Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada lansia terjadi penurunan kemampuan akibat adanya proses

aging, serta diikuti dengan penurunan fungsi anggota gerak serta diikuti

dengan penurunan sistem imun pada lansia. Dalam penelitian hyland

(2020) didapatkan hasil bahwa penduduk dengan usia 65 tahun keatas

akan memiliki tingkat kecemasan tinggi terkait adanya pandemi COVID-

19. Tingginya angka kematian yang terjadi pada lansia dimasa pandemi

COVID-19 berdampak terhadap kondisi psikologis lansia seperti

kecemasan, kondisi ini dapat menurunkan daya tahan tubuh lansia, apalagi

lansia yang memiliki penyakit comorbid. Kecemasan yang terlihat pada

lansia seperti keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram dan terkadang

disertai dengan berbagai keluhan fisik (Suliswati, 2014).

Kecemasan dapat berdampak terhadap kualitas tidur lansia, hal ini

dikarenakan kecemasan akan meningkatkan kadar Norepinefrin dengan

adanya stimulasi pada sistem saraf simpatis nantinya akan meningkatkan

rangsangan serta memacu organ tubuh lainnya. Detak jantung dan

frekuensi pernapasan akan terus meningkat dan perubahan inilah yang

mengakibatkan menurunnya tahap NREM dan REM serta gangguan

lainnya (Aspiani, 2014).

Pada tingkat lansia individu banyak mengalami perubahan secara

biologis, psikologi, mental dan sosial khususnya kemunduran dalam

beberapa fungsi dan kemampuan yang dahulu dimiliki. Lansia memiliki

1
2

berbagai macam permasalahan yaitu pada beberapa sistem seperti

musculoskeletal yang paling terlihat jelas pada lansia masa otot pada

ekstremitas bawah, kekuatan serta perubahan komponen saraf. terjadinya

tingkat atrofi yang jelas pada gastrocnemius serta grup otot hamstring dan

quadriceps, selama proses penuaan semuanya terjadi otot-otot abdominal

juga berkurang masa ototnya namun berbeda dengan lansia yang sedang

tirah baring maka grup otot abdominal justru meningkat massa ototnya

namun berkurang kekuatannya (Kehler et al., 2019). Sistem sensorik

dipengaruhi oleh visual (penglihatan), pendengaran, fungsi vestibular, dan

proprioseptif. semua gangguan atau perubahan mata akan mengganggu

penglihatan lansia, vertigo pada tipe perifer yang sering dialami lansia

diakibatkan karena adanya perubahan vestibular akibat proses penuaan,

Sedangkan kardiovaskuler pada lansia sering menunjukkan tanda klinis

terjadinya penurunan fungsi seperti sel otot jantung menurun akibat proses

menua yang membuat katup jantung kaku dan menebal serta dinding

pembuluh darah aorta menjadi kurang elastis. Kemampuan jantung

memompa darah turun 1% setiap tahun menyebabkan kontraksi dan

volume darah juga menurun (Gerhardy et al., 2019).

Prevalensi lansia menurut WHO di dunia diperkirakan lebih dari

629 juta jiwa, di Asia tenggara 8% atau sekitar 142 jiwa, dan menurut

Badan Pusat Statistik lansia di Indonesia 26 ribu jiwa dan di Malang

sekitar 14,20 ribu jiwa. Prevalensi kualitas tidur pada lansia dilaporkan 10

sampai 15%, tergantung pada kriteria diagnostik yang digunakan. Kualitas

tidur yang buruk biasanya bertambah dan berkurang seiring waktu,


3

meskipun kira-kira 50% dari mereka yang lebih parah gejala yang

memenuhi kriteria untuk gangguan kualitas tidur. 20 Insiden 1 tahun

sekitar 5%. Kesulitan utama tidur kurangnya aktivitas pada siang hari

adalah gejala yang paling umum (setelah menginfeksi 61% orang dengan

insomnia), diikuti dengan bangun pagi (52%) dan kesulitan tidur tertidur

(38%) hampir setengah dari mereka dengan gangguan kualitas tidur

memiliki dua atau lebih gejala ini (Winkelman, 2015) .

Kualitas tidur merupakan kepuasan terhadap tidur, tidur dapat

dikatakan berkualitas apabila tidak merasakan lelah, gelisah, lesu, dan

apatis, kelopak mata bengkak, sakit kepala, mata merah, perhatian

terpecah pecah atau tidak fokus (Kemenkes, 2013). Durasi tidur yang tidak

cukup atau kualitas tidur yang buruk dapat memperburuk keseimbangan

pada lansia. Kualitas tidur yang normal membutuhkan waktu 7½ jam

setiap malamnya, dengan begitu dapat memenuhi kebutuhan tidur.

(Bascom, 2011)

Lansia lebih sering menghabiskan waktunya ditempat tidur, dan

juga mudah terbangun dari tidurnya. Perubahan yang terjadi yaitu

pengurangan gelombang pada gelombang lambat, gelombang alfa

menurun, meningkatnya frekuensi terbangun dimalam hari atau

meningkatnya fragmentasi tidur karena seringnya terbangun sehingga

membuat lansia sensitif terhadap stimulus lingkungan (Naufel et al., 2020)

Dalam ritmik sirkadian tidur bangun lansia sering terganggu yang

membuat jam biologik lansia menjadi pendek dan fase tidurnya lebih

maju. Lansia yang terbangun pada saat malam hari menyebabkan


4

mengantuk, letih, dan mudah jatuh tidur pada siang hari. Dengan

bertambahnya umur membuat toleransi terhadap fase atau jadwal tidur-

bangun menurun dan juga adanya ritmik sirkadian membuat terjadi

penurunan sekresi hormon pertumbuhan, tiroid, prolaktin, dan kortisol

pada lansia. Hormon tersebut dikeluarkan selama tidur malam, sekresi

melatonin juga berkurang, melatonin berfungsi untuk mengontrol sirkadian

tidur dan sekresi yang terjadi pada malam hari (Naufel et al., 2020)

Peningkatan angka gangguan kualitas tidur pada lansia dapat

menyebabkan berbagai dampak yang ditimbulkan dampak tersebut antara

lain merusak sistem kekebalan tubuh, jumlah sel darah putih, fungsi otak,

dan variabilitas jantung. Selain itu, dampak kualitas tidur juga

mempengaruhi suasana hati, kognitif, kelelahan, serta menunda pemulihan

dan penyembuhan penyakit. dampak-dampak yang ditimbulkan oleh

gangguan kualitas tidur dapat menurunkan kualitas hidup lansia (Valente,

2015). Keseimbangan memiliki komponen pengontrol seperti visual dan

vestibular, visual memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan dan

bertindak memastikan bahwa individu menyadari posisi yang terus

bergerak, sedangkan vestibular memiliki fungsi dalam mengontrol

keseimbangan dengan mencakup bagian vestibulum, koklea, dan kanalis

semisirkularis. dengan menyediakan masukan mengenai gerakan kepala,

kontrol kepala dan gerakan bola mata (Phu et al., 2019)

Kualitas tidur sangat berpengaruh dalam keseimbangan pada

lansia, tidur terdiri dari fase NREM (Non rapid eye movement) dan fase

REM (rapid eye movement) yang dimana selama masa penuaan fase REM
5

akan semakin dangkal, dan semakin sedikit, fase sirkadian maju paling

awal maka dari peluang untuk tidur siang semakin meningkat dan

mempengaruhi ritme fisiologi tubuh terhadap kemampuan keseimbangan.

Perubahan fisiologi terkait usia pada ketiga sistem sensori (visual,

vestibular, somatosensorik) dan koneksi sistem saraf pusat, kesulitan

visual berpotensi menyebabkan ketidakcocokan dalam memperkirakan

jarak tertentu dan memproses informasi yang tidak akurat hal tersebut

menyebabkan hambatan dalam kontrol postur tubuh. Kemampuan untuk

menanggapi perubahan input visual juga menurun seiring dengan

pertambahan usia, perubahan struktur keseimbangan pada lansia

menyebabkan pengurangan serat saraf vestibular, input proprioseptif

mengalami perubahan kualitas yang menyebabkan ketidakstabilan

postural, informasi proprioseptif berkurang memberikan akibat hilangnya

sensasi yang diterima (Alexandre et al., 2012).

Faktor risiko jatuh yang terjadi pada lansia seperti kelemahan pada

otot, riwayat jatuh, gaya berjalan, keseimbangan, gangguan penglihatan

dan kognitif, osteoarthritis, depresi dan usia lebih dari 80 tahun. selain itu

juga timbulnya rasa takut pada lansia sehingga dalam melakukan aktivitas

dipenuhi dengan kecemasan akan terjatuh patah tulang, kemampuan

fungsional berkurang, serta masuk kedalam panti jompo dan kematian

membuat tingkat cemas menjadi tinggi. Penelitian di brazil menunjukkan

prevalensi insiden jatuh pada lansia pada tahun 2006 adalah 36,4% di

antara wanita dan 22,6% diantara pria (Alexandre et al., 2012)


6

Menentukan risiko jatuh dan mengukur kemajuan keseimbangan

duduk dan berjalan menggunakan Timed And Go Test (TUG) dilakukan

dengan prosedur peserta duduk dikursi, lalu berjalan sejauh tiga meter

dalam garis lurus kemudian berbalik 180%, berjalan kembali ke kursi dan

duduk kembali (Alexandre et al., 2012)

Literatur sleep and aging mengaitkan penurunan kualitas tidur

sebagai salah satu penyebab kejadian jatuh sebagai dampak tingkat

keseimbangan buruk, hasil observasi yang kami dapatkan rasa kantuk tak

tertahankan yang sering dialami lansia merupakan indikasi peningkatan

kadar melatonin dalam darah. Hormon tersebut memberi efek berupa

penurunan kewaspadaan tubuh, mudah mengantuk, merubah ritme

sirkadian, dan performa keseimbangan lansia menjadi buruk. dengan

begini kami mengangkat penelitian ini untuk mengedukasi, mencegah

serta menekan angka kejadian jatuh pada lansia yang diakibatkan kualitas

tidur yang buruk membuat keseimbangan lansia terganggu dikemudian

hari.

Pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung saat ini berdampak

pada penurunan kualitas kesehatan dan kualitas tidur terutama pada lansia

sehingga aspek yang perlu ditinjau dalam penelitian ini adalah status

kualitas tidur pada lansia, dengan mengidentifikasi kualitas tidur yang

dapat mempengaruhi tingkat keseimbangan akibat masa pandemi COVID-

19. Penelitian yang terdahulu yang telah dilakukan oleh (Lo & Lee, 2012)

ditemukan bahwa keseimbangan memiliki korelasi linear negatif yang

cukup signifikan.
7

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tingkat

keseimbangan lansia pada masa pandemi COVID-19 di Kota Malang

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara tingkat kualitas tidur dengan

keseimbangan lansia pada masa pandemi COVID-19 di Kota Malang.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi tingkat kualitas tidur lansia pada masa pandemi

COVID-19 di Kota Malang

b. Mengidentifikasi tingkat keseimbangan yang terjadi lansia yang

mengalami gangguan kualitas tidur dan mengakibatkan

keseimbangannya terganggu

c. Menganalisis hubungan kualitas tidur dengan tingkat

keseimbangan pada lansia di masa pandemi COVID-19 di Kota

Malang.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan menambah wawasan ilmu pengetahuan

tentang kualitas tidur, dan mengetahui efek yang terjadi pada

keseimbangan lansia

2. Bagi Lokasi Penelitian


8

Membantu para anggota yang merupakan pasien yang memiliki

masalah keseimbangan, dengan menjaga pola tidur, asupan gizi dan

aktivitas fisik sehari-hari agar tidak mengalami gangguan kualitas tidur

3. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah pengetahuan masalah yang dapat mengganggu

keseimbangan pada lansia yang diharapkan dapat dibaca dan

dipergunakan dengan baik oleh institusi pendidikan maupun para

pembaca skripsi ini agar lebih memahami tentang gangguan atau

permasalahan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai