Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN NYERI SENDI

OLEH:
ARIF WICAKSONO (2112047)

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR

2021
A. Latar Belakang
Lanjut usia adalah sebagian dari proses tumbuh kembang. Manusia berkembang

dari bayi, anak-anak, dewasa dan hingga akhirnya menjadi tua. perubahan fisik dan

tingkah laku dapat diramalkan akan terjadi pada semua orang pada saat mereka

mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut usia merupakan suatu

proses alami yang ditentukan oleh tuhan yang maha esa. Semua orang akan mengalami

proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa

ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah,

2012).

Menua atau menjadi tua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses

berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar

tubuh yang masih dikategorikan sebagai hal yang alamiah. Walaupun demikian,

memang harus diakui bahwa lanjut usia rentan terkena berbagai penyakit antara lain

pada sistem muskuloskeletal. Salah satu penyakit yang menyerang sistem

muskuloskeletal pada lanjut usia yaitu osteoartritis.Osteoartritis merupakan penyakit

sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kertilago sendi vertebra, panggul,

lutut dan pergerakan kaki paling sering terkena osteoartritis (Aru, dkk 2009).

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang

disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat

individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan atau mental,

sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang

individu. Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai dengan

pembengkakan sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya gangguan gerak.

Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih dari satu sendi yang terserang.
B. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lanjut usia adalah sebagian dari proses tumbuh kembang. Manusia
berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan hingga akhirnya menjadi tua.
perubahan fisik dan tingkah laku dapat diramalkan akan terjadi pada semua orang
pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lanjut
usia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh tuhan yang maha esa.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2012).

Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan


lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Menua atau menjadi tua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun
luar tubuh yang masih dikategorikan sebagai hal yang alamiah. Walaupun demikian,
memang harus diakui bahwa lanjut usia rentan terkena berbagai penyakit antara lain
pada sistem muskuloskeletal. Salah satu penyakit yang menyerang sistem
muskuloskeletal pada lanjut usia yaitu osteoartritis. Osteoartritis merupakan
penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kertilago sendi
vertebra, panggul, lutut dan pergerakan kaki paling sering terkena osteoartritis (Aru,
dkk 2009).

2. Batasan Lansia
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 1999
menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4
kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) antara usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun, dan
usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organzation) yang
dikatakan lanjut usia tersebut di bagi kedalam 3 kategori yaitu:
 Usia petengahan (middle age) : 45 – 59 tahun
 Usia lanjut (elderly) : 60 – 74 tahun
 Lanjut usia tua (old) : 75 – 89 tahun
 Usia sangat lanjut (very old) : > 90 tahun

Departemen kesehatan republik Indonesia membagi lanjut usia menjadi


sebagai berikut:
 Kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 tahun) : masa virilitas.
 Kelompok usia lanjut (55 – 64 tahun) : masa pensiunan.
 Kelompok-kelompok usia lanjut (> 65 tahun) : masa senium.

3. Perubahan yang Terjadi pada Lansia


a. Perubahan Fisik
b. Sistem endokrin
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang
memproduksi hormon. Hormon pertumbuhan berperan sangat penting dalam
pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan, dan metabolisme organ tubuh yang
termasuk hormone kelamin adalah:
 Estrogen, progesterone, dan testosterone yang memelihara alat reproduksi
dan gairah seks. Hormon ini mengalami penurunan.
 Kelenjar pancreas, yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam
pengaturan gula darah mengalami penurunan.
 Kelenjar adrenal/ anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjar yang
berkaitan dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam
tubuh yang mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan dengan baik,
dengan jalan mengatur vasokontriksi pembuluh darah. Kegiatan kelenjar
anak ginjal ini berkurang pada lanjut usia.
 Hampir semua produksi hormon menurun
 Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
 Hipofisis pertumbuhan hormone ada, tetapi rendah dan hanya ada di
pembuluh darah, berkurangnya reproduksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.
 Aktivitas tiroid, BMR (Basal metabolic rate) dan daya pertukaran zat
menurun.
 Produksi oldesteron menurun
 Sekresi hormone kelamin, misalnya progesterone, ekstrogen, dan
testosterone menurun.

c. Sel
 Jumlah sel menurun/lebih sedikit
 Ukuran sel lebih besar
 Jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang
 Proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun.
 Jumlah sel otak menurun
 Mekanisme perbaikan sel terganggu
 Otak menjadi atrofi, bertanya kurang 5-10%
 Lekuan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar
d. Sistem persyarafan
 Menurunnya hubungan persarafan
 Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap
harinya)
 Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stress
 Saraf panca-indra mengecil
 Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan
perasa mengecil, lebih sensitive terhadap perubahan suhu, dan rendahnya
ketahanan terhadap dingin
 Kurang sensitive terhadap sentuhan
 Defisit memori
e. Sistem pendengaran
 Gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak
jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65
tahun.
 Membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis
 Terjadi pengumpulan srumen, dapat mengeras karena
meningkatnya keratin
 Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mangalami
ketengangan/stress
 Titinus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau
rendah, bisa terus menerus atau intermiten)
 Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau
berputar).

f. Sistem penglihatan
 Sfingter pupil timbul sclerosis dan respon sinar menghilang
 Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
 Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan.
 Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap
 Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manisfestasi presbyopis,
seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas
lensa
 Lapang pandang menurun : luas pandang berkurang
 Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada
skala.

g. Sistem kardiovaskular
 Katup jantung menebal dan menjadi kaku
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Kemampuan jantung memompa darah menrun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun. hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun
(frekuensi denyut jantung maksimal =200 dikurangi umur)

 Curah jantung menurun


 Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi berkuang, perubahan posisi dari tidur ke duduk
(duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65
mmHg mengakibatkan pusing mendadak.
 Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan
 Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh dari perifer
meningkat. Sistol normal ±170 mmHg, diatole ±95 mmHg

h. Sistem pengaturan tubuh


1) Temperature tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis
±35ºc ini akibat metabolism yang menurun.
2) Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula
mengigil, pucat, dan gelisah.
3) Keterbatasan reflex mengigil dan tidak dapat memprodusi panas yang
banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

i. Sistem pernafasan
1) Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi,
kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku
2) Menurunnya fungsi silia
j. Sistem pencernaan
1) Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi
yang buruk
2) Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lender yang kronis,
atrofi indra pengecap (±80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap
dlidah, terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas saraf
pengecap terhadap rasa asin, asam, dan pahit.
3) Esophagus melebar
4) Rasa lapar mnurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung
menurun, motilitas dan wktu pengosongan lambung menurun.
5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi
6) Fungsi absorpsi melemah ( daya absorpsi terganggu terutama
karbohidrat)
7) Hati semakin mengecil dan penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang

k. Sistem reproduksi
Wanita
1) Vagina mengalami kontraktur dan mngecil
2) Ovarium menciut, uterus mengalami atrofi
3) Atrofi payudara
4) Atrofi vulva
5) Selaput lender vagina menrun, permukaan menjadi halus, sekresi
berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna
Pria
1) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan
secara berangsur-angsur
2) Dorongan seksual menetap samapi usia 70 tahun, asal kondisi
kesehatannya baik
3) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia.
4) Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan
kemampuan seksual.
5) Tidak perlu cemas karna prosesnya alamiah sebanyak
l. Sistem genitourinaria
1) Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolsime tubuh, melalui
urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari
ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus). Mengecilnya nefron
akibat atrofi, aliran darah keginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi
tubulus berkurang. Akibatnya, kemampuan mengonsentrasi urine menurun,
berat jenis urine menurun, proteinuria (biasanya ±1), BUN (blood urea
nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat.
2) Vesika urinaria
Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat. Pada pria lajut usia,
vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urine
meningkat.
3) Pembesaran prostat
±75 % dialami oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atrofi vulva
5) Vagina
Seseorang yang semakin menua, kebutuhan seksualnya masih ada.
Tiadak ada batasan umur tertentu kapan fungsi seksual seseorang
berhenti. Frekuensi hubungan seksual cenderung menurun secara
bertahap setiap tahun, tetapi kapasitas untuk mrnikmatinya berjalan
sampai tua.

m. Sistem integumen
1) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2) Permukaan kulit cinderung kusam, kasar dan bersisik (karena kehilangan
proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis)
3) Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanognesis yang tidak merata
pada permukaan kulit sehingga tampak bintik- bintik atau noda cokelat
4) Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut- kerut
halus diujung mata akibat lapisan kulit yang menipis
5) Respons terhadap trauma menurun
6) Mekanisme proteksi kulit menurun
7) Produksi serum menurun
8) Produksi vitamin D menurun
9) Produksi kulit terganggu
10) Kulit kepala dan rambut menipis an berwarna kelabu
11) Rambut dalam hidung dan telinga menebal
12) Berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan vaskularisasi
13) Pertumbuhan kuku lebih lambat
14) Kuku jari menjadi keras dan rapuh
15) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk
16) Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang
n. Sistem muskulokeletal
1) Tulang kehilangan massa (cairan) dan semakin rapuh
2) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi
3) Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra, pergelangan
dan paha
4) Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak
5) Kifosis
6) Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas
7) Gangguan gaya berjalan
8) Kekaukan jaringan penghubung
9) Persendian membesar dan menjadi kaku
10) Tendon mengeut dan mengalami sclerosis
11) Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi
laman, otot kram, dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup rumit
dan dipahami)
12) Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua

o. Sistem imun
1) Perubahan fungsi system imunologi
2) Kemampuan imunitas tubuh melawan infeksi menurun
3) Kecepatan respon imun menurun
4) Produksi imunoglobulin berkurang jumlahnya sehingg
vaksinasi dalam tubuh kurang efektif melawan penyakit.
5) Imun kehilangan kemampauan untuk membedakan benda asing yang
masuk kedalam tubuh
2. Perubahan Kognitif
a. Memori (daya ingat, ingatan)
Daya ingat adalah kemampuan untuk menerima,
menyimpan dan menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa yang
pernah dialami seseorang. Pada lanjut usia, daya ingat merupakan
salah satu fungsi kognitif yang seringkali paling awal mengalami
penurunan. Ingatan jangka panjang (long term memory) kurang
mengalami perubahan, sedangkan ingatan jangka pendek (short
term memory) atau seketika memburuk.
b. IQ (Intellegent Quuocient)
Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi
matematika (analisa, linier, sekuensial) dan perkataan verbal.
Tetapi persepsi dan daya membayangkan (fantasi) menurun.
Walaupun mengalami kontrofersi, tes intelegensia kurang
memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada lansia. Hal ini
terutama dalam bidang vokabulari (kosakata), keterampilan praktis,
dan pengetahuan umum. Fungsi intelektual yang stabil ini disebut
sebagai crystallized intelligent. Sedangkan fungsi intelektual yang
mengalami kemunduran adalah fluid intelligent seperti mengingat
daftar, memori bentuk geometri, kecepatan menemukan kata,
penyelesaian masalah, kecepatan berespon, dan perhatian cepat
teralih.
c. Kemampuan pemahaman
Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada
lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi
dan fungsi pendengarannya lansia yang mengalami penurunan.
Dalam pelayanan terhadap lanjut usia agar tidak timbul salah
paham sebaiknya dalam komunikasi dilakukan kontak mata (saling
pandang). Dengan kontak mata, mereka akan dapat membaca bibir
lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengarannya dapat
diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap
yang hangat dalam komunikasi akan menimbulkan rasa aman dan
diterima, sehingga mereka akan lebih tenang, lebih senang merasa
dihormati.
d. Pemecahan masalah
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dipahami tentu
semakin banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat
dipecahkan menjadi terhambat karena terjadinya penurunan fungsi
indra pada lanjut usia. Hambatan yang lain dapat berasal dari
penurunan daya ingat, pemahaman dan lain-lain,yang berakibat
bahwa pemecahan masalah menjadi lebih lama. Dalam menyikapi
hal ini pendekatan pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia perlu
diperhatikan ratio petugas kesehatan dan pasien lanjut usia.
3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam
kehidupanya.Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaanya.Hal
ini dapat terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari. Spiritualitas
pada lansia bersifat universal, interinsik dan merupakan proses
individu yang berkembang sepanjang rentan kehidupan. Karena aliran
siklus kehilangan tersebut. Lansia yang telah mempelajari cara
menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan akhirnya
dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan
memunginkan individu dengan keimananspiritual atau religius untuk
bersikap untuk menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai
kematian.
4. Perubahan Psikososial
a. Pensiun
Bila seorang pensiun, ia akan mengalami kehilangan-kehilangan
antara lain:

Kehilangan finansial

Kehilangan status ( dulu punya jabatan yang tinggi dan segala
fasilitasnya)
b. Keluarga (emptiness): kesendirian, kehampaan.
c. Teman: ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul
perasaankapan akan meninggal. Berada di rumah terus- menerus
akan cepat pikun (tidak berkembang).
d. Abuse: kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal
(dicubit, tidak diberi makan).
e. Masalah hukum: berkaitan dengan perlindungan aset dan
kekayaan pribadi yang dikumpulkan sejak masih muda.
f. Pensiun: kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana
pensiun).Kalau tidak, anak dan cucu yang akan memberi uang.
g. Ekonomi: kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang
cocokbagi lansia dan income security.
h. Rekreasi: untuk ketenangan batin.
i. Keamanan: jatuh, terpeleset.
j. Transportasi: kebutuhan akan sistem transportasi yang cocok
bagilansia.
k. Politik: kesempatan yang sama untuk terlibat dan
memberikanmasukan dalam sistem politik yang berlaku.
l. Pendidikan: berkaitan dengan pengentasan buta aksara
dankesempatan untuk tetap belajar sesuai dengan hak asasi
manusia.
m. Agama: melaksanakan ibadah.
n. Panti jompo: merasa dibuang/ diasingkan.
5. Perubahan Mental
a. Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harusbergantung
pada orang lain.
b. Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup
beralasanuntuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola
hidupnya.
c. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahanstatus
ekonomi dan kondisi fisik.
d. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yangtelah
meninggal atau pergi jauh dan/ atau cacat.
e. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luangyang
semakin bertambah.
f. Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai
orang dewasa.
g. Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara
khususdirencanakan untuk orang dewasa.
h. Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai
untuklansia dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama
yang berat dengan yang lebih cocok.
2.2 Konsep Nyeri Sendi
2.2.1 Pengertian
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi
tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif
dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang
bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada
jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu.
Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai dengan
pembengkakan sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya
gangguan gerak. Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih
dari satu sendi yang terserang.
Nyeri musculoskeletal yaitu nyeri yang berasal dari sistem
musculoskeletal, yang terdiri dari tulang, sendi dan jaringan lunak
pendukung yaitu otot, ligamen, tendo dan bursa. Sejumlah penelitian
menunjukkan penyebab nyeri yang sering terjadi pada lansia, mulai dari
yang paling sering terjadi, yaitu fibromyalgia, gout, neuropati (diabetik,
postherpetik), osteoartritis, osteoporosis dan fraktur, serta polimialgia
rematik.

2.2.2 Etiologi
Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara pasti.
Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan
faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi
seperti bakteri, mikroplasma dan virus. Ada beberapa teori yang dikemukakan
sebagai penyebab nyeri sendi yaitu:
1. Mekanisme imunitas
Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam serumnya yang di
kenal sebagai faktor rematoid anti bodynya adalah suatu faktor antigama globulin
(IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya
di kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk.
2. Faktor metabolic
Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses autoimun.
3. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan
Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik. Juga dengan
masalah lingkungan, Persoalan perumahan dan penataan yang buruk dan lembab
juga memicu penyebab nyeri sendi.
4. Faktor usia
Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan terhadap penyakit
baik yang bersifat akut maupun kronik.
2.2.3 Jenis Nyeri Sendi
Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat dibedakan
dalam dua kelompok besar yaitu rematik artikular dan rematik Non artikular.
Rematik artikular atau arthritis (radang sendi) merupakan gangguan rematik yang
berlokasi pada persendian diantarannya meliputi arthritis rheumatoid,
osteoarthritis dan gout arthritis. Rematik non artikular atau ekstra artikular yaitu
gangguan rematik yang disebabkan oleh proses diluar persendian diantaranya
bursitis, fibrositis dan sciatica. Rematik dapat dikelompokan dalam beberapa
golongan yaitu :
1. Osteoatritis
Osteoartritis adalah gangguan yang berkembang secara lamabat,
tidak simetris dan noninflamasi yang terjadi pada sendi yang dapat
digerakkan khususnya pada sendi yang menahan berat tubuh.
Osteoartritis ditandai oleh degenerasi kartilago sendi dan oleh
pembentukan pembentukan tulang baru pada bagian pinggir sendi.
2. Atritis rematoid
Arthritis reumatoid adalah kumpulan gejala (syndrom) yang
berjalan secara kronik dengan ciri: radang non spesifik sendi perifer.
Penyebab dari Reumatik hingga saat ini masih belum terungkap.
3. Olimialgia Reumatik
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri
dan kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal,
leher, bahu dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia
lanjut sekitar 50 tahun ke atas
4. Artritis Gout (Pirai)
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai
gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat
pada pria dari pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan,
sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa menopause.
2.2.4 Patofisiologi
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara yang
paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk
menjelaskan tiga komponen fisiologi berikut:
1. Resepsi
Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal,
mekanik, kimiawi atau stimulus listrik, menyebabkan pelepasan
substansi yang menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau
dingin tekanan friksi dan zat- zat kimia menyebabkan pelepasan
substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium yang brgabung
dengan lokasi reseptor di nosiseptor. Impuls saraf yang dihasilkan
stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua
tipe saraf perifer mengonduksi stimulus nyeri.

20
2. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri.
Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medula spinalis ke talamus dan
otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke
berbagai area otak., termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi
reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif
berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam
mempersepsikan nyeri.
3. Reaksi
a. Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke
batang otak dan talamus sistem saraf otonom menjadi terstimulasi
sebagai bagian dari respon stres. Neri dengan intensitas ringan
hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi
“flight atau fight) yang merupakan sindrom adaptasi umum.
b. Respon perilaku
Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu
siklus, yang apabila tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk
menghilangkannya, dapat mengubah kualitas kehidupan individu
secara bermakna. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan
individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkannya. Dengan intruksi dan dukungan yang adekuat,
klien belajar untuk memahami nyeri dan mengontrol ansietas
sebelum nyeri terjadi. Perawat berperan penting dalam membantu
klien selama fase antisipatori. Penjelasan yang benar membantu
klien memahami dan mengontrol ansietas yang mereka alami.
Nyeri mengancam kesejahteraan fisik dan fisiologis. Klien
mungkin memilih untuk tidak mengekspresika nyeri apabila
mereka yakin bahwa ekspresi tersebut akan membuat orang lain
merasa tidak nyaman atau hal itu akan merupakan tanda bahwa

21
mereka kehilangan kontrol diri. Klien yang memiliki toleransi
tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan.

Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung

tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk

gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan

mensekresikan cairan kedalam ruang antara-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi

sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang memungkinkan sendi

untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.

Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan

degenerasi yang terlihat pada penyakit nyeri sendi. Meskipun memiliki keaneka

ragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi

sistem yang sistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi

dalam derajat tertentu yang biasa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada

persendian yang mengalami pembengkakan.

Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer


dan degenerasi yang merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan
pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon
imun. Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degeneratif dapat terjadi proses
inflamasi yang sekunder, pembengkakan ini biasanya lebih ringan serta
menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk
terlihat pada penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat berhubungan dengan
pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari karilago artikuler yang
mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat. Nyeri
yang dirasakan bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang hilang timbul. Rasa nyeri
akan menambahkan keluhan mudah lelah karena memerlukan energi fisik dan
emosional yang ekstra untuk mengatasi nyeri tersebut.

22
2.2.5 Manifestasi Klinis
Rasa nyeri merupakan gejala penyakit k yang paling sering menyebabkan
seseorang mencari pertolongan medis. Gejala yang sering lainnya mencakup
pembengkakan sendi, gerakan yang terbatas, kekakuan, kelemahan dan perasaan
mudah lelah.
Ketebatasan fungsi sendi dapat terjadi, sekalipun dalam stadium penyakit
yang dinisebelum terjadi perubahan tulang dan dan ketika terdapat reaksi
inflamasiyang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas,
membengkak serta nyeri tidak mudah digerakkan, dan pasien cenderung menjaga
atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi yang lama dapat
menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas
dapat disebabkan oleh ketidaksejajaran sendi yang terjadi akibat pembengkakan,
destruksi sendi yang progresif atau subluksasio yang terjadi ketika sebuah tulang
tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi.

2.2.6 Penatalaksanaan
Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit saat diagnosis dibuat
dan termasuk kedalam kelompok yang mana sesuai dengan kondisi tersebut.
1. Pendidikan pada pasien mengenal penyakitnya dan penatalaksanaan yang
akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan
pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikn sejak dini untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.
3. DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid Drugs) digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat athritis
reumatoid. Keputusan penggunaannya tergantung pertimbangan risiko
manfaat oleh dokter.
4. Rehabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kualitas harapan hidup pasien.
Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan,
pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit
pada sendi berkurang atau minimal.
5. Pembedahan, jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak

23
berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat. Dapat dilakukan
pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien arthritis
reumatoid umumnya bersifat orthopedic, misalnya sinovectomi, artrodesis,
memperbaiki deviasi ulnar.
6. Non-Farmakologis
a. Bimbingan antisipasi
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri,
menghilangkan nyeri dan menambah efek tindakan untuk
menghilangkan nyeri yang lain. Cemas yang sedang akan bermanfaat
jika klien mengantisipasi pengalaman nyeri.
b. Distraksi
Sistem aktivasi retikular menghambat stimulus yang menyakitkan jika
seseorang menerima masukan sensori yang menyenangkan
menyebabkan pelepasan endorfin. Individu yang merasa bosan atau
diisolasi hanya memikirkan nyeri yang dirasakan sehingga ia
mempersepsikan nyeri tersebut dengan lebih akut. Distraksi
mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain dan dengan demikian
menurunkan kewaspadaan trerhadap nyeri bahkan meningkatkan
toleransi terhadap nyeri.
c. Hipnosis diri
Hipnosis dapat membantu menurunkan persepsi nyeri melalui
pengaruh sugesti positif untuk pendekatan kesehatan holistik, hipnosis
diri menggunakan sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang nyaman
dan damai.
d. Relakasasi dan teknik imajinasi
Klien dapat merubah persepsi kognitif dan motivasi- afektif. Latihan
relaksasi progresif meliputi latihan kombinasi pernapasan yang
terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien
mulai latihan berbafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma,
sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh. Saat klien melakukan pola pernapasan yang
teratur, perawat mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap daerah

24
yang mengalami ketegangan otot, berpikir bagaimana rasanya,
menenangkan otot sepenuhnya dan kemudian merelaksasikan otot-otot
tersebut.

25
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, status marital,
dan alamat.
3.1.2 Identitas Penanggungjawab
Nama, umur, agama, pendidikan pekerjaan, hubungan dengan klien.
3.1.3 Status kesehatan Saat Ini
3.1.4 Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
2. Riwayat kesehatan dahulu
3. Riwayat kesehatan keluarga
3.1.5 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum, tingkat kesadaran, penampilan, TTV.
2. Sistem respirasi
Pola nafas, irama, suara nafas, sesak nafas, batuk.
3. Sistem kardiovaskular
Irama jantung, suara S1/S2, nyeri dada, bunyi jantung, CRT, akral.
4. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan, porsi makan, diet, minum, keadaan mulut, mukosa,
tenggorokan, nyeri abdomen, peristaltic, pembesaran hepar,
pembesaran linen, BAB.
5. Sistem genitourinaria
kebersihan, alat bantu, urin, gangguan, keadaan kandung kencing.
6. Sistem musculoskeletal/ integument
Kemampuan pergerakan sendi, kekuatan otot, kulit, warna kulit,
turgor, odema, luka, tanda infeksi.
7. Sistem neurosensory
Penglihatan, pupil, konjungtiva, pendengaran, gangguan pendengaran,
penciuman, gangguan penciuman.

26
8. Sistem endokrin
pembesaran tyroid, hiperglikemia, hipoglikemia, luka gangrene, pus.
3.1.6 Pengkajian Psikososial dan Spiritual
1. Psikososial
2. Emosional
3. Spiritual
3.1.7 Pengkajian Fungsional Klien
1. Kartz Indeks
2. Barthel Indeks
3.1.8 Pengkajian Status Mental Gerontik
1. Short Portable mental Status Quesioner (SPMSQ)
2. Mini Mental Status Exam
3.1.9 Pengkajian Risiko Jatuh
3.1.10 Status Depresi
3.1.11 Apgar Keluarga
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
2. Nyeri Kronis
3. Gangguan Mobilitas Fisik
4. Resiko Jatuh

Anda mungkin juga menyukai