Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN MASALAH HIPERTENSI

DI DESA KRANDEGAN, KECAMATAN BAYAN, KABUPATEN


PURWOREJO

DISUSUN OLEH:
MIA NUR ISTIKOMAH
NIM.20033

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB


PURWOREJO

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


LEMBAR PENGESAHAN

“Laporan Pendahuluan Hipertensi Pada Lansia di Desa Krandegan, Kecamatan


Bayan, Kabupaten Purworejo” telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik

(Wahyu Widodo,S.Kp,Ns,M.Kep)
KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

A. Pengertian Lansia
Lanjut umur ialah sesi akhir pertumbuhan pada fase kehidupan manusia
yang ialah sesuatu proses natural yang tidak bisa dihindari oleh tiap
orang(Annisa and Ifdil 2016). Lanjut usia ialah proses natural yang tidak bisa
dihindari. Terus menjadi bertambahnya umur, guna badan hadapi kemunduran
menyebabkan lanjut usia lebih gampang tersendat kesehatannya, baik kondisi
raga ataupun kesehatan jiwa(Rohadi, Putri, and Karimah 2016).
Berdasarkan definisi diatas dapat dinyatakan bahwa lanjut usia adalah
sesi akhir pada fase kehidupan. Lansia mengalami kemunduran yang
menyebabkan lebih mudah terhambat kesehatannya, baik kondisi raga ataupun
kesehatan jiwa.
B. Aging Process (Proses Penuaan)
Proses penuaan( aging process) ialah proses yang natural diisyarati
dengan terdapatnya menyusutnya ataupun berubahnya keadaan raga,
psikologis ataupun social pada dikala lansia berhubungan dengan orang lain.
Proses menua bisa merendahkan keahlian kognitif serta penyusutan kognitif
serta energi ingat.(Kuswati, Sumedi, and Hartati 2020)
Lanjut usia terjalin pergantian secara fisiologis, kognitif serta kesehatan
psikologis hendak terdampak berkurangnya keahlian penuhi kebutuhan
fungsional, kecemasan, menarik diri serta ketidakmampuan buat mengambil
keputusan yang berkaitan dengan kebutuhannya. Pergantian raga meliputi
pergantian penampilan, pergantian sistem organ badan dalam yang berbeda,
pergantian terhadap guna psikologis, pergantian seksualitas serta penampilan,
pergantian pada sistem syaraf. (Pambudi, Dwidiyanti, and Wijayanti 2018)
C. Penurunan Fungsi Lansia
Lanjut usia diakibatkan terdapatnya pergantian terdapatnya pergantian
fisiologis yang terjalin oleh organ. Semacam pergantian fisiologis yang
terjalin mengakibatkan proses penuaan antara lain:
1. Sistem penginderaan
Lanjut usia hadapi penyusutan persepsi sensori yang menjadi
ketidaknyamanan bersosialisasi sebab terjalin mundurnya dari fungsi-
fungsi sensoris yang dimiliki. Indera yang mempunyai semacam
penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman serta perabaan ialah
bagian integrasi dari persepsi sensori
2. Penglihatan
Pertambahan umur, lemak hendak berakumulasi disekitar kornea
serta dibentuk lingkaran berupa putih ataupun kuning di antara iris serta
sclera. Peristiwa tersebut adalah arkus sinilis, umumnya di temukan pada
lanjut umur. Pergantian penglihatan serta fungsi mata diduga normal pada
proses penyusutan yang tercantum pengurangan keahlian dalam
dilaksanakan akomodasi, konstriksi pupil akibat penyusutan serta
pergantian warna dan keruhan lensa mata, yang katarak.
Perihal ini menyebabkan akibat pada penyusutan keahlian sistem
visual dari indera penglihatan, perannya memberikan informasi ke lapisan
saraf pusat tentang posisi serta letak tubuh terhadap area di dekat bagian
tubuh hingga bisa pertahankan posisi supaya tidak jatuh serta senantiasa
tegak.
3. Pendengaran
Sistem panca indera yang lain merupakan berubahnya sistem
pendengaran. Terjadinya beberapa perubahan seperti presbiakusis ialah
kendala pendengaran sebab hilang kemampuan daya dengar di telinga
dalam, khususnya terhadap bunyi serta nada yang tinggi, pada bunyi tak
jelas, pada kalimat susah dipahami.
4. Sistem persyarafan
Sistem persyarafan mengalami beberapa penurunan meliputi
cepatnya penurunan hubungan persyarafan, berat otak menurun 10-20%
(setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya), Lambat
dalam respoon serta waktu agar bereaksi,khususnya stress. Mengecil nya
saraf panca indera : berkurang penglihatan, hilang pendengaran, kecilnya
saraf penciuman, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin dan berkurangnya sensitif terhadap sentuhan.
5. Sistem Kardiovaskuler
Terdapat sebagian pergantian yang terjadi pada sistem
kardiovaskuler ialah pergantian pada pembuluh- pembuluh leher, curah
jantung, bunyi jantung serta murmur. Memanjang serta berkelok- keloknya
pembuluh di leher spesialnya pada aorta serta cabang- cabangnya
kadangkala menimbulkan arteri karotis berkelok- kelok ataupun tertekuk
di pangkal leher, khususnya di sisi kanan. Masa berdenyut yang terjalin
pada pengidap hipertensi spesialnya lanjut usia wanita seringkali
berhubungan selaku keadaan aneurisma karotis ataupun dapat disebut
sebagai dilatasi sejati arteri. Aorta yang berkelok- kelok kadangkala
meningkatkan tekanan di vena jugularis sebelah kiri leher dengan
mengganggu drainase vena ini di dalam thoraks.
Pergantian sistem kardiovaskuler dijabarkan oleh( Azizah, 2011:
12) antara lain tambahnya massa jantung, pada ventrikel kiri akibat
hipertrofi, serta kemampuan peregangan jantung menurun akibat
terbentuknya pergantian pada jaringan ikat serta penumpukan lipofusin
serta klasifikasi SA node dan akibat dari berubahnya jaringan konduksi
jadi jaringan ikat. Pergantian yang yang lain ialah konsumsi oksigen pada
tingkatan optimal menurun yang hendak menyebabkan kapasitas pada paru
menurun. Dalam perihal ini kegiatan fisik ataupun aktivitas berolahraga
sangat dibutuhkan guna tingkatkan Volume O2 ( oksigen) maksimum,
kurangi tekanan darah serta guna merendahkan tekanan darah.
Kendala yang terjalin pada sistem kardiovaskuler pada lanjut usia
ialah pada bilik aorta terjalin penyusutan elastisitas, tidak cuma itu kaliber
pada aorta juga hadapi pertumbuhan. Pergantian secara fisiologis ini bisa
terjalin pada katup- katup jantung di mana inti sel pada sel- sel katup
jantung ini menurun dari jaringan fibrosa stroma jantung, penumpukan
lipid, degenerasi kolagen, serta pula klasifikasi jaringan fibrosa jaringan
katup tersebut. Dimensi katup juga meningkat bersamaan akumulasi umur.
Irama inheren pada jantung menyusut dengan bertambahnya umur. Perihal
ini diakibatkan oleh menyusutnya denyut jantung. Denyut jantung pada
lanjut usia senantiasa rendah apabila dibanding dengan orang berusia,
meski pada lanjut usia yang kerap melaksanakan kegiatan raga. Aritmia
berbentuk ekstrasistol pada lanjut usia, ditemui lebih dari 10% pada lanjut
usia yang periksakan EKG nya secara teratur. Perihal yang tidak berganti
pada lanjut usia merupakan guna sistolik pada jantung.
6. Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lanjut usia hadapi anoreksia yang terjalin
akibat pergantian keahlian digesti serta absorpsi pada badan lanjut usia.
Tidak hanya itu lanjut usia hadapi penyusutan sekresi asam serta enzim.
Pergantian yang lain merupakan pergantian pada morfologik yang terjalin
pada mukosa, kelenjar serta otot pencernaan yang hendak berakibat pada
terganggunya guna mengunyah serta menelan, dan terbentuknya
pergantian nafsu makan.
7. Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi pergantian yang terjalin pada lanjut usia
diisyarati oleh kecil ovari serta uterus, terjalin atrofi buah dada. Terhadap
pria testis bisa diproduksi spermatozoa walaupun terdapatnya penyusutan
secara berangsuran, dan dorongan seks masih terdapat sampai umur 70
tahun.
8. Sistem Endokrin
Sistem endokrin ada sebagian hormon yang dibuat jumlah besar
dalam respon menanggulangi tekanan pikiran. Akibat kemunduran
penciptaan hormon pada lanjut usia, lanjut usia juga hadapi penyusutan
respon dalam mengalami tekanan pikiran.
9. Integumen
Pergantian sistem integumen diisyarati oleh kulit lanjut usia yang
hadapi atrofi, kendur, tidak elastis, kering serta mengkerut. Pergantian
tersebut yaitu pergantian terhadap kulit lanjut usia dimana kulit pada lanjut
usia hendak jadi kering diakibatkan dari minimnya cairan oleh kulit
hingga kulit jadi berbecak serta tipis. Atrofi sebasea serta glandula
sudoritera ialah pemicu dari timbulnya kulit kering. Liver spot juga jadi
ciri dari berubah sistem integumen pada lanjut usia. Liver spot ini ialah
suatu melamin bercorak cokelat yang timbul pada kulit.
10. Sistem muskulosketal
Penurunan pada jaringan muskuloskeletal meliputi:
a. Otot
Pergantian yang terjalin pada otot lanjut usia meliputi
penyusutan jumlah serta dimensi serabut otot, kenaikan jaringan
penghubung serta jaringan lemak pada otot. Akibat terbentuknya
pergantian morfologis pada otot, lanjut usia hendak hadapi penyusutan
kekuatan, penyusutan fleksibilitas, kenaikan waktu respon serta
penyusutan keahlian fungsional otot.
b. Sendi
Pergantian pada lanjut usia di wilayah sendi meliputi
menyusutnya elastisitas jaringan ikat semacam tendon, ligament serta
fasia. Terjalin degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago serta
kapsul sendi. Terjalin pergantian pula pada sendi yang kehabisan
fleksibilitasnya sehingga luas serta gerak sendi juga jadi menyusut.
Dampaknya lanjut usia hendak hadapi perih sendi, kekakuan sendi,
kendala kegiatan, kendala jalur.
c. Tulang
Pergantian yang terjalin pada tulang yaitu kurang padat tulang.
Kurangnya padatnya tulang ini jadi pemicu osteoporosis pada lanjut
usia. Peristiwa jangka panjang yang hendak terjalin kala lanjut usia
sudah hadapi osteoporosis merupakan perih, deformitas serta fraktur.
Oleh karena itu, kegiatan raga juga jadi upaya preventif yang pas.
d. Jaringan penghubung (kolagen serta elastin)
Kolagen ialah dukungan oleh kulit, tendon, tulang serta
jaringan pengikat jadi suatu batang yang tidak tertib. Pergantian pada
kolagen ini jadi pemicu penurunan fleksibilitas pada lanjut usia
hingga mencuat akibat perih, penyusutan keahlian buat tingkatkan
kekuatan otot, kesusahan duduk serta berdiri, jongkok serta berjalan.
Upaya yang butuh dicoba merupakan upaya fisioterapi.
e. Kartilago
Jaringan kartilago oleh sendi yang lunak dan hadapi granulasi
dimana hendak membagikan akibat pada rata permukaan sendi.
11. Perubahan Kognitif
a. Daya Ingat, Ingatan (Memory)
b. IQ (Intellegent Quocient)
c. Kemampuan belajar (Learning)
d. Kemampuan pemahaman (Comprehension)
e. Pemecahan masalah (Problem solving)
f. Pengambilan keputusan (Decission Making)
g. Kebijaksanaan (Widsom)
h. Kinerja (Performance)
i. Motivasi (Motivation)
12. Perubahan Mental
Factor-faktor yang mempengaruhi perubahn mental :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khusunya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat Pendidikan
d. Keturunan (Hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutuhan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkain dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan family
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau
kepercayaan dalam kehidupannya.
13. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia megalami penuruan kesehatan, seperti menderita
peyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sesrik terutama
pedengaran

b. Duka Cita (Betrevement)


Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada
lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.

c. Depresi
Duka cita yang berlaut akan meimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu
episde depresi, depresi juga dapat disesbabkan karena stress
lingkungan dan menurunya kemapuan adaptasi.
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golngan: fobia, panic, gangguan obsesif k
kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungan degan skunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghetian mendadk dari suatu
obat.
e. Parafreia
Suatu betuk skizofreia pada lansia, ditandai dega waham
(curiga), lansia serimg merasa tetangga mencuri barang-barang atau
berniat membutuhkannya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/dislasi atau menarik diri dengan sosial.
f. Sidroma Diogenes
Suatu kelainan diamana lansia meunjukan penampilan perilaku
sangat megaggu. Rumah atau kama tidur bau karena lansia bermain-
main degan feses da urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak
teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadan tersebut dapat terulang
kembali
KONSEP DASAR HIPERTENSI

A. Definisi Hipertensi

Hipertensi ataupun tekanan darah tinggi merupakan sesuatu kondisi


pada saat terjadi kenaikan tekanan darah dapat lanjut oleh hambatan sistem
organ, semacam stroke buat otak, penyakit jantung coroner, kendala
pembuluh darah jantung serta kendala otot jantung(Istichomah 2020).
Hipertensi ialah sesuatu penyakit ditandai adanya peningkatan tekanan darah
sebab terjadi kelainan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi ialah kenaikan
tekanan darah diatas batas normal ialah ≥ 140 mmHg buat sistolik serta ≥ 90
mmHg buat diastolik (Angshera, Rahmawati, and Y 2020).

Definisi hipertensi ataupun tekanan darah tinggi bersumber pada


definisi diatas dapat dinyatakan bahwa hipertensi ialah peningkatan tekanan
darah diatas batas alami ialah ≥ 140 mmHg untuk sistolik serta ≥ 90 mmHg
untuk diastolik. Tekanan darah tinggi karena terbentuknya peningkatan
tekanan darah yang bisa berlanjut pada kendala sistem organ.
B. Etiologi Hipertensi
Bersumber pada pencetus hipertensi dibagi jadi 2 golongan bagi
(Richard 2013) :
1. Hipertensi primer ataupun hipertensi esensial
Hipertensi primer ataupun hipertensi esensial diucap pula hipertensi
idiopatik sebab tak dikenal sebabnya. Aspek yang dipengaruhi ialah
(Richard 2013):
a. Genetik
Orang punya riwayat keluarga hipertensi, beresiko besar atas penyakit
tersebut. Aspek genetik tak bisa dikontrol, Apabila punya riwayat
keluarga yang punya tekanan darah besar.
b. Tipe kelamin dan usia
Pria berumur 35- 50 tahun serta perempuan mati haid berbahaya besar
agar alami hipertensi. Bila usia bertambah tekanan darah meningkat
faktor tersebut tidak bisa dikontrol dan tipe kelamin pria lebih besar
dibanding wanita.
c. Diet
Mengkonsumsi diet besar garam cara langsung berkaitan kembangnya
hipertensi. Aspek tersebut dapat mengontrol pengidap kurangi
konsumsi, bila garam yang dikonsumsi melampui batas normal, ginjal
yang bertugas buat mencerna garam hendak tahan cairan lebih banyak
dibanding semestinya didalam tubuh. Banyak cairan menahan
menimbulkan kenaikan volume darah. Memberi beban pembuluh
darah menimbulkan pembuluh darah kerja keras ialah terdapatnya
kenaikan tekanan darah saat dinding pembuluh darah serta
menimbulkan tekanan darah naik.
d. Berat badan
Aspek bisa dikontrol melindungi berat tubuh dalam keadaan wajar
ataupun sempurna. Kegemukan (>25% diatas BB sempurna)
berhubungan dengan berkembang tingkatan tekanan darah ataupun
hipertensi.
e. Gaya hidup
Aspek ini bisa dikontrol oleh penderita dengan pola hidup sehat
menjauhi aspek pemicu hipertensi ialah rokok, jika rokok kaitannya
jumlah rokok dihisap dalam durasi satu hari serta bisa menghabiskan
beberapa batang rokok serta lama merokok mempengaruhi dengan
tekanan darah pasien. Mengkonsumsi alkohol yang sering, ataupun
berlebihan serta terus menerus bisa meningkatkan tekanan darah
pasien hendaknya bila mempunyai tekanan darah tinggi pasien
dimohon untuk menjauhi alkohol supaya tekanan darah pasien dalam
batasan normal serta pelihara gaya hidup sehat penting supaya bebas
dari komplikasi yang bisa terjadi.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat pemicu yang jelas. Salah satu
contoh hipertensi sekunder merupakan hipertensi vaskular rena, yang
terjadi akibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini bisa bersifat kongenital
ataupun akibat aterosklerosis. Stenosis arteri renalis menurunkan aliran
darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal,
perangsangan pelepasn renin, serta penyusunan angiostenin II.
Angiostenin II secara langsung tingkatan tekanan darah dan secara tidak
langsung tingkatan sintesis andosteron dan reabsorbsi natrium. Apabila
dapat dilakukan perbaikan pada stenosis, ataupun apabila ginjal yang
terserang diangkat, tekanan darah akan kembali ke normal(Richard 2013).
C. Patofisiologi
Mekanisme mengendalikan konstriksi serta relaksasi pada pembuluh
darah posisinya pusat vasomotor, medulla diotak. Pada vasomotor semula
berjaras ke saraf simpatis, melanjutkan ke bawah ke korda spinalis serta
mengeluarkan dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis pada toraks
serta abdomen. Rangsangan pusat vasomotor menghantarkan pada wujud
impuls bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Oleh sebab tersebut, neuron preganglion membebaskan asetilkolin, yang
hendak memicu serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin menyebabkan konstriksi pembuluh
darah. Beberapa faktor semacam kepanikan serta ketakutan dapat
mempengaruhi reaksi pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriksi.
Orang yang terkena hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
walaupun tak dikenal nyata kenapa tersebut dapat kejadian. Ketika sistem
saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsangan
emosi, kelenjar adrenal pula terangsang, menyebabkan penambahan kegiatan
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menimbulkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol serta steroid yang lain,
yang bisa menguatkan respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang menyebabkan penyusutan aliran ke ginjal, menimbulkan
lepasnya renin. Renin mendapatkan rangsangan terhadap rangsangan
angiotensin I yang lalu berubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor
yang kuat, pada giliran memicu sekresi aldosterone terhadap korteks adrenal.
Hormon ini menimbulkan retensi natrium serta air pada tubulus ginjal,
menimbulkan kenaikan volume intra vaskuler. Semua aspek ini bercenderung
mengakibatkan kondisi tekanan darah.
Untuk mempertimbangkan gerontologis dimana terjadinya perubahan
structural serta fungsional oleh sistem pembuluh perifer yang
mempertanggungjawabkan adanya berubah tekanan darah yang terjadi pada
lanjut umur. Perubahan semacam aterosklerosis, hilang elastisitas jaringan ikat
serta penyusutan relaksasi otot polos pembuluh darah, ketika giliran
mengurangi kekuatan distensi serta daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya aorta serta arteri besar menurunkan kekuatan akomodasi
volume darah yang dipompa jantung (volume sekuncup) sebab penyusutan
curah jantung serta kenaikan penahanan perifer (Rahmawati, 2012). Lanjut
umur memerlukan perhatikan mungkin terdapatnya “hipertensi palsu”
diakibatkan kekerasan arteri brachialis hingga tidak mengompres pada cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2010).
D. Manifestasi Klinis
Gejala serta tanda-tanda adanya hipertensi merupakan (Aspiani 2019)
disebut gejala umum yang menimbulkan hipertensi ataupun tekanan darah
besar berbeda oleh tiap masyarakat, mungkin kadang muncul adanya tanpa
tanda gejala. Secara global gejala yang dikeluhkan penderita hipertensi
berbagai macam yaitu:
a. Sakit kepala
b. Merasakan capek serta tak aman di bagian tengkuk
c. Merasakan memutar
d. Menebarkan ataupun berdetak jantung secara cepat
e. Telinga denging membutuhkan pertolongan cepat
Penderita hipertensi alami sakit kepala hingga tengkuk sebab terjadinya
sempit pembuluh darah yang diakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah
hendak menimbulkan kenaikan tekanan vasculer cerebral, kondisi ini hendak
menimbulkan nyeri kepala sampe tengkuk pada penderita hipertensi.
E. Pathway Hipertensi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hb/Ht : kaji adanya sel terhadap volume cairan(viskositas) serta bisa
indikasi faktor pemicu yaitu : hipokoagulabilitas, kekurangan darah.
2. BUN / kreatinin : menginformasikan data perfusi ataupun fungsi ginjal.
3. Glucosa : Hiperglikemi (DM merupakan penyebab hipertensi) bisa
berakibat keluar kadar ketokolamin.
4. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal serta
terdapat DM.
5. CT Scan : Kaji ada tumor cerebral, encelopati.
6. EKG : Bisa memberitahu pola keregangan, dimana luas, ketinggian
gelombang P merupakan ciri menandakan penyakit jantung hipertensi.
7. IUP : mengenal penyebab hipertensi semacam : Batu ginjal perbaikan
ginjal.
8. Photo dada : Tunjuk destruksi kalsifikasi di area katup, pembesaran
jantung.
G. KOMPLIKASI
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan darah tinggi di otak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
Arteri-arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat menjadi lemah,
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala
terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang bingung,
limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian
tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau
lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan
diri secara mendadak.
2. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang arteroklerosis
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga
hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).

3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya
membrane glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang, menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4. Gagal jantung
Tekanan darah yang terlalu tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih
berat untuk memompa darah yang menyebabkan pembesaran otot jantung
kiri sehingga jantung mengalami gagal fungsi. Pembesaran pada otot
jantung kiri disebabkan kerja keras jantung untuk memompa darah.
5. Kerusakan pada Mata
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah dan saraf pada mata.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi
sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu :
a. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass
Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan
rumus membagi berat badan dengan tinggi badan yang telah
dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi
dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan serat.
Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan
darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).

b. Mengurangi asupan natrium (sodium)


Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet rendah
garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau
2,4 gr garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam sampai
dengan 2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap harinya.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi
asupan garam menjadi ½ sendok teh/hari(Dalimartha, 2008).
c. Batasi konsumsi alcohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria
atau lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan
tekanan darah, sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi
alkohol dapat membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI,
2015).
d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan
jumlah natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi
buah-buahan setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat
membuat asupan potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan
asupan diet potasium (>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan
konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
e. Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama
rokok adalah tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin yang
membuat jantung bekerja lebih keras karena mempersempit pembuluh
darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan
darah(Dalimartha, 2008).
f. Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan
darah sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat
dilakukan dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau
meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan
tekanan darah yang tinggi (Hartono, 2007).
g. Terapi relaksasi progresif
Di Indonesia Indonesia, penelitian relaksasi progresif sudah
cukup banyak dilakukan. Terapi relakasi progresif terbukti efektif
dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Erviana,
2009). Teknik relaksasi menghasilkan respon fisiologis yang
terintegrasi dan juga menganggu bagian dari kesadaran yang dikenal
sebagai “respon relaksasi Benson”. Respon relaksasi diperkirakan
menghambat sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat serta
meningkatkan aktivitas parasimpatis yang dikarekteristikan dengan
menurunnya otot rangka, tonus otot jantung dan mengganggu fungsi
neuroendokrin. Agar memperoleh manfaat dari respons relaksasi,
ketika melakukan teknik ini diperlukan lingkungan yang tenang,
posisi yang nyaman.
2. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013)
merupakan penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
a. Golongan Diuretik
Diuretik thiazide biasanya membantu ginjal membuang garam dan
air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah.
b. Penghambat Adrenergik
Penghambat adrenergik, merupakan sekelompok obat yang terdiri
dari alfa- blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang
menghambat sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis adalah istem
saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stress,
dengan cara meningkatkan tekanan darah.
c. ACE-inhibitor
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.

d. Angiotensin-II-bloker
Angiotensin-II-bloker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan
suatu mekanisme yang mirip ACE-inhibitor.Antagonis kalsium
menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme
yang berbeda.
e. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
f. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat
yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan cepat dan segera.
sebagian besar diberikan secara intravena : diazoxide, nitroprusside,
nitroglycerin, labetalol.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

A. Pengkajian
Menurut (Handa Gustiawan 2019) yang perlu dikaji ialah :
1. Identitas
Ada beberapa yang merupakan identitas yaitu : Nama, umur,
agama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan
terakhir, tanggal masuk panti, kamar dan identitas keluarga pasien (Handa
Gustiawan 2019)
2. Keluhan Utama
Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah sakit kepala disertai rasa berat ditengkuk, sakit kepala berdenyut.
Nyeri kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan
sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahata dan minum obatan (Gede,
2011).
Menurut AHA (American Heart Association) penderita hipertensi
bisa memiliki tekanan darah tinggi selama bertahun- tahun tanpa
merasakan gejala apa pun. Sepertiga penderita hipertensi tidak menyadari
bahwa dirinya memiliki tekanan darah tinggi. Gejala mulai muncul ketika
sudah ada tanda kerusakan pembuluh darah. Dikatakan mengalami
hipertensi saat hasil pembacaan tekanan darahnya berada di atas ambang
batas tensi normal 120/80 mmHg. Tekanan darah tinggi tidak
menyebabkan sakit kepala atau mimisan, kecuali pada kondisi darurat atau
tensi sangat tinggi.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, pusing, wajah
kemerahan, pendarahan dihidung dan kelelahan yang bisa terjadi pada
penderita hipertensi. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak
diobati, bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan, sesak nafas, muntah,
pandangan kabur, yang terjadinya karena ada kerusakan pada otak,
jantung, mata dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami
penurunan kesadaran bahkan koma (Cahyani, 2020).

4. Riwayat kesehatan dahulu


Penderita hipertensi biasanya ditandai dengan menderita penyakit,
diabetes militus, penyakit ginjal, obesitas, ada riwayat merokok,
hiperkolesterol, penggunaan obat kontrasepsi oral dan penggunaan obat
lainnya (Cahyani, 2020).
5. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi. Faktor
gen berkaitan dengan metabolism pengaturan garam dan renin membrane
sel. Orang tua yang menderita hipertensi, 45% akan menurun kepada
anaknya, sedangkan hanya salah satu yang menderita hipertensi, 30%
hipertensi akan menurun kepada anaknya (Azizah, 2011)
6. Riwayat pekerjaan
Jenis pekerjaan yang pernah ditekuni klien selama umur produktif.
7. Riwayat lingkungan hidup
Jenis bangunan rumah (permanen, semi permanen, non- permanen)
luas bangunan rumah, jumlah orang yang tinggal dirumah, derajat privasi,
tersedianya jamban duduk, tersedianya handrail pada kamar mandi,
tersedianya sandal antislip bagi lansia, tersedianya kest antislip didepan
kamar mandi, lantai kamar mandi terbuat dari ubin, plesteran, tegel, tanah
(Depkes, 2012).
8. Riwayat rekreasi
Hobby atau minat, keanggotaan organisasi, liburan
9. Sumber / sistem pendukung
Tidak pernah kontrol ke dokter atau fasilitas Kesehatan lainnya
karena terhalang oleh biaya (Yunita, 2014)
10. Obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan tekanan darah tinggi ACE inhibitor
yang sering digunakan captopril, enalapril, ramipil, perindopril. Diberikan
pada pasien diatas 65 tahun. Obat diuretik seperti furosemide, torsemide,
spironolactone ( Kevin Andrian, 2019).
11. Nutrisi
Diet, pembatasan makanan minuman, Riwayat peningkatan /
penurunan berat badan, pola konsumsi makanan, masalah-masalah yang
mempengaruhi masukan makanan. Diet yang dianjurkan pada penderita
hipertensi yaitu diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertansion)
diet yang dirancang untuk menurunkan lonjakan tekanan darah. Diet ini
menenkankan pada pola makan rendah garam namun tetap mengandung
nutrisi seimbang (Meva Nareza, 2020).
12. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
a. Gaya hidup yang kurang sehat merupakan factor resiko hipertensi
yang bisa kita ubah dengan kata lain, mengatur pola hidup sehat
mengurangi konsumsi natrium, lemak jenuh, alcohol berlebihan
b. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan tekanan jantung dan
pembuluh darah yang diakibatkan oleh zat kimia sehingga pembuluh
darah menyempit.
c. Stress: stress yang dialami para lansia juga dapat menyebabkan
timbulnya hipertensi karena perubahan hormone pada tubuh saat
sedang setress. Bila tidak segera ditangani bisa mengalami hipertensi
jangka Panjang bahkan penyakit jantung yang berujung kematian.
(Aditya, 2017).
13. Riwayat psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering
muncul pada klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit yang
dirasakan sakit oleh klien perubahan psikologis tersebut juga muncul
akibat kurangnya pengetahuan penyebab dan akibat dari hipertensi seperti
stroke, jantung, gagal ginjal, dan diabetes (Gede, 2011)
14. Pemeriksaan fisik (Barara dan Jauhar, 2011)
a. Umum
Inspeksi adanya kelelahan, perubahan nafsu makan, kesulitan tidur.
b. Integumen
Inspeksi pada lansia terdapat perubahan kelembapan pada kulit
(kering, elastisitas kulit menurun) kulit menjadi tipis, ada perubahan
warna rambut, perubahan kuku.
c. Hemopoetik
Tidak ada pendarahan, tidak ada pembengkakan kelenjar limfa, tidak
ada. Riwayat tranfusi darah.
d. Kepala
Inspeksi terdapat sakit kepala, pusing, tidak ada trauma pada masa lalu
e. Mata
Inspeksi bentuk mata simetris, biasanya pada penderita hipertensi
terdapat adanya gangguan penglihatan, pupil isokor, konjungtiva
anemis, pada lansia juga bisa mengalami gangguan penglihatan seperti
rabun jauh atau rabun dekat.
f. Telinga
Inspeksi bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak terdapat
kelainan, tidak ada lesi, biasanya pada lansia mengalami gangguan
pendengaran. Palpasi tidak terdapat nyeri tekan.
g. Hidung dan Sinus
Inspeksi bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak dijumpai
kelainan, apistaksis. Palpasi tidak ada nyeri tekan.
h. Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi bentuk mulut biasanya tidak simetris jika terjadi CVA, tidak
ada lesi, tidak ada kesulitan menelan.
i. Leher
Inspeksi tidak ada benjolan. Palpasi terdapat kekakuan bagian
belakang, terdapat nyeri tekan pada bagian belakang.
j. Payudara
Inspeksi tidak ada lesi, tidak keluar cairan dari putting susu. Palpasi
tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
k. Sistem Pernafasan
Inspeksi tidak ada batuk, tidak ada sesak, tidak ada sputum, tidak ada
mengi. Auskultasi Sonor
l. Sistem Kardiovaskular
Inspeksi tidak ada nyeri dada, tidak ada sesak, tidak ada edema palpasi
tidak ada nyeri tekan, vocal premitus kanan kiri sama, Auskultasi
bunyi jantung pekak

m. Gastrointestinal
Inspeksi anoreksia, tidak toleran terhadap makan, hilangnya nafsu
makan, mual, muntah, perubahan berat badan, perubahan kelembapan
kulit.
n. Perkemihan
Inspeksi tidak ada edema pada pasien, inkotinensia urine.
o. Genito Reproduksi Wanita
Inspeksi: tidak ada lesi, riwayat mentruasi, riwayat menopause, tidak
ada penyakit kelamin. Palpasi tidak ada nyeri tekan pelvic.
p. Muskuloskeletal
Inspeksi kelemahan, letih, ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan rutin, perubahan warna kulit, gerak tangan empati, otot
muka tegang (khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat.
q. Sistem saraf pusat
Inspeksi terdapat sakit kepala, kejang, kaku kuduk, serangan jantung,
stroke, tremor.
r. Sistem endokrin
Inspeksi pada pasien penderita hipertensi tidak ditemukan adanya
pembesaran pada kelenjar tiroid dan karotis.
15. Pengkajian status fungsional dan pengkajian status kognitif
a. Pengkajian status fungsional
1) Indeks katz .
Pemeriksaan indeks katz memfokuskan aktivitas kehidupan
sehari-hari yaitu kegiatan mandi, memakai pakaian, pindah tempat,
toileting, dan makan. Mandiri merupakan tidak ada yang
mengawasi, mengarahkan, ataupun bantuan orang lain. Pengkajian
ini mendasarkan pada status aktual serta bukan terhadap
kemampuan. Pengkajian ini dapat mengukur kemampuan
fungsional lanjut usia dilingkungan sekitar rumah. (Susanto 2018).

2) Barthel indeks
Pemeriksaan barthel indeks adalah alat mengukur
kemandirian lanjut usia yang sering digunakan, dengan ukur
mandiri fungsional pada perihal keperawatan diri serta mobilitas.
Barthel indeks tidak mengukur ADL, instrumental, komunikasi,
dan psikososial. Pengukuran pada barthel indeks bertujuan buat
ditunjukkan peningkatan pelayanan yang dibutuhkan pasien.
Barthel indeks dapat mengambil pada catat medik penderita,
pengamatan langsung ataupun catatan sendiri pada pasien.
(Susanto 2018)
b. Pengkajian status kognitif
1) SPMSQ (Short portable mental status questionaire) adalah
beberapa penguji sederhana yang sudah digunakan secara luas
buat kaji status mental. Menguji semacam 10 pertanyaan berkaitan
dengan orientasi, riwayat pribadi, ingatan janka pendek, ingatan
jangka panjang dan perhitungan. (Rosita 2012)
2) MMSE/Mini mental state exam ialah bentuk mengkaji kognitif
yang digunakan. Lima fungsi kognitif dalam MMSE yaitu
konsentrasi, bahasa, orientasi, ingatan serta atensi. MMSE terdiri
dari dua bagian, bagian pertama hanya membutuhkan respon
verbal dan mengkaji orientasi, memori dan atensi. Bagian kedua
kaji kemampuan tulis kalimat, nama objek, ikuti perintah verbal
serta tulis, salin suatu desain poligon kompleks. (Rhosma S, 2014)
B. Diagnosa Keperawatan
Pada hasil pengkajian dan penelitian yang didapatkan dari Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia dengan masalah hiperurisemia (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI 2017) adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan


3. Resiko Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah

4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

C. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah memberikan tindakan keperawatan 3x
24 jam, harapan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : keluhan nyeri
berkurang, skala nyeri rendah, kesulitan tidur berkurang.
Rencana tindakan : “Manajemen nyeri”
a. Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas nyeri
‘Rasional : Buat mengetahui lokasi nyeri
2) Identifikasi skala nyeri.
Rasional : untuk mengetahui tingkat nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non verbal
Rasional : buat diketahui respons nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Rasional : Buat diketahui aspek apa yan berat dan ringan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Rasional : memberikan pengetahuan mengenai penyebab nyeri
kepada pasien
b. Terapeutik
1) Beri teknik non farmakologis buat kurangi rasa nyeri (meliputi.
terapi relaksasi, kompres panas/hangat)
Rasional : memperingan ataupun kurangi nyeri sampai tingkat
yang dapat diterima pasien.
Terapi relaksasi (Tarik Nafas Dalam)
Terapi relaksasi tarik nafas dalam ialah suatu teknik yang
dibutuhkan buat penurunan tingkat stress serta nyeri kronis.
Teknik relaksasi tarik nafas dalam pengidap mengontrol respons
tubuh yang tegang dan cemas. Teknik relaksasi tarik nafas dalam
melakukakan dapat mengurangi konsumsi oksigen, metabolisme,
frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, tegangan otot serta
tekanan darah (Anggraini 2020)
2) Kontrol lingkungan yang beratkan rasa nyeri (misal : Suhu
lingkungan, cahaya)
3) Rasional : agar terkontrol lingkungan yang memperberat nyeri.
c. Edukasi
1) Jelaskan sebab periode serta pemicu nyeri
Rasional : untuk mengetahui penyebab nyeri
2) Jelaskan teknik meredakan nyeri
Rasional : untuk mengetahui bagaimana teknik mereda nyeri

3) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri.

Rasional : agar melakukan monitor nyeri secara mandiri tanpa


bantuan perawat maupun kerabat dekat.
4) Anjurkan mengunakan analgetik secara tepat
Rasional : untuk menggunakan analgetik yang sudah diberikan
5) Ajarkan teknik non farmakologis buat kurangi rasa nyeri
Rasional : buat meredakan atau kurangi rasa nyeri
b. Kolaborasi
1) Kolaborasi berikan analgetic jika perlu
Rasional : buat mencegah nyeri
2. Diagnosa 2 : Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
Tujuan dan kriteria hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan
selama 3x8 jam, harapan pola tidur baik dengan kriteria hasil : keluhan
sulit tidur baik, keluhan tidak puas tidur turun.
Rencana tindakan : “Dukungan tidur”
a. Observasi
1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Rasional : untuk mengetahui pola aktivitas serta tidur
2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik ataupun psikologis)
Rasional : untuk mengetahui yang menjadi faktor pengganggu
tidur
3) Identifikasi makanan serta minum yang ganggu tidur (meliputi.
Alkohol serta Kopi)
Rasional : untuk mengetahui makanan dan minuman yang
mengganggu tidur
b. Terapeutik
1) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
Rasional : agar membatasi waktu tidur siang
2) Tetapkan jadwal tidur rutin
Rasional : untuk mengatur tidur secara rutin
c. Edukasi
1) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Rasional : agar memahami penting tidur yang cukup selama sakit
2) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
Rasional : agar dapat menepati kebiasaan waktu tidur secara
teratur

3. Diagnosa 3 : Risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan


peningkatan tekanan darah
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah memberikan tindakan keperawatan 3x
24 jam, harapan perfusi perifer membaik dengan kriteria hasil : tekanan
sistol membaik, tekanan diastole membaik.
Rencana perawatan : “Perawatan Sikulasi”
a. Observasi
1) Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)
2) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis: diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
b. Terapeutik
1) Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cider
4) Lakukan pencegahan infeksi
5) Lakukan perawatan kaki dan kuku
6) Lakukan hidrasi
d. Edukasi
1) Anjurkan berhenti merokok
2) Anjurkan berolahraga rutin
3) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
4) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
5) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
6) Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
7) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis:
melembabkan kulit kering pada kaki)
8) Anjurkan program rehabilitasi vascular
4. Diagnosa 4 : Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
Tujuan dan kriteria hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan
selama 3x8 jam harapan klien bisa mengetahui dan memahami penyakit
yang diderita dengan kriteria hasil : klien mampu melaksanakan
prosedur penatalaksanaan yang telah dijelaskan oleh tenaga kesehatan,
serta klien dapat penjelasan tentang yang dijelaskan oleh tenaga
kesehatan.
Rencana tindakan : “Edukasi kesehatan”
a. Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Rasional : agar mampu memahami informasi
2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat peningkatan dan
penurunan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : untuk mengetahui faktor meningkat dan menurunnya
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
b. Terapeutik
1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Rasional : untuk memahami materi tentang pengetahuan kesehatan
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Rasional : buat mengatur jadwal agar berjalan dengan lancar
3) Berikan kesempatan untuk bertanya
Rasional : untuk memberikan kesempatan bertanya jika tidak
mengetahui tentang pendidikan kesehatan
c. Edukasi
Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Rasional : untuk mengetahui faktor yang bisa dipengaruhi
kesehatan
1) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : agar bisa menerapkan perilaku hidup bersih serta
sehat
2) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : untuk mengetahui strategi peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat (SIKI, 2016)
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif
dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan dan
keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga
pelayanan yang diberikan baik mutunya. Dengan demikian rencana yang
telah ditentukan tercapai.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapan poses mulai dari pengkajian, diagnose , perencanaan, tindakan dan
evaluasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha ilmu.


Diakses pada tanggal 24 Februari 2021, 16.15 WIB
Muttaqin, Arif. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan hematologic Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma , Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic- Noc. Jilid 2.jogjakarta: medication
Syamsudin. (2011). Buku ajar farmakoterapi kardiovaskuler dan renal. Salemba
medika: Jakarta.
S Widyaningrum. (2012). Hipertensi pada lansia. Online. respiratory.unej.ac.id
diakses pada tanggal 25 Januari, 10.00 WIB
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intevensi Keperawatan: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI PPNI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai