Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GEROTIK

DENGAN PASIEN HIPERTENSI

OLEH:

NI PUTU INDAH CANDRA KUSUMA YANTI


2214901045

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2022
A. Konsep Dasar Lansia
1. Definisi
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.
13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk,
2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang
untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).

2. Batasan Lansia
Klasifikasi Lanjut Usia (Maryam dkk, 2008).
a. Pralansia (prasenilis) : Seseorang yang berusia 45 – 59 tahun.
b. Lanjut usia : Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lanjut usia risiko tinggi : Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lanjut usia potensial : Lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lanjut usia tidak potensial : Lanjut usia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Perubahan – Perubahan yang terjadi pada lansia


a. Perubahan Fisik :
1) Sel
Jumlahnya lebih sedikit, ukurannya lebih besar , jumlah cairan
tubuh berkurang dan cairan intra seluler menurun, menurunnya
proporsi protein di otak, ginjal, otot darah dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2) Sistem Persarafan
Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak tiap individu berkurang
setiap hari), respon dan waktu untuk bereaksi lambat, atropi saraf
panca indra (berkurangnya penglihatan, pendengaran, pencium &
perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin), kurang sensitif terhadap sentuhan.
3) Sistem Pendengaran
Prebiakusis (hilangnya kemampuan untuk daya pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap suara nada tinggi, suara yg tidak
jelas, sulit mengerti kata-kata) 50% terjadi pada usia >65 tahun,
atropi membran tympani, menyebabkan otosklerosis (kekakuan
pada tulang bagian dalam), terjadinya pengumpulan serumen dapat
mengeras karena peningkatan keratin, pendengaran bertambah
menurun pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
4) Sistem Penglihatan
Lensa lebih suram (kekeruhan lensa) menjadi katarak, kornea lebih
berbentuk sferis (bola kecil), respon terhadap sinar menurun, daya
adaptasi terhadap gelap lebih lambat, hilangnya daya akomodasi
mata, lapang pandang menurun, sulit membedakan warna biru dan
hijau pada skala.
5) Sistem Kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun sehingga menurunnya
kontraksi dan volume jantung, kehilangan elastisitas pembuluh
darah, oksigenisasi tidak adekuat, mengakibatkan pusing
mendadak, tekanan darah cenderung tinggi karena meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.

6) Sistem Respirasi
Otot - otot pernafasan kehilangan kekuatan (lemah) dan menjadi
kaku, menurunnya aktivitas silia, elastisitas paru berkurang,
kapasitas residu meningkat, menarik nafas berat, dan kedalaman
bernafas menurun O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2
arteri tidak berganti kemampuan untuk batuk berkurang,
kemampuan dinding, dada & kekuatan otot pernafasan menurun
sejalan dengan tambah usia.
7) Sistem Genitourinari
Ginjal mengecil dan nefron atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%, fungsi tubulus berkurang, kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun, proteinuria (+1),
otot-otot vesika urinaria melemah, kapasitasnya menurun 200 ml
sedangkan frekuensi buang air kecil meningkat. Pada pria lansia,
vesika urinari sulit dikosongkan akibatnya meningkatkan retensi
urin. Prostat membesar (dialami 75% pria usia 65 tahun keatas),
atropi vulva, selaput lendir kering, elastisitas menurun, permukaan
lebih licin, perubahan warna. Seksual intercourse masih.
8) Sistem Reproduksi
Menciutnya ovari dan uterus, atropi payudara, pada laki-laki, testis
masih dapat memproduksi spermatozoa, meski ada penurunan
secara berangsur-angsur, selaput lendir vagina menurun,
permukaan lebih halus, sekresi berkurang, reaksi sifatnya alkali,
perubahan- perubahan warna, dorongan seksual masih.
9) Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, karena kesehatan gigi buruk atau gizi buruk, indra
pengecap menurun, iritasi kronis selaput lendir, atropi indra
pengecap, hilangnya sensisitifitas saraf pengecap di lidah tentang
rasa manis, asin, dan pahit, dilambung, sensisitifitas rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan juga
menurun, peristaltik lemah sehingga biasa timbul konstipasi, daya
absorbsi terganggu.
10) Sistem Endokrin
Produksi hormon menurun, termasuk hormon tiroid, aldosteron,
kelamin (progesteron, estrogen, testosteron), menurunnya aktivitas
tiroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), fungsi paratiroid
& sekresinya tidak berubah.
11) Sistem Integumen
Kulit keriput, akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit
kasar dan bersisik, (kaku, rapuh dan keras), karena kehilangan
proses keratinisasi, perubahan ukuran dan bentuk - bentuk sel
epidermis, menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme
proteksi kulit menurun, produksi serum menurun, gangguan
pigmentasi kulit. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna
kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya
elastisitas, akibat menurunnya cairan & vaskularisasi,
pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku pudar dan kurang bercahaya,
kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara
berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlah
dan fungsi.
12) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan density (cairan), makin rapuh, kifosis,
pinggang, lutut dan jari pergelangan, pergerakannya terbatas,
Discus intervertebralis menipis, menjadi pendek (tingginya
berkurang), persendian membesar dan kaku, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atropi serabut otot bergerak menjadi lambat,
otot- otot kram dan tremor, otot polos tidak begitu terpengaruh.
b. Perubahan Psikososial
1) Pensiun
Produkdivitas dan identitas – peranan (kehilangan financial,
kehilangan status, kehilangan relasi),
2) Sadar akan kematian,
3) Perubahan dalam cara hidup,
4) Penyakit kronis dan ketidakmampuan,
5) Hilanganya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap body
image, perubahan konsep diri.
c. Perubahan Mental
1) Faktor-faktor yang pengaruhi perubahan mental
Perubahan fisik, organ perasa, kesehatan umum, tingkat
pendidikan, herediter, lingkungan,
2) Perubahan kepribadian yang drastic,
3) Ungkapan tulus perasaan individu,
4) Tidak senang pada perubahan,
5) Berkurangnya ambisi dan kegiatan,
6) Kecenderungan egosentris, perhatian menurun,
7) Berkurangnya adaptasi untuk kebiasaan baru,
8) Berkurangnya kemampuan nyatakan sopan santun,
9) Merasa kadang tidak diperhatikan atau dilupakan,
10) Cenderung menyendiri, bermusuhan,
11) Mudah tersinggung akibat egoisme atau reaksi kemunduran
ingatan,
12) Tidak memperhatikan kebersihan, penampilan,
13) Kegiatan seksual berlebihan atau perilaku tidak senonoh,
14) Orientasi terganggu, bingung, sering lupa, hilang dan tersesat,
15) Lupa meletakan barang, menuduh orang mencuri,
16) Gelisah, delirium pada malam hari,
17) Disorientasi waktu,
18) Pola tidur berubah (tidur seharian atau sulit tidur di malam hari),
19) Mengumpulkan barang yang tidak berharga
d. Perubahan Memori
1) Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari,
2) Kenangan jangka pendek atau seketika : 0-10 menit, kenangan
buruk.
e. IQ (Intellgentia Quotion)
1) Tidak berubah degan informasi matematika dan perkataan verbal,
2) Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor,
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan -
tekanan dari faktor waktu.
f. Perkembangan Spiritual
1) Menurut Maslow (1970) agama atau kepercayaan makin terintegrasi
dalam kehidupannya.
2) Menurut Murray & Zenner (1970) lansia makin matur dalam
kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak di kehidupan sehari-hari.
3) Menurut Folwer (1970) lansia 70 tahun Universalizing, pada tingkat
ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh
cara mencintai dan keadilan.

4. Penyakit yang umum terjadi pada lansia


a. Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia
1) Mudah jatuh.
2) Mudah lelah, disebabkan oleh : faktor psikologis, gangguan organis,
pengaruh obat
3) Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol,
penyakit metabolisme, dehidrasi,
4) Nyeri dada karena aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru,
5) Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan
jantung, gangguan sistem respiratorius, overweight, anemia,
6) Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis,
psikologis,
7) Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal
jantung, kurang vitamin B1, penyakit hati, penyakit ginjal,
kelumpuhan, dsb
8) Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia, osteoporosis,
osteoartritis, batu ginjal,
9) Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis, fraktur/dislokasi,
saraf terjepit,
10) Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan
saluran cerna, faktor sosio-ekonomi
11) Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih,
saluran kemih, kelainan syaraf, faktor psikologis
12) Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus
besar, kelainan rektum,
13) Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa
berkurang, katarak, glaukoma, infeksi mata,
14) Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian
menyebabkan kekacauan mental,
15) Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan
psikogenik (depresi dan irritabilitas),
16) Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit
gigi,
17) Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena
ganguan sirkulasi darah lokal, ggn syaraf umum dan lokal,
18) Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal
ginjal, hepatitis kronis, alergi.
b. Karakteristik penyakit lansia di Indonesia :
1) Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis,
osteoartritis,
2) Penyakit Kardiovaskuler misalnya hipertensi, kholesterolemia,
angina, cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia.
3) Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum,
4) Penyakit Urogenital seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal
Ginjal Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia,
5) Penyakit Metabolik/endokrin misalnya Diabetes mellitus, obesitas,
6) Penyakit Pernafasan misalnya asma, TB paru,
7) Penyakit Keganasan misalnya; carsinoma/ kanker,
Penyakit lainnya antara lain senilis / pikun / dimensia, alzeimer,
parkinson dan sebagainya.

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian Hipertensi
Pengertian hipertensi oleh beberap sumber adalah sebagai berikut:
a. Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan
angka mordibitas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140
mmHg menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan
fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke
jantung (Triyanto, 2014).
b. Hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang
sering terjadi pada lansia, dengan kenaikan tekanan darah sistolik lebih
dari 150 mmHg dan tekanan 90 mmHg, tekanan sistolik 150-155
mmHg dianggap masih normal pada lansia (Sudarta, 2013).
c. Hipertensi merupakan faktor resiko penyakt kardiovaskuler,
aterosklerosis, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal ditandai dengan
tekanan darah sistolik lebih dar 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg, berdasarkan pad dua kali pengukuran atau lebih
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2012).
d. Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah baik sistolik maupun
diastolik yang terbagi menjadi dua tipe yaitu hipertensi esensial yang
paling sering terjadi dan hipertensi sekunder yang disebabkan oleh
penyakit renal atau penyebab lain, sedangkan hipertensi malignan
merupakan hipertensi yang berat, fulminan dan sering dijumpai pada
dua tipe hipertensi tersebut (Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).
e. Hipertensi merupakan peningkatan abnormal tekanan darah di dalam
pembuluh darah arteri dalam satu periode, mengakibatkan arteriola
berkonstriksi sehingga membuat darah sulit mengalir dan
meningkatkan tekanan melawan dinding arteri (Udjianti, 2011).
Berdasarkan pengertian oleh beberapa sumber tersebut, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik, dengan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolik lebih dari 90 mmHg, hipertensi juga merupakan
faktor resiko utama bagi penyakit gagal ginjal, gagal jantung dan
stroke.
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi, yaitu:
a. Etiologi
1) Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui,
sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak
ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit
renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya, genetik serta
ras menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi esensial
termasuk stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan dan
gaya hidup (Triyanto, 2014).
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
hiperldosteronisme, penyakit perenkimal (Buss & Labus, 2013).
b. Faktor Resiko
1) Faktor resiko yang bisa dirubah
a) Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang
berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya
usia maka semakin tinggi pula resiko mendapatkan hipertensi.
Insiden hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya
usia, hal ini disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh
yang mempengaruhi pembuluh darah, hormon serta jantung
(Triyanto, 2014).
b) Lingkungan (stres)
Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh
terhadap hipertensi. Hubungan antara stress dengan hipertensi
melalui saraf simpatis, dengan adanya peningkatan aktivitas
saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (Triyanto, 2014).
c) Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah
kegemukan atau obesitas. Penderita obesitas dengan hipertensi
memiliki daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan penderita yang memiliki
berat badan norml (Triyanto, 2014).
d) Rokok
Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus pelepasan
katekolamin. Katekolamin yang mengalami peningkatan dapat
menyebabkan peningkatan denyut jantung, iritabilitas
miokardial serta terjadi vasokontriksi yang dapat meningkatkan
tekanan darah (Ardiansyah, 2012).
e) Kopi
Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein. Kafein
sebagai anti-adenosine (adenosine berperan untuk megurangin
kontraksi otot jantung dan relaksasi pembuluh darah sehingga
menyebabkan tekanan darah turun dan memberikan efek rileks)
menghambat reseptor untuk berikatan dengan adenosine
sehingga menstimuus sistem saraf simpatis dan menyebabkan
pembuluh darah mengalami konstriksi disusul dengan
terjadinya peningkatan tekanan darah (Triyanto, 2014).
2) Faktor resiko yang tidak bisa dirubah
a) Genetik
Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka
kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-
80% lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada
heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang menderita
hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,
oeh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto,
2014).
b) Ras
Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk
menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar remin
plasma yang rendah mengurangi kemampuan ginja untuk
mengekskresikan kadar natrium yang berlebih (Kowalak,
Weish, & Mayer, 2011).
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat
vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk impuls bergerak menuju ganglia
simpatis melalui saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak melanjutkan ke
neuron preganglion untuk melepaskan asetilkolin sehingga merangsang
saraf pascaganglion bergerak ke pembuluh darah untuk melepaskan
norepineprin yang mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Mekanisme
hormonal sama halnya dengan mekanisme saraf yang juga ikut bekerja
mengatur tekanan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, Buku ajar
keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth, 2008). Mekanisme ini
antara lain:
a. Mekanisme vasokontriktor norepineprin-epineprin
Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan eksitasi
pembuluh darah juga menyebabkan pelepasan norepineprin dan
epineprin oleh medulla adrenal ke dalam darah. Hormon norepineprin
dan epineprin yang berada di dalam sirkulasi darah akan merangsang
pembuluh darah untuk vasokontriksai. Faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokontriktor (Saferi & Mariza, 2013).
b. Mekanisme vasokontriktor renin-angiotensin
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma menjadi
substrat renin untuk melepaskan angiostensin I, kemudian dirubah
menjadi angiostensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat.
Peningkatan tekanan darah dapat terjadi selama hormon ini masih
menetap didalam darah (Guyton, 2012).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada lanjut usia (Smeltzer & Bare, Buku ajar keperawatan medikal
bedah Brunner & Suddarth, 2008). Perubahan struktural dan fungsional
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah, sehingga
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah,
sehingga menurunkan kemampuan aorta dan arteri besar dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Saferi & Mariza, 2013).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah penderita
mengalami hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain:
a. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan
langkah tidak mantap.
b. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
c. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
d. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi
darah akibat vasokontriksi pembuluh darah.
e. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari
peningkatan aliran darah ke ginja dan peningkatan filtrasi oleh
glomerulus.
Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik), namun tanda-
tanda klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan kenaikan pada dua
kali pengukuran tekanan darah secara berurutan dan bruits (bising
pembuluh darah yang terdengar di daerah aorta abdominalis atau arteri
karotis, arteri renalis dan femoralis disebabkan oleh stenosis atau
aneurisma) dapat terjadi. Jika terjadi hipertensi sekunder, tanda maupun
gejalanya dapat berhubungan dengan keadaan yang menyebabkannya.
Salah satu contoh penyebab adalah sindrom cushing yang menyebabkan
obesitas batang tubuh dan striae berwarna kebiruan, sedangkan pasien
feokromositoma mengalami sakit kepala, mual, muntah, palpitasi, puct dan
perspirasi yang sangat banyak (Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).
5. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renall,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin
g. Foto dada dan CT scan (Nurhidayat, 2015).
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Non-farmakologi
Pengobatan non-farmakologis menurut Muttaqin 2014 diantaranya
dengan melakukan hal – hal sebagai berikut :
1) Mengatasi atau menurunkan berat badan berlebih
2) Membatasi atau mengurangi asupan garam
3) Melakukan tehnik – tehnik untuk mengurangi stress
4) Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan
melakukan olahraga selama 30 menit sebanyak 3 – 4 kali
dalam satu minggu, mengurangi atau menghentikan
kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
b. Farmakologi
Upaya menurunkan tekanan darah dilakukan dengan menggunakan
obat anti hipertensi, berikut beberapa terapi farmakologi hipertensi
menurut Aspiani 2014:
1) Diuretik
Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi
curah jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi
garam dan juga air. Hal ini mengurangi volume cairan dalam
sirkulasi dan menurunkan tekanan darah.
2) Penghambat Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor (ACE-
Inhibitor)
Menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang
diperlukan. Secara tidak langsung menurunkan sekresi aldosterone
yang akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium pada urine yang
kemudian menurunkan volume plasma,curah jantung dan
menurunkan tekana darah
3) Penghambat Andenoreseptor ( - Bloker)
Menghambat reseptor pada otot yang secara normal berespons
terhadap rangsangan saraf simpatis dengan vasokonstriksi.
4) Penghambat Adrenoreseptor β (β – Bloker)
Bekerja pada reseptor beta dijantung untuk menurunkan kecepatan
denyut dan curah jantung. Sehingga tekanan yang disebabkan oleh
pompa jantung berkurang dan membuat jantung bekerja lebih
ringan.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan metode observasi, wawancara,
pemeriksaan fisik dan dokumentasi.
a. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada pasien hipertensi biasanya mengeluh sakit kepala
2) Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai
3) Riwayat penyakit sebelumnya
Tanyakan riwayat penyakit yang pernah dialami klien seperti
riwayat hipertensi, penyakit jantung, DM dll
4) Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien hipertensi biasanya terdapat anggota keluarga yang
mengidap juga (bersifat menurun)
b. Pola Kebiasaan
1) Bernafas
Pasien biasanya mengalami dispnea yang berkaitan dari
kativitas/kerja takipnea, ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa
pembentukan sputu dan riwayat merokok
2) Makan dan minum
Pada pasien hipertensi terkadang mengalami mual dan muntah.
3) Eliminasi
Pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguri
4) Pola aktifitas dan latihan
Pada klien hipertensi terkadang mengalami/merasa lemas, pusing,
kelelahan, kelemahan otot dan kesadaran menurun
5) Rasa Nyaman
Pasien biasanya mengeluh pening pening/pusing, berdenyut, sakit
kepala, subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan
secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan
(diplobia, penglihatan kabur, epistakis)
c. Pemeriksaan fisik
Berat badan dan tinggi badan
Mata : Retina, pupil
Leher : JVP, bising
Paru : Pernafasan (irama, frekuensi, jenis suara nafas).
Jantung :
1) Denyut nadi
2) Tekanan darah diukur minimal 2 kali dengan tenggang
waktu 2 menit dalam posisi bebaring atau duduk, dan
berdiri sekurangnya setelah 2 menit.
3) Pengukuran sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan
dan jika nilainya berbeda makan nilai yang tertingi yang
diambil.
4) Suara jantung.
5) Bising jantung.
Abdomen : Bising dan peristaltic.
Ekstrimitas : Refleks dan edema.
d. Pemeriksaan penunjang
1) EKG :
Kemungkinan ada pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium
kiri, adanya peenyakit jantung atau aritmia.
2) Laboratorium :
Fungsi ginjal: urin lengkap (urinalisis) Ureum, creatinin, BUN
dan asam urat, serta darah lengkap lainnya.
3) Foto rontgen :
Kemungkinan ditemukan pembesaran jantung, vaskularisasi atau
aorta yang lebar.
4) Ekokardiogram :
Tampak penebalan dinding ventrikel, mungkin juga sudah terjadi
dilatasi dan gangguan fungsi diastolic dan sistolik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokontriksi,
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
b. Nyeri akut b.d peningktan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
d. Ketidakefektifan koping b.d depresi
e. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
f. Ansietas b.d kurang pengetahuan, nyeri.
3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)

1 Penurunan Curah Jantung NOC: NIC :


- Cardiac Pump effectiveness Cardiac Care
- Circulation status - Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi,
- Vital sign status durasi)
Kriteria hasil : - Catat adanya distrimia jantung
- Tanda vital dalam rentan normal (tekanan - Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
darah, nadi, respirasi) output
- Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada - Monitor status kardiovaskuler
kelelahan - Monitor status pernafasan yang menandakan gagal
- Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak jantung
ada ascites - Monitor abdomen sebagai indikator penurunan
- Tidak ada penurunan kesadaran fungsi
- Monitor balance cairan
- Monitor adanya perubahan tekanan darah
- Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan anti
aritmia
- Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas pasien
- Monitor adanya dypsneu, fatigue, takipneu, dan
ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan stres
Vital Sign Monitoring
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, setelah
aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus paradoksus
- Monitor adanya pulsus alterans
- Monitor jumlah dan irama jantung
2 Nyeri Akut NOC : NIC :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Kriteria Hasil termasuk lokasi, karakteristik, furasi, frekuensi, kualitas
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab dan faktor presipitasi
nyer, mampu menggunakan teknik b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, c. Bantu pasien dan keluarga untuk mrncari dan
mencari bantuan) menemukan dukungan
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dnegan d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan manajemen nyeri seperti suhu rungan, pencahayaan dan kebisingan
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri intervensi
berkurang g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi : napas dala,
e. Tanda vital dalam rentang normal relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin
f. Tidak mengalami gangguan tidur h. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
i. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
3 Intoleransi aktivitas NOC NIC

a. Energy conservation a. Activity therapy


b. Activity tolerance b. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medic dalam
c. Self care : ADLs merencanakan program therapy yang tepat
Kriteria Hasil c. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
a. Berpartisipasi dalam aktvitas fisik tanpa
d. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
disertai peningkatan tekanan darah, nadi, dan
dengan kemampuan fisik, psikologi, dan social
RR
e. Bantu untuk mengidentifikas dan mendapatkan sumber
b. Mampu melakukan aktivitas seharihar ADLs
daya yang diperlukan untuk aktofitas yang diiginkan
secara mandiri
f. Bantu untk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti
c. Anda tanda vital normal
kursi roda dan krek
d. Energy psikomotor
g. Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai
e. Level kelemahan
h. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan dalam waktu
f. Mampu berpindah: dengan atau tanpa
luang
bantuan alat
i. Bantu klien/keluarag untuk mengidentifikasi
g. Status kardiopulmonari adekuat
kekurangan dalam beraktifitas
h. Sirkualasi status baik
j. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas
i. Tatus respirasi: pertukaran gas da ventilasi
k. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
adekuat
penguatan
l. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
4 Ketidakefektifan koping NOC NIC
a. Decision making Decision making
b. Role inhasmet a. Menginformasikan pasien alternative atau solusi lain
c. Sosial support penanganan
Kriteria hasil b. Memfasilitasi pasien untuk membuat keputusan
a. Mengidentifikasi pola koping yang efektif c. Bantu pasien mengidentifikasi keuntungan, kerugian
b. Mengungkapkan secara verbal tentang dan keadaan
koping yang efektif Role inhancemet
c. Mengatakan penurunan stress d. Bantu pasien untuk mengidentifikasi bermacam macam
d. Klien mengatakan telah menerima tentang nilai kehidupan
keadaannya e. Bantu pasien identifikasi strategi positif untuk mengatur
e. Mampu mengidentifikasi strategi tentang pola nilai yang dimiliki
koping Coping enhancement
f. Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran
perubahan yang realistis
5 Difisiensi pengetahuan NOC NIC

 Knowledge : disease proces Teaching : disease proces


 Knowledge : health behavior
 Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
Kriteria hasil
pasien tentang proses penyakit yang spesifik
 Pasien dan keluarga menyatakan tentang  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
penyakit, kondisi, prognosis dan program hal ini berhungan dengan anatomi dan fisiologi
pengobatan ,dengan cara yang tepat.
 Pasien dan keluarga mampu  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa pada
melaksanakan prosedur yang dijelaskan penyakit, dengan tanda yang tepat
secara benar.  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
 Pasien dan keluarga mampu menjelaskan yang tepat
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim  Diskusikan perubahan gaya hidup yang diperlukan
kesehatan lainnya. untuk mencegah komplikasi di masa yang akan
datang.
 rujuk pasien pada grup atau komunitas lokal.

6 Ansietas NOC : NIC :


a. Anxiety self-control Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
b. Anxiety level a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
c. Coping b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
Kriteria Hasil : c. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
a. Klien mampu mengidentifikasi dan selama prosedur
mengungkapkan gejala cemas d. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan e. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas mengurangi takut
c. Vital sign dalam batas normal f. Dorong keluarga untuk menemani anak
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh g. Lakukan back/ neck rub
dan tingkat aktivitas menunjukkan h. Dengarkan dengan penuh perhatian
berkurangnya kecemasan i. Identifikasi tingkat kecemasan
j. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
k. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
l. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
m. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
4. Implementasi Keperawatan
Proses implementasi/pelaksanaan merupakan langkah keempat yang
dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah ditetapkan dalam rencana
tindakan keperawatan. Pada pelaksanaan rencana tindakan terdapat jenis
tindakan yaitu tindakan observasi, nursing threatment, edukasi dan
kolaborasi.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan yang telah dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan
menggunakan pendekatan S.O.A.P yaitu subjektif, objektif, analisis,
perencanaan pada klien dan perencanaan pada perawat
WOC HIPERTENSI
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. (2012). Medikal bedah untuk mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press.

Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler


Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC.

Buss, J. S., & Labus, D. (2013). Buku saku patofisiologi menjadi sangat mudah
edisi 2 Diterjemahkan oleh Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC.

Friedman, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, dan


Praktek.Edisi ke-5. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C. (2012). Guyton fisiologi manusia dan mekanisme penyakit edisi


revisi. Jakarta: EGC.

Kowalak, J. P., Weish, W., & Mayer, B. (2011). Buku ajar patofisiologi
Diterjemahkan oleh Andry Hartono. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2014). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan kardiovaskuler.


Jakarta: Salemba Medika.

Nurhidayat, S. (2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipertensi Dengan


Pendekatan Riset. Ponorogo: UNMUH Press.

RI, D. (2014). Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Saferi, A., & Mariza, Y. (2013). KMB I keperawatan medikal bedah (keperawatan
dewasa). Yogyakarta: Nu Med.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2008). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J., & Cheever, K. (2012). Brunner & Suddarth
S textbook of medical-surgical nursing twelfth edition. Wolters Kluwer
Health.
Sudarta, I. W. (2013). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
cardiovaskuler. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Suprajitno. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktik.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Triyanto, E. (2014). Pelayanan keperawatan bagi penderita Hipertensi secara


terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Udjianti, W. (2011). Keperawatan kardiovaskuler. Yogyakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai