Anda di halaman 1dari 57

RESUME MATERI KEPERAWATAN

GERONTIK

DISUSUN OLEH :
Rizqi Sa’diyyah (1920036)

PROGRAM STUDI D III - KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA

1
2021 - 2022

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa untuk
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami untuk dapat menyelesaikan
tugas resume “MATERI KEPERAWATAN GERONTIK”.

Adapun maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik Semoga dalam penyusunan resume ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam resume ini dan
kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata ataupun kalimat yang tidak
pantas di resume ini. Oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari berbagai
pihak untuk bahan evaluasi guna meningkatkan kinerja untuk kedepannya.

Surabaya,23 Juni 2021

Penulis

3
KONSEP KEPERAWATAN GERONTIK

1. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk praktek keperawatan profesional yang
ditujukan pada lansia baik sehat maupun sakit yang bersifat komprehensif terdiri
dari bio-psiko-sosial dan spiritualdengan pendekatan proses keperawatan terdiri
dari pengkajian, diagnosis keperawatan,perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

2. Tujuan Keperawatan Gerontik


1) Lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dan
produktif
2) Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia seoptimal mungkin
3) Membantu mempertahankan dan meningkatkan semangat hidup lansia
4) Memelihara kemandirian lansia yg sakit seoptimal mungkin
5) Menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita Penyakit (kronis
atau akut)

3. Fungsi Keperawatan Gerontik


Menurut Eliopoulus (2005), fungsi perawat gerontik adalah:
1) Membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat
2) Menghilangkan perasaan takut tua.
3) Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain
melakukan hal yang sama
4) Memantau dan mendorong kualitas pelayanan
5) Memperhatikan serta mengurangi resiko terhadap kesehatan dan
kesejahteraan
6) Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan kesehatan
7) Membuka kesempatan lansia supaya mampu berkembang sesuai
kapasitasnya.
8) Mendengarkan semua keluhan lansia dan memberi dukungan

4
9) Memberikan semangat, dukungan dan harapan pada lansia
10) Menerapkan hasil penelitian, dan mengembangkan layanan
keperawatan melalui kegiatan penelitian
11) Melakukan upaya pemeliharaan dan pemulihan kesehatan
12) Melakukan koordinasi dan manajemen keperawatan
13) Melakukan pengkajian, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh
14) Memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
15) Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya

4. Sifat Keperawatan Gerontik

a. INDEPENDEN/ Layanan tidak bergantung pada profesi lain atau


mandiri

b. INTERDEPENDEN/Kolaborasi dengan profesi lain

c.HUMANISTIK/Secara manusiawi dan Holistik secara keseluruhan

5
TEMPAT PELAYANAN BAGI LANSIA

Posyandu lansia memiliki peran penting untuk menjaga kualitas hidup


lansia di masyarakat. Selain memberikan pelayanan kesehatan, unit
pelayanan terkecil ini juga akan memfasilitasi berbagai kegiatan non-
medis agar lansia memiliki wadah untuk berkarya dan berkegiatan.

Pengertian Posyandu lansia adalah wadah pelayanan untuk warga lanjut


usia. Pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan berdasarkan inisiatif
masyarakat. Hal ini membuat program dan layanan yang tersedia bisa
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat di daerah tersebut.
Di Posyandu lansia ada susunan kepengurusan yang akan menjalankan
program-program yang telah dirancang. Program-program tersebut
umumnya dititikberatkan pada upaya penyuluhan dan pencegahan.

Jenis pelayanan yang diberikan di Posyandu lansia adalah Pelayanan yang


diberikan oleh Posyandu lansia melalui program dan kadernya pada
dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup para orang tua
yang lebih rentan terhadap penyakit. Di daerah yang memiliki Posyandu
lansia, kadernya akan memantau kesehatan lansia yang ada di daerah itu
secara individual dan detail. Umumnya, akan ada kartu atau buku yang
digunakan untuk mencatat status kesehatan dan pola hidup para lansia.

Secara umum, ada empat jenis pelayanan yang diberikan Posyandu lansia:

1. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang diberikan tidak hanya mencakup sesuatu yang


berhubungan dengan penyakit. Pada Posyandu lansia, kader juga akan
melakukan pemeriksaan aktivitas sehari-hari seperti:

6
1) Mencatat pola makan
2) Cara mandi
3) Rutinitas buang air
4) Kemampuan untuk berjalan dan berpakaian
5) Kemampuan untuk turun atau naik tempat tidur
6) Kemandirian lansia tersebut

Selain itu, lansia juga akan menerima pemeriksaan berupa:

1) Pemeriksaan kondisi mental


2) Pemeriksaan status gizi
3) Pengukuran tekanan darah
4) Pemeriksaan laboratorium sederhana, seperti pemeriksaan kadar asam
urat dan gula darah

Posyandu lansia juga bisa memberikan rujukan ke Puskesmas apabila ada


kondisi yang memerlukan pemeriksaan lanjutan. Pelaksanaan pemeriksaan
kesehatan untuk lansia bisa dilaksanakan di balai warga seperti layaknya
Posyandu balita dan ibu hamil. Namun, bagi lansia yang kesulitan untuk
keluar rumah, akan ada kader yang mengunjunginya secara langsung.

2. Pemberian makan tambahan (PMT)

Para kader Posyandu lansia akan memberikan penyuluhan kepada para


lansia mengenai makanan yang sehat dan bergizi yang perlu mereka
konsumsi. Untuk memudahkan, para lansia akan mendapatkan contoh
menu makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi yang
dibutuhkan, dengan menggunakan bahan makanan yang berasal dari
daerah tersebut.

4. Kegiatan olahraga

Olahraga juga penting dilakukan para lansia untuk menjaga kebugaran


tubuh. Para kader akan menuntun kakek dan nenek untuk mengikuti
gerakan senam lansia, gerak jalan santai, maupun aktivitas lain yang aman
untuk usia lanjut.

7
5. Kegiatan non kesehatan

Di Posyandu lansia, juga sering dilakukan kegiatan non kesehatan untuk


meningkatkan interaksi sosial dan menjadikan Posyandu sebagai wadah
lansia untuk berkegiatan. Jenis kegiatan yang sering dilakukan di
antaranya:

1) Kegiatan kerohanian
2) Arisan
3) Kegiatan ekonomi produktif seperti berjualan
4) Berkebun
5) Forum diskusi penyaluran hobi dan lain-lain

B. Pelayanan Sosial di Keluarga

Keluarga merupakan tempat yang terbaik bagi para lansia, karena


memiliki ikatan emosional dan sejarah. Mengingat semakin tingginya
jumlah penduduk lansia dan penurunan fungsi organ tubuh dan
kemunduran fisik, psikis, dan sosial mereka, maka perlu untuk terus
dikembangkan pelayanan lansia berbasis keluarga, ter masuk
menggalakkan gerakan “Tiga generasi di bawah satu atap”. Hal ini akan
semakin tampak nilai-nilai tentang tanggung jawab orang tua pada anak
dan sebaliknya. Pelayanan lansia dalam keluarga mempunyai ciri khusus,
yaitu terjadinya keterlibatan emosi yang menandai hubungan lansia
dengan keluarga yang merawatnya, se- hingga pelayanan dalam keluarga
diharapkan menjadi pilihan utama dalam upaya penanganan permasalahan
lansia di masa datang.

Mengingat keluarga sebagai lembaga sosialisasi pertama dan utama dalam


masyarakat, maka keluarga merupakan wadah untuk pe nanganan
permasalahan yang paling layak bagi lansia. Keluarga merupakan wahana
yang tepat dalam memberikan pelayanan kepada lansia, karena keluarga
mempunyai kewajiban moral yang sangat luhur untuk tetap mengurus dan
melayani lansia dalam lingkungan keluarga. Pelayanan sosial oleh
keluarga kepada lansia adalah memberi pelayanan dalam keluarga, agar

8
lansia dapat merasakan kesejahteraan lahir dan batin. Keberadaan lansia
dalam keluarga dengan pengetahuan, pengalaman, dan kearifan yang telah
diperolehnya dalam kehidupan, diharapkan dapat memberikan konstribusi
bagi keluarga dan bangsa. Pelayanan dalam keluarga diharapkan men-
jadi pilihan utama dalam upaya penanganan permasalahan lansia di masa
datang. Lansia tetat tinggal di lingkungan keluarga bersama anak, cucu,
dan atau sanak keluarga lainnya.

1. Kondisi Lanjut Usia

Dalam UU No.13 Tahun 1998 tentang “Kesejahteraan Lanjut Usia”,


disebutkan bahwa yang dimaksud dengan lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Hal ini juga
dikemukakan oleh Hurlok (dalam Argyo Demartoto, 2007 : 13),
pengertian lansia adalah orang yang kira-kira mulai terjadi pada usia 60
tahun, ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan
psikologis yang cenderung mengarah ke penyesuaian diri yang buruk dan
hidupnya tidak bahagia.

2. Pelayanan Keluarga Bagi Lanjut Usia

Mengingat orang yang sudah berusia lanjut secara alamiah mengalami


penurunan fungsi organ tubuh dan kemundurun baik fisik, psikis, maupun
sosial, maka dibutuhkan pelayanan so sial bagi lansia. Pelayanan sosial
bagi lansia ada lah upaya untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga
memungkinkan untuk memperbaiki kondisi sosialnya, memiliki kembali
rasa harga diri dan kepercayaan diri, serta mampu menjalankan peranan
sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat secara wajar. Upaya pelayanan
sosial bagi lansia yang berkembang selama ini dikenal dengan melalui dua
cara, yaitu pelayanan sosial lansia dalam panti dan luar panti. Pelayanan
sosial lansia dalam panti adalah pelayanan sosial yang dilaksanakan
melalui lembaga dengan menggunakan sistem pengasramaan. Pelayanan
sosial lansia luar panti adalah pelayanan sosial yang dilaksanakan dengan
berbasiskan keluarga atau masyarakat, dan tidak menggunakan sistem

9
pengasraman (Dir. Pelayanan Sosial Lanjut Usia, 2011: 5). Pelayanan
yang dilakukan keluarga kepada lansia, sebagai upaya mewujudkan lansia
yang sejahtera dilakukan sebagai berikut:

1) Layanan pemenuhan kebutuhan fisik

Pertama, menyediakan tempat tinggal yang layak. Tempat tinggal yang


layak bagi anggota keluarga yang sudah lanjut usianya adalah tempat
tinggal yang sehat, nyaman dan aman.

Kedua, menyediakan makanan dan pakaian. Pemenuhan kebutuhan


makanan bagi lansia adalah menyediakan makanan yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi lansia. Di sam ping itu, pola makannya
ditata, menjadwal waktu makan, dan menyederhanakan menu.

Ketiga, pemeliharaan kesehatan. Layanan kesehatan sangat diperlukan


bagi lansia yang secara alamiah mengalami penurunan kondisi fisik dan
fungsi organ tubuhnya, sehingga sangat mudah diserang berbagai penyakit
ataupun gangguan lainnya.

2) Layanan pemenuhan kebutuhan sosial

Pada fase lansia, kebutuhan sosial lebih banyak bersifat psikologis.


Kebutuhan sosial yang dimaksud adalah keperluan yang berkaitan dengan
psikologis lansia yang berasal dari lingkungan dari mana ia berada, seperti
perhatian, dihormati, kasih sayang, sehingga menimbulkan rasa senang,
aman, tentram, tenang, dan sebagainya. Secara alamiah lansia akan
mengalami kemunduran baik fisik dan psikisnya, maka mereka akan
merasa tidak berguna lagi, tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak diterima
atau ditolak oleh lingkungannya. Adanya perhatian, kasih sayang, dan
pengertian tersebut akan menimbulkan rasa senang, aman, tentram, tenang,
sehingga lansia dapat menikmati sisa hidupnya dengan perasaan bahagia.
Perhatian tersebut antara lain berupa: Memberi kesempatan untuk
berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya, dengan ling- kungan
keluarga sendiri, dan tetangga, memberi kesempatan untuk mengikuti

10
kegiatan sosial di lingkungannya, memberikan kesempatan untuk
mengunjungi kerabat dekat (anak, saudara, atau teman-teman).

3. Faktor-Faktor Yang berpengaruh

Faktor yang berpengaruh dalam proses pelayanan keluarga kepada lansia


di antaranya:

1) Penghasilan Keluarga

Keluarga atau anak dari lansia berpendidikan menengah ke atas


(SLTP/SLTA dan Sarjana). Hal ini tentunya mempengaruhi jenis
pekerjaan dan juga penghasilan.

2) Beban Tanggungan Keluarga

Beban tanggungan yang dimaksud adalah jumlah semua anggota keluarga


dan tingkat kebutuhannya.

3) Keberadaan dan Potensi Lansia

Penerimaan seluruh anggota keluarga, tentunya akan berpengaruh pada pe-


layanan keluarga terhadap para lansia. Supaya keberadaan lansia dalam
keluarga berguna bagi mereka sendiri dan tidak membebani keluarga
anaknya, maka potensi yang masih dimiliki perlu dikembangkan atau
dimanfaatkan. Sebagaimana diketahui lansia dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu lanjut usia yang masih produktif dan lanjut usia non-produktif.
Bagi lanjut usia yang masih produktif dalam mengisi waktu luangnya,
perlu untuk melakukan suatu kegiatan yang disesuaikan dengan
kemampuan atau kekuatan fisiknya.

C. Foster Care Service

Foster Care Service adalah model pelayanan sosial lansia melalui keluarga
pengganti. Hal ini disebabkan keluarga lansia tidak dapat memberi
pelayanan yang dibutuhkan terhadap lansia sehingga menjadi terlantar.
Artinya, model ini adalah merupakan pelayanan sosial yang diberikan

11
kepada lansia, di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Menghadapi
lansia terlantar, yang tidak dapat dilayani oleh keluarganya sendiri
memerlukan kiat-kiat tersendiri. Terutama bagaimana kita mengetahui
kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya.

Seperti pada umumnya, perawatan pada lansia terlantar juga dapat


dilakukan melalui pendekatan fisik, pendekatan psikis, dan pendekatan
sosial. Pendekatan fisik berhubungan dengan sehat dan sakit, seiring
dengan kondisi usia lansia. Pendekatan psikis bertujuan untuk memberikan
dukungan mental kepada lansia kearah pemuasan pribadi, sehingga mereka
terpuaskan dan merasa bahagia di masa lanjut usianya. Pendekatan sosial,
adalah terbinanya hubungan komunikasi, baik antara sesama lansia
maupun orang-orang yang secara lansung memberikan pelayanan –
kesejahteraan sosial – termasuk pelayanan oleh perawat yang diberikan
khusus kepada lansia.

Yang perlu diperhatikan pelayanan keperawatan bagi lansia terlantar


dalam model Foster Care Service adalah : terpenuhinya pelayanan
konsultasi, pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Hal tersebut
bertujuan untuk peningkatan taraf kesejahteraan serta terwujudnya
kemandirian sosial ekonomi lansia terlantar tersebut.

Pelayanan kegiatan rutin seperti : pemenuhan nutrisi 3x/hari, kegiatan


senam lansia (pernafasan, jantung, gerak latih otak, dan lain-lain), kegiatan
bimbingan rohani/keagamaan sesuai dengan agamanya, aktivitas kerajinan
tangan (menjahit, menyulam, dan merenda), aktivitas menyalurkan hobi
(menyanyi, bermain angklung, karaoke, dan berkebun).

Di samping kegiatan rutin perlu juga dilakukan pendampingan kegiatan


dalam waktu luang, seperti : permainan (catur, pingpong), baca puisi atau
pantun, menonton film, membaca koran, atau berinternet (facebook,
blogger, dll)

Dalam model Foster care service ini, yaitu pelayanan kepada lansia
terlantar –termasuk pelayanan kesehatan dan perawatan- pada dasarnya

12
bertujuan untuk kesejahteraan. Pada dasarnya pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada mereka, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, adalah
bagaimana membantu memberi semangat hidup dalam rangka
mempertahankan hidup mereka di usia senja nya.

Dalam hal ini, jelas tanggung jawab seorang perawat (yang khusus
menangani lansia) sangatlah besar dalam memotivasi lansia terlantar
untuk menjalani hari-hari tuanya, disamping ikut membantu melayani
kebutuhannya. Sifat sabar dan telaten dalam memberikan pelayanan
kepada lansia terlantar, adalah kunci keberhasilan yang tidak bisa
dianggap sepele.

D. Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA)

Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA 61) yang dahulu bernama Home Care
Lembaga Non Panti.

Maksud dan Tujuan

a. Berbagi rasa kebahagiaan dan kasih sayang kepada


para Lanjut Usia agar budaya menghormati kepada
sesame khususnya orang tua sebagai tempat untuk
mengadu, meminta nasihat, doa restu, dan sebagainya
dapat dipertahankan.
b. Memberikan motivasi kepada Para Lanjut Usia bahwa
mereka tidak mesti harus tinggal diam dirumah, tetapi
masih bisa berkarya dan memiliki daya guna untuk
mengisi hari-hari tuanya dengan memanfaatkan bakat
yang mereka miliki hingga mendatangkan manfaat
bagi orang lain.
c. Dengan memberikan pembinaan mental spiritual,
akan menambah keimanan mereka sebagai bekal
dimasa akhir sisa hidup mereka.
d. Pemberian makan kepada Lansia diharapkan untuk
meningkatkan gizi dan pola makan yang baik sesuai

13
dengan kondisi dan usia para Lansia agar kesehatan
mereka tetap terjaga sehingga tidak mudah sakit.
e. Pembinaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan
secara rutin yang diharapkan dapat meningkatkan dan
memantau kondisi kesehatan para Lanjut Usia.

f. Dengan pembinaan seperti diatas, diharapkan para


Lansia merasa diperhatikan dan dimanusiakan sebagai
orang yang berdaya guna.

Sasaran Kegiatan

Dengan adanya Pusat Sntunan Keluarga (PUSAKA), kita mempunyai


sasaran yang dapat dijadikan sarana untuk pengembangan dan peningkatan
pelayanan yang lebih baik kepada para Lanjut Usia yang kurang mampu
secara ekonomi dan dapat melakukan pelayanan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.

E. Panti Sosial Lanjut Usia

Panti Werdha menurut departemen sosial adalah suatu tempat untuk


menampung lansia dan jompo terlantar dengan memberikan pelayanan
sehingga mereka merasa aman,tenteram,dengan tiada perasaan gelisah
maupun khawatir dalam menghadapi usia tua. Panti Werdha merupakan
unit pelaksana teknis di bidang pembinaan kesejahteraan sosial lansia yang
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lansia berupa pemberian
penampungan, jaminan hidup seperti pakaian, pemeliharaan kesehatan,
pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial mental serta
agama sehingga mereka dapat menkmati hari tua diliputi ketentraman lahir
dan batin.

Tujuan Panti Werdha

Tujuan Umum

14
Tercapainya kualitas hidup & kesejahteraan para lansia yang layak dalam
tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara berdasarkan nilai-nilai
luhur budaya bangsa sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan
tenteram lahir batin.

Tujuan Khusus

a. Memenuhi kebutuhan dasar pada lansia


b. Memenuhi kebutuhan rohani pada lansia
c. Memenuhi kebutuhan keperawatan dan kesehatan lansia
d. Memenuhi kebutuhan ketrampilan pada lansia
e. Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat
dalam upaya pemeliharaan kesehatan lansia dipanti
werdha.

Sasaran Pembinaan di Panti Werdha

1. Lanjut usia : Berusia 60 tahun ke atas, tidak


berdaya mencari nafkah sendiri untuk
kelangsungan hidupnya, tidak mempunyai
keluarga dan atau memiliki keluarga tetapi
tidak mampu memelihara lansia tersebut.
2. Keluarga
3. Masyarakat
4. Instansi terkait seperti Departemen Agama
(Depag), Dinas Kesehatan (Dinkes),
Pemerintah Daerah (Pemda), dan lain-lain.

Ketergantungan Pada kaum Lansia

Seiring Bertambahnya usia manusia mulai dapat menjalankan segala


aktifitasnya sendiri, namun dalam hal tersebut terdapat titik tolak. Hal
tersebut terjadi pada saat dimana manusia mencapai pada tahap menjadi
lansia (60 tahun keatas), manusia akan mulai bergantung pada orang-orang

15
di sekelilingnya, dikarenakan adanya penurunan fisik, perubahan
psikologi, dll.

Beberapa ketergantungan yang dibutuhkan oleh orang-orang lanjut usia


adalah sebagai berikut:

1. Ketergantungan personal

Ketergantungan paling berat yang dialami lansia dalam melaksanakan


aktivitas pokok sehari-hari terhadap dirinya sendiri sehingga perlu
mendapatkan bantuan dari orang lain secara intensif hampir sepanjang
hari.

2. Ketergantungan domestik

Ketergantungan lansia yang membutuhkan bantuan orang lain hanya


dalam beberapa pekerjaan rumah tangga yang tidak pokok misalnya,
memasak, mencuci, dll.

3. Ketergantungan sosial/fmansial

Ketergantungan lansia yang membutuhkan bantuan orang lain untuk


melakukan pekerjaan di luar rumah. Misalnya berbelanja, mengunjungi
keluarga, menabung, dll.

Jenis Pelayanan Di Panti Werdha

1. Upaya promotif

Upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat


kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun
masyarakat. Kegiatannya berupa:

a. Penyuluhan kesehatan danatau pelatihan bagi petugas panti


mengenai hal-hal:
b. Masalah gizi dan diet, perawatan dasar kesehatan, keperawatan
kasus darurat,mengenal kasus gangguan jiwa, olahraga, teknik-
teknik berkomunikasi.

16
c. Bimbingan rohani pada lansia, kegiatannya antara lain
:Sarasehan, pembinaan

Mental dan ceramah keagamaan,pembinaan dan pengembangan


kegemaranpada lansia di panti werdha.

d. Kegiatan lomba antar lansia di dalam atau antar panti werdha.


e. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti
maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.
2. Upaya preventif

Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit penyakit


yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.

Kegiatannya adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dipanti oleh petugas


kesehatan yang datang ke panti secara periodik atau di Puskesmas
dengan menggunakan KMS lansia. u
b. Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di
puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam
pemeliharaan kesehatan lansia.
c. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas
panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
d. Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan
kondisi masing-masing.
e. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan
kondisi kesehatannya masing-masing.
f. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
g. Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap
produktif.
h. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap
lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan
hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara
optimal.

17
3. Upaya kuratif

Upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti
terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:

a. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau


petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan
pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.
b. Perawatan kesehatan jiwa.
c. Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
d. Perawatan kesehatan mata.
e. Perawatan kesehatan melalui kegiatan di Puskesmas.
f. Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan
yang diperlukan.
4. Upaya rehabilitatif

Upaya pemulihan untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal


mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi fisik, mental dan
vokasional (keterampilan). Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan
dan petugas panti yang telah dilatih.

Fase-Fase Pelaksanaan Kegiatan di Panti Werdha

1. Fase orientasi

Melakukan pengumpulan data pada lansia secara individu atau kelompok


dan situasi dan kondisi Panti Werdha. Data yang dikumpulkan adalah
sebagai berikut:

a. Data Identitas panti dan sejarah pendirian


b. Situasi dan kondisi panti dalam pencapaian tujuan, visi, misi dan motto
panti
c. Sarana dan prasarana pelayanan keperawatan dipanti
d. Sumber Daya Manusia (SDM) Panti
e. Fasilitas pendukung pelayanan keperawatan
f. Faktor pendukung lain yang dapat digunakan sebagai pencapaian

18
Tujuan

g. Data kesehatan lansia : Data ttg penyakit yang diderita, gejala yang
dirasakan, observasi kondisi fisik dan mental lansia
2. Fase identifikasi

Setelah data terkumpul pada fase orientasi, maka dapat disimpulkan


masalah kesehatan yang terjadi pada lansia di Panti. Kemudian
merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah
yang terjadi pada lansia.

3. Fase intervensi

Melakukan tindakan sesuai dengan rencana, misalnya memberikan


penyuluhan kesehatan, konseling, advokasi, kolaborasi dan rujukan

4. Fase resolusi

Pada fase resolusi yang dilakukan adalah menilai keberhasilan tindakan


pada fase intervensi dan menentikan perkembangan kondisi pada lansia.

KONSEP LANSIA

A. Pengertian Masa Tua (Lanjut Usia)

Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa
ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai
dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin
menurun.

19
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama
lain.

Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian masa tua :

Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua


adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis
(1994) menjadi tiga kelompok yakni :

a. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru


memasuk lansia
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70
tahun
B. Ciri - Ciri Masa Tua

Menurut Hurlock (Hurlock, 1980, h.380) terdapat beberapa ciri-ciri orang


lanjut usia, yaitu :

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran.


b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.

1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

Periode selama usia lanjut ketika kemunduran fisik dan mental terjadi
secara perlahan dan bertahap dan pada waktu kompensasi terhadap
penurunan ini dapat dilakukan , dikenal sebagai ‘’senescence’’yaitu masa
proses menjadi tua.

20
Istilah ‘keuzuran’’(sinelity) digunakan untuk mengacu pada periode waktu
selama usia lanjut apabila kemunduran fisik telah terjadi disorganisasi
mental. Seseorang yang menjadi eksentrik, kurang perhatian,dan terasing
secara sosial, maka penyesuaian dirinya pun buruk biasanya disebut
‘’uzur’’. Sikap tidak senang terhadap diri sndiri , orang lain, pekerjaan,
dan kehidupan pada umumnya dapat menuju keadaan uzur , karena terjadi
perubahan pada lapisan otak. Akibatnya, orang menurun secara fisik dan
mental akan segera mati.

2. Orang lanjut mempunyai status kelompok minoritas

Status kelompok orang minoritas ini terjadi sebagai akibat dari sikap sosial
yang tidak menyenangkan terhadap orang usia lanjutdan diperkuat oleh
klise yang tidak menyenangkan tentang mereka.

Kelompok orang usia lanjut disebut sebagai warga Negara kelas dua, yang
hidup dengan status bertahan dan mempunyai efek penting terhadap
pribadi dan penyesuaian sosial penting. Jika kalau orang orang usia lanjut
dikorbankan dalam beberapa hal mereka sesungghnya merupakan korban.
Karena keadaan yang sakit sakitan, kesepian, dan terror yang
mengancamnya membuat mereka mudah menjadi mangsa para tukang
obat, khusus nya mereka yang terserang penyakit. Sifat seperti ini
merupakan sifat tamak, sehingga menimbulkan reaksi yang tidak simpatik
terhadap sifat tamak mereka. Ini semua merupakan penipuan besar yang
diatur secara licik.

3. Menua membutuhkan perubahan peran

Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegitan yang dapat dilakukan


oleh orang usia lanjut, dank arena nya perlu mengubah berbagai peran
yang masih dilakukan atas dasar keinginan seseorang, jadi bukan atas
dasar tekanan yang datang dari kelompok sosial. Tetapi pada kenyataan
nya pengurangan dan perubahan peran ini banyak terjadi karena tekanan
sosial.

21
Karena sikap sosial yang tidak menyenagkan bagi kaum usia lanjut, pujian
yang mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia tua bukan dengan
keberhasilan mereka. Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi
bagi orang yang berusia lanjut menbumbuhkan rasa rendah diri dan
kemarahan, yaitu perasaan yang tidak menunjang proses penyesuaian
sosial seseorang. Busse dan Pfeifer mengatakan ‘’adalah hal yang sulit
untuk mempertahankan identitas positif seseorang jika tiang tiang yang
diperlukan untuk identitas peran seseorang telah hilang.

4. Penyesuaian yang buruk

Orang usia lanjut secara tidak proporsional menjadi subjek bagi masalah
emosional dan mental yang berat. Insiden psikopatologi timbul seiring
dengan bertambahnya usia. Gangguan fungsional keadaan depresi dan
paranoid terus bertambah sama sepeti penyakit otak setelah berusia 60
tahun. Kasus bunuh diri juga meningkat seiring dengan usia , dan jumlah
kasus bunuh diri paling sering dilakukan oleh pria kulit putih.

Karakteristik masa tua

Menurut Butler dan Lewis (1983) serta Aiken (1989) terdapat berbagai
karakteristik lansia yang bersifat positif. Beberapa di antaranya adalah:

a. Keinginan untuk meninggalkan warisan


b. Fungsi sebagai seseorang yang dituakan
c. Kelekatan dengan objek-objek yang dikenal
d. Perasaan tentang siklus kehidupan
e. Kreativitas
f. Rasa ingin tahu dan kejutan (surprise)
g. Perasaan tentang penyempurnaan atau pemenuhan kehidupan, dll.
C. Perkembangan Pada Masa Tua
1. Perkembangan Fisik

22
Perkembangan fisik pada masa lansia terlihat pada perubahan perubahan
fisiologis yang bisa dikatakan mengalami kemunduran, perubahan
perubahan biologis yang dialami pada masa lansia yang terlihat adanya
kemunduran tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan
terhadap kondisi psikologis.

Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa penurunan


fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode usia
sebelumnya. Kita akan mencatat rentetan perubahan perubahan dalam
penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan penekanan
pentingnya perkembangan perkembangan baru dalam penelitian proses
penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan lahan menurun
dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki.

Terdapat sejumlah perubahan fisik yang terjadi pada periode lansia


menurut Elida Prayitno yaitu:

a. Perubahan fisik bukan lagi pertumbuhan tetapi pergantian dan


perbaikan sel-sel tubuh.
b. Pertumbuhan dan reproduksi sel-sel menurun.
c. Penurunan Dorongan Seks

Pada umumnya perubahan pada masa lansia meliputi perubahan


dari tingkat selsampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya system
pernafasan,pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan
tubuh,muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.

a. Sistem pernafasan pada lansia.

Kapasitas pernafasan pada lansia akan menurun pada usia 20


hingga 80 tahun sekalipun tanpa penyakit. Paru paru kehilangan
elatisitasnya, dada menyusut, dan diafragma melemah. Meskipun begitu
berita baiknya adalah bahwa orang dewasa lanjut dapat memperbaiki
fungsi paru paru dengan latihan latihan memperkuat diafragma.

23
b. Perubahan Sistem persyarafan.
1. Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2. Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3. Mengecilnya syaraf panca indera.
4. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf pencium &

Perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya


ketahanan terhadap dingin.

5. Otak dan sistem syaraf

Aspek yang signifikan dari proses penuaan mungkin adalah bahwa


neuron neuron itu tidak mengganti dirinya sendiri. Meskipun demikian
otak dapat cepat sembuh dan memperbaiki kemampuannya, hanya
kehilangan sebagian kecil dari kemampuannya untuk bisa berfungsi di
masa dewasa akhir.

6. Perkembangan Sensori.

Perubahan sensori fisik masa dewasa akhir melibatkan indera


penglihatan,pendengaran, perasa, pembau, dan indera peraba. Pada masa
dewasa akhir penurunan indera penglihatan bisa mulai dirasakan dan
terjadi mulai awal masa dewasa tengah. Adaptasi terhadap gelap lebih
menjadi lambat, yang berarti bahwa orang rang lanjut usia membutuhkan
waktu lama untuk memulihkan kembali penglihatan mereka ketika keluar
dari ruangan yang terang menuju ke tempat yang agak gelap.

c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.

Ciri – ciri perubahan pada indra masa lansia salahsatunya sekresi saliva
berkurang mengakibatkan pengeringan rongga mulut. Papil-papil pada
permukaan lidah mengalami atrofi sehingga terjadi penurunan sensitivitas
terhadap rasa terutama rasa manis dan asin. Keadaan ini akan

24
mempengaruhi nafsu makan, dan dengan demikian asupan gizi juga akan
terpengaruh. Keadaan ini mulai pada usia 70 tahun. Perubahan indera
penciuman, penglihatan dan pendengaran juga mengalami penurunan
fungsi seiring dengan bertambahnya usia.

Pada usia lanjut fungsi seluruh organ penginderaan kurang mempunyai


sensitivitas dan efisiensi kerja dibandingkan yang dimiliki oleh orang yang
lebih mudah. Bagaimanapun juga perubahan indera berlangsung secara
lambat dan bertahap. Maka setiap individu mempunyai kesempatan untuk
melakukan penyesuaian terhadap perubahan tersebut.

d. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.

Tidak lama berselang terjadi penurunan jumlah darah yang dipompa oleh
jantung dengan seiringnya pertambahan usia sekalipun pada orang dewasa
yang sehat. Bagaimanapun, kita mengetahui bahwa ketika sakit jantung
tidak muncul, jumlah darah yang dipompa sama tanpa
mempertimbangakan usia pada masa dewasa. Kenyataannya para ahli
penuaan berpendapat bahwa jantung yang sehat dapat menjadi lebih kuat
selama kita menua dengan kapasitas meningkat bukan menurun.

e. Sistem genito urinaria.


• Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan
diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun
proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai
21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat.
• Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi
lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika

25
urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia
sehingga meningkatnya retensi urin.

• Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia


diatas 65 tahun.
• Atropi vulva

• Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan


menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi
menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali
terhadap perubahan warna.
• Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung
menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan
menikmati berjalan terus.

f. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.


• Produksi hampir semua hormon menurun.
• Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
• Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih
rendah dan hanya ada di pembuluh darah dan
berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan
LH.
• Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan
menurunnya daya pertukaran zat, dll

g. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.


• Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal
disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan
gizi yang buruk.

26
• Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis
dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %),
hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah
terutama rasa manis, asin, asam & pahit.

• Esofagus melebar, dan lain-lain.


h. Perubahan sistem reproduksi.
1. Perubahan sistem reprduksi.
• Selaput lendir vagina menurun/kering.
• Menciutnya ovarium dan uterus.
• Atropi payudara.
• Testis masih dapat memproduksi meskipun adanya
penurunan secara berangsur berangsur.
• Dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun,
asal kondisi kesehatan baik.

Masa berhentinya reproduksi keturunan (klimaterik) pada pria datang


belakangan dibandingkan masa menopause pada wanita. Dan memerlukan
masa yang lebih lama, pada umumnya ada penurunan potensi seksual
pada masa enam puluh tahun usianya.

Klimaterik pada pria mempunyai dua efek umum. Pertama, terjadi


penyusutan atau penurunan cirri cirri seks sekunder, minsalnya perubahan
suara, titik nada suara meninggi dan kekerasan otot secara umum menurun
menjadi lembek.

Yang kedua klimaterik pada pria terjadi yang dapat mempengaruhi fungsi
seksual. Walaupun potensi seksual telah berkurang,tetapi tidak berarti
keinginan seksualnya berkurang.

2. Perkembangan kognitif

27
Kemerosoton fungsi kognitif pada masa tua,pada umumnya memang
merupakan sesuatu yang tidak dapat di elakkan karena disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti penyakit kekacauan otak (Alzheimer) atau karena
kecemasan dan depresi. Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa
keterampilan kognitif tidak bisa bisa di pertahankan dan di tingkatkan.
Kunci untuk memilihara keterampilan kognitif terletak pada tingkat
pemberian beberapa rangsangan intelektual . oleh karena itu,orang tua
sebenarnya sangat membutuhkan suatu lingkungan perangsang dalam
rangka mengasah dan memilihara keterampilan keterampilan kognitif
mereka serta mengantisipasi terjadinya kepikunan.

3. Perkembangan emosi

Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi
dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia
kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi
(Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidak
ikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung
sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan
perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.

Hal – hal tersebut di atas yang dapat menjadi penyebab lanjut usia
kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri. Bahkan sering ditemui lanjut
usia dengan penyesuaian diri yang buruk. Sejalan dengan bertambahnya
usia, terjadinya gangguan fungsional, keadaan depresi dan ketakuatan akan
mengakibatkan lanjut usia semakin sulit melakukan penyelesaian suatu
masalah. Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam
menyesuaikan diri cenderung menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada
masa-masa selanjutnya.

Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah


kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat
perubahan perubahan fisik, maupun sosial psikologis yang dialaminya dan
kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri

28
dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan
mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat
memenuhi kebutuhan– kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah
baru.

Pada orang – orang dewasa lanjut atau lanjut usia, yang menjalani masa
pensiun dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik merupakan lanjut
usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan
baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk diantaranya teman – teman
dan keluarga, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum
pensiun (Palmore, dkk, 1985). Orang – orang dewasa lanjut dengan
penghasilan tidak layak dan kesehatan yang buruk, dan harus
menyesuaikan diri dengan stres lainnya yang terjadi seiring dengan
pensiun, seperti kematian pasangannya, memiliki lebih banyak kesulitan
untuk menyesuaikan diri dengan fase pensiun (Stull & Hatch, 1984).

Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan


dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan
keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia
akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran
yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat
menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami
pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk
berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih.

Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan


kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk
mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Dorongan yang
relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan
terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi
datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara
otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin
terjadi bila muncul rasa takut. Ketika individu memasuki fase lanjut usia,
gejala umum yang nampak yang dialami oleh orang lansia adalah

29
“perasaan takut menjadi tua”. Ketakutan tersebut bersumber dari
penurunan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemunduran mental
terkait dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi kemampuan
memori, inteligensi, dan sikap kurang senang terhadap diri sendiri.

Ditinjau dari aspek yang lain respon-respon emosional mereka lebih


spesifik, kurang bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa
daripada orang-orang muda. Bukan hal yang aneh apabila orang-orang
yang berusia lanjut memperlihatkan tanda-tanda kemunduran dalam
berperilaku emosional; seperti sifat-sifat yang negatif, mudah marah, serta
sifat-sifat buruk yang biasa terdapat pada anak-anak.

Orang yang berusia lanjut kurang memiliki kemampuan untuk


mengekspresikan kehangatan dan persaan secara spontan terhadap orang
lain. Mereka menjadi kikir dalam kasih sayang. Mereka takut
mengekspresikan perasaan yang positif kepada orang lain karena melalui
pengalaman-pengalaman masa lalu membuktikan bahwa perasaan positif
yang dilontarkan jarang memperoleh respon yang memadai dari orang-
orang yang diberi perasaan yang positif itu. Akibatnya mereka sering
merasa bahwa usaha yang dilakukan itu akan sia-sia. Semakin orang
berusia lanjut menutup diri, semakin pasif pula perilaku emosional
mereka.

4. Perkembangan sikap social

Pendapat klise tentang usia lanjut mempunyai pengaruh yang besar


terhadap sikap social baik terhadap usia lanjut. Dan karena kebanyakan
pendapat klise tersebut tidak menyenangkan, maka sikap social
tampaknya cendrung menjadi tidak efektif. Arti penting tentang sikap
social terhadap usia lanjut yang tidak menyenangkan mempengaruhi cara
mereka memperlakukan usia lanjut. Sikap social yang tidak
menyenangkan terhadap usia lanjut ,dalam kebudayaan amerika dewasa ini
hamper bersifat universal , tetapi mereka cendrung bersifat rasial yang

30
lebih kuat dibandingkan kelompok rasial dan kelas social tertentu
dibandingkan klompok lain lain.

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik


dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan
pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.

Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk


berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku
regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-
barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu
orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

D. Bahaya Bahaya Pada Masa Usia Lanjut

Pada beberapa waktu disepanjang kehidupan seseorang terdapat bahaya


serius yang lebih potensial sehingga proses penyesuaian pribadi dan social
tidak dapat dilakukan secara baik pada usia lanjut. Sebagian dari masalah
ini disebabkan oleh karena menurunnya kemampuan mental orang yang
berusia lanjut lebih mudah diserang oleh bahaya potensial dibandingkan
pada usia sebelumnya.

A. Bahaya fisik

Seluruh bahaya yang bersifat umum terhadap kesehatan fisik pada usia
muda tidak hanya menyerang orang berusia lanjut tetapi proporsi
pengaruhnya terhadap individual lebih besar.

Tanda tanda bahaya fisik yang umum pada usia lanjut antara lain sebagai
berikut :

31
1. Penyakit dan hambatan fisik

Orang berusia lanjut biasanya banyak terserang gangguan sirkulasi darah,


gangguan dalam system metabolisme, gangguan yan g melibatkan mental,
gangguan pada persendian penyakit tumor baik yang tidak berbahaya
maupun yang menular, sakit jantung, remtik,encok, pandangan dan
pendengaran berkurang, tekanan darah tinggi, kondisi mental, dan saraf
tergannggu.

b. Kurang gizi

Penyakit kurang gizi pada usia lanjut lebih banyak disebabkan oleh factor
pengaruh psikologi disbanding sebab ekonomi. Pengarug psikologi yang
terbesar adalah hilangnya selera karena rasa takut dan depresi mental,
tidak ingin makan sendirian, dan tidak ingin makan karena merasa curiga
senbelumnya. Bahkan pada waktu makanan yang dikonsumsi kurang
bermutu dan kurang jumlahnya, banyak orang berusia lanjut yang tidak
memperoleh gizi cukup dari makanannya, karena tidak diserap tubuh yang
disebabkan oleh gangguan system kelenjar endokrin yang tidak berfungsi
seperti dahulu.

d. Mengendurnya kemampuan social

Hilangnya kemampuan social atau sikap yang tidak menyenangkan


hubungan seksualpada usia lanjut banyak mempengaruhi orang usia lanjut
seperti halnya kehilangan emosi yang mempengaruhi anak kecil. Orang
yang kehidupan perkawinannya bahagia dapatmenyebabkan hidupnya
lebih sehat dan lebih lama dibandingkan pasangan, atau mereka yang
kehidupan seksualnya tidak aktif.

e. Kecelakaan

Orang yang berusia lanjut biasanya lebih mudah terkena kecelakaan


dibandingkan orang yang lebih muda. Bahkan walaupun kecelakaan ini
tidak fatal, dapat menyebabkan seseorang yang berusia lanjut dapat jatuh,
karena mungkin disebabkan oleh gangguan lingkungan atau kepala

32
pusing , kondisi yang lemah, dan gangguan penglihatan merupakan
penyebab kecelakaan yang paling umum bagi wanita yang berusia lanjut.
Adapun pria berusia lanjut sering memperoleh kecelakaan yang
disebabkan karena mengandarai kendaraan atau ditabrak mobil pada saat
berjalan.

b. Bahaya psikologis

Orang yang berusia lanjut menerima klise tentang kebudayaan.adapun


bahaya psikologis yaitu pertama, mereka menerima kepercayaan
tradisional dan pendapat klise tentang kebudayaan dari suatu usia. Yang
kedua, perasaan rendah diri dan tidak enak yang dating bersamaan dengan
perubahan perubahan fisik. Perubahan dalam pola kehidupan, bahya
psikologis yang ktiga adalah usia lanjut perlu menetapkan pola hidup yang
berbeda dengan keadaan masa lalu dan cocok dengan kondisi usia lanjut.
Bahaya psikologis yang keempat adalah kecurigaan atau realisasi bahwa
penurunan mental sudah mulai terjadi. Bahya psikologis yang kelima,
perasaan bersalah karena mereka tidak bekerja sedang orang lain masih
bekerja, bahya psikologis yang keenam, akibat dari kurangnya pendapatan,
bahaya psikologis ketujuh, pelepasan berbagai kegiatan social.

33
TREND & ISSUE DALAM KEPERAWATAN GERONTIK

 FENOMENA PADA USIA LANJUT


A. Fenomena Demografi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak
positif terhadap kesejahteraan yang terlihat dari angka harapan hidup
(AHH) yaitu :AHH di Indonesia tahun 1971 : 46,6 tahunAHH di
Indonesia tahun 2000 : 67,5 tahun Sebagaimana dilaporkan oleh Expert
Committae on Health of the Erderly: Di Indonesia akan diperkirakan
beranjak dari peringkat ke sepuluh pada tahun 1980 ke peringkat enam
pada tahun 2020, di atas Brazil yang menduduki peringkat ke sebelas
tahun 1980.Pada tahun 1990 jumlah penduduk yang berusia 60 tahun
kurang lebih 10 juta jiwa/ 5.5% dari total populasi penduduk.Pada
tahun 2020 diperkirakan meningkat 3x,menjadi kurang lebih 29 juta
jiwa/11,4% dari total populasi penduduk (lembaga Demografi FE-UI-
1993).Dari hasil tersebut diatas terdapat hasil yang mengejutkan yaitu:

34
1. 62,3% lansia di Indonesia masih berpenghasilan dari pekerjaannya
sendiri.
2. 59,4% dari lansia masih berperan sebagai kepela keluarga.
3. 53% lansia masih menanggung beban kehidupan keluarga.
4. Hanya 27,5% lansia mendapat penghasilan dari anak atau menantu.
B. Permasalahan Pada Lansia
1. Permasalahan Umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis
kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan,dihargai dan
dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industry.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional
pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan Khusus
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya
masalah baik fisik,mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial usila.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin,terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.
C. Fenomena Bio-psico-sosio-spiritual dan Penyakit Lansia
1. Penurunan fisik
2. Perubahan mental
3. Perubahan-perubahan Psikososial
Karakteristik Penyakit pada Lansia:

35
1. Penyakit sering multiple,yaitu saling berhubungan satu sama lain.
2. Penyakit bersifat degeneratif yang sering menimbulkan kecacatan.
3. Gejala sering tidak jelas dan berkembang secara perlahan.
4. Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial.
5. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut.
6. Sering terjadi penyakit iatrogenik.
Hasil Penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 Kota
(Padang,Bandung,Denpasar dan Makassar) sbb:
1) Fungsi tubuh yang dirasakan menurun : penglihatan (76,24%),daya
ingat (69,39%),seksual (58,04%),kelenturan(53,23%),gigi dan
mulut (51,12%).
2) Masalah kesehatan yang sering muncul : sakit tulang atau sendi
(69,39%),sakit kepala (51,15%),daya ingat menurun
(38,51%),selera makan menurun (30,08%),mual/perut perih
(26,66%),sulit tidur (24,88%),dan sesak nafas (21,28%).
3) Penyakit kronis : rematik (33,14%),darah tinggi (20,66%),gastritis
(11,34%),dan jantung (6,45%).
 KEPERAWATAN GERONTIK TEMPO DULU
Literature lama :
Serat werdatama (mangku negoro IV) :
1. Wong sepuh
Orang tua yang sepi dari hawa nafsu, mampu membedakan baik dan
buruk sejati dan palsu
2. Tua sepuh
Orang tua yang kosong tidak tahu rasa, bicara muluk2, tingkah lakunya
dibuat buat, berlebihan dan memalukan
Serat kalatida (Ronggo warsito)
1. Orang yang berbudi sentosa Orang tua yang meskipun diridhoi tuhan
dengan rezeki, tapi tetap berusaha disertai ingat dan waspada
2. Orang yang lemah Orang tua yang putus asa, sebaiknya menjauhkan
diri dari keduniawian, supaya mendapat kasih sayang dari tuhan

36
 KEPERAWATAN GERONTIK KEADAAN SEKARANG
Era pembangunan
a. Tipe arif bijaksana : kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan
diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri : mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, teman, memenuhi undangan.
c. Tipe pasrah : menerima dan menunggu nasib baik mengikuti kegiatan
beribadat, ringan kaki, pekerjaan apapun dilakukan.
d. Tipe tidak puas : konflik lahir / bathin menghadapi proses ketuaan,
banyak merasa kehilangan (kecantikan, daya tarik, kekuasaan, teman
yang disayangi, status etc) pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
sulit dilayani, pengkritik dan menuntut
e. Tipe bingung : kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, menyesal, pasif, acuh dan tak acuh.

Menurut karakter, pengalaman, lingkungan, dan kondisi fisik, mental


sosial-ekonomi

a. Tipe optimis (santai dan riang)


b. Tipe konstruktif
c. Tipe dependent (ketergantungan)
d. Tipe defensive
e. Tipe militant dan serius
f. Tipe marah/ frustasi
g. Tipe putus asa (benci pada diri sendiri)

Berdasarkan kemampuan

a. Mandiri sepenuhnya

b. Mandiri dengan bantuan langsung

c. Mandiri dengan bantuan tidak langsung

d. Panti sosial tresna werdha

37
e. Lansia yang di rawatdi rumah sakit

f. Lansia yang menderita gangguan mental

 PENDEKATAN PERAWATAN LANSIA


a. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik
melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami
klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih dapat dicapai dan dikembangkan, dan penyakit
yang dapat dicegah atau progresifitas penyakitnya. Pendekatan fisik
secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian:
1) lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam
kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan
atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia
ini, terutama yang berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatan.
b. Pendekatan Psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung
terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan
sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik
dan service. Bila ingin mengubah tingkah  Konsep Lanjut Usia dan
Proses Penuaan  9 laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap.
c. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan

38
untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lansia berarti
menciptakan sosialisasi. Pendekatan sosial ini merupakan pegangan
bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan
hubungan sosial, baik antar lania maupun lansia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk
mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Lansia perlu
dimotivasi untuk membaca surat kabar dan majalah.

KONSEP MODEL KEPERAWATAN GERONTIK

MODEL KONSEPTUAL ADAPTASI ROY


Sister Calista Roy mengembangkan model adaptasi dalam keperawatan
pada tahun 1964. Model ini banyak di gunakan sebagai falsafah dasar
dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Model adaptasi Roy
adalah system model yang esensial dalam keperawatan. Roy
menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai

39
satu kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhan manusia selalu di
hadapkan berbagai persoalan yang kompleks. Dalam menghadapi
persoalan tersebut Roy mengemukakan teori adaptasi. Penggunaan
koping atau mekanisme pertahanan diri, berespon melakukan peran dan
fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri keadaan
lingkungan sekitarnya dalam suatu rentang kontinu sehat – sakit.
Sumber- sumber yang mendukung perkembangan teori ini : Didasari
dari teori adaptasi Helson, yang mengatakan bahwa respon adaptive
adalah fungsi yang muncul ketika ada stimulus dan level adaptasi..
Stimulus adalah setiap factor yang mengakibatkan sebuah respon.
Stimulus dapat muncul dari lingkungan internal maupun eksternal.
Setelah mengembangkan teorinya, Roy mempresentasikan teori tersebut
pada praktek keperawatan, riset dan pendidikan keperawatan. Selain itu
pengembangan model konseptual C.Roy di kontribusi oleh Lebih dari
1500 mahasiswa di fakultas di mana C.Roy bekerja. Pemerintah
Amerika saat itupun sangat mendukung perkembangan teori ini,
diantaranya dengan menyediakkan 100. 000 perawat di USA disiapkan
untuk praktek menggunakan teori ini.

MODEL KONSEPTUAL HUMAN BEING ROGER


Konsep Teori Martha E. Rogers Dasar teori Rogers adalah ilmu tentang
asal usul manusia dan alam semesta seperti antropologi, sosiologi,
agama, filosofi, perkembangan sejarah dan mitologi. Teori Rogers
berfokus pada proses kehidupan manusia secara utuh. Ilmu keperawatan
adalah ilmu yang mempelajari manusia, alam dan perkembangan
manusia secara langsung. (Tomey & Alligood, 1998)

MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN NEUMAN


Model keperawatan adalah jenis model konseptual yang menerapkan
kerangka kerja konseptual terhadap pemahaman keperawatan dan
bimbingan praktik keperawatan. Model konseptual keperawatan
menguraikan situasi yangterjadi dalam suatu lingkungan atau stresor

40
yang mengakibatkan seseorang individu berupa menciptakan perubahan
yang adaptif dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
Model konseptual keperawatan mencerminkan upaya menolong orang
tersebut mempertahankan keseimbangan melalui pengembangan
mekanisme koping yang positif untuk mengatasi stressor ini. Model
konseptual keperawatan telah memperjelas kespesifikan area fenomena
ilmu keperawatan yang melibatkan empat konsep yaitu manusia sebagai
pribadi yang utuh dan unik. Konsep kedua adalah lingkungan yang
bukan hanya merupakan sumber awal masalah tetapi juga perupakan
sumber pendukung bagi individu.
Kesehatan merupakan konsep ketiga dimana konsep ini menjelaskan
tentang kisaran sehat-sakit yang hanya dapat terputus ketika seseorang
meninggal. Konsep keempat adalah keperawatan sebagai komponen
penting dalam perannya sebagai faktor penentu pulihnya atau
meningkatnya keseimbangan kehidupan seseorang (klien).
Konseptualisasi keperawatan umumnya memandang manusia
sebagaimahluk biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga,
masyarakat, dankelompok lain termasuk lingkungan fisiknya. Tetapi
cara pandang dan fokus penekanan pada skema konseptual dari setiap
ilmuwan dapat berbeda satu sama lain, seperti penekanan pada sistem
adaptif manusia, subsistem perilaku atau aspek komplementer.

KONSEPTUAL KEPERAWATAN HENDERSON


Teori keperawatan Virginia Henderson mencakup seluruh kebutuhan
dasar seorang manusia. Henderson (1964, dalam Potter, 2005 : 274)
mendefinisikan keperawatan sebagai membantu individu yang sakit dan
yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki kontribusi
terhadap kesehatan dan penyembuhannya, dimana individu tersebut
akan mampu mengerjakanya tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan,
kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan
Aging process (proses penuaan) dalam perjalanan hidup manusia
merupakan suatu hal yang wajar, dan akan dialami oleh semua orang

41
yang dikaruniai umur panjang, hanya cepat dan lambatnya proses
tersebut tergantung pada masing-masing individu (Mujahidullah, 2012).
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berkelanjutan)
secara alamiah yang dimulai sejak manusia lahir sampai tua. Pada usia
lansia ini biasanya seseorang akan mengalami kehilangan jaringan otot,
susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh akan “mati” sedikit
demi sedikit

Teori Transcultural Nursing Leininger


Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity and
universality, atau yang kini lebih dikenal dengan transcultural nursing.
Awalnya, Leininger memfokuskan pada pentingnya sifat caring dalam
keperawatan. Namun kemudian dia menemukan teori cultural diversity
and universality yang semula disadarinya dari kebutuhan khusus anak
karena didasari latar belakang budaya yang berbeda. Transcultural
nursing merupakan subbidang dari praktik keperawatan yang telah
diadakan penelitiannya. Berfokus pada nilai-nilai budaya, kepercayaan,
dan pelayanan kesehatan berbasis budaya.
Teori Leininger melibatkan pengetahuan dan pemahaman budaya yang
berbeda sehubungan dengan praktik keperawatan. Transcultural
Nursing berfokus pada fakta bawah budaya yang berbeda memiliki
perilaku peduli yang berbeda dan nilai kesehatan dan penyakit yang
berbeda, keyakinan, dan pola perilaku

Konseptual Perilaku Johnson


Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan
kategori perilaku diatas, yang disebut subsistem perilaku. Dalam
kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam lingkungannya.
Model konsep dan teori keperawatan menurut Johnson adalah dengan
pendekatan system perilaku,dimana individu dipandang sebagai sitem
perilakuyang selalu ingin mencapai keseimgangan danstabilitas, baik di
lingkungan internal maupun eksternal, juga memiliki keinginan dalam

42
mengatur danmenyesuaikan dari pengaruh yang ditimbulkanya. Sebagi
suatu system , didalamnya terdapat komponensub system yang
membentuka system tersebut, diantaranya komponen sub system yang
membentuksystem perilaku menurut Johnson adalah1. Ingestif, yaitu
sumber dalam memelihara integritas serta mencapai kesenagan dalam
pencapaianpengakuan dari lingkungan.2. Achievement, merupakan
tingkat pencapaian prestasi melalui kterampilan yang kreatif.3. Agresif,
merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri atau perlindungan dan
berbagai ancamanyang ada di lingkungan.4. Eliminasi, merupakan
bentuk pengelauran segala sesuatu dari sampah atau barang yang
tidakberguna secara biologis5. Seksual, digunakan dalam pemenuhan
kebutuhan saling mencintai dan dicintai.6. Gabungan/tambahan,
merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan tambahan dalam
mempertahankanlingkungan yang kondusif dengan penyesuaian dalam
kehidupan social, keamanan, dan kelangsunganhidup.

MODEL KONSEPTUAL SELF CARE OREM


Asuhan keperawatan komunitas pada agregat usia lanjut dengan
hipertensi dilakukan melalui pendekatan proses keperawatan dengan
mengunakan framework atau model konseptual keperawatan self care.
Model konseptual self care tersebut berfokus terhadap analisis
kemandirian untuk usia lanjut dengan hipertensi. Model konseptual
keperawatan self care mempunyai pandangan bahwa keperawatan
diperlukan untuk mempertahankan kebutuhan perawatan diri bagi
individu, keluarga dan masyarakat yang tidak mampu melakukannya
(Orem, 2001).

43
ETIK DAN HUKUM KEPERAWATAN GERONTIK

Poduk hukum tentang Lanjut Usia dan penerapannya disuatu negara


merupakan gambaran sampai berapa jauh perhatian negara terhadap para Lanjut
Usianya. Baru sejak tahun 1965 di indonesia diletakkan landasan hukum, yaitu
Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 tentang Bantuan bagi Orang Jompo. Bila
dibandingkan dengan keadaan di negara maju, di negara berkembang perhatian
terhadap Lanjut Usia belum begitu besar.

Di Australia, misalnya, telah diundangkan Aged Person Home Act (1954),


Home Nursing Subsidy Act (1956), The Home and Community Care Program
(1985), Bureau for the Aged (1986), Outcome Standards of Residential Care
(1992), Charter for Resident’s Right (1992), Community Option Program (1994),
dan Aged Care Reform Strategy (1996).

Di Amerika Serikat di undangkan  Social Security Act yang meliputi older


American Act (Title III), Medicaid (Title VII), Medicare (Title XIX, 1965), Social
Service block Plan (Title XX) dan Supplemental Security Income (Title XVI).
Selanjutnya diterbitkan Tax Equity and Fiscal Responsibility Act (1982),
Omnibus Budget Reconcilliation Act (OBRA, 1987), The Continuun of Long-
term Care (1987) dan Program of All Care of the Elderly (PACE, 1990).

Di Inggris di undangkan National Assistence Act, Section 47 (1948) dan


telah ditetapkan standardisasi pelaytanan di rumah sakit serta di masyarakat. Juga
telah ditentukan ratio tempat tidur per lanjut usia dan continuing care.

Di Singapura dibentuk Advisory Council on the Aged, Singapore Action Group of


Elders (SAGE) dan The Elders’ Village.

D.LANDASAN HUKUM DI INDONESIA

 Berbagai nproduk hokum dan perundang-undangan yang langsung


mengenai Lanjut Usia atau yang tidak langsung terkai dengan
kesejahteraan Lanjut Usia telah diterbitkan sejak 1965. beberapa di

44
antaranya adalah :
 Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi
Orang Jompo (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor
32 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).
 Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok
Mengenai Tenaga Kerja.
 Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial.
 Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
 Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional.
 Undang-undang Nomor 2 tahun 1982 tentang Usaha Perasuransian.
 Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja.
 Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
 Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang PErkembangan
Kependudukan dan Pembangunan keluarga Sejahtera.]
 Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
 Undang-undang Nomor 23 tentang Kesehatan.
 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
 Peraturan Pemerintah Nomor 27 ahun 1994 tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan.
 Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Tambahan lembaran Negara nomor 3796), sebagai pengganti undang-
Undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang
jompo.

Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :

 Hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan


kelembagaan.

45
 Upaya pemberdayaan.
 Uaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia potensial dan tidak
potensial.
 Pelayanan terhadap Lanjut Usia.
 Perlindungan sosial.
 Bantuan sosial.
 Koordinasi.
 Ketentuan pidana dan sanksi administrasi.
 Ketentuan peralihan.

E.PERMASALAHAN

Permasalahan yang masih terdapat pada Lanjut Usia, bila ditinjau dari
aspek hokum dan etika, dapat disebabkan ole factor, seperti berikut :

Produk Hukum

Walaupun telah diterbitkan dalam jumlah banyak, belum semua produk


hokum dan perundang-undangan mempunyai Peraturan Pelakisanaan. Begitu
pula, belum diterbirkan Peraturan Daerah, Petunjuk Pelaksanaan serta Ptunjuk
Teknisnya, sehingga penerapannya di lapangan sering menimbulkan
permasalahan. Undang-undang terakhir yang diterbitkan yaitu Undang-undang
Nomor 13 tahun 1998, baru mengatur kesejahteraan sosial Lanjut Usia, sehingga
perlu dipertimbangkan diterbitkannya undang-undang lainnya yang dapat
mengatasi permasalahan Lanjut Usia secara spesifik.

keterbatasan prasarana

Prasarana pelayanan terhadap Lanjut Usia yang terbatas di tingkat


masyarakat, pelayanan tingkat dasar, pelayanan rujuikan tingkat I dan tingkat II,
sering menimbulkanpermasalahan bagi para Lanjut Usia. Demikian pula, lembaga
sosial masyarakat dan ortganisasi sosial dan kemsyarakatan lainnya yang menaruh
minat pada permasalahan ini terbatas jumlahnya. Hal ini mengakibatkan para

46
Lanjut Usia tak dapat diberi pelayanan sedini mungkin, sehingga persoalanya
menjadi berat pada saat diberikan pelayanan.

1.Keterbatasan sumberdaya Manusia

Terbatasntya kuantitas dan kualitas tenaga yang dapat memberi pelayanan


serta perawatan kepada Lanjut Usia secara bermutu dan berkelanjutan
mengakibatkan keterlambatan dalam mengetahui tanda-tanda dini adanya suatu
permasalahan hukum dan etika yang sedang terjadi. Dengan demikian, upaya
mengatasinya secara benar oleh tenaga yang berkompeten sering dilakukan
terlambat dan permasalahan sudah berlarut. Tenaga yang dimaksud berasal dari
berbagai disiplin ilmu, antara lain :

1. Tenaga ahli gerontology


2. Tenaga kesehatan : dokter spesalis geriatric, psikogeriatri, neurogeriatri,
dokter spesialis dan dokter umum terlatih, fisioterapis, speech therapist,
perawat terlatih.
3. Tebaga sosisal : sosiolog, petuga syang mengorganisasi kegiatan (case
managers), petugas sosial masyarakat, konselor.
4. Ahli hukum: sarjana hokum terlatih dalam gerontology, pengacara terlatih,
jaksa penunutut umum, hakim terlatih.
5. Ahli psikolog : psikolog terlatih dalam gerontology, konselor.
6. Tenaga relawan : kelompok masyarakat terlatih seperti sarjana,
mahasiswa, pramuka, pemuda, ibu rumah tangga, pengurus lembaga
ketahanan masyarakat desa, Rukun Warga/RW, Rukun Tetangga/RT
terlatih.
7. Hubungan Lanjut Usia dengan Keluarga
Menurut Mary Ann Christ, et al. (1993), berbagai isu hokum dan etika yang
sering terjadi pada hubungan Lanjut Usia dengan keluarganya adalah :

1. Pelecehan dan ditentarkan (abuse and neglect)


2. Tindak kejahatan (crime)
3. Pelayanan perlindungan (protective services)

47
4. Persetujuan tertulis (informed consent)
5. Kualitas kehidupan dan isu etika (quality of life and related ethical issues)
6. Pelecehan dan ditentarkan (abuse and neglect)

Pelecehan dan ditelantarkan merupakan keadaan atau tindakan yang


menempatkan seseorang dalam situasi kacau, baik mencakup status kesehatan,
pelayanan kesehatan, pribadi, hak memutuskan, kepemilikan maupun
pendapatannya. Pelaku pelecehan dapat dari pasangan hidup, anak lelaki atau
perempuan bila pasangan hidupnya telah meninggal dunia atau orang lain.
Pelecehan atau ditelantarkan dapat berlangsung lama ata8u dapat terjadi reaksi
akut, bila suasana sudah tidak tertanggungkan lagi.

Penyebab pelecehan menurut International Institute on Agening (INIA, United


Ntions-Malta, 1996) adalah :

Beban orang yang merawat Lanjut usia tersebut sudah terlalu berat.

 Kelainan kepribadian dan perilaku Lanjut usia atau keluarganya.


 Lanjut Usia yang diasingkan oleh keluarganya.
 Penyalahgunaan narkotika, alkohol dan zat adiktif lainnya.
Faktor lainnya yang terdapat di keluarga seperti :

1. Perlakuan salah terhadap Lanjut Usia.


2. Ketidaksiapan dari orang yang akan merawat Lanjut Usia.
3. Konflik lama di antara Lanjut Usia dengan keluarganya.
4. Perilaku psikopat dari Lanjut Usia dan atau keluarganya.
5. Tidak adannya dukungan masyarakat.
6. Keluarga mengalami kehilangan pekerjaan/pemutusan hubungan kerja.
7. Adanya riwayat kekerasan dalam keluarga.

Gejala yanag terlihat pada pelecehan atau ditelantarkan antara lain :

 Gejala fisik berupa memar, patah tulang yang tidak jelas sebabnya, higiena
jelek, malnutrisi dan adanya bukti melakukan pengobatan yang tidak

48
benar.
 Kelainan perilaku berupa rasa ketakutan yang berlebihan menjadi penurut
atau tergantung, menyalahkan diri, menolak bila akan disentuh orang yang
melecehkan, memperlihatkan tanda bahwa miliknya akan diambil orang
lain dan adanya kekurangan biaya transpor, biaya berobat atau biaya
memperbaikik rumahnya.
 Adanya gejala psikis seperti stres, cara mengatasi suatu persoalan secara
tidak benar serta cara mengungkapkan rasa salah atau penyesalan yang
tidak sesuai, baik dari Lanjut Usia itu sendiri maupun orang yang
melecehkan.

Jenis pelecehan dan ditelantarkan adalah :

1. Pelecehan fisik atau menelantarkan fisik.


2. Pelecehan psikis atau melalui tutur kata.
3. Pelanggaran hak.
4. Pengusiran.
5. Pelecehan di bidang materi atau keuangan.
6. Pelecehan seksual.
Upaya pencegahan terhadap terjadinya kelantaran pasif (passive neglect) dan
keterlantaran aktif (active neglect) pada lanjut Usia dapat dekelompokan sebagai
berikut :

Terhadap keterlantaran pasif atau tak disengaja:

 Mendapatkan orang yang di[ercaya untuk melakukan tindakan hukum atau


melakukan transaksi keuangan.
 Mengusahakan bantuan hukum dari seorang pengacara.
Terhadap keterlantaran aktif atau tindak pelecehan:

 Mengusahakan agar Lanjut Usia tidak terisolir.


 Anggota keluarga tetap dekat dan memperhatikan Lanjut Usia selalu
mendapatkan informasi baik tentang keadaan fisi, emosi, maupiun keadaan
keuangan Lanjut Usia tersebut.

49
 Orang yang merawat lanjut Usia menyadari keterbatasannya tidak ragu-
ragu mencari pertolongan atau melimpahkan tanggung jawaabnya kepada
fasilitas yang lebih mampu, manakala mereka tidak sanggup lagi
merawatnya.
 Masyarakat mengemban sistem pengamatan terhadap tindak pelecehan
kepada Lanjut Usia (neighbourhood watch).
 Melaksanakan program pelatihan tentang perawatan Lanjut Usia jompo di
rumah, pengenalan tanda-tanda terjadinya tidak pelecehan, pemberian
bantuan kepada Lanjut Usia, cara melakukan intervensi dan melakukan
rujuakn kepada fasilitas yang lebih mampu.
Tindak intervensi bila telah terjadi tindak pelecehan terhadap Lanjut Usia
adalah sebagai berikut :

1. Memberikan dukungan kepada korban pelecehan.


2. Lanjut Usia di rumah dan panti Tresna Wredha berhak menolak tindakan
intervensi tertentu.
3. Melatih keluarga untuk melaksanakan tindakan pelayanan tertentu.
4. Memberikan pertolongan dan pengobatan kepada orang yang melecehakan
Lanjut Usia tersebut.
5. Mengajukan tuntutan hukum kepada orang yagn melecehakan Lanjut Usia
tersebut.
Tindak kejahatan (crime)

Lanjut usia pada umumnya lebih takut terhadap tindak kejahatan bila
dibandingakan dengan ketakutan terhadap penyalit dan pendapatan yang
berkurang. Kerugian yang diderita oleh mereka tidak melebihi penderitaan yang
dialami oleh kaum muda. Hanya akibat yang ditimbulkan pada Lanjut Usia lebih
parah, berupa rasa ketakutan, kesepian, merasa terisolasi dan tidak berdaya.

Faktor yang mempengaruhi tindak kejahatan berupa factor fisik, keuangan dan
kedaan lingkungan di sekitar Lanjut Usia tersebut.

Jenis tindak kejahatan adalah:

1. Penodongan.

50
2. Pencurian dan perampokan.
3. Penjambretan.
4. Perkosaan.
5. Penipuan dalam pengobatan penyakit.
6. Penipuan oleh orang tak dapat dipercaya, pemborong, sales, dll.

Pelayanan perlindungan (protective services)

Pelayanan perlindungan adalah pelayanan yang dibeikan kepada para


Lanjut Usia yang tidak mempu melindungi dirinya terhadap kerugian yang terjadi
akibat mereka tidak dapat merawat diri mereka sendiri atau dalam melakukan
kiegiatan sehari-hari.Pelayanan perlindungan bertujuan memberikan perlindungan
kepada para Lanjut Usia, agar kerugian yang terjadi ditekan seminimal mungkin.
Pelayanan yang diberikan akan menimbulkan keseimbangan di antara kebebasan
dan keamanan.

Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa pelayanan medik, sosial atau
hukum.

1. Pelayanan medik   
2. pelayanan perorangan.
3. Pelayanan gawat darurat.
4. Pelayanan berupadukungan guna me-
5. ningkatkan ADL (activities of daily life).
6. Pelayanan Sosial:         dukungan sosial.
7. Bantuan perumahan.
8. Bantuan keuangan/sembako.
9. Pelayanan hokum:       bantuan pengacara (power of attorney).
10. Joint tenancy.
11. Intervivos trust.
12. Penunjukan (conservatorship).
13. Perlindungan (informal guardianship).

51
Perlindungan hukum

Perlindungan hukum uang dapat diberikan kepada Lanjut Usia dapat berupa:

 Bantuan pengacara (power of attorney).


 Lanjut Usia harus cukup kompeten untuk mengambil inisitif dalam
menyerahkan urusannya kepada orang lain.

A.Joint Tenancy.

Joint tenancy merupakan suatu produk hokum yang memungkinkan Lanjut Usia
lain atau seorang pengacara untuk mengurus urusan seorang Lanjut Usia.

B.Intervivos trust.

Pada keadaan ini seorang lanjut usia menunjuk orang lain sebagai pewaris.

C.Conservatorship.

Perorangan atau sebuah badan ditunjuk oleh pengadilan untuk melindungi


ha milik seorang lanjut usia yang telah dianggap ta sanggup atau inkompeten,
pada umumnya bila lanjut usia tersebut berusia lebih dari 75 tahun. Permohonan
suatu Conservatorship biasanya diajukan oleh keluarga atau instansi.Dengan
adanya Conservatorship ini, seorang lanjut usia tak lagi dapat bersuara dan
megurus keuangannya serta menentukan tempat tinggalnya atau mengambil suatu
keputusan penting lainnya.

Informal guardianship.

Pengaturan jenis ini berdasakan suatu hokum, akan tetapi meruakan suatu
kesepakatan bahwa pelindung bagi lanjut usia tersebut adalah tetangganya, panti
atau suatu perusahaan.

1.Persetujuan tertulis (Informed consent).

52
Persetujuan tertulis merupakan suatu persetujuan yang diberikan sebelum
prosedur atau pengobatan diberikan kepada seorang lanjut usia atau penghuni
panti. Syarat yang diperlukan bila seorang lanjut usia memberikan persetujuan
ialah ia masih kompeten dan telah mendapatkan informasi tentang manfaat dan
risiko dari suatu prosedur atau pengobatan tertentu yan g diberikan kepadanya.
Bila seoang lanjut usia inkompeten, persetujuan diberikan oleh pelindung atau
seorang walui.

1.Kualitas kehidupan dan isu etika (quality of life and related ethical issue).

Berbagai factor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang yang


mempengaruhi kualitas kehidupan lanjuy usia adalah:

1. Kemajuan ilmu kedoktean di bidang diagnostic seperti CT-scan dan


katerisasi jantung, MRI, dsb.
2. Kemajuan dibidang pengobatan seperti transplatasi organ, raidasi.
3. Bertambahnya risiko pengobatan.
4. Biaya pengobatan yang meningkat.
5. Manfaat pengobatan yang masih diragukan.
6. Database yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Isu etika muncul bila terjadi suatu pertentangan antara pendapat ilmiah
atau ilmu kedokteran dengan pandangan etika atau perikemanusiaan,
misalnya :

1. Untukm mengawali atau melanjutkan pengobatan terhadap lanjut usia


yang sakit berat.
2. Mempertahankan atau melepaskan infuse atau tube feeding.
3. Melakukan tindakan yang biayanya mahal.
4. Euthanasia.

Isu euthanasia merupakan isu yang hangat dipertentangan di luar negeri, tetapi
belum merupakan hal yang penting di Indonesia, mengingat hal ini bertentangan

53
denagn hokum dan perundang-undangan serta kode etik kedokteran di Indonesia.
Di luar negeri keputusan yang diambil berupa :

1. Keinginan lanjut usia dan keluarganya.


2. Derajat penderitaan dan derajat gangguan kognitif lanjut usia tersebut.
3. Prognosa penyakit yang diderita.
4. Kualitas kehidupan dari lanjut usia.
5. Perawatan yang sedang diberikan.
Jenis euthanasia yang diberikan adalah active euthanasia (orang luar
mempercepat lanjut usia untuk mengakhiri hidupnya) dan passive euthanasia
(orang lain atau petugas kesehatan menolak memberikan pertolongan ytertentu
kepada penderita terminal)

DAFTAR PUSTAKA

NANDA, 2014. North American Nursing Diagnosis Association, Nursing


Diagnosis, Definition dan Classification 2015-2017. Pondicherry, India.

Sarif La Ode. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Berstandar Nanda, NIC,


NOC, Dilengkapi dengan Teori dan Contoh Kasus Askep. Jakarta: Nuha Medika

Muhith, Abdul. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Audi


Kholifah, Siti Nur. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Badan PPSDM
Kemenkes RI https://www.kamusbesar.com/pantisosial.

Argyo Demartoto. (2007). Pelayanan Sosial Non Panti Bagi lansia, Suatu Kajian
Sosiologis, Surakarta : Universitas Sebelas Maret (UNS).

Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia. (2011). Pe- layanan Sosial Lanjut Usia,
Jakarta : Dirjen Reha- bilitasi Sosial.

https://www.sehatq.com/artikel/peran-posyandu-lansia-dalam-menjaga-kualitas-
hiduppara-senior
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68320/Chapter%20I.pdf?
sequen ce=5&isAllowed=y http://pusaka61.weebly.com/sejarah.html

54
F.J. Monk dkk, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta : Gadjah Mada Universty
Press, 2004

Hurlock Elizabeth B., Psikologi Perkembangan:Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentan Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 1992.

Jahja, Yudrik , Psikologi Perkembangan,Jakarta: Kencana, 2011

Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009

http://yuliakusumadewi.wordpress.com/2012/03/12/makalah-perkembangan-
lansia/

(DOC) Trend dan Isu keperawatan gerontik | irma suci – Academia.edu

Keperawatan-Gerontik-Komprehensif.pdf (kemkes.go.id)

POLTEKKESSBY-Course-4871-MODULKEPGERONTIK.pdf
(poltekkesdepkes-sby.ac.id)

File:///C:/Users/Win/Downloads/Teori%20Dan%20Model%20Adaptasi%20Sister
%20Calista%20Roy%20Pendekatan%20Keperawatan%20(1).pdf
http://galih-priambodo.blogspot.com/2013/02/teori-keperawatan-martha-
elizabeth-roger_7058.html
http://eprints.umm.ac.id/45879/3/BAB%20II.pdf
https://www.google.com/search?
safe=strict&sxsrf=ALeKk00IFASWQ7lno_2LpICUVMo8jaIhFg
%3A1615295610405&ei=enRHYPKcGM3Ez7sP56au8Ag&q=model+keperawat
an+gerontik+budaya+leininger&oq=model+keperawatan+gerontik+budaya+leinin
ger&gs_lcp=Cgdnd3Mtd2l6EAMyBQgAEM0CMgUIABDNAjoHCCMQsAMQJ
zoHCAAQRxCwAzoECCMQJzoCCAA6BggAEBYQHjoICCEQFhAdEB46BQg
hEKABOggIIRCgARCLA1CGVlj39QFgm_0BaAJwAngAgAHkAogBnCOSAQ
gyLjE3LjUuMpgBAKABAaoBB2d3cy13aXrIAQm4AQLAAQE&sclient=gws-
wiz&ved=0ahUKEwjywcKIpaPvAhVN4nMBHWeTC44Q4dUDCAw&uact=5
https://www.google.com/search?
safe=strict&sxsrf=ALeKk03MF1K6A6pV6hQE0_-FfGbRMOa4Cg

55
%3A1615298471348&ei=p39HYPjeFJX8rQGsrKSQBw&q=model+keperawatan
+gerontik++konseptual+prilaku+jhonson&oq=model+keperawatan+gerontik+
+konseptual+prilaku+jhonson&gs_lcp=Cgdnd3Mtd2l6EAMyBQgAEM0COgcIA
BBHELADOgcIIxCwAhAnOgQIIRAKUNwuWPZGYPpPaAFwAXgAgAHBA
YgBrwmSAQMyLjiYAQCgAQGqAQdnd3Mtd2l6yAEIwAEB&sclient=gws-
wiz&ved=0ahUKEwi4ztzcr6PvAhUVfisKHSwWCXIQ4dUDCAw&uact=5
https://www.google.com/search?
safe=strict&sxsrf=ALeKk00GhA2VAZntT8WfAUvLuHYq7iuN_w
%3A1615298482809&ei=sn9HYLX2MIWA9QP7xZfwBw&q=model+keperawat
an+konseptual+self+care&oq=model+keperawatan+konseptual+self+care&gs_lcp
=Cgdnd3Mtd2l6EAMyCAghEBYQHRAeOgcIABBHELADOgcIIxCwAhAnOgo
IIRAKEKABEIsDOgQIIxAnOgYIABAWEB46BAgAEA06CAgAEA0QBRAeO
gIIADoICAAQFhAKEB46CAghEKABEIsDUMarBVjEhgdgqo0HaAFwAXgBg
AHhAogBnEuSAQkzLjIyLjIyLjKYAQCgAQGqAQdnd3Mtd2l6yAEIuAECwAE
B&sclient=gws-
wiz&ved=0ahUKEwi1l5jir6PvAhUFQH0KHfviBX4Q4dUDCAw&uact=5

Kusnanto.(2004). Pengantar Profesi dan praktek keperawatan professional. EGC


: JakartaZubair Achmad charris,(1990), Kuliah etika,Rajawali pers :Jakarta
Ismani Nila.
Etika keperawatan. (2001), Widya medika L: Jakarta
Potter & perry (2005), Fundamental keperawatan konsep,proses dan
praktek edisi4, EGC:Jakarta

DIPOSKAN DARI: http://www.scribd.com/doc/39254903/Teori-Etik-Dan-


Hukum-Keperawatan

56
57

Anda mungkin juga menyukai