Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GANGGUAN ISI PIKIR: WAHAM

A. Kasus (masalah utama)


Gangguan Isi Pikir: Waham
B. Proses terjadinya masalah
1. Definisi
Proses berfikir meliputi proses pertimbangan ( judgment), pemahaman

(comprehension), ingatan serta penalaran ( reasoning ). Arus idea simbul atau

asosiasi yang terarah kepada tujuan dan yang di bangkitkan oleh suastu masalah

atau tugas dan yang menghantarkan kepada suatu penyelesaian yang terorientasi

pada kenyataan merupakan proses berfikir yang normal. Aspek proses berfikir

dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu bentuk pikiran, arus pikiran dan isi pikir.

Gangguan isi pikir dapat terjadi baik pada isi pikiran non verbal maupun pada isi

pikiran verbal diantaranya adalah waham. ( Marasmis, 2005)


Marasmis juga menekankan bahwa berbagai macam factor yang

mempenngaruhi proses pikir itu, umpamanya factor somatic ( gangguan otak,

kelelahan). Factor fsikologi (gangguan emosi, psiko, factor social, kegaduhan dan

keadaan social yang lain) yang sangat mempengaruhi ketahanan dan konsentrasi

individu. Aspek proses pikir yaitu : bentuk pikir, arus pikir dan isi pikir ditanbah

dengan pertimbangan.
Kaplan dan Sadock (1998) mengatakan bahwa waham adalah keyakinan yang

salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam kenyataan. Waham

sedikitnya harus ada selama sebelum dan sistematik dan tidak bizar ( dalam

bentuk fragmentasi, respon, emosi pasien terhadap system waham biasanya

kongruen dan sesuai dengan isi waham itu. Pasien secara relative biaanya bebas

dari psikopatologi diluar wawasan system wahamnya. Awal mulanya sering terjadi

pada umur dewasa , menengah dan lanjut.


David A Tomb (2004) beranggapan bahwa waham adalah suatu keyakinan

kokoh yang salah yang tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut, mungkin

aneh dan tetap dipertahankan meskipun telah diberikan bukti-bukti yang jelas

untuk mengoreksinya. Waham sering ditemukan dalam gangguan jiwa berat dan

beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada skizoprenia.

Semakin akut psikosis semakin sering di temui waham disorganisasi dan waham

tidak sistematis.
Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikir yang tidak sesuai dengan

kenyataanya atau tidak cocok dengan intelegensi dan latar belakang kebudayaan,

biarpun dibuktikan kemustahilan hal itu ( Marasmis, 2005).


Dari pendapat para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa waham sebagai salah
satu perubahan proses khususnya isi pikir yang ditandai dengan keyakinan
terhadap ide-ide, pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan dan sulit diubah
dengan logika atau bukti-bukti yang ada.

2. Jenis-jenis Waham
Adapun jenis-jenis waham menurut Marasmis, stuart and sundeen ( 1998) dan

Keliat (1998) waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu:


a. Waham agama : keyakinan klien terhjadap suatu agama secara

berlebihan diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.


b. Waham kebesaran : klien yakin secara berlebihan bahwa ia memiliki

kebesaran atau kekuatan khusus diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai

dengan kenyataan (orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai, orang

kaya)
c. Waham somatic : klien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya

teganggu dan terserang penyakit, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai

dengan kenyataan.
d. Waham curiga : kecurigaan yang berlebihan dan tidak rasional dimana

klien yakin bahwa ada seseorang atau kelompok orang yang berusaha

merugikan atau menciderai dirinya, diucapkan beulang kali tetapi tidak

sesuai dengan kenyataan.


e. Waham nihilistic : klien yakin bahwa dirinya sudah ridak ada di dunia

atau sudah meninggal, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan

kenyataan.
f. Waham bizar
1. Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang

dsisipkan di dalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak

sesuai dengan kenyataan


2. Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang

dia pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut,

diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.


3. Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan

dari luar.
3. Fase-Fase Waham
1. Lack of Selfesteem
Tidak ada pengakuan lingkungan dan meningkatnya kesenjangan antara

kenyataan dan harapan. Ex : perceraian->berumah tangga tidak diterima oleh

lingkungannya.

2. Control Internal Eksternal


Mencoba berfikir rasional, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan

kenyataan. Ex : seseorang yang mencoba menutupi kekurangan


3. Environment support
Kerusakan control dan tidak berfungsi normal ditandai dengan tidak merasa

bersalah saat berbohong. Ex : seseorang yang mengaku dirinya adalah guru

tari.
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungan, klien

merasa didukung, klien menganggap hal yang dikatakan sebagai kebenaran,

kerusakan control diri dan tidak berfungsi normal (super ego)


4. Fisik Comforting
Klien merasa nyaman dengan kebohongannya
5. Fase Improving
Jika tidak ada konfrontasi dan korelasi maka keyakinan yang salah akan

meningkat.
4. Faktor predisposisi
Menurut Townsend (1998) factor predisposisi dari perubahan isi pikir :

waham kebesaran dapat dibagi menjadi dua teori yang diuraikan sebagai berikut :
1. Teori Biologis
a. Faktor-faktor genetic yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan

suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan

kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
b. Secara relative ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan

skizoprenia mungkin pada kenyataanya merupakan suaru kecacatan sejak

lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan

suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak dari orang-orang yang

menderoita skizoprenia. Gangguan perkembangan dan fungsi otak / system

saraf pusat yang menimbulkan ( Hambatan perkembangan otak khususnya

lobus frontal,temporal dan limbic dan Pertumbuhan dari perkembangan

individu pada prenatal, perinatal, neonatus, dan kanak-kanak )


c. Teori biokimia menyatakan adanya peningkata dupamin

neorotransmiter yang dipertukarkan mengahasilkan gejala-gejala

peningkatan aktifitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi

yang umumnya diobservasi pada psikosis.


2. Teori Psikososial
a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Townsend (1998) menggambarkan

perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi

keluarga. Komflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman

hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada

ansietas dan suatu kondisi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya

suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang

tua dan anak-anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada

orang tua dan masuk kepada masa dewasa, dimana di masa ini anak tidak

akan mampu memenuhi tugas perkembangan dewasanya.


b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis

akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan.

Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dan

orang tua tidak mampu membentuk rasa percaya tehadap orang lain.
c. Teoti psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu

ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling

mempengaruhi orang tua dan anak . karena ego menjadi lebih lemah

penggunaan mekanisme pertahanan itu pada waktu kecemasan yang

ekstrem mennjadi suatu yang maladaptive dan perilakunya sering kali

merupakan penampilan dan sekmen diri dalam kepribadian.


5. Faktor Presipitasi
Riwayat presipitasi yang biasanya menimbulkan waham merupakan

karakteristik umum, latar belakang, termasuk penganiayaan fisik / emosional,

tekanan, isolasi, permusuhan, perasaan tidak berguna ataupun tidak berdaya.


Menurut Stuart dan Sundeen (1998) factor presipitasi dari perubahan isi pikir:

waham kebesaran yaitu :


1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan nerobiologis yang maladaptive

termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan

isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi

rangsangan.
2. Stress lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang

berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya

gangguan prilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu yang biasanta terdapat pada respon neurobiologist yang maladaptive

berhubungan denagn kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu,

seperti: gizi buruk, kurang tidur,infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau


lingkunag yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap

penampilan, stress agngguan dalam berhubungan interpersonal, kesepian,

tekanan, pekerjaa, kemiskinan, keputusasaan dan sebaigainya.


6. Tanda dan gejala
Menurut Kaplan dan Sadock (1997), kondisi klien yang mengalami waham

adalah:
a. Status mental
1. Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat

normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.


2. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
3. Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga.
4. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan

identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal.


5. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya

kualitas depresi ringan.


6. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/

menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa

klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.


b. Sensori dan kognisi
1. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang

memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi.


2. Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh).
3. Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang

jelek.
4. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan

dirinya. Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi

klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang

direncanakan.

7. Rentang Respon

Adapun rentang respon manusia terhadap stress yang menguraikan tentang

respon gangguan adaptif dan malladaptif dapat dijelaskan sebagai berikut ( stuart

dan sundeen, 1998 hal 302)


RENTANG RESPON RESIKO BUNUH DIRI

Respon adaptif respon maladaptif


Pikiran Logis Distorsi Pikiran Gangguan isi

pikir/delusi/waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten dengan Reaksi emosi Sulit brespon emosi


pengalaman berlebihan atau kurang
Prilaku disorganisasi
Prilaku sesuai Prilaku aneh
Isolasi sosial
Berhubungan social Menarik diri

8. Mekanisme Koping
Dari rentang respon neurobiologis diatas dapat dijelaskan bila individu

merespon secara adaptif maka individu akan berfikir secara logis. Apabila

individu berada pada keadaan diantara adaptif dan maladaptif kadang-kadang

pikiran menyimpang atau perubahan isi pikir terganggu. Bila individu tidak

mampu berfikir secara logis dan pikiran individu mulai menyimpang maka ia

makan berespon secara maladaptif dan ia akan mengalami gangguan isi pikir :

waham curiga.
Agar individu tidak berespon secara maladaptive maka setiap individu harus

mempunyai mekanisme pertahanan koping yang baik. Menurut seorang ahli medis

dalam penelitiannya memberikan definisi tentang mekanisme koping yaitu semua

aktivita kognitif dan motorik yang dilakukan oleh seseorang yangnn sakit untuk

mempertahanakna intrgritas tubuh dan psikisnya, memulihkan fungsi yang rusak


dna membatasi adanya kerusakan yang tidak bisa dipulihkan ( dipowski, 2009).

Mekanisme koping dapat dibedakan menjadi dua yaitu:


1. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan

berorientasi pad atindakan untuk memenuhi secara reakstik tuntunan situasi

stress.
2. Perilaku menyerang, digunakan untuk mengubah atau mengatasi

hambatan pemenuhan kebutuhan.


3. Prilaku menarik diri, digunakan baik secara fisik maupun psikologic

untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.


4. Prilaku kompromi, digunakan untuk mengubah cara seseoprang

mengoprasikan, menmgganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan

personal seseorang.

Mekanisme pertahana ego, merupakan mekanismne yang dapat membantu

mengatasi cenas ringan dan sedang, jika berlangsung pada tingkat sadar dan

melibatkan penipuan diri dan disorientasi realitas, maka mekanisme ini dapat

merupakan respon maladaptive terhadap stress. (Anonymous, 2009)

9. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
b. Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada

penatalaksanaan skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan

dan Sadock (1998) antara lain :


1. Anti Psikotik
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain:
a. Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi

gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25 mg, kemudian
dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000

mg/hari secara oral.


b. Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik

diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari.

c. Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan

mania. Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg.

Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan

waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus

diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal

berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti

psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang

paling sering adalah ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus

diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat

ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada

klien.

c. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling

percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak

boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus

membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu, jujur dan

membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang dikembangkan adalah

hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang

berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena

disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu

menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan wahamnya akan


menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan konstruktif.

Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes

realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal

klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien,

misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa

yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya, sehingga

menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah membantu

klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang

kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat

timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi,

suatu hubungan terapeutik positif telah ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat

dilakukan.
d. Terapi Keluarga
Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai

sekutu dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam

membantu ahli terapi dan membantu perawatan klien.

C. Rencana Keperawatan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Isi Pikir: Waham

Perencanaan
Tgl Diagnosa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Gangguan Pasien mampu : Setelah pertemuan SP 1
Proses Pikir :  Berorientasi pasien dapat  Identifikasi kebutuhan
Waham kepada realitas memenuhi pasien
secara bertahap kebutuhannya  Bicara konteks realita
 Mampu (tidak mendukung atau
berinteraksi dgn membantah waham
orang lain & pasien)
lingkungan  Latih pasien untuk
 Menggunakan obat memenuhi kebutuhannya
dgn prinsip 6 benar  Masukkan dalam jadwal
harian pasien
Setelah pertemuan SP 2
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan yang lalu (SP 1)
kegiatan yang  Identifikasi potensi/
sudah dilakukan kemampuan yang dimiliki
 Mampu  Pilih dan latih potensi/
menyebutkan kemampuan yang dimiliki
serta memilih  Masukkan dalam
kemampuan yang jadwal kegiatan pasien
dimiliki

Setelah pertemuan SP 3
pasien dapat  Evaluasi kegiatan
menyebutkan yang lalu (SP1&2)
kegiatan yang sudah  Pilih kemampuan
dilakukan dan yang dapat dilakukan
mampu memilih  Pilih dan latih potensi
kemampuan lain kemampuan lain yang
yang dimiliki. dimiliki
 Masukkan dalam
jadwal kegiatan pasien

Keluarga mampu : Setelah pertemuan SP 1


 Mengidentifik keluarga mampu : Identifikasi masalah
asi waham pasien  keluarga dalam merawat
 Memfasilitasi Mengidentifikasi pasien
pasien untuk masalah  Jelaskan proses
memenuhi menjelaskan cara terjadinya waham
kebutuhannya merawat pasien  Jelaskan tentang cara
 Mempertahank merawat pasien waham
an program  Latih (simulasi) cara
pengobatan pasien merawat
secara optimal  RTL keluarga/ jadwal
merawat pasien
Setelah pertemuan SP 2
keluarga mampu :  Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan yang lalu (SP 1)
kegiatan yang  Latih keluarga cara
sesuai dilakukan merawat (langsung ke
 Mampu pasien)
memperagakan  RTL keluarga
cara merawat
pasien

Setelah pertemuan SP 3
keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan
 Mengidentifi keluarga
kasi masalah dan  Evaluasi kemampuan
mampu pasien
menjelaskan cara  RTL keluarga
Follow up
merawat pasien
Rujukan

Anda mungkin juga menyukai