Dosen Pembimbing :
Sukma A C.K, S.kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.J
Disusun Oleh :
Rizqi Sa'diyyah (1920036)
Di indonesia batasan mengenai lansia adalah 60 tahun ke atas, terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahtereraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat
2 .Menurut undang-undang tersebut diatas lanjut adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Kurhariyadi,2011).
2. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman
dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah,
kurang sensitive terhadap sentuhan.
3. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada
lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
4. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada
yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas
umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
5. Sistem Cardiovaskuler
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang
mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem Respirasi
8. Sistem Gastrointestinal
9. Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg,
frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir
mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual
intercrouse berefek pada seks sekunder.
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan
sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
11. Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan
kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah
dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi
serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
b. Perubahan psikososial
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme,
misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi,
kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer.
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal.
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung
dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa
senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap
pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi
masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan
hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri,
bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji
penuh.
B. Rheumatoid Arthritis
1. Definisi
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi
pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248). Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari
kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson
dalam Budi Darmojo, 1999).
Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi
utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ
tubuh (Hidayat, 2006).
Osteoartritis atau rematik adalah penyakit sendi degeneratif dimana terjadi kerusakan tulang
rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-
sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban
Secara klinis osteoartritis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi dan
hambatangerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar. Seringkali berhubungan dengan trauma
maupun mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh dan penyakit-penyakit
sendi lainnya.
2. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang
diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
1) Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang terkuat.
Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja. Perubahan tulang
rawan sendi pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada osteoartritis.
3) Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa. Hal ini
mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan
kongenital dan pertumbuhan tulang.
4) Genetik
Faktor herediter juga berperan timbulnya rematik miaslnya pada seorang ibu dari seorang
wanita dengan rematik pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering
rematik pada sendi tersebut. Anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering
dari pada ibuknya.
5) Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya
osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan
dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan
osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping faktor
mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain
(metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
7) Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya oateoartritis
paha pada usia muda.
8) Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya osteoartritis. Hal
ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak membantu mengurangi
benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi
menjadi lebih mudah robek.
3. WOC
4. Manifestasi klinis
a. Nyeri pada anggota gerak.
b. Kelemahan otot.
d. Kekakuan sendi.
f. Gangguan fungsi.
h. Sendi goyah.
(Soumya,2011)
Jika tidak ditangani dengan baik, rheumatoid arthritis dapat menyebabkan beberapa komplikasi,
di antaranya:
1. Cervical myelopathy
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoid arthritis menyerang sendi tulang leher dan mengganggu saraf
tulang belakang.
2. Carpal tunnel syndrome
Kondisi ini terjadi ketika rheumatoid arthritis menyerang sendi pergelangan tangan, sehingga
menekan saraf di sekitarnya.
3. Sindrom Sjogren
Kondisi ini terjadi saat sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar air mata dan ludah, sehingga
menimbulkan keluhan mata kering dan mulut kering.
4. Limfoma
Limfoma merupakan sejenis kanker darah yang tumbuh pada sistem getah bening.
5. Penyakit jantung
Kondisi ini dapat terjadi bila sistem kekebalan tubuh menimbulkan peradangan di pembuluh darah
jantung.
Selain komplikasi akibat penyakitnya sendiri, pengobatan rheumatoid arthritis juga dapat
menimbulkan efek samping berupa osteoporosis, yang membuat tulang menjadi rapuh dan rentan
patah.
6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menyokong diagnosa (ingat bahwa ini terutama merupakan diagnosa klinis)
a. Tes serologik
b. rematoid – 70% pasien bersifat seronegatif. Catatan: 100% dengan factor rematoid yang
positif jika terdapat nodul atasindroma Sjogren.
c. Antibodi antinukleus (AAN)- hasil yang positif terdapat pada kira-kira 20 kasus.
d. Foto sinar X pada sendi-sendi yang terkena, perubahan perubahan yang dapat di temukan
adalah:
- Erosi sendi
- penyakit aktif
- amiloidosis
- infeksi
- sindroma Sjorgen ;
3. Anemia : berat ringannya anemia normakromik biasanya berkaitan dengan
aktifitas.
4. Titer factor rematoid : makin tinggi titernya makin mungkin terdapat kelainan
ekstra artikuler.
5. Faktor ini terkait dengan aktifitas artritis.
7. Penatalaksanaan Medis
Oleh karena penyebab pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan
kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan
kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi
keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit.
a. Pendidikan
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana
penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya
menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini
mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali
sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan.
Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri.
Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah
mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang
berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh
adanya penyakit.
d. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan
penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan
peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, status
perkawinan, dx. Penyakit. tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya
( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan
keberadaaan bersama bentukbentuk rematik lainnya.
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi;
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional
yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan
pada sendi.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
c. Integritas ego
e. Hygiene
f. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.Gejala : Pembengkakan sendi simetris
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi).
h. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan
menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.
2. Gangguan Setelah dilakukan 1) Evaluasi pemantauan tingkat 1) Tingkat aktivitas atau latihan
mobilitas fisik tindakan keperawatan inflamasi/rasa sakit pada sendi tergantung dari
berhubungan dengan kepada klien selama 2) Pertahankan tirah perkembangan
: proses keperawatan baring.duduk. jadwal proses
a. Deformitas diharapkan gangguan aktivitas untuk inflamasi
skeletal mobilitas fisik teratasi. memberikan periode 2) Istirahat sistemik
b. Nyeri istirahat terus menerus dan dianjurkan selama
c. Ketidaknya Kriteeria Hasil : tidur malam hari eksaserbasi akut dan seluruh
m anan 1) Mempertahankan 3) Bantu rentang gerak fase penyakit untuk
d. Intoleransi fungsi posisi aktif/pasif, latihan resistif dan mencegah kelelahan,
terhadap dengan pembatasan isometric mempertahankan kekuatan.
aktivitas kontraktur 4) Ubah posisi dengan sering 3) Meningkatkan fungsi
e. Penurunan 2) Mempertahankan 5) Posisikan dengan bantal, sendi, kekuatan otot dan
kekuatan otot. atau meningkatkan kantung pasir, bebat, dan brac stamina
kekuatan dan fungsi 6) Gunakan bantal kecil/tipis 4) Menghilangkan tekanan
dari di bawah leher jaringan dan meningkatkan
dan/atau kompensasi 7) Dorong klien sirkulasi
bagian tubuh memeprtahankan postur tegak 5) Meningkatkan stabilitas
3) Mendemonstrasika dan duduk tinggi, berdiri, serta jaringan (mengurangi risiko
berjalan cedera), mempertahankan
8) Berikan lingkungan aman, posisi sendi yang diperlukan
misal menaikkan kursi, dan kesejajaran tubuh,
menggunakan pegangan tangga mengurangi kontraktur
pada bak/pancuran dan toilet, 6) Mencegah fleksi leher
n teknik/perilaku penggunaan alat bantu mobilitas 7) Memaksimalkan fungsi
yang memungkinkan atau kursi roda sendi, mempertahankan
melakukan aktivitas. 9) Kolaborasikan dengan ahli terapi mobilitas
fisik. 8) Menghindari cedera
akibat kecelakaan/jatuh
9) Memformulasikan
program latihan berdasarkan
kebutuhan individual dan
mengindentifikasi bantuan
mobilitas.
V. Evaluasi
Menurut (Tartowo & Wartonah , 2015) Adalah proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak dan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria
hasil pada tahap perencanaan. Untuk mempermudah mengevaluasi/memantau perkembangan pasien digunakan komponen SOAP adalah sebagai
berikut:
S : Data subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan
O : Data objektif
Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada pasien dan yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan
A : Analisa
Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan suatu masalah/ diagnosis baru yang terjadi
akibat perubahan status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif
P : Planning
Perencanaan keperawatan yang dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya, tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan data tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Brunner and Suddarth’s. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing. Penerbit : LWW, Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Penerbit : EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit: EGC, Jakarta
Djuanda, Adhi. 2005i Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
Mansoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Edisi 3. Penerbit : Media Aesculapius FK UI, Jakarta.
Tarwoto dan Wartonah.,2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan . Edisi :4 .Jakarta