Anda di halaman 1dari 18

KELAINAN PADA DARAH

DISUSUN OLEH :

SUARNIDA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS

BUKITTINGGI, DESEMBER 2018


BAB I
PENDAHULUAN

Darah dan sistem sirkulasinya berperan penting dalam menentukan normal tidak
normalnya tubuh,bahkan sangat menentukan hidup atau matinya seseorang. Jika sistem
sirkulasi darah mengalami kelainan atau gangguan,maka sistem-sistem lainnya dalam tubuh
akan turut terganggu. Peranan darah dalam menentukan kenormalan tubuh seseorang tidak
dapat digantikan oleh alat atau zat apapun. Sampai saat ini belum ada ahli yang mampu
mensintesis suatu zat yang komposisinya sama dengan komposisi darah dan peranannya.

Pemeliharaan kenormalan darah dapat dilakukan melalui beberapa cara,misalnya pengaturan


pola makan dan makanan yang dikonsumsi (makanan seimbang), olahraga yang
teratur,memelihara kebersihan untuk mencegah infeksi,disiplin dalam tata hidup yang
teratur,dan perencangan serta pengaturan perkawinan

Volume darah manusia kurang lebih 1/13 dari berat badan. Jadi kalau misalnya berat badan
seseorang 65 kg,maka volume darahnya = 1/13 kali 65 liter = 5 liter. Darah merupakan cairan
tubuh yang tergolong intravaskullar,artinya berada dalam satu pembuluh. Darah dan organ –
organ pendukungnya (jantung dan pembuluh darah) membentuk suatu sistem yang disebut
sistem sirkulasi darah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Darah

Darah adalah komponen esensial mahluk hidup yang berfungsi sebagai pembawa
oksigen dari Paru-Paru kejaringan dan Karbon dioksida dari jaringan ke Paru-Paru untuk
dikeluarkan, membawa zat nutrien dari saluran cerna ke jaringan kemudian
menghantarkan sisa metabolisme melalui organ sekresi seperti Ginjal, menghantarkan
hormon dan materi-materi pembekuan darah.

2.1.1 Struktur Darah terdiri atas :


a. Plasma
Plasma ialah cairan darah ( 55 % ) sebagian besar terdiri dari air ( 95%), 7%
protein, 1% nutrien . Didalam plasma terdapat sel-sel darah dan lempingan darah,
Albumin dan Gamma globulin yang berguna untuk mempertahankan tekanan osmotik
koloid, dan gamma globulin juga mengandung antibodi ( imunoglobulin ) seperti IgM,
IgG, IgA, IgD, IgE untuk mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme. Didalam
plasma juga terdapat zat/faktor-faktor pembeku darah, komplemen, haptoglobin,
transferin, feritin, seruloplasmin, kinina, enzym, polipeptida, glukosa, asam amino,
lipida, berbagai mineral, dan metabolit, hormon dan vitamin-vitamin.
b. Sel-sel darah
kurang lebih 45 % terdiri dari Eritrosit ( 44% ), sedang sisanya 1% terdiri dari
Leukosit atau sel darah putih dan Trombosit. Sel Leukosit terdiri dari Basofil, Eosinofil,
Neutrofil, Limfosit, dan Monosit.[4]

2.1.2 Karakteristik darah :


1. Warna
Darah arteri berwarna merah muda karena banyak oksigen yang berikatan
dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Darah Vena berwarna merah tua / gelap
karena kurang oksigen dibandingkan dengan darah Arteri.
2. Viskositas
Viskositas darah atau kekentalan darah ¾ lebih tinggi dari pada viskositas air
yaitu sekitar 1.048 sampai 1.066
3. pH
pH darah bersifat alkaline dengan pHδ 7.35 sampai 7.45.
4. Volume
Pada orang dewasa volume darah sekitar 70 sampai 75 ml/kg BB atau sekitar
4 sampai 5 liter darah.

2.1.3 Komposisi Sel Darah


a. Sel darah putih / Leukosit
Leukosit dalam darah atau sel darah putih berperan sebagai sistim imunitas tubuh.
Jumlah dalam keadaan normal adalah 5000-10000 sel/mm3. Leukosit terdiri dari 2
kategori yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit yaitu sel darah putih yang
didalamnya terdapat granula. Agranulosit : merupakan bagian dari sel darah putih yang
mempunyai 1 sel lobus dan sitoplasmanya tidak mempunyai granula.
b. Sel Trombosit
Trombosit dalam darah berfungsi sebagai faktor pembekuan darah dan
hemostasis ( menghentikan perdarahan ). Jumlahnya dalam darah dalam keadaan normal
sekitar 150.000 sampai dengan 300.000 /ml darah dan mempunyai masa hidup sekitar 1
sampai 2 minggu atau kira-kira 8 hari.
c. Sel Erytrosit
Sel darah merah merupakan cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7.5 mikron,
tebal bagian tepi 2 mikron dan bagian tengahnya 1 mikron atau kurang, tersusun atas
membran yang sangat tipis sehingga sangat mudah diffusi oksigen, karbon dioksida dan
sitoplasma, tetapi tidak mempunyai inti sel. Eritrosit dapat mencapai umur 120 hari.
Setiap harinya ada 1/120 x 5x5.1012 Eritrosit yang mati.
Sel darah merah yang matang mengandung 200-300 juta hemoglobin, terdiri Hem
merupakan gabungan dari protoporfirin dengan besi dan globin adalah bagian dari protein
yang tersusun oleh 2 rantai alfa dan 2 rantai beta dan enzim-enzim seperti Glucose 6-
phosphate dehydrogenase(G6PD). Hemoglobin mengandung kira-kira 95% besi dan
berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen ( menjadi oksihemoglobin )
dan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan metabolisme.
2.1.4 Sistem Sirkulasi Darah
Pembagian sistem sirkulasi Secara umum sistem sirkulasi darah dalam tubuh
manusia dapat dibagi menjadi 2 bagian:
 Sistem sirkulasi umum (sistemik): sirkulasi darah yang mengalir dari jantung kiri
keseluruh tubuh dan kembali ke jantung kanan.
 Sistem sirkulasi paru-paru (pulmoner): sirkulasi darah yang mengalir dari jantung
kanan ke paru-paru lalu kembali ke jantung kiri.
Aliran darah dalam sistem sirkulasi di tubuh manusia pada orang dewasa, jumlah
volume darah yang mengalir di dalam sistem sirkulasi mencapai 5-6 liter (4,7 - 5,7 liter).
Darah terus berputar mengalir di dalam sistem sirkulasi sistemik dan paru-paru tanpa
henti. Untuk menjelaskan alur aliran darah, kita dapat memulai dari sistem sirkulasi
sistemik kemudian sistem sirkulasi pulmoner.
Sistem sirkulasi sistemik dimulai ketika darah bersih (darah yang mengandung
banyak oksigen yang berasal dari paru) dipompa keluar oleh jantung melalui bilik
(ventrikel) kiri ke pembuluh darah aorta lalu keseluruh bagian tubuh melalui arteri-arteri
hingga mencapai pembuluh darah yang diameternya paling kecil yang dinamakan
kapilaria. Kapilaria melakukan gerakan kontraksi dan relaksasi secara bergantian yang
disebut dengan vasomotion sehingga darah didalamnya mengalir secara terputur-putus
(intermittent). Vasomotion terjadi secara periodik dengan interval 15 detik- 3 menit
sekali. Darah mengalir secara sangat lambat di dalam kapilaria dengan kecepatan rata-
rata 0,7 mm/detik. Dengan aliran yang lambat ini memungkinkan terjadinya pertukaran
zat melalui dinding kapilaria. Darah dari arteriole mengalir kedalam venule kemudian
melalui pembuluh darah balik (vena terbesar yang menuju jantung kanan yaitu Vena Cava
Inferior dan Vena Cava Superior) kembali ke jantung kanan (serambi/atrium kanan). Darah
dari atrium kanan memasuki ventrikel kanan melalui Katup Trikuspid (katup berdaun).
Sistem sirkulasi paru (pulmoner)Sistem sirkulasi paru dimulai ketika darah kotor
(darah yang tidak mengandung Oksigen (O2) tetapi mengandung banyak CO2, yang berasal
dari Vena Cava Inferior dan Vena Cava Superior) mengalir meninggalkan jantung kanan
(Ventrikel/bilik kanan) melalui Arteri Pulmonalis menuju paru-paru (paru kanan dan kiri).
Kecepatan aliran darah di dalam Arteri Pulmonalis sebesar 18cm/detik, kecepatan ini lebih
lambat daripada aliran darah di dalam Aorta. Di dalam paru kiri dan kanan, darah mengalir
ke kapilaria paru-paru dimana terjadi pertukaran zat dan cairan melalui proses filtrasi dan
reabsorbsi serta difusi. Di kapilaria paru-paru terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga
menghasilkan darah bersih (darah yang mengandung banyak Oksigen). Darah bersih
selanjutnya keluar paru melalui Vena Pulmonalis (Vena Pulmonalis kanan dan kiri)
memasuki jantung kiri (atrium/serambi kiri). Kecepatan aliran darah di dalam kapilaria
paru-paru sangat lambat, setelah mencapai Vena Pulmonalis, kecepatan aliran darah
bertambah kembali. Seperti halnya Aorta, Arteri Pulmonalis hingga kapilaria juga
mengalami pulsasi
(berdenyut). Selanjutnya darah mengalir dari dari atrium kiri melalui katup Mitral (katup
berdaun 2) memasuki Ventrikel kiri lalu keluar jantung melalui Aorta, maka dimulailah
sistem sirkulasi sistemik (umum), dan seterusnya secara berkesinambungan.

2.1.4 Gangguan pada Sistem Peredaran Darah


Pada sistem peredaran darah terjadi berbagai kelainan dan gangguan hal ini bias
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
a. Makanan
Jika makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh,misalnya
kekurangan atau kelebihan sesuatu zat tertentu,maka dapat mengganggu
kenormalan sistem sirkulasi darah. misalnya kekurangan zat besi (fe) penyebab
anemia,kelebihan zat lemak hewani menyababkan penyakit jantung, sklerosis,
hipertensi dan lain-lain.
b. Infeksi
Beberapa jenis infeksi dapat menyebabkan kelainan dan gangguan pada sistem
sirkulasi darah, misalnya infeksi plasmodium, cacing tambang, virus hiv,dan
lain-lain.

c. Keracunan
Beberapa jenis zat kimia beracun dapat mencemari makanan,minuman dan
udara dinapaskan,dan kemudian dapat menyebabkan gangguan pada sistem
sirkulasi darah. bahkan beberapa jenis obat yang dikonsumsi tanpa resep
dokter dapat menyebabkan keracunan pada darah.
d. Radiasi
Suatu indikasi yang cukup meyakinkan bahwa radiasi dari sinar-sinar radioaktif
atau zat-zat yang bersifat radioaktif dapat menyebabkan terjadinya kanker
darah (leukemia).
e. Faktor Genetik (keturunan)
Beberapa jenis kelainan dan penyakit pada sistem sirkulasi darah dapat terjadi
karena faktor keturunan. Penyakit yang demikian biasanya probabilitasnya
akan menjadi lebih besar jika perkawinan terjadi antar keluarga dekat. Makin
dekat hubungan kekeluargaan,makin besarpun peluang untuk munculnya
kelainan tersebut.

2.2 Kelainan dan Gangguan yang Dapat Terjadi Pada Darah

2.2.1 Pada Sel Darah Merah


2.2.1.1 Anemia
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin
(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun.
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga
jenis anemia:
1) Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi
hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg
, MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran eritrosit.

2) Anemia makrositik hiperkrom


Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit
pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia
megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-
megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia).

3)Anemia mikrositik hipokrom


Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit :
MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).

2.1.1.2 Polycythemia Vera

Polycythemia Vera merupakan suatu penyakit yang menyebabkan kekentalan


darah meningkat akibat dari meningkatnya produksi sel darah merah. Penyebab
penyakit ini masih belum sepenuhnya diketahui. Salah satu akibatnya, penderita PV
ini akan lebih sulit beraaptasi dengan suhu lingkungan sekitar, mereka akan lebih
sering kepanasan dan memerlukan suhu yang lebih rendah dibanding orang normal
lainnya. Karena menjadi sulit beradaptasi, penderita PV akan menjadi lemah apabila
berpindah dari suhu ruangan satu ke suhu ruangan yang lain dan kulit akan terasa
seperti terbakar dan akan timbul bercak kemerahan. PV ini juga menyebabkan
penderita menjadi sering sakit kepala, cepat lelah, sulit bernafas, dan kehilangan berat
badan.
Polycythemia Vera ini bisa dibedakan menjadi dua, yaitu

1. PV primer, dimana peningkatan kekentalan darah tersebut disebabkan oleh


sumsum tulang belakang terlalu berlebihan dalam memproduksi sel darah merah.

2. PV sekunder, peningkatan kekentalan darah diantaranya disebabkan karena


dehidrasi, pola hidup yang kurang sehat, stress, seorang perokok, atau sakit jantung.

2.2.2 Pada Sel Darah Putih


2.2.2.1 Leukemia
Leukimia adalah golongan penyakit yang ditandai dengan penimbunan sel
darah putih abnormal dalam sumsum tulang. Sel abnormal ini dapat menyebabkan
kegagalan sumsum tulang, hitung sel darah putih sirkulasi meninggi dan menginfiltrasi
organ lain. Dengan demikian gambaran umum leukemia mencakup sel darah putih
abnormal dalam darah tepi, hitung sel darah putih total meninggi, bukti kegagalan
sumsum tulang misalnya : anemia, netropenia atau trombositopenia dan keterlibatan
organ lain misalnya : Hati, limpa, limfonodi, meningen, otak, kulit dan testis. Leukimia
merupakan penyakit akibat terjadinya proliferasi (pertumbuhan sel imatur) sel
leukosit yang abnormal dan ganas, serta sering disertai adanya leukosit dengan jumlah
yang berlebihan, yang dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia.

2.2.3 Pada Plasma Darah


2.2.3.1 HEMOFILIA
Definisi
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kelainan faal koagulasi yang
bersifat herediter dan diturunkan secara X-linked recessivesehingga hanya
bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi karier atau pembawa
sifat penyakit ini. Dikenal tiga tipe hemofilia yaitu hemofilia A, B, dan C yang secara
klinis ketiganya tidak dapat dibedakan. Hemofilia terjadi oleh karena adanya defisiensi
atau gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu faktor VIII pada hemofilia A
serta kelainan faktor IX pada hemofilia B dan faktor XI pada hemofilia C.13

Klasifikasi

Hemofiliaterbagi atas dua jenis, yaitu :

1. Hemophilia A yang dikenal dengan nama :

a. Hemophilia klasik ; karena jenis hemophilia ini adalah yang paling banyak kekurangan
factor pembekuan pada darah.
b. Hemophilia kekurangna factor VIII; terjadi karena kekurangna factor VIII protein pada
darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemophilia B yang juga dikenal dengan nama :

Christmas disease; karena ditemukan untuk pertamakalinya pada seorang


bernama Steven Christmas asal Kanada. Hemophilia kekurangan factor IX; terjadi
karena kekurangan factor IX protein pada darah yang menyebabkan masalah pada
proses pembekuan darah.

Penderita hemofili parah / berat yang hanya memiliki kadar factor VIII atau factor
IX kurang dari 1 % dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa
kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa
diketahui penyebab yang jelas.

Etiologi

Penyebab Hemofilia adalah karena anak kekurangan factor pembekuan VIII


(Hemofilia A) atau factor IX (Hemofilia B).

a. Herediter
b. Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya faktor
pembekuan VIII (AHG)
c. Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma Tromboplastic
Antecendent)

Patofisiologi

Hemophilia merupakan penyakit congenital yang diturunkan oleh gen resesif x-linked
dari pihak ibu. Factor VIII dan factor IX adalah protein plasma yang merupakan
komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, factor – factor tersebut
diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh yang cidera.
Hemophilia berat terjadi apabila konsentrasi factor VIII dan factor IX plasma kurang dari
1 %. Hemophilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %. Hemophilia ringan apabila
konsentrasi plasma 5 %- 25 % dari kadar normal.
2.2.3.2 Trombofilia (darah kental)

Trombofilia atau sering juga disebut hiperkoagulasi atau darah kental adalah
penyakit yang berhubungan dengan pembekuan darah. Penderita cenderung mudah
mengalami pembekuan darah (trombosis). Anda bisa menderita trombosis karena
diwariskan atau karena memang mengidap penyakit ini. Kadang‐kadang, penyakit ini
dapat mengakibatkan komplikasi serius dan mengancam nyawa si penderita.

Tanda-tanda & gejala

Berbagai gejala yang akan muncul antara lain: Trombosis vena terjadi di
pembuluh darah kaki dan menyebabkan pembengkakan, nyeri, kemerahan, serta rasa
panas pada kaki. Trombosis arteri sering terjadi di sekitar pembuluh darah utama
(aorta, arteri karotis) menyebabkan gejala stroke seperti bicara melantur, mati rasa,
tubuh lemas, hilang penglihatan, dan sulit menelan. Selain itu, beberapa kondisi juga
dapat menyebabkan trombosis dari masalah kehamilan seperti keguguran, kelahiran
prematur, serta adanya kandungan antibodi antifosfolipid dalam darah seseorang.

Patofisiologi Trombofili

Ada 3 hal yang mendasari terjadinya trombofilia, yaitu: stasis pembuluh darah,
trauma pada pembuluh darah, dan hiperkoagulabilitas.

Penyebab trombofilia

Trombofilia disebabkan oleh mutasi genetik pada beberapa gen yang diwariskan dari
orangtua. Jenis yang paling umum adalah faktor mutasi Leiden V.

Jenis lainnya adalah mutasi protrombin, hiperhomosisteinemia, dan peningkatan


aktivitas faktor VIII. Protrombin adalah protein yang berperan dalam pembekuan
darah hiperhomosisteinemia merupakan suatu kondisi di mana kadar homosistein
terlalu banyak dalam asam amino darah.

Kelainan genetik langka lainnya yaitu kekurangan protein C, protein S, dan


antitrombin III (protein yang membantu pembekuan darah). Gangguan ini umumnya
berkaitan dengan komplikasi selama kehamilan. Sindrom antibodi antifosfolipid
adalah penyebab trombosis paling umum (tidak bersifat turun‐temurun, tetapi
disebabkan oleh infeksi). Antibodi antifosfolipid merupakan protein abnormal dalam
darah. Penyebab sindrom ini belum diketahui, tetapi tidak menular maupun
diwariskan dari orangtua kepada anaknya.

Faktor-faktor risiko

Anda akan lebih berisiko terkena trombofilia jika Anda:

Memiliki anggota keluarga yang memiliki kecenderungan untuk mengalami


pembekuan darah, terutama orang tua

Wanita hamil

Memiliki sindrom antibodi antifosfolipid

2.2.3.3 Penyakit Von Willebrand

Penyakit Von Willebrand adalah kondisi medis yang ditandai


dengan pendarahan yang parah, tak terkendali, dan berhenti dalam waktu yang lebih
lama saat pasien terluka atau cedera. Hal ini terjadi karena darah tidak dapat
membeku, suatu kelainan yang disebabkan oleh kekurangan protein faktor von
Willebrand (FVW). Penyakit ini biasanya diturunkan, walaupun ada juga kasus langka
di mana pasien terkena penyakit ini setelah dewasa.

Untungnya, penyakit ini dapat diobati. Sebagian besar pengobatan menggunakan obat
yang memicu pembekuan darah dan mencegah pendarahan yang berlebihan. Dengan
pengobatan dan penanganan yang tepat, pasien dapat hidup secara normal. 16

Penyebab Penyakit Von Willebrand

Penyebab utama dari penyakit Von Willebrand adalah kekurangan atau


kelainan pada faktor von Willebrand (FVW), jenis protein yang berfungsi untuk
menggumpalkan trombosit, sehingga darah dapat membeku. Apabila tubuh
kekurangan protein ini, maka pembekuan darah akan membutuhkan waktu yang lebih
lama dan tidak dapat berjalan dengan baik. Sehingga, pasien akan mengalami
pendarahan yang lebih parah dan lebih lama saat cedera.

Jenis Von Willebrand yang diderita seseorang sangat tergantung pada kelainan yang
memengaruhi protein FVW. Penyakit ini memiliki tiga jenis, yaitu:

 Tipe 1 – Tipe yang paling umum dan ditandai dengan jumlah FVW yang sangat sedikit
di dalam tubuh pasien. Efeknya sangat minim dan pendarahan biasanya tidak terlalu
parah serta mendekati normal. Sehingga, banyak pasien yang tidak menyadari
gejalanya. Penyakit ini biasanya hanya bisa dideteksi dengan tes laboratorium yang
memeriksa jumlah FWV dan plasma darah.

 Tipe 2 – Tipe ini lebih jarang ditemukan dan terjadi saat FVW berjumlah normal,
namun strukturnya abnormal. Tipe ini memiliki tingkat keparahan yang beragam, yaitu
2A, 2B, 2M, dan 2N, tergantung pada gangguan pada struktur FVW.

 Tipe 3 – Tipe ini lebih parah dan lebih serius. Kondisi ini terjadi saat seseorang sama
sekali tidak memiliki FVW, sehingga trombosit tidak dapat membeku. Karena efeknya
yang parah, tipe ini sangat mudah didiagnosis namun susah untuk ditangani.

Kelainan pada jumlah dan struktur FVW telah dikaitkan dengan mutasi genetik atau
kelainan pada DNA pasien. Maka dari itu, penyakit ini dikategorikan sebagai penyakit
bawaan. Penyakit Von Willebrand Tipe 3 diyakini terjadi karena pasien mendapatkan
mutasi gen dari kedua orangtuanya, sedangkan mutasi gen dari salah satu orangtua
biasanya menyebabkan Tipe 1 atau Tipe 2.

Namun, ada kasus langka di mana penyakit timbul setelah pasien dewasa, tanpa
mutasi gen dari orangtua. Kasus ini dianggap sebagai jenis penyakit yang didapatkan
dan dikaitkan dengan gangguan autoimun atau tiroid serta efek samping dari obat
tertentu.

Gejala Utama Penyakit Von Willebrand

Gejala utama dari penyakit Von Willebrand adalah:

 Mudah memar
 Benjolan di bawah kulit
 Pendarahan yang lebih lama
 Pendarahan yang parah karena cedera atau tindakan gigi
 Mimisan yang parah dan tidak terkendali
 Darah dalam tinja
 Darah dalam urin

Penyakit ini terkadang sulit didiagnosis jika menyerang wanita, karena kebanyakan
wanita menganggap menstruasi yang sangat banyak atau sangat lama sebagai hal
yang normal. Namun, wanita disarankan untuk memeriksa gejala tertentu saat
menstruasi yang mengindikasikan gangguan pendarahan. Gejala tersebut meliputi:

 Darah yang sangat banyak saat menstruasi


 Ada gumpalan darah yang berukuran setidaknya 1 inci dalam darah menstruasi
 Pembalut sudah penuh dengan darah dalam waktu kurang dari satu jam
 Gejala anemia, misalnya kelelahan, sesak napas, dan capek tanpa penyebab yang jelas

Pasien yang menderita penyakit Tipe 1, 2, dan 3 kemungkinan akan mengalami semua
gejala di atas, hanya tingkat keparahannya yang berbeda. Namun, pasien Tipe 3 juga
dapat mengalami komplikasi lain, seperti:

 Pendarahan internal
 Pendarahan pada sendi
 Pendarahan gastrointestinal

2.2.3 Pada Platelet


2.2.3.1 Trombositopenia
Trombositopenia adalah suatu keadaan jumlah trombosit darah perifer kurang dari
normal yang disebabkan oleh menurunnya produksi, distribusi abnormal,
destruksitrombosit yang meningkat. Perlu diketahui bahwa jumlah trombosit normal
pada orang dewasa adalah 150.000 – 450.000 per mikroliter darah. Jika jumlah trombosit
kurang dari 150.000 per mikroliter darah, maka keadaan ini disebut trombositopenia.
Penyebab trombositopenia ada yang diketahui namun ada juga yang tidak diketahui atau
idiopatik. Secar garis besar ada beberapa faktor umum penyebab trombositopenia, antara
lain:

- Sumsum tulang tidak memproduksi trombosit dalam jumlah cukup


- Trombosit diproduksi dalam jumlah yang sesuai oleh sumsum tulang, namun
tubuh menghancurkannya
- Limpa menyimpan trombosit dalam jumlah yang berlebihan dari seharusnya
(normalnya 1/3 dari jumlah total trombosit dalam tubuh disimpan di limpa)
- Atau kombinasi dari faktor – faktor tersebut

Untuk trombositopenia yang idiopatik atau disebut juga idiopatik trombositopenia


purpura (ITP) masih belum diketahui penyebab pastinya. Namun peneliti meyakini
terjadinya idiopatik trombositopenia purpura berkaitan dengan gangguan pada sistem
imun. Sistem imun salah mengenali trombosit dan menganggapnya sebagai benda asing
berbahaya yang harus dihancurkan dari dalam tubuh sehingga jumlah trombosit menurun
drastis dan terjadilah idiopatik trombositopenia purpura.
BAB III

KESIMPULAN

Kelaianan pada darah dapat terjadi pada sel darah merah, sel darah putih maupun
pada plasma darah. Terdeteksi adanya kelainanan pada darah lebih awal dapat mengurangi
resiko yang di timbulkan. Penanggulangan pasien dengan gangguan perdarahan perlu
memperhatikan efek yang akan timbul terutama saat melakukan tindakan invasif .tidak
menjadi penyebab terjadinya keadaan yang fatal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, Imade 2012, Hematologi Klinik Ringkas, EGC, Jakarta.


2. Sacher, A Ronald & Richard a McPherson 2012, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, EGC, Jakarta.
3. Mehta, Atul & Victor Hoffbrand 2008, At a Glance Hematologi, Erlangga, Jakarta.
4. Hoffbrand A,V, Pettit J,E & Moss P,A,H 2012, Kapita Selekta Hematologi, EGC, Jakarta.
5. Pearce, Evelyn. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
6. Gabriel, Dr.J.F. 2005. Fisika Kedokteran. EGC. Jakarta.
7. Shadduck RK. Aplastic Anemia. In: Beuttler E, Coller BS, Lichtman M, Kipps TJ.Williams
Hematology. 6th ed. USA: McGraw-Hill;2001. p. 504-523.
8. Patton, L. L. Bleeding and clotting disorders. In: Greenberg, M. S., and Glick, M.
Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 10th ed. Spanyol: BC Decker Inc; 2003 p. 454-
477.
9. Little, J. W., Falace, D. A., Miller, C. S., Rhodus, N. L. Dental management of the
medically compromised patient. 7th ed. Canada: Mosby Elsevier; 2008 p. 396-432.
10. Gupta, A., Epstein, J. B., Cabay, R. J. Bleeding disorders of importance in dental care and
related patient management. JCDA (serial on internet). 2007 February;[cited 2008 November
1]; Vol 73 No. 1:[about 8 screen]. Available from: www.cda-adc.ca/jcda/vol-73/issue-
1/77.html.
11. Cervero, A. J., Roda, R. P., Bagan, J. V., Soriano, Y. J. Dental treatment of patients with
coagulation factor alterations: An update. Med Oral Patol Oral Cir Bucal (serial on internet).
2007 March 25:[cited 2008 October 11]; 12:E380-7:[about 7 screen]. Available from:
www.medicinaoral.com/medoralfree01/v12i5/medoralv12i5p380.pdf.
12. Brewer, A., Correa, M. E. Guidelines for dental treatment of patients with inherited bleeding
disorders. World Federation of Hemophilia’s [homepage on internet]. Canada: Word
Federation; 2006 [cited 0208 November 3]. Available
fmro:www.wfh.org/2/docs/Publications/Dental_Care/TOH40_Dental_treatment.pdf.
13. Ovedoff, David.2002.Kapita Selekta Kedokteran.Binarupa Aksara.Jakarta
14. Marlar RA, Fink LM, Miller JL. Laboratory Approach to Thrombotic Risk. In: McPherson RA, Pincus MR.
Henry’s Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods. 21st ed. Saunders Elsevier.
China. 2007. Pp 770-7
15. Pruthi RK, Heit JA. Laboratory Evaluation and Thrombophilia. In: Key N, Makris M, O’Shaughnessy D,
Lillicrap D. Practical Hemostasis and Thrombosis. 2nd ed. 2009. WileyBlackwell. New Delhi Singapore.
2009, 17-24

16. Kessler CM. Hemorrhagic disorders: coagulation factor deficiencies. In: Goldman L, Ausiello
D, eds. Goldman’s Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2007:chap
180.

Anda mungkin juga menyukai