalah beberes rumah dan
kegiatan lainnya, menurut keluarga, pasien adalah termasuk orang yang aktif bekerja,
tidak bisa diam, apapun dikerjakannnya. Kegiatan yang sering diikuti adalah pengajian
ibu – ibu.
- Spiritual
Keluarga mengatakan klien termasuk orang yang tekun beribadah, tidak pernah tinggal
sholat dan kegiatan ibadah lainnya, Menurut klien ketika dia mempunyai masalah dia
yakin pasti bisa menyelesaikannya, tak lupa ia juga berdoa dalam kesehariannya.
Begitupun ketika ia merasa tidak bisa menyelesaikan masalahnya maka klien hanya bisa
pasrah dan terus berdoa.
Penilaian :
0 – 20 = Ketergantungan
21 – 61 = Ketergantungan berat / sangat tergantung
62 – 90 = Ketergantungan berat
91 – 99 = Ketergantungan ringan
100 = Mandiri
Nilai : 100
Intepretasi : klien berada pada kondisi mandiri sehingga aktifitasnya tanpa perlu
bantuan orang lain atau dalam kondisi ketergantungan berat.
Nilai 24 – 30 = Normal
Score total : 25
Interpretasi hasil : Menunjukkan tidak didapatkan kelainan kognitif
ANALISIS HASIL
I. Pengkajian Keseimbangan
1) Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan :
- Bangun dari tempat tidur : Ya
- Duduk di kursi : Ya
- Menahan dorongan pada sternum : Tidak
- Mata tertutup : Ya
- Perputaran leher : Ya
- Gerakan menggapai sesuatu : Ya
- Membungkuk : Ya
2) Komponen gaya berjalan atau pergerakan :
- Minta klien untuk berjalan ke tempat yang ditentukan
- Ketinggian langkah kaki : Tidak
- Kontinuitas langkah kaki : Tidak
- Kesimetrisan langkah : Ya
- Penyimpangan jalur pada sistem berjalan : Tidak
- Berbalik : Ya
Skor klien : resiko jatuh sedang
J. Analisa Data
DO :
1. Klien kooperatif
2. Hasil TTV:
TD : 190/100
mmHg
N : 85x/menit
S : 36,20C
R: 20x/menit
3. Klien tampak
meringis apabila
menekuk lutut
kirinya.
4. Terlihat adanya
kemerahan dan
bengkak di
sekitar lutut
kanan dan kiri
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut pada Ny S berhubungan dengan Agen pencedera fisiologis (Asam Urat)
(D.0077)
2. Defisiensi pengetahuan pada keluarga Ny. S berhubungan Ketidakmampuan keluarga
dalam mengenal masalah kesehatan keluarga (D.0111)
L. Intervensi Keperawatan
M. Implementasi Keperawatan
No. Hari/ Diagnosa Implementasi Respon Paraf
Tgl Keperawatan
1. 23 Nyeri akut a Memonitor a DS:
tanda-tanda vital
januari berhubungan - Klien
klien
2022 dengan Agen mengatakan
(10.20 pencedera bersedia
WIB) fisiologis dilakukan
(Asam Urat) pengecekan tanda
(D.0077) vital
DO:
TD: 180/90
mmHg
N: 87 x/menit
RR: 20 x/menit
Suhu: 36, 5
b Mengidentifikasi
(10.23 b DS:
lokal,
WIB) karakteristik, - Ny.S
durasi,
mengatakan:
frekuensi,
kualitas, P: Nyeri karena
intensitas nyeri, asam urat dan
skala nyeri ketika berjalan
Q: Nyeri seperti
ditusuk-tusuk
R: Lutut kanan
dan kiri
S: Skala nyeri 3 (
Nyeri ringan)
T: Hilang timbul
DO:
-Klien tampak
meringis
kesakitan
Tampak klien
susah dalam
berjalan
c Memberikan c DS:
(10.34
teknik
- Klien mngatakan
WIB) nonfarmakologis
untuk bersedia
mengurangi
melakukan teknik
nyeri yaitu
relaksasi nafas relaksasi nafas
dalam
dalam untuk
menguramgi
nyeri ketika nyeri
muncul
DO:
- Tampak klien
kooperatif
mengikuuti
anjuran
- Tampak klien
lebih rileks
- Tampak klien
kooperatif
-
d Menganjurkan d DS:
(10.37 memonitor nyeri - Klien
secara mandiri
WIB) mengatakan akan
menerapkan
relaksasi nafas
dalam ketika
nyeri muncul
DO:
Tampak klien
paham
(11.23 e DS:
e Mengkolaborasi
WIB) dengan keluarga - Keluarga klien
untuk mengontrol menagatakan
asam urat pada klien
akan senantiasa
memabantu klien
untuk
kesembuhanya
DO:
- Tampak keluarga
klien ikut serta
dalam proses
edukasi terkait
asam urat
- Tampak keluarga
klien
memberikan
support kepada
klien
N. Evaluasi Keperawatan
No Tanggal dan Diagnosa Evaluasi Paraf
Jam Keperawatan (Subjective, Objective,
(SDKI) Assessment/Analysis, Plan)
2. 24 Januari Kesiapan S:
2022 peningkatan
(11.30 WIB) pengetahuan pada - Klien mengatakan bersedia
keluarga dan siap menerima
berhubungan
Ketidakmampuan informasi terkait asam urat
keluarga dalam - Klien mengatakan paham
mengenal masalah
dengan materi yang
kesehatan
keluarga (D.0111) disampaikan
- Keluarga klien
menagatakan akan
senantiasa membantu klien
untuk kesembuhanya
O:
- Hasil cek asam urat: 5,9
mg/dL
- Tampak klien antusias
dengan informasi yang
akan diberikan
- Klien tampak memahami
dan mengaerti edukasi
yang disampaikan
- Tampak klien kooperatif
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
Hidayah, N. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gout Arthritis Di Panti
Sosial Tresna Werdha Nirwana Puri Samarinda.
Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Ernawati, dkk. (2017). Gambaran Kualitas Tidur dan Gangguan Tidur pada Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi. http://repository.unja.ac.id/2381. Diakses pada
tanggal 21 Mei 2019.
Fitriana, Rahmatul. (2015). Cara Cepat Usir Asam Urat. Yogyakarta: Medika.
Iqbal, dkk. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba
Medika.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:
Buletin Jendela.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Resehatan Dasar (Riskesdas)
2013.http://www.depkes.go.id/download/general/Hasil%20Riskesdas%2020 13.pdf.
Diunduh pada tanggal 18 November 2018
Zahroh, Chilyatiz, Faizah, Kartika. (2018). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurun
Nyeri pada Penderita Penyakit Arthritis Gout.
http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk/article/download/328/pdf. Diunduh pada tanggal 29
Mei 2019
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Cetakan ke-3 (Revisi).
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Cetakan ke-2. Jakarta: DPP
PPNI.
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA Nic-Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction