Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Dan
PERAN PERAWAT PASIEN TERAPI HBO

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :


1. Rizqi Sadiyyah 1920036
2. Yusuf Novry M 1920044
3. Zahra Aqila Rahma 1920045
4. Zhendy Rachmah D 1920046
5. Bima Wiratama Handono 1920047

PROGRAM STUDI D III – 2A KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2020 - 2021

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kelompok kami berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya
yang berjudul “Komunikasi Terapeutik Pada Pasien HBO”

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, kesempurnaan hanyalah
milik Allah semata. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
sangat kami harapkan.

Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai semua
usaha kita. Aamiin.

Surabaya,03 Maret 2021

Penyusun

2
Daftar Isi

Kata Pengantar.......................................................................................................................2
Daftar Isi................................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan...............................................................................................................4
1.1Pendahuluan..........................................................................................................4
1.2Latar Belakang......................................................................................................4
1.3Tujuan...................................................................................................................4
BAB II Pembahasan...............................................................................................................5
2.1Pengertian Komunikasi Terapeutik......................................................................5
2.2Tujuan Komunikasi Terapeutik............................................................................5
2.3Fase – fase Komunikasi Terapeutik......................................................................6
2.4Teknik Komunikasi Teraputik..............................................................................8
2.5Pengertian Terapi HBO.........................................................................................12
2.6Peran Perawat Pada Terapi HBO..........................................................................14
BAB III Penutup....................................................................................................................15
Kesimpulan............................................................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Komunikasi berasal dari bahasa latin Communicatio, dan asal kata ini bersumber pada kata
Communis yang artinya sama makna, yaitu sama makna mengenai satu hal (Effendy, 2005: 3).
Banyak makna tentang arti kata komunikasi namun dari sekian banyak definisi yang
diungkapkan oleh para ahli dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang hakiki,
yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberi tahu, atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung (secara lisan),
maupun tidak langsung melalui media. (Effendy, 2005: 5).

Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi merupakan suatu tindakan yang memungkinkan


kita mampu menerima dan memberikan informasi atau pesan sesuai dengan apa yang kita
butuhkan.

Komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih serta pertukaran ide
atau pemikiran.Komunikasi bisa secara Verbal dan Non verbal. Tujuan komunikasi yaitu
mempengaruhi orang lain untuk mendapatkan informasi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Mengetahui tentang pengertian Komunikasi Terapeutik

2. Mengetahui tujuan komunikasi Terapeutik

3. Mengetahui Fase – fase komunikasi Terapeutik

4. Mengetahui teknik komunikasi Terapeutik

5. Mengetahui pengertian terapi HBO

6. Mengetahui Peran Perawat pada pasien terapi HBO

1.3 TUJUAN

Mengetahui tentang pengertian Komunikasi Terapeutik dan Peran perawat pada pasien terapi
HBO

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi perilaku pasien. Hubungan
perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan
menggunakan berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif
seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus
mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987,
hal. 111) karena :

1.      Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses
komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.

2.      Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti, keberhasilan


intervensi keperawatan bergantung pada komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk
merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal.

3.      Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak
mungkin dicapai tanpa komunikasi.

2.2.Tujuan Komunikasi Terapeutik

Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan untuk membantu memperjelas dan


mengurangi beban pikiran pasien. Disamping juga dapat mengurangi adanya keraguan serta
membantu dilakukannya tindakan yang efektif, mempererat interaksi kedua pihak, yakni
pasien dan perawat dalam rangka untuk membantu penyelesaian masalah pasien (Machfoedz,
2009).

5
2.3 FASE – FASE KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1.    Tahap Persiapan (Prainteraksi)


Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan
klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien.
Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus
dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan
meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005).
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:

a.       Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan klien,


perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa
yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas?
Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).

b.      Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan
agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan
klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan
dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk
memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling
percaya (Suryani, 2005).

c.       Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan
mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling tidak perawat bisa
mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani, 2005).

d.      Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu merencanakan


pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, dimana, dan strategi
apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).

2. Tahap Perkenalan

Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan
dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan
dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong
klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi
keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi
hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


a.       Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.
Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W
6
dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi
keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah
tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk
mempertahankan atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur,
ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien (Suryani, 2005).

b.      Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat penting untuk
menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam Suryani, 2005). Pada saat
merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat
dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu
juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena
karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba tahu
(Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu,
sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).

c.       Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini
perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan
terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.

d.      merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama
klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan
setelah klien diidentifikasi.

Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya,
tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan
klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang
telah dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).

     3. Tahap Kerja

Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat
dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk
mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons
verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap
kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat
membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi
masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik
menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam
7
percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B &
Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-
hal dan tema emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)

4.  Tahap Terminasi


Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002).
Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani,
2005).
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi
sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah
ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


a.       Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini juga
disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan menguji
kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.

b.      Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan perasaan


klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien
setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan
kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi
itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.

c.       Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga
disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan
interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami
tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa
meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.

d.      Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar terdapat
kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat
termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.

Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-
klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak
dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien.
Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati
dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

2.4  TEHNIK-TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

1.      Bertanya

8
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap orientasi.
a.       Pertanyaan fasilitatif dan nonfasilitatif
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif
terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien,
sedangkan pertanyaan nonfasilitatif (nonfacilitative question) adalah pertanyaan yang tidak
efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat
mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005).

b.      Pertanyaan terbuka dan tertutup


Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang
banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien
mengekspresikan dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang
singkat.

c.       Inapropriate quantity question


Inapropriate quantity question yaitu pertanyaan yang kurang baik dari sisi jumlah pertanyaan,
yang mengakibatkan klien bingung dalam menjawab. Terlalu banyak pertanyaan merupakan
tindakan yang tidak tepat karena menimbulkan kebingungan klien untuk menjawab (Long, L
dalam Suryani, 2005).

d.      Inapropriate quality question


Inapropriate quality question yaitu pertanyaan yang tidak baik diberikan pada klien dan biasanya
dimulai dengan kata “why” (mengapa). Why question ini dipertimbangkan tidak tepat karena :

1)      Terkesan menginterogasi, sehingga klien merasa seolah-olah diintimidasi (Sturat, G.W


dalam Suryani, 2005). Hal ini bisa menghambat keterbukaan klien terhadap perawat.

2)      Tidak akan dapat menggali perasaan klien yang sebenarnya karena why question
mengiring klien untuk menjawab secara rasional atau mengemukakan alasan dari suatu
perbuatan atau keadaan, bukan bagaimana perasaanya terhadap kejadian (Gerald, D dalam
Suryani, 2005).

2.      Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik (Keliat,
Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan
penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson,
S dalam Suryani, 2005).
         Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien dengan penuh
perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien.
Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan (Purwanto, Heri,
1994).

9
3.      Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya
untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien
(Keliat, Budi Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung
listening (Suryani, 2005).

4.      Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas
atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien,
juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila perawat
menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan
perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan
klien sangat penting dalam memahami klien.

5.      Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi
pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa
yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-
Otong dalam Suryani, 2005).
Tehnik-tehnik refleksi terdiri dari: (Keliat, Budi Anna, 1992)
a.       Refleksi visi, yaitu memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan
klien dengan pengertian perawat.
b.      Refleksi perasaan, yaitu memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan,
agar klien mengetahui dan menerima perasaanya.
Gunanya adalah untuk :
1.  Mengetahui dan menerima ide dan perasaan.
2.  Mengoreksi.
3.  Memberi keterangan lebih jelas.

Ruginya adalah :
1.  Mengulang terlalu sering dan sama.
2.  Dapat menimbulkan marah, iritasi, dan frustasi

6.      Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas
masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian
topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengguanakan metode ini adalah
usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting
(Suryani, 2005).

7.      Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien
10
untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik
ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat tempo
interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga
memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien
harus mengambil keputusan (Suryani, 2005).
8.      Memberi Informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan penyuluhan kesehatan
klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien
tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi
yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah
yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani,
2005).

9.      Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien
mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan
klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari
menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith
dalam Suryani, 2005).
Manfaat dari menyimpulkan antara lain : (Suryani, 2005)
a.       Memfokuskan pada topik yang relevan.
b.      Menolong perawat dalam mengulang aspek utama interaksi.
c.       Membantu klien untuk merasa bahwa perawat memahami perasaannya.
d.      Membantu klien untuk dapat mengulang informasi dan membuat tambahan atau koreksi
terhadap informasi sebelumnya.

10.  Mengubah Cara Pandang


Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara pandang
lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D
dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaan terutama ketika klien berfikiran negatif
terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang perawat kadang
memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya
menyatakan : “sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya”. Reframing
akan membuat klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam
Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik
dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

11.  Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah
yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi.
Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang
masalah yang dialami klien.

11
12.  Membagi Persepsi
Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi (sharing
peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan.
Tehnik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respos verbal
dan respons nonverbal klien.

13.  Mengidentifikasi Tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu
manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan
pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini
sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah
yang benar-benar dirasakan klien.

14.  Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence Nightingale
dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah mengatakan suatu pengalaman pahit
sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan
kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.
Dalam beberapa kondisi berikut humor mungkin bisa dilakukan :
a.       Pada saat klien mengalami kecemasan ringan sampai sedang, humor mungkin bisa
menurunkan kecemasan klien.
b.      Jika relevan dan konsisten dengan sosial budaya klien.
c.       Membantu klien mengatasi masalah lebih efektif.

15.  Memberikan Pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan
klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri
dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa
diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal.

2.5 PENGERTIAN TERAPI HBO

Terapi oksigen hiperbarik adalah jenis terapi oksigen murni menggunakan ruang kedap
bertekanan tinggi. Terapi oksigen hiperbarik efektif menghasilkan suplai oksigen tekanan tinggi
kedalam jaringan melalui peningkatan gradien difusi akibat peningkatkan tekanan parsial O2.
Alat terapi oksigen hiperbarik dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan jumlah ruang (chamber)
yaitu monoplace dan multiplace chamber. Sistem kerja terapi oksigen hiperbarik berdasarkan
hukum fisika Boyle, Henry dan Charles. Penggunaan klinis terapi oksigen hiperbarik untuk
penyakit akut dan kronis yaitu penyakit dekompresi, keracunan gas karbonmonoksida, peny
embuhan luka, dan iskemik serebral. Efek samping dan bahaya terapi oksigen hiperbarik yaitu
kebakaran, toksisitas oksigen di paru, dan Paul-Bert effect. Pengaruh terapi oksigen hiperbarik
disebabkan pembentukan radikal bebas akibat oksigen konsentrasi tinggi yaitu peningkatan
12
VEP1, FEF25- 75%, TLCO, dan konduktansi saluran napas kecil. Pemberian terapi oksigen
hiperbarik harus sesuai indikasi dan diberikan kesempatan menghirup oksigen ruang untuk
mencegah toksisitas.

2.6 Peran perawat dalam terapi HBO

a) Perawat Hyperbaric oxygen (HbO) mengarahkan pasien melakukan ekualisasi yaitu


upaya menyamakan tekanan antara telinga bagian tengah dengan tekanan udara di luar.
Ekualisasi dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain :

1. Menutup hidung dan mulut lalu menghembuskan udara sehingga udara keluar melalui
kedua lubang telinga.

2. Menelan atau minum air beberapa kali.

b) Perawat HBO harus mendampingi pasien selama tindakan terapi hiperbarik dalam
ruang udara bertekanan tinggi

c) Peran perawat harus memberikan informasi dengan menggunakan prosedur orientasi


agar pasien mengalami penurunan kecemasan sebelum menjalani terapi hiperbarik.

Komunikasi terapeutik antar tim dalam terapi hbo :

Tim terapi HBO :

a. Supervisor

b. Dokter hiperbarik

c. Tender / pengawas dalam

d. Operator / pengawas luar

e. Tekniksi

13
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Bovee and Thil dalam Pratminingsih (2006: 2) kata komunikasi


berasal dari bahasa latin communicare yang berarti memberi, mengambil bagian
atau meneruskan sehingga terjadi sesuatu yang umum (common), sama atau saling
memahami. Edwin B Flippo dalam Mangkunegara (2011: 145) komunikasi adalah
aktivitas yang menyebabkan orang lain menginterpetasikan suatu ide, terutama
yang dimaksudkan oleh pembicara atau penulis.
Sedangkan Pengertian Terapi oksigen hiperbarik adalah jenis terapi oksigen murni
menggunakan ruang kedap bertekanan tinggi. Terapi oksigen hiperbarik efektif
menghasilkan suplai oksigen tekanan tinggi kedalam jaringan melalui peningkatan
gradien difusi akibat peningkatkan tekanan parsial O2. Alat terapi oksigen hiperbarik
dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan jumlah ruang (chamber) yaitu monoplace
dan multiplace chamber.

1
DAFTAR PUSTAKA

Pratminingsih, Sri Astuti. 2006. Komunikai Bisnis. Cetakan Pertama Yogyakarta:

Graha Ilmu Mahmud Machfoedz. 2009. Komunikasi Keperawatan ( Komunikasi

Terapeutik). Jakarta :Ganbika.

Sheldon, Lisa Kennedy. 2009. Komunikasi Untuk Keperawatan. Erlangga Jakarta.

Ananggadipa. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pasien terapi

HBO di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi Sastropanoelar. [Internet]. 2012. [Cited 08

Desember 2018]. Available From: https://www.scribd.com/-doc/

Anda mungkin juga menyukai