Anda di halaman 1dari 44

BAB I

KONSEP DASAR LANSIA

1.1 Definisi
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun
ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi
proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang terjadi (Constantinides, 1994).
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process.
Ilmu yang mempelajari fenomena penuaan meliputi proses menua dan
degenerasi sel termasuk masalah-masalah yang ditemui dan harapan lansia
disebut gerontology (Cunningham & Brookbank, 1988).

1.2 Batasan-batasan Lansia


WHO mengelompokkan lansia menjadi 4 kelompok yang meliputi :
1. Midle age (usia pertengahan) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2. Elderly, antara 60-74 tahun
3. Old, antara 75-90 tahun
4. Very old, lebih dari 90 tahun
Klasifikasi lansia berdasarkan kronologis usia, yaitu :
1. Young old: 60-75 tahun
2. Middle old: 75-84 tahun
3. Old-old: >85 tahun
(Wold: Basic Gerontology nursing)

Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:


a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

1
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

1.3 Tipe-tipe Lansia


Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000
dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).
Tipe-tipe lansia yaitu :
1. Arif dan bijaksana, yaitu kaya dengan pengalaman. Dapat menyesuaikan
diri dengan perubahan zaman serta mempunyai kesibukan dan bersikap
ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan
seringkali menjadi panutan.
2. Mandiri, yaitu mampu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru.
Selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi
undangan.
3. Tidak puas, mengalami konflik lahir batin karena proses penuaan.
Biasanya akibat dari kehilangan kecantikan, daya tarik jasmani,
kekuasaan, status sosial, teman yang disayangi dan lainnya.
4. Bingung, yaitu kaget dikarenakan kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, minder, menyesal, pasif, acuh.

2
Tipe lain lansia :
1. Optimis, santai, dan riang
2. Konstruktif
3. Ketergantungan
4. Defensif
5. Militan dan serius
6. Marah dan frustasi
7. Putus asa (benci pada diri sendiri)

Tiga jenis usia menurut Birren and Jenner (1997) adalah sebagai berikut:
1. Usia biologis: Menunjuk pada jangk waktu seseorang semenjak lahir,
berada dalam keadaan hidup tidak mati.
2. Usia psikologis: Menunjuk pada kemampuan seseorang untuk
mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
3. Usia sosial: Menunjuk pada peran-peran yang diharapkan atau diberikan
masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

Stereotip Psikologis lansia Biasanya sifat-sifat stereotip para lansia sesuai


dengan pembawaanya pada waktu muda berikut adalah beberapa tipe yang
dikenal:
1. Tipe Konstruktif
a. Integritas baik
b. Dapat menikmati hidup
c. Toleransi tinggi
d. Humoris
e. Fleksibel dan thu diri
f. Dapat menikmati proses menua
g. Mengalami dan menjalani masa pensiun dengan senang
h. Menghadapi masa akhir dengan tenang
2. Tipe ketergantungan (dependent)
a. Masih dapat diterima ditengah masyarakat
b. Selalu pasif

3
c. Tidak berambisi
d. Masih tahu diri
e. Tidak mempunyai inisiatif
f. Bertibdak tidak praktis
g. Biasanya dikuasai istri
h. Senang mengalami masa pensiun
i. Banyak makan dan minum
j. Tidak suka bekerja
k. Senang berlibur
3. Tipe defensive
a. Dulu mempunyai pekerjaan yang jabatannya tidak stabil
b. Selalu menolak bantuan
c. Emosi sering tidak dapat dikontrol
d. Memegang teguh kebiasaan
e. Takut menjadi tua
f. Tidak menyenangi masa pensiun
4. Tipe bermusuhan
a. Menganggap orang lain sebagai penyebab kegagalannya
b. Selalu mengeluh
c. Bersikap agresif, curiga
d. Pekerjaannya dulu tidak stabil
e. Mengenggap menjadi tua tidak ada baiknya
f. Takut mati
g. Iri hati pada orang muda
5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (self hater)
a. Kritis dan menyalahkan diri sendiri
b. Tidak punya ambisi
c. Perkawinan tidak bahagia
d. Sealu merasa menjadi “korban” keadaan
e. Menerima fakta dan proses menua
f. Tidak iri pada orang muda
g. Merasa cukup dengan apa yang ada

4
h. Anggap kematian sebagai penyembuh penderitaan

1.4 Ciri Mental Sehat Lansia


Ciri-ciri mental sehat adalah sebagai berikut:
1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif dengan kenyataan,
walaupun realitas buruk
2. Memperoleh kepuasan dari perjuangannya
3. Merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima
4. Relatif bebas dari rasa tegang dan cemas
5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dn saling
memuskan
6. Menerima kekecewaan sebagai pelajaran untuk hari esok
7. Mnjuruskan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif
8. Mempunyai daya kasih sayang yang besar

1.5 Proses Penuaan


Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya
jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan
mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan
proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides,
1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai
masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.

1.6 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari
ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin

5
bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada
lansia adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Fisik
a. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal,
dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme
perbaikan sel.
b. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun,
berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga
mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap
suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif
terhadap sentuhan.
c. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih
suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis,
daya membedakan warna menurun.
d. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi
suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,
50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani
menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur
ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat

6
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal
±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara
lain: temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktifitas otot.
g. Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun
dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun
(menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg,
CO2 arteri tidak berganti.
h. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun,
pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun,
waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul
konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i. Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun
sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi
atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun
dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada
seks sekunder.
j. Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone,
dan testoteron.
k. Sistem Kulit

7
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas
akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras
dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya,
perubahan pada bentuk sel epidermis.
l. Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan
pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon
mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
a. Perubahan fisik.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas.
e. Lingkungan.
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap.
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari
faktor waktu.
3. Perubahan Psikososial
a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang
menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu
mengancam sering bingung panik dan depresif.
b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosioekonomi.

8
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan
status, teman atau relasi.
d. Sadar akan datangnya kematian.
e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
g. Penyakit kronis.
h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
i. Gangguan syaraf panca indra.
j. Gizi
k. Kehilangan teman dan keluarga.
l. Berkurangnya kekuatan fisik.

1.7 Permasalahan Pada Lansia

Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan


lansia antara lain (Setiabudi, 1999: 40-42):
1. Permasalahan Umum
a. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan
lansia.
e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan
lansia.
2. Permasalahan Khusus
a. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupun sosial.
b. Berkurangnya integrasi sosial lansia.
c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.
d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.

9
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.

1.8 Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia


Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:
a. Depresi Mental
b. Gangguan Pendengaran
c. Bronkitis Kronis
d. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan
e. Gangguan pada koksa/sendi panggul
f. Anemia
g. Demensia

Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan


penyakit pada orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:
1. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh
(endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh
(eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi
penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-
sel karena proses menua, sehingga produksi hormone, enzim, dan zat-
zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan
demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula,
penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain
dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak
didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal
penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap
penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam
pengobatannya memerlukan obat yang beraneka ragam dibandingkan

10
dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-
organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah
obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini
menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam
tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya bila
diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena
itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering
pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-
penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya
poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk
meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan
obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain.
Efek samping obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang
tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang
berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami
tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak
hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan
jiwanya yang justru seing tersembunyi gejalanya. Jika yang
mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.

1.9 Promosi kesehatan, Program Kesehatan yang tepat dan metode yang
tepat untuk lansia
1. Sasaran
a. Sasaran Umum
1) Pengelola dan petugas penghuni panti
2) Keluarga lansia
3) Masyarakat luas
4) Instansi dan organisasi terkait
b. Sasaran Khusus
Lansia penghuni panti

11
2. Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan
melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
a. Upaya Promotif
Adalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan
meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi
dirinya, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa
penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti
mengenai hal-hal berikut ini:
1) Masalah gizi dan diet
a) Cara mengukur keadaan gizi lansia.
b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.
c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.
d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti.
e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti.
f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia.
2) Perawatan dasar kesehatan
Melakukan pengkajian komprehensif pada lansia
a) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif.
b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif.
c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan.
d) Perawatan dasar lingkungan panti, baik di dalam maupun di
luar panti.
3) Keperawatan kasus darurat
a) Mengenal kasus darurat.
b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat.
4) Mengenal kasus gangguan jiwa
a) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia.
b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia.
5) Olah raga
a) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia.
b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia.

12
c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar.
6) Teknik-teknik berkomunikasi
a) Bimbingan rohani.
b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan.
c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti.
d) Rekreasi.
e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti.
f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti
maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.
b. Upaya Preventif
Adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan
komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:
1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh
petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodic atau di
puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.
2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan
di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam
pemeliharaan kesehatan lansia.
3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan
petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan
dan kondisi masing-masing.
5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai
dengan kondisi kesehatannya masing-masing.
6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan
tetap produktif.
8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap
lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu
mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu,
tempat, dan orang secara optimal.

13
c. Upaya Kuratif
Upaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh
petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan.
Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:
1) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau
petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan
pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.
2) Pengobatan jalan di puskesmas.
3) Perawatan dietetik.
4) Perawatan kesehatan jiwa.
5) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
6) Perawatan kesehatan mata.
7) Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.
8) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan
yang diperlukan.
d. Upaya Rehabilitatif
Adalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal
mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional
(ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh
petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam
pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).
Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan
bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi
negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat
memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang
memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga
kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka
alami.
Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih
nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih
menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu

14
hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya. Tinggal di rumah masih
jauh lebih baik dari pada di panti.
Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka
muncul perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka
yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara
optimal. Jika lansia dapat mempertahankan pola hidup serta cara dia
memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput
mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.

1.10 10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001)
adalah sebagai berikut:
1) Makanan cukup dan sehat (healthy food).
2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).
3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).
4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).
5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical,
judicial assistance).
6) Transportasi umum (facilities for public transportations).
7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies,
informations).
8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).
9) Rasa aman dan tentram (safety feeling).
10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids).
Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of
subsidies and facilities).

1.11 Terapi Modalitas


Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengisi waktu luang bagi lansia.
a. Tujuan
1) Mengisi waktu luang bagi lansia.
2) Meningkatkan kesehatan lansia.

15
3) Meningkatkan produktivitas lansia.
4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.
b. Jenis Kegiatan
1) Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia.
Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia.
2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan
kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan
mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan
leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat, tebak
gambar, dan lain-lain.
3) Terapi musik
Bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga
meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu.
4) Terapi berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan
memanfaatkan waktu luang.
5) Terapi dengan binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan
mengisi hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang.
6) Terapi okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan
meningkatkan produktivitas dengan membuat atau
menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
7) Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti
mengadakan cerdas cermat, mengisi TTS, dan lain-lain.
8) Life review terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga
diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya.
9) Rekreasi

16
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup,
menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan.
10) Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang
kematian, dan meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan
pengajian, kebaktian, dan lain-lain.

17
BAB II

KEPERAWATAN KOMUNITAS LANSIA

2.1 Keperawatan Komunitas Lansia


1. Definisi
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai
bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi,
psikologi, social dan spiritual secara komprehensif, ditujukan kepada
individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup
siklus hidup manusia (Riyadi, 2007).
Menurut WHO, lansia adalah orang yang memiliki usia diatas 60
tahun (Nugroho, 2006).
Keperawatan Kesehatan Komunitas lansia adalah pelayanan
keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat khususnya
lansia dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit
dan peningkatan kesehatan, dengan menjamin agar pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan dapat terjangkau, dan melibatkan klien sebagai mitra
dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan/
keperawatan (Efendi, 2010).
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat,
saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat
dan interest yang sama (WHO). Komunitas adalah kelompok dari
masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah
pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka
tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang sama (Riyadi,
2007).
Strategi pelaksanaan keperawatan komunitas yang dapat digunakan
dalam perawatan kesehatan masyarakat adalah :
a. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang
dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan,

18
sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga
mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan
kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan
kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai
suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan ingin hidup sehat. Menurut Notoatmodjo
pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di
dalam bidang kesehatan (Mubarak, 2005).
b. Proses Kelompok (Group Process)
Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari
kelompok masyarakat sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang
terdapat di dalamnya, yaitu: individu, keluarga, dan kelompok
khusus. Perawat spesialis komunitas dalam melakukan upaya
peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan
masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian
masyarakat, yaitu: perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan
masyarakat. Berkaitan dengan pengembangan kesehatan masyarakat
yang relevan, maka penulis mencoba menggunakan pendekatan
pengorganisasian masyarakat dengan model pengembangan
masyarakat (community development) (Palestin, 2007).
c. Kerjasama atau Kemitraan (Partnership)
Kemitraan adalah hubungan atau kerjasama antara dua pihak
atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling
menguntungkan atau memberikan manfaat. Partisipasi
klien/masyarakat dikonseptualisasikan sebagai peningkatan inisiatif
diri terhadap segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada
peningkatan kesehatan dan kesejahteraan.
Kemitraan antara perawat komunitas dan pihak-pihak terkait
dengan masyarakat digambarkan dalam bentuk garis hubung antara
komponen-komponen yang ada. Hal ini memberikan pengertian
perlunya upaya kolaborasi dalam mengkombinasikan keahlian

19
masing-masing yang dibutuhkan untuk mengembangkan strategi
peningkatan kesehatan masyarakat.
d. Pemberdayaan (Empowerment)
Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana
sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga
membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara lain:
adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan
mandiri untuk membentuk pengetahuan baru.

2. Tujuan
Sebagian akhir tujuan pelayanan kesehatan utama diharapkan
masyarakat mampu secara mandiri menjaga dan meningkatkan status
kesehatan masyarakat (Mubarak, 2005). Namun, secara terperinici berikut
adalah tujuan keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi:
a. pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan,
b. menjamin agar pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dapat terjangkau
c. melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan
evaluasi pelayanan kesehatan/ keperawatan
d. optimalisasi kualitas hidup lansia dengan hipertensi di suatu
komunitas dengan menekan angka kesakitan dan mengurangi
gejalanya.

3. Ruang lingkup
Ruang lingkup pelayanan kesehatan komunitas pada lansia adalah
individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat baik yang sehat
maupun yang sakit dengan ruang lingkup kegiatan adalah upaya promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif dengan penekanan pada
upaya preventif dan promotif.

20
2.2 Hipertensi lansia
1. Definisi
Tekanan darah adalah tekanan yang terjadi di dalam pembuluh
darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh (ridwan,
2009). Tekanan darah biasanya dicatat sebagai tekanan sistol dan diastol.
Tekanan darah maksimum dalam arteri disebut tekanan sistolik yang
disebabkan sistol ventrikular. Tekanan minimum dalam arteri disebut
tekanan diastolik yang disebabkan oleh diastol ventrikular ( Jain, 2011).
Hipertensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan tekanan darah
(Ridwan, 2009). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan
diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer, 2002). Apabila seseorang memiliki
tekanan darah sistol 140 mmHg dan tekanan darah diastol 90 mmHg atau
lebih yang diukur ketika ia sedang duduk dapat dikategorikan memiliki
tekanan darah tinggi (Ridwan, 2009).

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, Ridwan (2009) menggolongkan
hipertensi ke dalam tiga golongan yaitu hipertensi esensial, sekunder, dan
maligna.
1) Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik)
Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil
(intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an yang
secara bertahap akan menetap. Hipertensi esensial secara pasti
belum diketahui penyebabnya. Gangguan emosi, obesitas,
konsumsi alkohol yang berlebih, rangsang kopi yang berlebih,
rangsang konsumsi tembakau, obat-obatan, dan keturunan
berpengaruh pada proses terjadinya hipertensi esensial. Penyakit
hipertensi esensial lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria (
C. smeltzer, 2002).

21
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan
karena gangguan pembuluh darah atau organ tertentu (gray et al,
2009) mengelompokkan penyebab hipertensi menjadi tiga
golongan, yaitu:
a) Penyakit parenkim ginjal
Permasalahan pada ginjal yang menyebabkan kerusakan
parenkim akan menyebabkan hipertensi dan kondisi hipertensi
yang ditimbulkan tersebut akan semakin memperparah kondisi
kerusakan ginjal.
b) Penyakit Renovaskular
Merupakan penyakit yang menyebabkan gangguan
dalam vaskularisasi darah ke ginjal seperti arterosklerosis.
Penurunan pasokan ginjal akan menyebabkan produksi renin
ipsilateral dan meningkatkan tekanan darah, sering diatasi
secara farmakologis dengan ACE Inhibitor.
c) Endokrin
Gangguan aldosteronisme primer akan berpengaruh
terhadap hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rendahnya
kadar renin mengakibatkan kelebihan natrium dan air sehingga
berdampak pada meningkatnya tekanan darah.

3. Faktor Risiko
Menurut Harrison (2000), kegemukan (obesitas), gaya hidup
yang tidak aktif (malas berolahraga), stress, alkohol, atau garam yang
lebih dalam makanan, bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-
orang yang memiliki kepekaan untuk diturunkan. Faktor yang
mempengaruhi timbulnya hipertensi :
1) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga terjadi
melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja saat
beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat

22
meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi (Shadine, 2010).
2) Rokok
Meskipun efek jangka panjang merokok terhadap tekanan
darah masih belum jelas, namun efek sinergis merokok dengan
tekanan darah yang tinggi terhadap risiko kardiovaskuler telah
didokumentasikan secara nyata.
3) Alkohol
Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat
meningkatkan tekanan darah, mungkin dengan cara meningkatkan
katekolamin plasma.
4) Konsumsi Garam Dapur
Hubungan antara asupan natrium dan hipertensi masih
kontroversial, tetapi jelas bahwa pada beberapa pasien hipertensi,
asupan garam yang banyak menyebabkan peningkatan tekanan
darah secara nyata. Pasien hipertensi hendaknya mengkonsumsi
garam tidak lebih dari 100 mmol/hari (2,4 gram natrium, 6 gram
natrium klorida).
5) Aktivitas atau Olahraga
Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan dan cara yang baik
untuk mengurangi berat badan. Hal itu juga tampak berguna untuk
menurunkan tekanan darah dengan sendirinya (Shadine, 2010).
6) Obesitas
Faktor yang diketahui dengan baik adalah obesitas, dimana
berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler dan curah
jantung. Pengurangan berat badan sedikit saja sudah menurunkan
tekanan darah.
7) Jenis Kelamin
Laki-laki cenderung mengalami tekanan darah yang tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Tekanan darah pria mulai
meningkat ketika usianya berada pada rentang 35-50 tahun.

23
Kecenderungan seorang perempuan terkena hipertensi pada saat
menopause karena penurunan hormone seks (Ridwan, 2009).

4. Manifestasi Klinis
Hipertensi merupakan penyakit yang banyak tidak
menimbulkan gejala khas sehingga sering tidak terdiagnosis dalam
waktu yang lama. Gejala akan terasa secara tiba-tiba saat ada kenaikan
tekanan darah (Jain, 2011).
Manifestasi klinis yang ditimbulkan hipertensi bersifat tidak
spesifik. Sakit kepala merupakan gejala umum yang sering dialami
pada pasien hipertensi. Namun, sakit kepala juga disebabkan oleh
beberapa hal sepeti camas, stres, sulit tidur malam, atau infeksi virus
minor sehingga sakit kepala bukan merupakan manifestasi klinis khas
hipertensi. Sesak nafas juga terjadi pada pasien hipertensi. Sesak nafas
pada seseorang yang menderita hipertensi biasanya terjadi karena
kegemukan. Perdarahan di beberapa bagian tubuh juga merupakan
efek hipertensi. Risiko perdarahan dari arteri ke otak atau retina mata
meningkat karena adanya hipertensi terutama pada pasien dengan usia
di atas 50 tahun. Menstruasi yang berat dan munculnya gejala
menopause sering dialami wanita dengan hipertensi. Manifestasi
hipertensi yang lebih serus adalah perdarahan ke otak yang dapat
membunuh seseorang dalam waktu yang singkat atau menyebabkan
kelumpuhan (Jain, 2011).
Hipertensi akan menjadi masalah kesehatan yang serius jika
tidak terkendali karena akan megakibatkan komplikasi yang berbahaya
dan berakibat fatal seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal
ginjal (Anies, 2006).

24
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut WHO
Klasifikasi Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
Pilihan < 120 < 80
Normal <130 < 85
Normal tinggi 130-139 85-90
Hipertensi derajat I ( 140-159 90-99
ringan) 160-179 100-109
Hipertensi derajat II >180 >110
(sedang)
Hipertensi derajat III
(berat)
Sumber: Tierney, 2002

5. Patofisiologi
Tekanan darah dapat meningkat melalui beberapa mekanisme.
Pertama, jantung memompa lebih kuat sehingga darah mengalir
dengan kecepatan tinggi setiap detiknya. Kedua, arteri besar
mengalami kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga
ketika jantung berdenyut darah harus melewati pembuluh darah yang
sempit sehingga menaikkan tekanan darah. Ketiga, kelainan fungsi
ginjal untuk membuang sejumlah garam dan cairan sehingga
meningkatkan volume darah yang berdampak pada peningkatan
tekanan darah (Ridwan, 2009).
Menurut Anies (2006) peningkatan tekanan darah melalui
mekanisme:
1) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan darah lebih
banyak cairan setiap detiknya.
2) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga
tidak dapat mengembang saat jantung memompa darah melalui
arteri tersebut. Karena itu, darah dipaksa untuk melalui pembuluh
darah yang sempit dan menyebabkan naiknya tekanan darah.
Penebalan dan kakunya dinding arteri terjadi karena adanya

25
arterosklerosis. Tekanan darah juga meningkat saat terjadi
vasokonstriksi yang diseabkan rangsangan saraf atau hormon.
3) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi dapat meningkatkan tekanan
darah. Hal ini dapat terjadi karena kelainan fungsi ginjal sehingga
tidak mampu membuang natrium dan air dalam tubuh sehingga
volume darah dalam tubuh meningkat yang menyebabkan tekanan
darah juga meningkat.

6. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah untuk mencegah
komplikasi penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas
yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan
tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan diastolik di bawah
90 mmHg dan mengontrol faktor risiko. Hal ini dapat dicapai melalui
modifikasi gaya hidup atau dengan obat anti hipertensi (Mansjoer,
2001).
Pengobatan utama hipertensi dengan diuretika, penyekat
reseptor beta-adrenergik, penyakit saluran kalsium, inhibitor ACE
(angiotensin-converting enzyme), atau penyekat reseptor alfa-
adernergik bergantung pada keadaan pasien termasuk mengenai biaya,
karakteristik demografi, penyakit yang terjadi bersamaan, dan kualitas
hidup (Pierce dan Wilson, 2005).

26
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Core
1. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
Data dikaji melalui wawancara kepada tokoh formal dan informal
dikomunitas dan studi dokumentasi sejarah komunitas tersebut. Uraikan
termasuk data umum mengenai lokasi daerah binaan (yang dijadikan
praktek keperawatan komunitas), luas wilayah, iklim, type komunitas
(masyarakat rural atau urban) keadaan demografi, struktur politik, distribusi
kekuatan komunitas dan pola perubahan komunitas.
2. Data demografi
Kajilah jumlah komunitas berdasarkan : usia lansia, jumlah lansiam
jenis kelamin, status perkawinan, ras atau suku , bahasa , tingkat
pendapatan, pendidikan , produktivitas, masih bekerja atau tidak, agama
dan komposisi keluarga.
3. Vital statistik
Jabarkan atau uraikan data tentang angka kematian kasar atau CDR
penyebab kematian, angka pertambahan anggota, angka kelahiran.
4. Status kesehatan komunitas
Angka mortalitas, morbiditas akibat hipertensi. Kondisi kesehatan
lansia dikaji dengan menganalisis:
a. Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas:
1) Sakit kepala
2) Epistaksis
3) Pusing / migrain
4) Rasa berat ditengkuk
5) Sukar tidur
6) Mata berkunang kunang
7) Lemah dan lelah
8) Muka pucat
b. Pemeriksaan fisik

27
Menurut Jain (2011), pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan
pada pasien hipertensi adalah:
1) Tinggi badan dan berat badan
Tinggi dan berat badan diperlukan karena kondisi obesitas
dapat berpengaruh pada tekanan darah.
2) Pemeriksaan nadi
Semakin parah kondisi hipertensi, maka jarak denyut nadi
(amplitudo) akan semakin kecil. Amplitudo yang besar yaitu denyut
nadi yang penuh dan teratur menunjukkan tekanan darah sistolik
yang tinggi (arterosklerosis).
3) Suara jantung dan dada
Pemeriksaan jantung dan dada dapat mengindikasikan
hipertensi telah mempengaruhi jantung. Gagal jantung yang
disebabkan penumpukan cairan di paru dapat diketahui melalui
pemeriksaan suara dada melalui stetoskop.
4) Suara perut dan leher
Suara arteri perut dan leher dengan nada tinggi dapat
menunjukkan penyempitan arteri yang menuju ginjal, kaki, dan otak.
c. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis hipertensi biasanya berdasar pada terjadinya
peningkatan tekanan darah setelah dilakukan pengukuran secara
berulang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
1) Diagnosis tekanan darah
Mengukur tekanan darah merupakan tes rutin paling
penting untuk mendiagnosis hipertensi (Jain, 2011). Pengukuran
tekanan darah dilakukan dengan tujuan untuk memantau tekanan
darah apakah masih dalam kondisi normal atau abnormal. Tekanan
sistolik yang melebihi 130 mmHg dan tekanan diastolik yang
melebihi 80 mmHg merupakan tekanan darah yang abnormal.
Selain itu yang diperhatikan adalah selisih tekanan sistole dan
diastole atau pulse pressure (Ridwan, 2009).
2) Diagnosis dengan Elektrokardiogram (EKG)

28
Pemeriksaan menggunakan EKG dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui aktivitas jantung.
3) Dual Energy X-Ray Absorptionmetry (DEXA Scan)
Dexa scan digunakan untuk menetukan densitas tulang
serta komposisi tubuh seperti masa lemak terhadap masa otot.
Untuk keperluan hipertensi, alat ini digunakan untuk mengukur
kadar lemak dalam organ tubuh tertentu. Dengan diketahuinya
penumpukan lemak dalam tuubuh dapat membantu pasien dalam
mengontrol berat badan yang dapat mempengaruhi tekanan darah.
4) Tes Doppler
Tes doppler digunakan untuk menentukan kondisi sirkulasi
darah yang terdistribusi ke seluruh sistem kardiovaskular.
5) Tes Kolesterol
Penimbunan kolesterol dalam tubuh akan mengganggu
sistem kardiovaskular sehingga akan mempengaruhi tekanan darah
seseorang.
6) Tes Darah
Tes darah dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol
darah, gula darah, urea darah, kreatinin dalam darah, tingkat
natrium dan kalium dalam darah.
d. Kejadian penyakit hipertensi pada lansia (dalam satu tahun terakhir).
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keturunan hipertensi
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1) Pola pemenuhan nutrisi
Konsumsi garam berlebih, lemak, merokok, dan konsumsi kopi.
2) Pola pemenuhan cairan elektrolit
3) Pola istirahat tidur
Kurang tidur, tidur malam, dan kualitas tidur
4) Pola eliminasi
5) Pola aktifitas gerak, olahraga
6) Pola pemenuhan kebersihan diri

29
7) Status psikososial :
a) Komunikasi dengan sumber-sumber kesehatan
b) Hubungan dengan orang lain
c) Peran di masyarakat
d) Kesedihan yang dirasakan
e) Stabilitas emosi : stress
8) Perlakuan yang salah dalam kelompok dalam hal ini perilaku
tindakan kekerasan.
9) Status pertumbuhan dan perkembanganan lansia, tahapan
perkembangan yang sudah dipenuhi dan belum terpenuhi.
10) Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan
11) Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan kesehatan
12) Pola perilaku tidak sehat seperti : kebiasaan merokok, minum kopi
yang berlebihan, mengkonsusmsi alkohol, penggunaan obat tanpa
resep, penyalahgunaan obat terlarang, pola konsumsi tinggi
garam, lemak dan purin.

Data lingkungan fisik


1. Pemukiman
a. Luas bangunan
b. Bentuk bangunan : Rumah, petak, asrama, pavilyun
c. Jenis bangunan : Permanen, semi permanen, non permanen
d. Atap rumah : Genting, seng, welit, ijuk, kayu, asbes
e. Dinding : Tembok, kayu, bambu, atau lainnya sebutkan
f. Lantai : Semen, tegel, keramik, tanah, kayu, atau lainnya sebutkan.
g. Ventilasi : Kurang atau lebih dari 15-20 % dari luas lantai
h. Pencahayaan : Kurang, baik
i. Penerangan : Kurang, baik
j. Kebersihan : Kurang, baik
k. Pengaturan ruangan dan perabot : Kurang, baik
l. Kelengkapan alat Rumah tangga. : Kurang, baik
2. Sanitasi

30
a. Penyediaan air bersih (MCK).
b. Penyediaan air minum
c. Pengelolaan jamban bagaimana jenisnya, berapa jumlahnya dan
bagaimana jarak dengan sumber air.
d. Sarana pembuangan air limbah (SPAL)
e. Pengelolaan sampah : apakah ada sarana pembuangan sampah,
bagaimana cara pengelolaannya : dibakar, ditimbun, atau cara lainnya
sebutkan.
f. Polusi udara, air, tanah, atau suara/kebisingan.
g. Sumber polusi : pabrik, rumah tangga, industri lainnya sebutkan.
3. Fasilitas
a. Peternakan, pertanian, perikanan dan lain-lain.
b. Pekarangan
c. Sarana olah raga
d. Taman, lapangan
e. Ruang pertemuan
f. Sarana hiburan
g. Sarana ibadah
4. Batas-batas wilayah
Sebelah utara, barat, timur dan selatan.
5. Kondisi geografis
Ketinggian, cuaca, suhu, sector pertenin, perikanan, jenis tanah, perairan.
Pelayanan kesehatan dan social
1. Pelayanan kesehatan
a. Lokasi sarana kesehatan
b. Sumber daya yang dimiliki (tenaga kesehatan dan kader).
c. Jumlah kunjungan
d. Sistem rujukan
2. Fasilitas sosial (pasar, toko, swalayan).
a. Lokasi
b. Kepemilikan
c. Kecukupan

31
3. Ekonomi
a. Jenis pekerjaan
b. Jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan
c. Jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan
d. Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga dan lanjut usia.
4. Kemanan dan transportasi
a. Keamanan
1) Sistem keamanan lingkungan
2) Penanggulangan kebakaran
3) Penanggulangan bencana
4) Penanggulangan polusi, udara, air dan tanah.
b. Transportasi
1) Kondisi jalan
2) Jenis tranportasi yang dimiliki
3) Sarana transportasi yang ada
5. Politik dan pemerintahan
a. Sistem pengorganisasian
b. Struktur organisasi
c. Kelompok organisasi dalam komunitas
d. Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan
6. Sistem komunikasi
a. Sarana umum komunikasi
b. Jenis alat komunikasi yang digunakan dalam komunitas.
c. Cara penyebaran informasi
7. Pendidikan
a. Tingkat pendidikan komunitas
b. Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal atau non formal).
1) Jenis pendidikan yang diadakan di komunitas
2) Sumber daya manusia, tenaga yang tersedia
c. Jenis bahasa yang digunakan
8. Rekreasi
a. Kebiasaan rekreasi

32
b. Fasilitas tempat rekreasi

3.2 Analisis Masalah


Analisa data merupakan suatu studi dan pengujian data yang dapat
berbentuk kuantitatif maupun kuaitatif. Dalam analisa data, semua aspek harus
dipertimbangkan karena analisa data perlu menentukan kebutuhan kesehatan
dan dukungan masyarakat serta trend dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan analisa data terdapat beberapa langkah antara lain :
pengelompokan data, meringkas, membandingkan dan membuat kesimpulan.
Melakukan analisa data tersebut diatas membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan tentang menganalisa dan pengambilan keputusan melalui berpikir
kritis. Oleh karena itu perawat komunitas harus mempelajari dan menguasai
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan tersebut, sehingga perawat
mampu memberikan asuhan keperawatan komunitas.
Analisa data berarti perawat komunitas mempelajari data – data yang
telah terkumpul melalui metode pengumpulan data. Data yang telah terkumpul
dapat berupa data kualitati dan kuantitatif. Analisa data dilakukan untuk
melihat masalah kesehatan yang dialami masyarakat dan untuk
mengidentifikasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Analisa
data juga memberikan informasi tentang kekuatan yang dimiliki oleh
masyarakat, system pendukung dan sumber – sumber yang dapat dimanfaatkan
untuk peningkatan kesehatan.
1. Tahap – tahap analisa data
Analisa seperti beberapa prosedur lain yang kita lakukan, dapat
dipandang sebagai suatu proses yang mempunyai beberapa langkah atau
tahapan. Tahapan – tahapan yang digunakan untuk membantu melakukan
analisa tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mengelompokan data atau mengkategorikan data
Mengelompokan atau mengkateforikan data sangat membantu
kita dalam melakukan analisa data yang telah dikumpulkan dalam
komuntas. Kategori atau pengelompokan yang biasa digunakan yaitu
berdasarkan :

33
1) Karakteristik demografi ( jumlah anggota keluarga, usia, jenis
kelamin, kelompok rasial dan etnik dan lain – lain )
2) Karakteristik geografi ( batas wilayah, jumlah dan tipe tetangga,
lingkungan tempat tinggal dan jalan
3) Karakteristik sosial ekonomi ( pekerajaan, pendapatan, pendidikan,
rumah sewaan, rumah pribadi )
4) Karakteristik sistem pendukung dan pelayanan kesehatan ( rumah
sakit, klinik, pusat kesehatan mental dan sebagainya.
b. Meringkas
Setelah metode pengkategorian dilakukan, langkah selanjutnya
adalah meringkas atau menyimpulkan data pada masing – masing
kategori yang telah dikelompokan dapat dalam bentuk penghitungan,
table, atau grafik.
c. Membandingkan
Langkah berikutnya setelah data diringkas yaitu langkah
membandingkan data, apakah ada yang menyimpang atau abnormal,
apakah ada data – data yang tidak pantas atau keselahan – kesalahan
saat mengelompokan data sehingga perlu adanya revalidasi data.. data –
data yang diperoleh dari masyarakat dari wilayah binaan, dibandingkan
dengan data data yang sama seperti data yang bersifat kecamatan,
kabupaten , atau nasional.
d. Pengambilan Kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dikelompokan, diringkas dan
dibandingkan. Tahapan paling ahir adalah penarikan kesimpulan yang
logis dari bukti – bukti yang diperoleh yaitu pengambilan kesimpulan
yang mengarah pada pernyataan diagnosa keperawatan. Pada tahap ini
dilakukan sintesa apa yang diketahui perawat tentang komunitas, yaitu ;
apa maksud / arti dari data tesebut.
Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan
menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga
dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh

34
masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau masalah keperawatan. Tujuan
analisis data :
a. Menetapkan kebutuhan komunity
b. Menetapkan kekuatan
c. Mengidentifikasi pola respon komunity
d. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan

3.3 Diagnosis
Diagnosis terhadap hipertensi perlu dilakukan dalam interval waktu
tertentu untuk menentukan gejala hipertensi yang dialami seseorang. Diagnosis
ini dilakukan dalam keadaan tanpa pembiusan, tidak sedang mengkonsumsi
kopi, alkohol, serta tidak merokok. Terkadang terdapat kesalahan saat
melakukan diagnosa hipertensi terutama pada wanita lanjut usia karena
penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sehingga menimbulkan fluktuasi
dalam tekanan darah (Ridwan, 2009).
Diagnosis yang muncul pada asuhan keperawatan komunitas lansia
dengan hipertensi adalah:
1. Gangguan hipertensi pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan
pola hidup yang buruk.
2. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan
vasekuler serebral
3. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia di desa X berhubungan
dengan kelemahan umum.

3.4 Skoring
Skoring bertujuan untuk menentukan diagnose prioritas dalam proses
keperawatan. Scoring dilakukan dengan mempertimbangkan 12 aspek.
1. Gangguan curah jantung pada komunitas lansia di desa X berhubungan
dengan pola hidup yang buruk.
No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 5

35
2 Risiko Parah 3

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 4

5 Kemungkinan Diatasi 5

6 Sesuai program 4

7 Tempat 4

8 Waktu 3

9 Dana 1

10 Fasilitas kesehatan 4

11 Sumber dana 2

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

Jumlah 45

2. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan


vasekuler serebral
No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 5

2 Risiko Parah 4

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 2

5 Kemungkinan Diatasi 4

6 Sesuai program 5

7 Tempat 4

8 Waktu 2

9 Dana 1

10 Fasilitas kesehatan 4

11 Sumber dana 1

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

36
Jumlah 42

3. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia berhubungan dengan


kelemahan umum.
No Kriteria Penapisan Skoring

1 Risiko Terjadi 5

2 Risiko Parah 4

3 Potensial untuk pendidikan kesehatan 5

4 Minat masyarakat 2

5 Kemungkinan Diatasi 4

6 Sesuai program 5

7 Tempat 4

8 Waktu 2

9 Dana 1

10 Fasilitas kesehatan 4

11 Sumber dana 1

12 Sesuai dengan peran perawat CHN 5

Jumlah 42

3.5 Prioritas Masalah


1. Gangguan hipertensi pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan
pola hidup yang buruk.
2. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan
vasekuler serebral
3. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia berhubungan dengan
kelemahan umum

37
3.6 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Sasaran Tujuan Strategi Rencana Sumber kriteria hasil Standar


kegiatan evaluasi

1 Gangguan Komunitas Setelah Health 1. Pendidikan Mahasiswa, - Klien mampu - Respon


hipertensi lansia dilakukan Promotion kesehatan petugas menjelaskan verbal
dengan proses mengenai puskesmas, definisi hipertensi dan
pada
hipertensi keperawatan hipertensi kader - Klien mampu psikomot
komunitas dan selama 2 x 60 - Jelaskan posyandu menjelaskan or
lansia di keluarganya menit klien definisi lansia, secara singkat
mampu hipertensi keluarga factor risiko
desa X
memahami - Jelaskan factor hipertensi
berhubungan konsep risiko - Klien mampu
dengan pola hipertensi dan hipertensi menyebutkan
upaya - Jelaskan minimal 3 upaya
hidup yang
pencegahannya upaya pencegahan
buruk. preventif hipertensi dan
hipertensi cara mengubah
- Jelaskan cara prilaku sehat
mengubah - Klien mampu
prilaku pada menjelaskan
klien yang secara singkat
dapat penanganan dini

38
mencegah untuk hipertensi
hipertensi - Klien mampu
- Jelaskan mendemonstrasika
penanganan n terapi relaksasi
dini untuk otot progresif
hipertensi
- Ajarkan terapi
relaksasi otot
progresif
untuk
mengatasi
hipertensi

Komunitas Setelah Group 2. Bentuk Komunitas - Terbentuk Respon


lansia dilakukan Process komunitas lansia komunitas peduli psikomotor
pembinaan peduli dengan hipertensi dan afektif
selama 2x120 hipertensi hipertensi, dengan kader
menit, klien - Adakan kader minimal 5 orang
mampu sosialisasi posyandu dan anggota
membentuk pembentukan lansia, minimal 15
komunitas komunitas petugas orang
peduli peduli puskesmas - Tersusunnya
hipertensi hipertensi suatu tujuan
- Lakukan yang sama dalam

39
pengkaderan komunitas peduli
untuk menjadi hipertensi
perintis - Minimal sudah
komunitas berjalannya 1
peduli kegiatan rutin
hipertensi
- Rintis
komunitas
peduli
hipertensi
dengan
merumuskan
tujuan
berdirinya
komunitas dan
kegiatan-
kegiatan yang
akan
dijalankan
oleh
komunitas
peduli
hipertensi
- Pantau dan

40
berikan
masukan
positif pada
komunitas
peduli
hipertensi

Komunitas Setelah Partnership 3. Lakukan inisiasi Komunitas - Terlaksananya Respon


lansia dilakukan dengan pihak lansia, pemerikanan psikomotor
dengan pertemuan puskesmas petugas tekanan darah dan afektif
hipertensi, selama 1x 60 untuk puskesmas secara rutin
petugas menit dapat melakukan minimal 1 bulan
puskesmas terjalin kerjasama oleh petugas
kerjasama pemeriksaan puskesmas
pemeriksaan tekanan darah - Terlaksananya
tekanan darah lansia secara minimal 2 upaya
dan upaya rutin dan program
preventif kegiatan pencegahan
penyakit preventif untuk hipertensi pada
hipertensi penyakit komunitas lansia.
secara rutin hipertensi
kepada
komunitas

41
lansia dengan
hipertensi

Komunitas Setelah Empowerment 4. Jelaskan pada Komunitas Komunitas saling Respon


lansia dilakukan lansia bekerjasama afektif dan
pembinaan komunitas
dengan lansia dengan dengan denganpembagian psikomotor
hipertensi selama 1x60
menit hipertensi dan hipertensi peran untuk
keluarga dan mencegah
diharapkan keluarga hipertensi
komunitas masing-
mampu masing
menjalankan peranannya
perannya untuk saling
masing-masing bekerjasama
dalam upaya mencagah
pencegahan hipertensi
hipertensi

42
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diagnosa keperawatan komunitas yang bias ditegakkan pada
asuhan keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi adalah:
a. Gangguan hipertensi pada komunitas lansia di desa X berhubungan
dengan pola hidup yang buruk.
b. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan
vasekuler serebral
c. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia di desa X
berhubungan dengan kelemahan umum.

43
DAFTAR PUSTAKA

Dapat diakses di :

https://www.scribd.com/doc/94502229/Asuhan-Keperawatan-Komunitas-Lansia

https://www.academia.edu/8875072/Asuhan_Keperawatan_Pada_Kelompok_Khu
sus_Lansia

https://www.academia.edu/37247069/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_LA
NSIA_DENGAN_HIPERTENSI_Nursing_Care_with_Hypertension_in_The_Eld
erly

https://www.academia.edu/8875072/Asuhan_Keperawatan_Pada_Kelompok_Khu
sus_Lansia

44

Anda mungkin juga menyukai