Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KELUARGA DENGAN TAHAP PERKEMBANGAN USIA LANJUT

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Keluarga

Disusun Oleh :
Windi Syantika Sari
24.19.1335

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXIV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep lansia
1. Proses Menua
DepKes RI membagi Lansia sebagai berikut : Keluarga Menjelang
Usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas, Keluarga Usia Lanjut
(55-64 th) sebagai Presenium, Keluarga Usia Lanjut (65 th <)
sebagai Masa Senium. Sedangkan WHO Lansia dibagi menjadi 3
kategori yaitu : Usia Lanjut 60 -70 tahun, Usia Tua 75 – 89 tahun,
Usia sangat lanjut > 90 tahun.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta
memperbaiki kerusakan yang diderita. (Stanley Mickey, 2006. hal :
11 ).
Proses penuaan terbagi 2 yaitu :
a. Penuan Primer : Perubahan pada tingkat sel
b. Penuaan Sekunder : Prosses penuaan akibat faktor lingkungan
fisik & sosial, stress Fisik/ Psikis , Gaya hidup dan diet dapat
mempercepat proses menjadi tua.
Secara Umum Perubahan Fisiologis Proses menua adalah
sebagai berikut :
a. Perubahan mikro terjadi dalam sel seperti : Berkurangnya
cairan dalam sel, Berkurangnya besarnya sel, Berkurangnya
jumlah sel.
b. Perubahan Makro yang jelas terlihat seperti : Mengecilnya
mandibula, Menipisnya discus intervertebralis, Erosi
permukaan sendi-sendi, Osteoporosis, Atropi Otot,
Emphysema Polmonum, Presbiopi, Arteriosklerosis,
Menopouse pada wanita, Dementia Senilis, Kulit tidak elastis,
Rambut memutih.

2
Perubahan system yang terjadi pada lansia dengan masalah
yang di alami lansia
Artritis Rematoid perubahan system yang terjadi adalah system
muskuloskeletal, dimana perubahan ini terkait dengan usia
termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan
lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot,
pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan dan kekakuan
sendi-sendi. Perubahan pada tulang, otot dan sendi mengakibatkan
terjadinya perubahan penampilan, kelemahan dan lambatnya
pergerakan yang menyertai penuaan.
Sistem Skeletal. Penurunan progresif dalam tinggi badan adalah
hal yang universal terjadi di antara semua ras dan pada kedua jenis
kelamin dan terutama ditujukan pada penyempitan discus
intervertebral dan penekanan pada kolumna spinalis. Bahu
menjadi lebih sempit dan pelvis menjadi lebih lebar, ditunjukkan
oleh peningkatan diameter anteroposterior dada. Ketika manusia
mengalami penuaan jumlah massa otot tubuh mengalami
penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk
mempertajam kontur tubuh dan memperdalam cekungan disekitar
kelopak mata, aksila, bahu, dan tulang rusuk. Tonjolan tulang
( vertebra, Krista iliaka, tulang rusuk, scapula ) menjadi lebih
menonjol. Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk
mempertahankan kadar kalsium darah yang stabil dan penyimpanan
kembali kalsium untuk membentuk tulang baru dikenal sebagai
remodeling (pembentukan kembali). Proses remodeling ini
terjadi sepanjang rentang kehidupan manusia. Kecepatan absorpsi
tidak berubah dengan penambahan usia. Kecepatan formasi tulang
baru mengalami perlambatan seiring dengan penambahan usia,
yang menyebabkan hilangnya massa total tulang pada lansia.
Sistem Muskular. Kekuatan muscular mulai merosot sekitar usia
40 tahun dengan suatu kemunduran yang dipercepat setelah
usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup dan penurunan

3
penggunaan system neuromuscular adalah penyebab utama
untuk kehilangan kekuatan otot. Kerusakan otot terjadi karena
penurunan jumlah serabut otot dan atrofi secara umum pada organ
dan jaringan tubuh. Regenerasi jaringan otot melambat dengan
penambahan usia, dan jaringan atrofi digantikan oleh jaringan
fibrosa.
Sendi. Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi,
sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat, dan
pembentukan tulang di permukaan sendi. Komponen-komponen
kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan
penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak dipakai
lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan
mobilitas sendi, dan deformitas. Pada lansia yang terkena atritis
rematoid perubahan yang terjadi antara lain sendi-sendi kecil
dibagian kaki dan tangan sebagian besar terlibat, terdapat faktor
rematoid, dan nodula-nodula rematoid sering terjadi, terjadinya
radang sinovitis yang melibatkan pergelangan tangan dan sendi-
sendi jari, proksimal sendi, bahu, dan panggul dan menimbulkan
bengkak, nyeri tekan dan penurunan kekuatan pada otot serta sendi-
sendi yang terkait.
Perubahan sensoris penglihatan, semua orang mengalami
perubahan penglihatan seiring dengan penuaan, dan perubahan ini
mungkin merupakan keluhan yang besar bagi lansia, sebab
respon-respon perseptual terhadap lingkungan berhubungan
dengan perasaan aman. Sebagian besar orang dapat beradaptasi
dengan sangat baik terhadap perubahan yang terjadi dalam proses
penuaan. Penggunaan warna terang dalam berpakaian,
menggunakan kacamata yang sesuai merupakan respons terhadap
penurunan kemampuan akomodasi, menggunakan alat-alat
keselamatan seperti pegangan tangga dan warna-warna yang
kontras untuk mengompensasi penurunan persepsi kedalaman
dan melakukan operasi pengangkatan lensa yang keruh ketika

4
kekeruhan lensa telah cukup besar merupakan beberapa cara bagi
lansia untuk beradaptasi terhadap perubahan penglihatan normal
mereka.
Perubahan sensoris pendengaran, batasan karakteristik yang
berhubungan dengan suatu perubahan dalam pendengaran sangat
bervariasi diantara individu. Karakteristiknya dapat berupa
perubahan dalam persepsi pendengaran, adanya suara berdenging
di telinga ( tinitus ), nyeri pada satu atau kedua telinga, perubahan
kemampuan untuk mendengar suara frekuensi tinggi, menarik diri,
ansietas, respons tidak sesuai dalam percakapan dan lain- lain.
Tanpa memperhatikan penyebab dari kehilangan pendengaran,
lansia mempunyai reaksi yang hampir sama terhadap gangguan ini
seperti : marah, frustasi, dan menarik diri. Penggunaan alat bantu
dengar dapat memudahkan komunikasi, mengurangi perasaan
kesepian dan isolasi social dan mengembalikan perasaan
memiliki control pada klien.
Perubahan sensoris pengecapan ( sensasi rasa ), ketika
seseorang telah bertambah tua, “ jumlah kuncup-kuncup perasa
pada lidah itu juga mengalami kerusakan, yang menurunkan
sensitivitas terhadap rasa. Kuncup- kuncup perasa mengalami
regenerasi sepanjang kehidupan manusia, tetapi lansia mempunyai
suatu penurunan sensitivitas terhadap rasa manis, asam, asin, dan
pahit. Perubahan tersebut lebih dapat disadari oleh beberapa orang
dibanding yang lain.
Perubahan sensoris penciuman, penurunan yang paling tajam
dalam sensasi penciuman terjadi selama usia pertengahan dan
untuk sebagian orang, hal tersebut akan terus berkurang. Sensasi
penciuman tidak secara serius dipengaruhi oleh penuaan saja
tetapi mungkin oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia.
Penyebab lain juga dianggap sebagai pendukung untuk terjadinya
kehilangan kemampuan sensasi penciuman termasuk pilek,
influenza, merokok, obstruksi hidung, secret dari hidung,

5
sinusitis kronis, kebiasaan tertentu dengan bau/ aroma, epistaksis,
alergi, penuaan dan faktor lingkungan.
Perubahan sensoris perabaan. sentuhan merupakan sistem
sensoris pertama yang menjadi fungsional. Kulit itu seperti suatu
pakaian pelindung yang pas dan menutupi seseorang ketika ia
bertambah usianya; kemudian ketika seseorang berusia 70 tahun
atau 80 tahun, kulit juga tidak akan sesuai atau pas dengan tubuh
orang tersebut. Kulit tersebut mungkin akan menjadi kendur dan
terlihat lebih longgar pada berbagai bagian tubuh. Sentuhan
( perabaan ) digambarkan oleh Weiss sebagai “ semua peristiwa
dari kontak antar tubuh, dimulai dengan inisiasi oleh seseorang
dan diakhiri dengan penghentian kontak oleh kedua belah pihak “.
Ketika indra yang lain telah terganggu, rangsangan taktil menjadi
lebih penting bagi lansia sebagai alat komunikasi. Sentuan dapat
merupakan suatu alat untuk memberikan stimulus sensoris atau
menghilangkan rasa nyeri fisik dan psikologis.
Sistem Kardiovaskular, Dengan meningkatnya usia, jantung
dan pembuluh darah mengalami perubahan baik structural
maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang disebabkan
oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak
disadari. Penurunan yang terjadi berangsur- angsur ini sering terjadi
ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan
penurunan kebutuhan darah yang teroksigenisasi. Perubahan
normal yang berhubungan dengan penuaan yaitu ventrikel kiri
menebal, katup jantung menebal dan membentuk penonjolan
jumlah sel pacemaker menurun, arteri menjadi kaku dan tidak lurus
pada kondisi dilatasi, vena mengalami dilatasi, katup-katup menjadi
kompeten.
Sistem Pulmonal. Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan
yaitu kalsifikasi kartilago kosta yang mengakibatkan penurunan
PaO2, Atrofi otot pernafasan mengakibatkan penurunan
kecepatan aliran ekspirasi maksimal, penurunan dalam recoil

6
elastis mengakibatkan peningkatan volume residu, menurunnya
kekuatan kapasitas vital, menurunnya kapasitas vital,
pembesaran duktus alveolar, peningkatan ukuran dan kekakuan
trakea dan jalan napas pusat.
Sistem Renal dan Urinaria, perubahan struktur dan fungsi
pada penuaan system renal dan urinaria yaitu membrane
basalia glomerulus menebal, total permukaan glomerular
berkurang, panjang dan volume tubulus proksimal menurun, pada
tubulus distal berkembang divertikula, sirkulasi renal berubah
atau berkurang, kapasitas kandung kemih menurun, volume
residual meningkat, terjadi kontraksi kandung kemih secara
involunter (detrusor).
Sistem Gastrointestinal. Perubahan- perubahan proses penuaan
yang terjadi yaitu rongga mulut, hilangnya tulang periosteum
dan periodontal, retraksi dari struktur gusi, hilangnya kuncup rasa,
esofagus, lambung, usus, dilatasi esofagus, kehilangan tonus
sfingter jantung, penurunan refleks muntah, atrofi mukosa
lambung, penurunan motilitas lambung.
Sistem Reproduksi wanita. Perubahan normal pada penuaan
yang terjadi yaitu penurunan estrogen yang bersirkulasi,
peningkatan androgen yang bersirkulasi.
B. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Ada beberapa Pengertian Keluarga, diantaranya :
Menurut Departemen Kesehatan ( 1988 ), keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan. ( Sudiharto, 2007. hal : 22 ).
Menurut Friedman ( 1998 ), keluarga adalah dua atau lebih
individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling
membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

7
( Sudiharto, 2007. hal : 22 ).
Menurut BKKBN ( 1999 ), keluarga adalah dua orang atau lebih
yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang
layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras
dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta
lingkungannya. ( Sudiharto, 2007. hal : 23 ).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua
orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan
dan ikatan emosional yang mengidentifikasikan diri mereka
sebagai bagian dari keluarga. Definisi ini memasukkan juga
keluarga besar yang hidup dalam satu atau dua rumah tangga,
pasangan yang hidup bersama sebagai pasangan suami istri,
keluarga-keluarga tanpa anak, keluarga lesbian dan homoseks,
keluarga-keluarga dengan orang tua tunggal.
2. Tipe Keluarga
Tipe / bentuk keluarga menurut Sudiharto ( 2007 ) dalam buku
Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan keperawatan
transkultural, adalah sebagai berikut:
a. Keluarga Inti ( Nuclear Family) adalah keluarga yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
b. Keluarga Besar ( Extended Family) adalah keluarga inti
ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek,
keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri
dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan
merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga duda atau janda (Singel Family) adalah keluarga yang
terjadi karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi ( Composite Family) adalah keluarga
yang perkawinanya berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga Kabitas (Cahabitation Family) adalah dua orang

8
menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu
keluarga.

3. Struktur Keluarga
Struktur keluarga menurut Drs. Nasrul Effendy ( 1998 ) dalam
buku Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, edisi 2,
adalah :
a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan
itu disusun melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan
itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah istri.
d. Patrilokal adalah pasangan suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah suami.
e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai
dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara
yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan
suami atau istri.
4. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu
dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga
didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok
dan masyarakat.
a. Peran Formal
Adalah peran yang nampak jelas dan bersifat eksplisit
yaitu peran berdasarkan posisi setiap kandungan struktur peran
keluarga, yaitu :
1) Peranan Ayah : Sebagai suami dan ayah dari anak-anak,

9
berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung
dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya.
2) Peran Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya,
ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga,
sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung
dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya,
disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
3) Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psiko-
sosial sesuai dengan tingkatan perkembangannya baik fisik,
mental, social dan spiritual
b. Peran Informal
Adalah peran yang tertutup dan bersifat implisit, biasanya tidak
tampak kepermukaan dan hanya dimainkan untuk memenuhi
kebutuhan- kebutuhan emosional individual dan atau untuk
menjaga keseimbangan dalam keluarga, yaitu : Pendorong,
Pengharmonis, Inisiator- kontributor, Pendamai, Keras hati,
Sahabat, Kambing hitam keluarga, Penghibur, Penghalang,
Perawat keluarga, Dominator, Koordinator, Penghubung
keluarga, Saksi.
c. Fungsi Keluarga
Fungsi-fungsi keluarga biasanya didefinisikan sebagai hasil
atau konsekuensi dari struktur keluarga. Lima fungsi
keluarga yang paling berhubungan erat saat mengkaji dan
mengintervensi keluarga menurut Friedman ( 1998 ) adalah
sebagai berikut :
1) Fungsi Afektif adalah fungsi internal keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan
memberikan cintakasih, serta saling menerima dan

10
mendukung.
2) Fungsi Sosialisasi adalah proses perkembangan dan
perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga
berinteraksi social dan belajar berperan di lingkungan
sosial.
3) Fungsi Reproduksi adalah fungsi keluarga meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
4) Fungsi Ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan dan papan.
5) Fungsi Perawatan Kesehatan adalah kemampuan
keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan.
(Sudiharto, 2007. hal : 24 )
5. Tahap-tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Menurut Duval ( 1997 ), daur atau siklus kehidupan keluarga
terdiri dari delapan tahap perkembangan, yaitu :
a. Tahap I, Pasangan baru menikah ( keluarga baru ).Tugas
perkembangan kelurga pada tahap ini adalah membina
hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina
hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat, dan
merencanakan keluarga ( termasuk merencanakan jumlah anak
yang diinginkan ).
b. Tahap II, Keluarga menanti kelahiran ( child bearing family )
atau anak tertua adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan. Tugas
perkembangan pada tahap ini adalah menyiapkan anggota
keluarga baru ( bayi dalam keluarga ), membagi waktu untuk
individu, pasangan dan keluarga.
c. Tahap III, Keluarga dengan anak prasekolah anak tertua 2,5
tahun sampai dengan 6 tahun. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah menyatukan kebutuhan masing-masing
anggota keluarga, antara lain ruang atau kamar pribadi dan

11
keamanan, mensosialisasikan anak-anak, menyatukan
keinginan anak-anak yang berbeda, dan mempertahankan
hubungan yang “ sehat “ dalam keluarga.
d. Tahap IV, Keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua
berusia 7 sampai 12 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah mensosialisasikan anak-anak termasuk
membantu anak-anak mencapai prestasi yang baik disekolah,
membantu anak-anak membina hubungan dengan teman
sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan dan memenuhi kebutuhan kesehatan masing-
masing anggota keluarga.
e. Tahap V, Keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua 13
sampai 20 tahun. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah
mengimbangi kebebasan remaja dengan tanggung jawab yang
sejalan dengan maturitas remaja, memfokuskan kembali
hubungan perkawinan, dan melakukan komunikasi yang
terbuka di antara orang tua dengan anak-anak remaja
f. Tahap VI, Keluarga dengan anak dewasa ( pelepasan ). Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menambah
anggota keluarga dengan kehadiran anggota keluarga yang
baru melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa,
menata kembali hubungan perkawinan, menyiapkan
datangnya proses penuaan, termasuk timbulnya masalah-
masalah kesehatan.
g. Tahap VII, Keluarga usia pertengahan. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah mempertahankan kontak dengan
anak dan cucu, memperkuat hubungan perkawinan, dan
meningkatkan usaha promosi kesehatan.
h. Tahap VIII, Keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan pada
tahap ini adalah menata kembali kehidupan yang memuaskan,
menyesuaikan kehidupan dengan penghasilan yang berkurang,
mempertahankan hubungan perkawinan, menerima

12
kehilangan pasangan, mempertahankan kontak dengan
masyarakat, dan menemukan arti hidup.(Sudiharto, 2007. hal :
24 )
Tugas perkembangan keluarga dalam bidang kesehatan
menurut Friedman (1981) adalah :
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap
anggotanya.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang
tepat.
3) Memberikan keperawatan pada anggota keluarganya yang
sakit, dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena
cacat.
4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan
kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga
dengan lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan
pemanfaatan kesehatan yang baik.(Sudiharto, 2007. hal :
29 )

13
BAB III
PROSES KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN NYERI SENDI

A. Pengkajian\
engkajian yang dilakukan pada Asuhan Keperawatan Keluarga dengan
nyeri sendi antara lain :
1. Identitas Data
a. Jenis kelamin
Nyeri sendi adalah peradangan yang sistematis, progresif dan lebih
banyak terjadi pada wanita dengan perbandingan 3:1 dengan kasus
pada pria.
b. Pekerjaan
Pekerjaan yang berat/ kerja yang yang produktif bertahun-tahun
pada seorang setengah baya (kuli panggul,tukang becak,dll) juga
mendukung terjadinya penyakit nyeri sendi.
c. Status sosial ekonomi keluarga
Penghasilan yang rendah dan sulit memungkinkan adannya konflik
dalam keluarga termasuk kebutuhan akan biaya perawatan dan
pengobatan anggota keluarga yang sakit nyeri sendi.
d. Aktifitas rekreasi dan waktu luang
Mengidentifikasi aktifitas-aktifitas dan waktu senggang keluarga,
Penggunaan waktu senggang yang ada menggali perasaan dari
anggota keluarga tentang aktifitas rekreasi.
e. Kebiasaan aktifitas
Mengangkat benda-benda berat menimbulkan stres pada sendi,
kerja tanpa waktu istirahat yang cukup dan seimbang mempunyai
efek yang signifikan pada nyeri sendi.
2. Riwayat dan Tahap perkembangan keluarga
Riwayat keluarga inti :
Keluhan yang biasa di rasakan oleh penderita nyeri sendi yaitu nyeri
pada jari-jari tangan, nyeri pada lutut dan nyeri pada punggung. Nyeri
dirasakan jika melakukan aktivitas dan berkurang jika klien

14
beristirahat.
Keluarga ini berada pada tahap perkembangan dengan usia lanjut.
Keluarga yang rentan mengalami penyakit nyeri sendi adalah usia
lanjut dimana terjadi degenerasi dari organ tubuh khususnya pada
sistem muskuluskeletal.
3. Data Lingkungan
a. Kondisi Rumah
Faktor lingkungan rumah yang kurang aman dan membahayakan
juga memperbesar peningkatan resiko untuk jatuh pada penderita
penyakit nyeri sendi, Misalnya penggunaan keset yang licin, lantai
yang licin, Pencahayaan yang kurang memadahi, Tangga rumah
yang terlalu curam, Tidak menggunakan alas kaki, Tempat tidur
yang terlalu tinggi, Tidak menggunakan alat bantu mobilitas yang
tepat, Tidak ada pengaman atau pegangan dari lokasi- lokasi yang
tepat, seperti kamar mandi.
b. Fasilitas dan pelayanan kesehatan : Tingkat ekonomi yang rendah
dapat mengakibatkan sulitnya pengobatan nyeri sendi. Ketidak
efektifannya dan keluarga dalam mengunjungi pelayanan
kesehatan yang ada.
c. Fasilitas transportasi : Transportasi merupakan sarana yang
penting dan sangat diperlukan agar penderita mendapatkan
pelayanan kesehatan dengan segera. Ketiadaan sarana transportasi
menjadikan masyarakat enggan berkunjung ke pelayanan
kesehatan sehingga kondisi akan semakin memburuk.
4. Struktur Keluarga.
a. Struktur komunikasi : Berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama
anggota keluarga merupakan tugas keluarga, dan dapat menurunkan
beban masalah (Efendi, 1998).
b. Struktur kekuasaan : Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh
pemegang keputusan yang mempunyai hak dalam menentukan
masalah dan kebutuhan dalam mengatasi masalah kesehatan nyeri
sendi dalam keluarga (Efendi, 1998).

15
c. Struktur peran : Peran antar kelurga menggambarkan perilaku
interpersonal yang berhubungan dengan masalah kesehatan dalam
posisi dan situasi tertentu (Efendi, 1998).
d. Nilai kepercayaan : Beban kasus keluarga sangat bergantung pada nilai
kekuasaan dan kebutuhan akan asuhan keperawatan keluarga (Efendi,
1998).
5. Fungsi Keluarga
a. Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit
nyeri sendi, anggapan bahwa penyakit nyeri sendi adalah biasa yang
bisa sembuh dengan sendirinya. Ketidak mampuan keluarga dalam
mengambil keputusan serta dalam mengambil tindakan yang tepat
tentang nyeri sendi atau tidak memahami mengenai sifat berat dan
meluasnya masalah nyeri sendi.
b. Ketidak mampuan keluarga dalam memecahkan masalah karena
kurangnya pengetahuan dan sumber daya keluarga seperti : latar
belakang pendidikan dan keuangan keluarga.
c. Ketidak mampuan keluarga memilih tindakan diantara beberapa
alternative perawatan dan pengobatan terhadap nyeri sendi.
d. Ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota kelurga yang sakit
berhubungan dengan tidak mengetahui keadaan nyeri sendi misal : sifat
artritis, penyebab nyeri sendi, dan tanda gejala yang menyertai nyeri
sendi (Nasrul effendi, 1998).
e. Koping keluarga : koping keluarga dipengaruhi oleh situasi emosional
keluarga, sikap dan pandangan hidup, hubungan kerja sama antara
anggota keluarga serta adanya support system dalam keluarga
(Efenndy, 1998).
Diagnosis keperawatan dibedakan menjadi tiga diagnosis
keperwatan aktual, risiko atau risiko tinggi, dan potensial atau
wellness .
1. Diagnosis aktual, menunjukan keadaan yang nyata dan sudah
terjadi pada saat pengkajian di keluarga : Hambatan mobilitas fisik

16
berhungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang menderita nyeri sendi.
2. Resiko tinggi, merupakan masalah yang belum terjadi pada
pengkajian. Namun dapat menjadi masalah aktual bila tidak
dilakukan pencegahan dengan cepat : Resiko injuri
berhubungan dengan Ketidak mampuan keluarga mengenal
masalah nyeri sendi dan memodifikasi lingkungan.
B. Diagnosa dan Intervensi
1. Diagnosa pertama hambatan mobilitas fisik berhungan dengan ketidak
mampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita nyeri
sendi.
a. Pencegahan primer
1. Berikan penyuluhan tentang pencegahan nyeri
2. Ajarkan cara untuk kompres hangat
3. Identifikasi adanya factor-faktor nyeri
b. Pencegahan sekunder
1. Kaji karakteristik nyeri
2. Beri kompres hangat dan dingin
3. Beri obat anti inflamasi seperti aspirin.
c. Pencegahan tersier
1. Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila diketahui nyeri
berkelanjutan.
2. Kolaborasi pemberian obat antianalgesik.
2. Diagnosa kedua Resiko injuri berhubungan dengan Ketidak mampuan
keluarga mengenal, masalah nyeri sendi dan memodifikasi lingkungan.
a. Pencegahan primer
1. Berikan penyuluhan tentang resiko injuri
2. Ajarkan cara untuk pencegahan jatuh
3. Identifikasi adanya factor-faktor resiko injuri
b. Pencegahan sekunder
1. Kaji resiko injuri
2. Beri pendidikan kesehatan tentang lingkungan yang aman bagi

17
penderita nyeri sendi.
3. Modifikasi lantai yang licin, pencahayaan yang terang dan
penataan perabotan rumah tangga yang aman bagi penderita
nyeri sendi.
c. Pencegahan tersier
Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila kondisi pasien semakin
memburuk.
Skala untuk menentukan prioritas asuhan keperawatan keluarga
(Balion dan Malagya, 1979)

No Kriteria Bobot
1. Sifat masalah 1
Skala : Tidak/kurang sehat 3
Ancaman kesehatan 2
Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan masalah dapat diubah 2
Skala : Mudah 2
Sebagian 2
Tidak dapat 1
3. Potensial masalah untuk dicegah 1
Skala : Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4. Menonjolnya masalah 1
Skala : masalah berat, harus segera 1
ditangani
Ada masalah tetapi tidak perlu ditangani 2
Masalah tidak dirasakan 1

Skoring :

a. Tentukan skore untuk tiap kriteria


b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot
c. Jumlahkan skore untuk semua kriteria

18
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Keluarga merupakan kumpulan dua orang / lebih hidup bersama dg
keterikatan aturan dan emosional, dan setiap individu punya peran masing-
masing  (friedman 1998). Dimana keluarga juga bagian atau unit terkecil dari
masyarakat yang beranggotakan dua orang ataupun lebih dan masing – masing
mempunyai ikatan perkawinan dan hubungan darah, mempunyai kepala dalam
rumah tangga, mempunyai peran masing – masing serta menganut suatu budaya
yang keluarga itu yakini. Keluarga mempunyai beberapa tipe dan memiliki fungsi.
Keluarga juga mempunyai struktur yang dapat digambarkan bagaimana keluarga
menjalankan peran dan fungsinya sebagai bagian dari masyarakat sekitar. Dalam
hal ini, perawat mempunyai peran juga untuk membantu keluarga untuk
menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi oleh keluarga.
Asuhan keperawatan keluarga dengan tahap usia lanjut merupakan salah satu
dari proses keperawatan dimana dalam hal ini dapat mengoptimalkan peran dan
fungsi lansia. Jadi, semakin tinggi tingkat pengetahuan lansia terhadap  masalah-
masalah yang terjadi, maka dapat diminimalisir masalah itu terjadi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bailon, Salvacion G. 1978. Family Health Nursing. University of The Philippines.


Diliman

Friedman.1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahyudi. 2008. Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC

Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti,


Sari Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2006

20

Anda mungkin juga menyukai