LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN INTERAKSI SOSIAL PADA LANSIA
Disusun untuk memenuhi praktek ners Keperawatan Gerontik
DISUSUN OLEH :
SUARNIDA
NIM : 1914901824
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik
yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari
pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan
sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia
menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara
Pembaharuan 14 Maret 1997).
2. Batasan Lansia
3. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa
dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara
biologis maupun secara psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami
kemunduran secara fisik maupun secara psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan
kulit yang mengendor, rambut putih, penurunan pendengaran, penglihatan
4
1. Perubahan Fisik
2. Perubahan Psikologis
3. Perubahan Kognitif
3) Economic Separation
Bersamaan dengan proses pembangunan, sistem perekonomian akan
mengalami perubahan dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern.
Peranan orang tua yang tinggi dalam ekonomi secara tradisional, akan berkurang
dalam masyarakat modern. Hal ini disebabkan angkatan kerja muda dengan
pendidikan lebih baik lebih mampu menyesuaikan diri dengan teknologi baru dan
akan mempunyai penghasilan yang lebih baik dari orang tuanya. Peningkatan
mobilitas vertikal telah menyebabkan perubahan sikap perilaku dan aspirasi
mereka terhadap aspek-aspek sosial budaya dan bahkan ekonomi. Hal ini
diperkirakan telah menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab untuk
menyantuni keluarga pada usia lanjut. Dilihat dari segi ekonomi, ada
kecenderungan bahwa rumah tangga sebagai ”a unit of production shared” telah
berubah. Terlihat adanya pemilahan produksi antargenerasi, bahkan cenderung ke
antarindividu. Hal ini jelas akan menyebabkan penduduk lanjut usia akan
mengalami kesulitan dalam ekonomi.
Selain itu dalam masyarakat modern peranan orang tua sebagai sumber
pengetahuan dan kebijaksanaan telah berkurang. Dalam masyarakat tradisional,
peranan orang tua sangat penting dalam meneruskan pengetahuan secara lisan
kepada anaknya. Dalam era modern, pengetahuan disalurkan melalui institusi-
institusi formal seperti sekolah, perpustakaan, dan mass media. Oleh karenanya
para orang tua merasa kehilangan rasa keintiman dan hubungan antar individu
dalam keluarga, sehingga mereka merasa diasingkan.
Berkaitan dengan semua perubahan-perubahan tersebut, status orang tua juga
mengalami perubahan yang berarti. Status orang tua yang tinggi dalam
masyarakat dengan sistim keluarga luas, akan cenderung rendah pada masyarakat
dengan keluarga inti. Status penduduk tua cenderung tinggi di masyarakat
pertanian, akan rendah di masyarakat industri
Berdasarkan hal tersebut terlihat perubahan yang terjadi menyebabkan
berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai
terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan sosial-ekonomi secara tradisional.
9
e) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
4) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari
tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun
lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada
point tiga di atas.
7. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat
beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan
kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak
dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri,
seringkali menjadi terlantar.
12
7. Peran perawat
Pendekatan Psikis.
Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan sebagai
support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.
Pendekatan Sosial.
Pendekatan Spiritual.
3. Faktor Predisposisi
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam
perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan
sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh
norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang
tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang catat
diasingkan dari lingkungannya.
• Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya klien schizofhrenia yang mengalami masalah
dalam hubungan sosial memilki struktur yang abnormal pada otak seperti artropi otak,
serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.
Faktor Presipitasi
• Faktor eksternal
15
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stresor yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya seperti keluarga.
• Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres terjadi akibat ansietas atau kecemasan
yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu
untuk mengatasinya. Ansieatas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan
orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
Menurut Keliat, et al. (2011) tanda dan gejala isolasi sosial meliputi :
• Menyendiri
• Ekspresi sedih
• Melamu
• Merasa ditolak
• Kurang keberanian
5. Penatalaksanaan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Ciptakan lingkungan yang terapeutik
c. Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
16
kecelakaan dicerai suami, perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
f. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien
g. Aspek Psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri;
a) Citra tubuh: Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang
tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan
keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
3) Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan
4) Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua.
5) Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
6) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri,
dan kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam
melakukan hubungan sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
h. Status Mental
Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang dapat
memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan
dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam
hidup.
i. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang
orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
j. Aspek Medik
18
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor,
therapy okopasional, TAK , dan rehabilitasi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan
pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem
saraf; kehilangan memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan
kemampuan memecahkan masalah.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
d. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien; keyakinan
kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.
3. Rencana Keperawatan
a. Intervensi Diagnosa 1:
1) Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya.
Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima
perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya hidup.
2) Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal
tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.
Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep
dan mulai melihat pilihan-pilihan; meningkatkan orientasi realita.
3) Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.
Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan grup yang
diminati dengan cara yang membantu dan perlengkapan pendukung,
pelayanan dan konseling.
b. Intervensi Diagnosa 2:
1) Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik
relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil
dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk
mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol individu.
2) Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien
19
2) Melakukan tindakan tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
3) Memotivasi pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa
yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas.
c. Intervensi diagnosa 4:
1) Mengarahkan ketentuan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.
2) Meningkatkan kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi
dan partisipasi dalam regimen keperawatan.
3) Mengkaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
5. Evaluasi
a. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri sebagai
orang yang mampu mengatasi masalahnya.
b. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping pribadi/kemampuan
memecahkan maslah.
c. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke
tingkat yang dapat diatasi.
d. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit dan
pemahaman regimen pengobatan
21
DAFTAR PUSTAKA
Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai
Aspek. Jakarta:.Gramedia Pustaka Utama.