DISUSUN OLEH:
MIA NUR ISTIKOMAH
NIM.20033
Hari :
Tanggal :
Pembimbing Akademik
(Wahyu Widodo,S.Kp,Ns,M.Kep)
KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK
A. Pengertian Lansia
Lanjut umur ialah sesi akhir pertumbuhan pada fase kehidupan manusia
yang ialah sesuatu proses natural yang tidak bisa dihindari oleh tiap
orang(Annisa and Ifdil 2016). Lanjut usia ialah proses natural yang tidak bisa
dihindari. Terus menjadi bertambahnya umur, guna badan hadapi kemunduran
menyebabkan lanjut usia lebih gampang tersendat kesehatannya, baik kondisi
raga ataupun kesehatan jiwa(Rohadi, Putri, and Karimah 2016).
Berdasarkan definisi diatas dapat dinyatakan bahwa lanjut usia adalah
sesi akhir pada fase kehidupan. Lansia mengalami kemunduran yang
menyebabkan lebih mudah terhambat kesehatannya, baik kondisi raga ataupun
kesehatan jiwa.
B. Aging Process (Proses Penuaan)
Proses penuaan( aging process) ialah proses yang natural diisyarati
dengan terdapatnya menyusutnya ataupun berubahnya keadaan raga,
psikologis ataupun social pada dikala lansia berhubungan dengan orang lain.
Proses menua bisa merendahkan keahlian kognitif serta penyusutan kognitif
serta energi ingat.(Kuswati, Sumedi, and Hartati 2020)
Lanjut usia terjalin pergantian secara fisiologis, kognitif serta kesehatan
psikologis hendak terdampak berkurangnya keahlian penuhi kebutuhan
fungsional, kecemasan, menarik diri serta ketidakmampuan buat mengambil
keputusan yang berkaitan dengan kebutuhannya. Pergantian raga meliputi
pergantian penampilan, pergantian sistem organ badan dalam yang berbeda,
pergantian terhadap guna psikologis, pergantian seksualitas serta penampilan,
pergantian pada sistem syaraf. (Pambudi, Dwidiyanti, and Wijayanti 2018)
C. Penurunan Fungsi Lansia
Lanjut usia diakibatkan terdapatnya pergantian terdapatnya pergantian
fisiologis yang terjalin oleh organ. Semacam pergantian fisiologis yang
terjalin mengakibatkan proses penuaan antara lain:
1. Sistem penginderaan
Lanjut usia hadapi penyusutan persepsi sensori yang menjadi
ketidaknyamanan bersosialisasi sebab terjalin mundurnya dari fungsi-
fungsi sensoris yang dimiliki. Indera yang mempunyai semacam
penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman serta perabaan ialah
bagian integrasi dari persepsi sensori
2. Penglihatan
Pertambahan umur, lemak hendak berakumulasi disekitar kornea
serta dibentuk lingkaran berupa putih ataupun kuning di antara iris serta
sclera. Peristiwa tersebut adalah arkus sinilis, umumnya di temukan pada
lanjut umur. Pergantian penglihatan serta fungsi mata diduga normal pada
proses penyusutan yang tercantum pengurangan keahlian dalam
dilaksanakan akomodasi, konstriksi pupil akibat penyusutan serta
pergantian warna dan keruhan lensa mata, yang katarak.
Perihal ini menyebabkan akibat pada penyusutan keahlian sistem
visual dari indera penglihatan, perannya memberikan informasi ke lapisan
saraf pusat tentang posisi serta letak tubuh terhadap area di dekat bagian
tubuh hingga bisa pertahankan posisi supaya tidak jatuh serta senantiasa
tegak.
3. Pendengaran
Sistem panca indera yang lain merupakan berubahnya sistem
pendengaran. Terjadinya beberapa perubahan seperti presbiakusis ialah
kendala pendengaran sebab hilang kemampuan daya dengar di telinga
dalam, khususnya terhadap bunyi serta nada yang tinggi, pada bunyi tak
jelas, pada kalimat susah dipahami.
4. Sistem persyarafan
Sistem persyarafan mengalami beberapa penurunan meliputi
cepatnya penurunan hubungan persyarafan, berat otak menurun 10-20%
(setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya), Lambat
dalam respoon serta waktu agar bereaksi,khususnya stress. Mengecil nya
saraf panca indera : berkurang penglihatan, hilang pendengaran, kecilnya
saraf penciuman, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin dan berkurangnya sensitif terhadap sentuhan.
5. Sistem Kardiovaskuler
Terdapat sebagian pergantian yang terjadi pada sistem
kardiovaskuler ialah pergantian pada pembuluh- pembuluh leher, curah
jantung, bunyi jantung serta murmur. Memanjang serta berkelok- keloknya
pembuluh di leher spesialnya pada aorta serta cabang- cabangnya
kadangkala menimbulkan arteri karotis berkelok- kelok ataupun tertekuk
di pangkal leher, khususnya di sisi kanan. Masa berdenyut yang terjalin
pada pengidap hipertensi spesialnya lanjut usia wanita seringkali
berhubungan selaku keadaan aneurisma karotis ataupun dapat disebut
sebagai dilatasi sejati arteri. Aorta yang berkelok- kelok kadangkala
meningkatkan tekanan di vena jugularis sebelah kiri leher dengan
mengganggu drainase vena ini di dalam thoraks.
Pergantian sistem kardiovaskuler dijabarkan oleh( Azizah, 2011:
12) antara lain tambahnya massa jantung, pada ventrikel kiri akibat
hipertrofi, serta kemampuan peregangan jantung menurun akibat
terbentuknya pergantian pada jaringan ikat serta penumpukan lipofusin
serta klasifikasi SA node dan akibat dari berubahnya jaringan konduksi
jadi jaringan ikat. Pergantian yang yang lain ialah konsumsi oksigen pada
tingkatan optimal menurun yang hendak menyebabkan kapasitas pada paru
menurun. Dalam perihal ini kegiatan fisik ataupun aktivitas berolahraga
sangat dibutuhkan guna tingkatkan Volume O2 ( oksigen) maksimum,
kurangi tekanan darah serta guna merendahkan tekanan darah.
Kendala yang terjalin pada sistem kardiovaskuler pada lanjut usia
ialah pada bilik aorta terjalin penyusutan elastisitas, tidak cuma itu kaliber
pada aorta juga hadapi pertumbuhan. Pergantian secara fisiologis ini bisa
terjalin pada katup- katup jantung di mana inti sel pada sel- sel katup
jantung ini menurun dari jaringan fibrosa stroma jantung, penumpukan
lipid, degenerasi kolagen, serta pula klasifikasi jaringan fibrosa jaringan
katup tersebut. Dimensi katup juga meningkat bersamaan akumulasi umur.
Irama inheren pada jantung menyusut dengan bertambahnya umur. Perihal
ini diakibatkan oleh menyusutnya denyut jantung. Denyut jantung pada
lanjut usia senantiasa rendah apabila dibanding dengan orang berusia,
meski pada lanjut usia yang kerap melaksanakan kegiatan raga. Aritmia
berbentuk ekstrasistol pada lanjut usia, ditemui lebih dari 10% pada lanjut
usia yang periksakan EKG nya secara teratur. Perihal yang tidak berganti
pada lanjut usia merupakan guna sistolik pada jantung.
6. Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lanjut usia hadapi anoreksia yang terjalin
akibat pergantian keahlian digesti serta absorpsi pada badan lanjut usia.
Tidak hanya itu lanjut usia hadapi penyusutan sekresi asam serta enzim.
Pergantian yang lain merupakan pergantian pada morfologik yang terjalin
pada mukosa, kelenjar serta otot pencernaan yang hendak berakibat pada
terganggunya guna mengunyah serta menelan, dan terbentuknya
pergantian nafsu makan.
7. Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi pergantian yang terjalin pada lanjut usia
diisyarati oleh kecil ovari serta uterus, terjalin atrofi buah dada. Terhadap
pria testis bisa diproduksi spermatozoa walaupun terdapatnya penyusutan
secara berangsuran, dan dorongan seks masih terdapat sampai umur 70
tahun.
8. Sistem Endokrin
Sistem endokrin ada sebagian hormon yang dibuat jumlah besar
dalam respon menanggulangi tekanan pikiran. Akibat kemunduran
penciptaan hormon pada lanjut usia, lanjut usia juga hadapi penyusutan
respon dalam mengalami tekanan pikiran.
9. Integumen
Pergantian sistem integumen diisyarati oleh kulit lanjut usia yang
hadapi atrofi, kendur, tidak elastis, kering serta mengkerut. Pergantian
tersebut yaitu pergantian terhadap kulit lanjut usia dimana kulit pada lanjut
usia hendak jadi kering diakibatkan dari minimnya cairan oleh kulit
hingga kulit jadi berbecak serta tipis. Atrofi sebasea serta glandula
sudoritera ialah pemicu dari timbulnya kulit kering. Liver spot juga jadi
ciri dari berubah sistem integumen pada lanjut usia. Liver spot ini ialah
suatu melamin bercorak cokelat yang timbul pada kulit.
10. Sistem muskulosketal
Penurunan pada jaringan muskuloskeletal meliputi:
a. Otot
Pergantian yang terjalin pada otot lanjut usia meliputi
penyusutan jumlah serta dimensi serabut otot, kenaikan jaringan
penghubung serta jaringan lemak pada otot. Akibat terbentuknya
pergantian morfologis pada otot, lanjut usia hendak hadapi penyusutan
kekuatan, penyusutan fleksibilitas, kenaikan waktu respon serta
penyusutan keahlian fungsional otot.
b. Sendi
Pergantian pada lanjut usia di wilayah sendi meliputi
menyusutnya elastisitas jaringan ikat semacam tendon, ligament serta
fasia. Terjalin degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago serta
kapsul sendi. Terjalin pergantian pula pada sendi yang kehabisan
fleksibilitasnya sehingga luas serta gerak sendi juga jadi menyusut.
Dampaknya lanjut usia hendak hadapi perih sendi, kekakuan sendi,
kendala kegiatan, kendala jalur.
c. Tulang
Pergantian yang terjalin pada tulang yaitu kurang padat tulang.
Kurangnya padatnya tulang ini jadi pemicu osteoporosis pada lanjut
usia. Peristiwa jangka panjang yang hendak terjalin kala lanjut usia
sudah hadapi osteoporosis merupakan perih, deformitas serta fraktur.
Oleh karena itu, kegiatan raga juga jadi upaya preventif yang pas.
d. Jaringan penghubung (kolagen serta elastin)
Kolagen ialah dukungan oleh kulit, tendon, tulang serta
jaringan pengikat jadi suatu batang yang tidak tertib. Pergantian pada
kolagen ini jadi pemicu penurunan fleksibilitas pada lanjut usia
hingga mencuat akibat perih, penyusutan keahlian buat tingkatkan
kekuatan otot, kesusahan duduk serta berdiri, jongkok serta berjalan.
Upaya yang butuh dicoba merupakan upaya fisioterapi.
e. Kartilago
Jaringan kartilago oleh sendi yang lunak dan hadapi granulasi
dimana hendak membagikan akibat pada rata permukaan sendi.
11. Perubahan Kognitif
a. Daya Ingat, Ingatan (Memory)
b. IQ (Intellegent Quocient)
c. Kemampuan belajar (Learning)
d. Kemampuan pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan masalah (Problem solving)
f. Pengambilan keputusan (Decission Making)
g. Kebijaksanaan (Widsom)
h. Kinerja (Performance)
i. Motivasi (Motivation)
12. Perubahan Mental
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahn mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khusunya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat Pendidikan
d. Keturunan (Hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutuhan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkain dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan family
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau
kepercayaan dalam kehidupannya.
13. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia megalami penuruan kesehatan, seperti menderita
peyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sesrik terutama
pedengaran
c. Depresi
Duka cita yang berlaut akan meimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu
episde depresi, depresi juga dapat disesbabkan karena stress
lingkungan dan menurunya kemapuan adaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golngan: fobia, panic, gangguan obsesif k
kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungan degan skunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghetian mendadk dari suatu
obat.
e. Parafreia
Suatu betuk skizofreia pada lansia, ditandai dega waham
(curiga), lansia serimg merasa tetangga mencuri barang-barang atau
berniat membutuhkannya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/dislasi atau menarik diri dengan sosial.
f. Sidroma Diogenes
Suatu kelainan diamana lansia meunjukan penampilan perilaku
sangat megaggu. Rumah atau kama tidur bau karena lansia bermain-
main degan feses da urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak
teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadan tersebut dapat terulang
kembali
KONSEP DASAR HIPERTENSI
A. Definisi Hipertensi
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hb/Ht : kaji adanya sel terhadap volume cairan(viskositas) serta bisa
indikasi faktor pemicu yaitu : hipokoagulabilitas, kekurangan darah.
2. BUN / kreatinin : menginformasikan data perfusi ataupun fungsi ginjal.
3. Glucosa : Hiperglikemi (DM merupakan penyebab hipertensi) bisa
berakibat keluar kadar ketokolamin.
4. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal serta
terdapat DM.
5. CT Scan : Kaji ada tumor cerebral, encelopati.
6. EKG : Bisa memberitahu pola keregangan, dimana luas, ketinggian
gelombang P merupakan ciri menandakan penyakit jantung hipertensi.
7. IUP : mengenal penyebab hipertensi semacam : Batu ginjal perbaikan
ginjal.
8. Photo dada : Tunjuk destruksi kalsifikasi di area katup, pembesaran
jantung.
G. KOMPLIKASI
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat menjadi lemah,
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala
terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung,
limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian
tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau
lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan
diri secara mendadak.
2. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arteroklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga
hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya
membrane glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4. Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih
berat untuk memompa darah yang menyebabkan pembesaran otot jantung
kiri sehingga jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot
jantung kiri disebabkan kerja keras jantung untuk memompa darah.
5. Kerusakan pada Mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah dan saraf pada mata.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi
sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass
Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan
rumus membagi berat badan dengan tinggi badan yang telah
dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi
dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan serat.
Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan
darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).
d. Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan
suatu mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.Antagonis kalsium
menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme
yang berbeda.
e. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
f. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat
yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan segera.
sebagian besar diberikan secara intravena : diazoxide, nitroprusside,
nitroglycerin, labetalol.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI
A. Pengkajian
Menurut (Handa Gustiawan 2019) yang perlu dikaji ialah :
1. Identitas
Ada beberapa yang merupakan identitas yaitu : Nama, umur,
agama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan
terakhir, tanggal masuk panti, kamar dan identitas keluarga pasien (Handa
Gustiawan 2019)
2. Keluhan Utama
Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah sakit kepala disertai rasa berat ditengkuk, sakit kepala berdenyut.
Nyeri kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan
sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahata dan minum obatan (Gede,
2011).
Menurut AHA (American Heart Association) penderita hipertensi
bisa memiliki tekanan darah tinggi selama bertahun- tahun tanpa
merasakan gejala apa pun. Sepertiga penderita hipertensi tidak menyadari
bahwa dirinya memiliki tekanan darah tinggi. Gejala mulai muncul ketika
sudah ada tanda kerusakan pembuluh darah. Dikatakan mengalami
hipertensi saat hasil pembacaan tekanan darahnya berada di atas ambang
batas tensi normal 120/80 mmHg. Tekanan darah tinggi tidak
menyebabkan sakit kepala atau mimisan, kecuali pada kondisi darurat atau
tensi sangat tinggi.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, pusing, wajah
kemerahan, pendarahan dihidung dan kelelahan yang bisa terjadi pada
penderita hipertensi. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak
diobati, bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan, sesak nafas, muntah,
pandangan kabur, yang terjadinya karena ada kerusakan pada otak,
jantung, mata dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami
penurunan kesadaran bahkan koma (Cahyani, 2020).
m. Gastrointestinal
Inspeksi anoreksia, tidak toleran terhadap makan, hilangnya nafsu
makan, mual, muntah, perubahan berat badan, perubahan kelembapan
kulit.
n. Perkemihan
Inspeksi tidak ada edema pada pasien, inkotinensia urine.
o. Genito Reproduksi Wanita
Inspeksi: tidak ada lesi, riwayat mentruasi, riwayat menopause, tidak
ada penyakit kelamin. Palpasi tidak ada nyeri tekan pelvic.
p. Muskuloskeletal
Inspeksi kelemahan, letih, ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan rutin, perubahan warna kulit, gerak tangan empati, otot
muka tegang (khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat.
q. Sistem saraf pusat
Inspeksi terdapat sakit kepala, kejang, kaku kuduk, serangan jantung,
stroke, tremor.
r. Sistem endokrin
Inspeksi pada pasien penderita hipertensi tidak ditemukan adanya
pembesaran pada kelenjar tiroid dan karotis.
15. Pengkajian status fungsional dan pengkajian status kognitif
a. Pengkajian status fungsional
1) Indeks katz .
Pemeriksaan indeks katz memfokuskan aktivitas kehidupan
sehari-hari yaitu kegiatan mandi, memakai pakaian, pindah tempat,
toileting, dan makan. Mandiri merupakan tidak ada yang
mengawasi, mengarahkan, ataupun bantuan orang lain. Pengkajian
ini mendasarkan pada status aktual serta bukan terhadap
kemampuan. Pengkajian ini dapat mengukur kemampuan
fungsional lanjut usia dilingkungan sekitar rumah. (Susanto 2018).
2) Barthel indeks
Pemeriksaan barthel indeks adalah alat mengukur
kemandirian lanjut usia yang sering digunakan, dengan ukur
mandiri fungsional pada perihal keperawatan diri serta mobilitas.
Barthel indeks tidak mengukur ADL, instrumental, komunikasi,
dan psikososial. Pengukuran pada barthel indeks bertujuan buat
ditunjukkan peningkatan pelayanan yang dibutuhkan pasien.
Barthel indeks dapat mengambil pada catat medik penderita,
pengamatan langsung ataupun catatan sendiri pada pasien.
(Susanto 2018)
b. Pengkajian status kognitif
1) SPMSQ (Short portable mental status questionaire) adalah
beberapa penguji sederhana yang sudah digunakan secara luas
buat kaji status mental. Menguji semacam 10 pertanyaan berkaitan
dengan orientasi, riwayat pribadi, ingatan janka pendek, ingatan
jangka panjang dan perhitungan. (Rosita 2012)
2) MMSE/Mini mental state exam ialah bentuk mengkaji kognitif
yang digunakan. Lima fungsi kognitif dalam MMSE yaitu
konsentrasi, bahasa, orientasi, ingatan serta atensi. MMSE terdiri
dari dua bagian, bagian pertama hanya membutuhkan respon
verbal dan mengkaji orientasi, memori dan atensi. Bagian kedua
kaji kemampuan tulis kalimat, nama objek, ikuti perintah verbal
serta tulis, salin suatu desain poligon kompleks. (Rhosma S, 2014)
B. Diagnosa Keperawatan
Pada hasil pengkajian dan penelitian yang didapatkan dari Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia dengan masalah hiperurisemia (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI 2017) adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intevensi Keperawatan: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI PPNI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. DPP PPNI.